• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUPUH PANGKUR

Dalam dokumen Manik Maya 1 (Halaman 42-60)

01. Hyang Pramesthi memberitahu, bila ingin mengerti siapa ayahnya, Kamasalah harus mau bersujud dihadapannya. Kamasalah menyanggupi tetapi ia minta janji, bila tak dapat menunjukkan Hyang Pramesthi harus mau menjadi mangsanya.

02. Hyang Guru Nata mengabulkan permintaan Kamasalah, bila tidak dapat menunjukkan dia mau dimakan. Kamasalah berlutut dan bersujud.

03. Yang Jagad Nata cepat menarik rambut Kamasalah, putus dua helai rambutnya, Kamasalah melihat keatas, menampakkan giginya. Kemudian dicabut dua buah taringnya, bibiinya disobek.

04. Bisa yang ada dalam taring dikeluarkan, ditaruh didalam Wadah air

Kamandanu. Taring itu berubah bentuk jadi senjata limpung, dinamai limpung Jenggala. Dua pusaka itu masing masing beratnya tujuh kwintal. Dua helai rambut yang putus itu berubah menjadi batu hitam.

05. Hyang Guru berkata kepada Kamasalah, ia diberi nama Sang Hyang Kala. Kamasalah menerima baik pemberian nama itu. Hyang Guru sedikit marah kepada Bethari Uma. Sebaliknya Bethari Uma juga agak marah kepada Hyang Pramesthi. Tengkar mulut terjadi.

06. Uma ditangkap dan diangkat dalam kedudukan kaki diatas kepala dibawah. Bethari Uma memekik sambil menangis, air matanya bercucuran, berjatuhan bagaikan hujan. Dewi Uma berubah wajahnya, jadi raksasa wanita. Ia berganti nama Bethari Durga. Bethari Durga dan Bethara Kala diperintahkan oleh Hyang Pramesthi keluar dari Jonggring Saloka.

07. Keduanya diperintahkan menduduki Nusa Kambangan sebagai tempat

tinggalnya hidup damai disana. Karena menaruh marah, sekali peristiwa Hyang Guru, menyuruh putranya yaitu Bethara Bromo dan Bethara Wisnu

memusnahkan Bethari Durga dan Bethara Kala yang dipandang sebagai pengotor bumi. Jangan ketinggalan Lembuculung beserta pengikutnya diikut sertakan.

08. Para Bethara yang mendapat tugas mengindahkan perintah itu. Mereka menyembah lalu berangkat ketempat raksasa bertempat tinggal. Ampat puluh orang raksasa berhasil dapat ditumpas.

09. Tinggal seorang raksasa yang menyerah. Ia bernama Puthut Jataka. Dia mengambil jalan hidup baru sebagai pendeta, bertapa digunung Gohkarna. Setelah selesai tugasnya, Bethara Bromo dan Bethara Wisnu kembali ke Kahyangan melaporkan keberhasilan menjalani tugasnya.

10. Pada suatu ketika Yang Guru melihat ditengah samodra terdapat sinar

cemerlang, lalu bertanya kepada para Dewa : sinar apakah itu gerangan. Para Dewa tak dapat memberi keterangan.

11. Hyang Pramesthi segera menyuruh kepada Bethara Temburu, mengamati apa yang terjadi sehubungan dengan cahaya yang terdapat ditengah samodra tersebut. Yang Temburu mengindahkan perintah. Ia berangkat menuju kesamodera yang ditunjuk.

12. Disana Bethara Temburu melihat seorang yang sedang menjalani bertapa. Ia kembali menghadap Hyang Pramesthi. Tiba dihadapan Yang Guru ia

memberitahukan bahwa disamudera itu terdapat seorang yang sedang bertapa. 13. Yang Temburu menyatakan, bahwa orang pertapa itu meskipun terendam

dalam air, badannya tiada basah. Maka Hyang Pramesthi segera memerintahkan kepada para Dewa agar mengusik petapa yang sedang tekun menjalani tapanya itu. Beramai ramai para Bethara dan Bidadari menuju ketempat pertapa sakti itu.

14. Perjalanannya berining iring menuju kesamudera yang bercahaya tersebut. Disana ia melihat Sang Tapa duduk hening, membisu, membatu.

15. Meskipun telah lama para Dewa ada didepan Sang Tapa, namun sepatah katapun tiada mendapat tegur sapa. Mereka menganggap pertapa itu bersikap angkuh. gumam mereka : adat kebiasaan, dimana pun ada tamu datang, pasti pemilik rumah menyampaikan tegur sapa. Lebih mulia lagi bila menyajikan kapur sirih.

16. Para Bethara mengumpat sikap angkuh dari Sang Tapa. Mereka merasa sangat dihina. Bethara Siwali menyatakan bahwa ia diperintahkan oleh Hyang Jagad Nata datang ditempat Sang Tapa.

17. Kedatangannya disuruh memintakan obat mujarab untuk permaisuni Yang Guru Nata yang sedang dalam keadaan gering. Namun Sang Tapa tak

menjawab sepatah kata pun. Ia dicubit pipi dan mulutnya dari kanan dan dan kiri. Benganti ganti para Dewa mengajak bicara, namun tak muncul kata sepatah jua.

18. Kemudian Hyang Bromo marah. Ia mencaci maki, Puthut Jantaka tak mau menerima perlakuan baik dari para Dewa. Para Dewa mengumpat bahwa Puthut Jantaka menempati wilayah kekuasaan Hyang Pramesthi tanpa seizin, untuk tempat bertapa. Mereka memperingatkan. bahwa tak akan diridoi. Dia menjadi pertapa liar.

19. Hyang Sambu datang sambil menjinjing gendi penuh air. Sang Tapa diguyur dengan air gendi itu, tetapi tubuhmya tidak basah, Hyang Candra marah juga. Ia memegang tongkat Sang Tapa dipukulnya berkali kali, namun Sang Tapa tetap membatu, tak ada selembar bulu roma pun yang lepas dan kulitnya.

20. Bethara Bayu datang menyerang, Puthut Jantaka ditangkap, diangkat tinggi tinggi, diempaskan diatas batu karang. Batu karang batu karang tempat Puthut Jantaka diempaskan, pecah berantakan menjadi tujuh bagian, Sang Tapa tetap tak terusik. Hyang Bromo melafalkan mantera keramat. Lalu datanglah nyala

api yang amat besar dan tinggi bagaikan membakar langit. Namun api tak mampu membasmi Sang Tapa.

21. Perkiraan para Dewa, pasti Sang Kanekaputra hangus musnah ditelan api. Api lama kelamaan mereda. Terus mereda, akhirnya padamlah api yang mengganas itu. Setelah api padam seluruhnya, nampaklah Sang Tapa rnasih utuh dalam keadaan tepekur. Sang tapa bertambah cemerlang cahaya, sebagai emas yang habis digosok.

22. Para Dewa mengangkat senjata. Ada yang memegang senjata Cakra, senjata Kunta, peralu, panah piling, nenggala, tombak, gada, trisula diarahkan ketubuh Sang Tapa namun tiada yang mengenai tubuh Sang Tapa.

23. Para Bethara menderita malu karena tak berhasil mengganggu tapa Puthut Jantaka. Mereka kembali menghadap Hyang Pramesthi, melaporkan bahwa tugas yang diberikan oleh Hyang Guru tidak berhasil. Sang Tapa sungguh sakti. 24. Mereka berkesal hati. Banyak akal usaha untuk menggagalkan tapanya Sang

Pertapa, tetapi tetap teguh tak tergoyahkan sikap Sang Tapa. Kemudian Hyang Pramesthi sendiri berhasrat akan menggagalkan pendirian dan tujuan Sang Tapa. Segera berangkatlah Hyang Pramesthi.

25. Tak terceriterakan bagaimana perjalanan Hyang Guru Nata. Sekejap mata, telah tiba didepan Sang Tapa. Hyang Guru menanyakan : apa yang menjadi tujuan bertapa itu. Diminta agar Sang Tapa suka mengatakan. Bila menghendaki kawin, Hyang Guru akan mengabulkan.

26. Dikatakan oleh Hyang Jagad Nata bahwa padanya memiliki banyak putri remaja yang cantik jelita. Lagi pula mereka rajin rajin bekerja Sang Tapa dipersilakan mengamati dan memilih menurut kepuasan seleranya. Sang Tapa tetap tak melepaskan tapanya. Yang Guru menyambung penibicaraannya. 27. Dia mengutarakan tebakan kehendak dari Sang Tapa yaitu ingin menyamai

kedudukan serta kekuasaan Yang Jagad Nata. Oleh Hyang Pramesthi : tak mungkin maksud itu dapat terkabulkan sebab memang asal kedudukkannya berlainan.

28. Yang Guru Nata menyatakan meskipun Hyang Kaneka Putra bertapa sampai seribu tahun sekalipun tak akan mungkin menyamai wibawanya. Meskipun ia tak perlu bertapa. Telah ditakdirkan menjadi raja dari sernua Dewa.

29. Tiada yang melebihi tuanya selain teja dan cahaya wening. Ada lagi yang lebih tua ialah Sang Hyang Wening Wasesa. Sang Kaneka Putra tertawa terbahak bahak. Ia menyatakan bahwa semua hal yang diceniterakan itu, ia telah tahu. 30. Sang Kaneka Putra memberikan salam kepada.Hyang Pramesthi. Dia telah

mengetahui juga bahwa yang berhadapan muka adalah Yang Pramesthi Guru,yang berkuasa atas segala Dewa. Kalau hanya tahu mengenai Hyang Wening Wasesa saja, masih belum sempurna wibawanya.

31. Hyang Kaneka Putra katakan masih kurang sempurna wibawanya bila masih senang berbuat salah, tak mengerti bahwa perbuatan itu keliru. Salah pikiran dan salah perbuatan akan mendapat hukuman dari Hyang Wening Wasesa. 32. Hyang Kanekaputra mengajukan beberapa pertanyaan menjajaki pengertian

Hyang Jagad Nata. Sewaktu alam semesta masih bersifat alam hampa, belum ada isi apa yang ada lebih dahulu. Dijawab : hanya suara gaib, yaitu suarajati dari Hyang Wisesa. Itu suatu bukti telah adanya kekuasaan.

33. Siapa yang berkuasa itu. Yang Praimesthi tak dapat memberikan uraian selanjutnya. Diminta oleh Hang Pramesthi mau, menjelaskannya. Ia berkakak kepadanya

34. Hyang Kaneka diminta oleh Hyang Pramesthi, suka diajak ke Inderaloka, dipercayakan menguasai dan mengatur para Dewa sebagai, imbangan dan kekuasaan Hyang Pramesthi. Hyang Giri Nata memerintahkan agar patuh dan tunduk kepada Hyang Kanekaputra.

35. Para Dewa mengindahkan perintah Hyang Pramesthi itu. Hyang Kaneka menyambung penjelasan : apa yang terjadi dialam semesta ini serba berpasangan. Maka maksud Hyang Wasesa memberikan kedudukan guna mengimbangi kedudukan Hyang Giri Nata.

36. Seperti halnya yang terjadi, atas berpasangan dengan bawah, utara dan selatan, barat dan timur, laut dengan daratan, api dengan air, gelap dengan terang, siang dengan malam, matahari dengan bulan, bintang tak mempunyai pasangan. 37. Laki laki dan perempuan, ayah dengan ibu, kakek dengan nenek, paman dengan

bibi, cantik dengan buruk, uwak tiada pasangannya.

a. Telah menjadi takdir Hyang Wasesa Wening, Sang Kanekaputra menjadi pendamping kekuasaan dari Hyang Guru Nata. Sang Kanekaputra lalu diajak naik ke Surgalaya. Hyang Kaneka mengindahkan.

38. Perjalanan Hyang Guru Nata diikuti Sang Kaneka tak dikisahkan. Keduanya telah sampai di Balai Marcukunda. Disana Hyang Pramesthi sangat

memperhatikan mengapa tangan Sang Kaneka selalu menggenggam.

39. Bertanyalah Hyang Pramesthi kepada Hyang Kaneka, mengapa tangan anda selalu tergenggam. Tak pernah terurai. Dijawab oleh Yang Kaneka, bahwa didalam genggamannya terdapat Retna Dumilah, Retna Dumilah adalah raja dari segala mutu manikam.

40. Keramat dan kesaktian dari Retna Dumilah dapat merubah keadaan, kebal dari lapar dan kantuk, kebal dari basahnya air, kebal dari panasnya api. Hyang Pramesthi mengharap penyerahan pusaka Retna Dumilah, ia ingin mengetahui. 41. Hyang Kaneka memberitahukan bahwa Retna Dunulah sakti dan tajam. Ia tak

dapat ditangkap. Bila dipegang mudah dapat lolos, atau menghancurkan tangan. Hyang Pramesthi minta segera diserahkannya Retna Dumilah.

42. Sang Kanekaputra segera mengabulkan permintaan Hyang Pramesthi, Retna Dumilah segera diserahkan diikuti peringatan agar bersikap hati hati. Retna Dumilah akan dilempar keatas : diminta Yang Guru supaya menyambut dengan kedua belah tangannya.

43. Dari atas Retna Dumilah meluncur kebawah, lalu disambut Hyang Pramesthi dengan kedua belah tangannya, tetapi dapat lolos dari tangkapan.

Lepas dari tangan Hyang Pramesthi, dapat ditangkap Yang Sambu, tetapi Retna Dumilah yang ditaruh dalam astagina itu terlepas juga. Berturut turut

bergantian para Dewa menyambut Astagina/Cupu Astagina tetapi selalu dapat lolos lepas.

44. Yang Kamajaya menyambut tetapi segera lolos. Yang Wisnu segera

menangkap tetapi lepas juga. Sang Hyang Bayu menangkap juga lepas. Hyang Bayu menangkap dari bawah, lolos, diterima Hyang Bromo lepas lagi.

45. Berturut turut oleh Yang Citragatra, Hyang Kuwera, Emprit Anjala, tak ada yang berhasil menangkapnya, terus saja lepas sampai dibawah bumi.

46. Sang Hyanq Pratiwi menangkap dari bawah tetapi lepas juga lolos kebawah sampai bumi kedua. Begawan Kusika cepat menangkap dari bawah tetapi tak dapat dikuasai sampailah kebumi ketiga. Sang Hyang Gagang Aking

47. Yang Cindula tampil menerima dari bawah, terlepas. Segera ditangkap Hyang Dherampalan dari bawa, namun lolos juga, terus menerobos sampai bumi keenam.

48. Diterima Yang Manikara namun lolos juga sampai bumi ketujuh. Hyang Antaboga menangkap mulutnya menganga.

Retna Dumilah masuk kemulut Antaboga, mulutnya berbau harum. Cupu berjalan kedalam perut terus keekor.

49. Setiba diekor cupu membuka dan bersuara menggelegar, seperti suara benda berat jatuh didalam air. Hyang Antaboga menutup mulutnya.

50. Tertidurlah Hyang Antaboga. Alkisah sehilangnya Retno Dumilah, Hyang Pramesthi berkata kepada Hyang Kanekaputra

51. Menanyakan selanjutnya bagaimanakah kehendak anda setelah hilangnya Cupumanik Astagina yang berisi Retno Dumilah. Dijawab ia akan mengadu kepada Sang Hyang Wenang dan akan dicari walaupun sampai bumi ketujuh. Hyang Pramesthi diajak serta Hyang Pramesthi menyanggupi.

52. Hyang Guru Nata menyatakan lebih lanjut: sia sia jika kembali sebelum

menemukan benda yang hilang itu. Hyang Pramesthi bersedia mengikuti usaha pencarian Cupumanik sampai terdapat. Para Dewa diperintahkan ikut serta semua.

53. Perjalanan mereka sangat cepat tiba dibumi kesatu. Yang Pratiwi

menyeyogyakan terus saja bumi kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam akhirnya sampai kebumi ketujuh Para Dewa pengikut tetap mengikuti jejak Hyang Guru dan Hyang Kanekaputra.

54. Setiba dibumi ketujuh Yang Kaneka bertemu dengan Hyang Antaboga sedang tidur. Yang Antaboga segera dibangunkan. Dengan agak terkejut ia bangun 55. Serta sesudah bangun Hyang Kaneka menyatakan kedatangan para Dewa ini

diperuitahkan oleh Hyang Pramesthi menyampaikan kehendak Hyang Wasesa minta nyawa Antaboga. Ia sendiri juga berkepentingan diperintahkan mencari pusaka untuk Hyang Pramesthi yang bernama Retno Dumilah.

56. Hyang Kaneka menanyakan: adalah kiranya Hyang Antaboga tahu. Jika anda dapat menemukan, akan diberi karunia yang tinggi nilainya. Ia akan diangkat mengepalai Dewa Dewa yang ada dibumi ketujuh.

57. Yang Antaboga berkata dalam hati: ingin mencoba Dewa ( kesaktian). Maka dijawabnya: memang betul Retno Dumilab berada disitu.

58. Dinyatakan Retno Dumilaii yang berada didalam cupu manik Astagina telah bersenyawa dengan dia, tak dapat dipisahkan. Karena itu bila diminta, harus bersama sama dengan tubuhnya. Karena ia sendiri tak mampu datang sendiri di Surgaloka, maka ia minta diangkut oleh para Dewa.

59. Yang Kanekaputra berkata dengan marah, menyatakan bahwa semua katanya itu tidak nyata. Mana mungkin para Dewa mengangkat tubuh Antaboga yang seberat bumi itu. Yang Kaneka minta agar Antaboga berjalan sendiri.

60. Antaboga tiada menjawab: ia melingkarkan badannya, terus tidur. Tidur pulas seperti meninggal. Tetapi denyut dan pernafasan masih berjalan terus. Ia telah mengenyampingkan rasa, karsa, serta rasa takut.

61. Yang Kanekaputra bertanya mengapa ia pura pura tidur. Yang Wisnu tahu apa sebenarnya yang dikerjakan oleh Antaboga itu. Itu hanyalah cemooh belaka, sebaiknya dipaksa saja.

62. Yang Kaneka merasa dihina, panas hatinya. Lalu menyerahkan kepada para Dewa datang mengeroyok sambil berkata perkelahian yang akan terjadi mudah diatasi, umpama mentimun melawan durian.

XV. SINOM

01. Yang Kaneka mengingatkan kepada para Dewa : Jangan tinggal diam. Mereka diajak memasuki perut Antaboga, karena tak dapat diangkut. Karena besar dan panjangnya, dikatakan: tubuh Antaboga yang melingkar itu dikatakan

melingkar bumi dengan sempurna.

02. Lubang hidungnya ada sembilan puluh buah. Masing masing panjangnya dua bulan perjalanan. Keajaiban takdir tak dapat diduga. Tingkah laku para Dewa didalam perut lalu lalang.

03. Mereka menyusur sepanjang tubuh ntaboga, mengamati dengan teliti kalau kalau Retno Dumilah disembunyikan dalam tubuh, tetapi tiada terdapat. Para Dewa menjadi amat marah. Mereka bemaksud hendak membunuh Sang Antaboga.

04. Karena banyaknya yang ada didalam tubuh Antaboga, maka rongga tubuh Yang Antaboga jadi penuh sesak. Mereka tak dapat bergerak bebas bahkan sering terjadi kesalah pahaman antara mereka. Yang Temburu berselisih dengan Yang Kuwera. Bethara Condro datang melerai. Tetapi lebih dahulu Bethara Temburu telah terpental

05. Yang Condro berteriak teriak mengatakan ditempat itu. Retno Dumilah tersembunyi. Para Dewa membantu mencarinya.

Yang Antaboga menggeliat geliatkan tubuhnya. Para Dewa yang ada dalam perut Antaboga terbalik balik. Yang Temburu dan Yamadipati berteriak teriak kesakitan. Dalam keributan itu Yamadipati memijit mijit bulatan kemaluan Temburu, sambil menyerukan : ini dia Cupumanik Astagina. Yang Temburu hanya membelalak kesakitan. Bethara Wisnu mengumpat para Dewa karena berbuat tolol, dapat dipermainkan oleh Antaboga. Para Dewa merasa malu. 06. Yang Kanekaputra menghina, kalian tak ada yang memiliki kesaktian. Yang

Kaneka menasihatkan agar tubuh Antaboga diangkat bersama sama ke

Inderaloka. Cara mengangkutnya seperti ketika para Dewa mengangkut gunung Jamurdipa.

07. Hyang Bromo dijadikan salang. Yang Endra dijadikan tali. Bethara Bayu dijadikan kayu pemikul. Yang Wisnu yang memikul. Tubuh Antaboga telah diletakkan diatas salang, kemudian diangkat bersama. Jalannya amat laju. 08. pm.

09. Perjalanannya melewati angkasa. Pada saat dipikul itu tubuh Antaboga

berangsur angsur mengecil. Kian lama makin mengecil, sampai akhirnya tidak nampak, hilang dari pemandangan. Yang Kanekaputra menjadi sangat marah. 10. Ia merasa dipermainkan oleh Antaboga, merasa dibuat malu. Dia betul betul

malu. Hal tersebut akan dilaporkan kepada Hyang Pramesthi, akan dilaporkan kejelekan kejelekan yang diperlakukan oleh Antaboga. Perjalanan Yang Kaneka amat cepat. Sebentar saja sampailah ia didepan Yang Jagad Nata. 11. Baru saja Yang Kaneka akan melaporkan kejelekan kejelekan Antaboga,

ternyata yang akan dilaporkan itu telah menghadap Hyang Pramesthi,

kepalanya dijadikan tempat duduk. Dengan menunjuk kepada Yang Antaboga, Yang Kanekaputra mencaci maki.

12. Dikatakan bahwa terlalu berani Antaboga menghina dan membuat susah kepada para Dewa. Mungkin dia berperasaan tiada orang sakti kecuali Yang Antaboga. Yang Pramesthi meredakan kemarahan Yang Kaneka, menyatakan

bahwa Antaboga telah mengakui kesalahannya didepan Hyang Guru Nata. Maka kesalahan Antaboga itu dimintakan maaf oleh Hyang Pramesthi kepada Hyang Kanekaputra serta para Dewa.

13. Yang Kaneka menghentikan kemarahannya, Hyang Jagad Nata lalu memerintahkan kepada Antaboga, untuk lekas lekas mengeluarkan Retno Dumilah. Antaboga lalu menyerahkan Cupu manik kepada Hyang Pramesthi bagaimanapun juga Hyang Jagad Nata membuka cupu itu, tiada juga dapat terbuka.

14. Cupu lalu diserahkan kepada Yang Kanekaputra, untuk dibukanya. Yang Kanekaputera berusaha membuka dengan segala akal dan kekuatannya, nanun Cupu tiada juga terbuka. Sesudah jelas ia tak dapat membuka Cupu tersebut, lalu diserahkan kepada Bethara Wisnu untuk dibuka.

15. Berganti ganti para Dewa berusaba membuka Cupu manik dengan segala akal dan upaya, namun tiada juga dapat terbuka. Hyang Pramesthi lalu bertanya kepada Yang Kaneka : bagaimana usaha selanjutnya.

16. Jawabnya: karena Cupu itu ada pemiliknya maka diserahkan saja kepada Antaboga, biar dia yang membukanya. Tentu ia dapat : Hyang Pramesthi lalu memerintahkan kepada Antaboga membuka Cupu manik. Antaboga menjawab : bahwa ia sekedar sebagai pemilik saja. Dapat dan tidaknya membuka cupu itu dia tak dapat memastikan.

17. Hyang Pramesthi diam sejenak memusatkan segala perhatiannya, mohon kepada Hyang Wasesa Tunggal restu dapat membuka Cupu manik. Cupu ditarik diatas telapak tangan lalu diempaskan kebawah, Cupu hancur lebur tidak kelihatan. Semusnah Cupu itu, tedapatlah seorang anak kecil perempuan, indah jelita wajahnya. Besar dan usianya biasa orang mengatakan usia baginda putra. 18. Bersamaan dengan hancur leburnya Cupu manik, terjadilah sinar indah merata

diseluruh Balai Marcukunda. Oleh Hyang Pramesthi anak perempuan itu diberi nama Dewi Trisnawati. Sehari hari Dewi Tisnawati selalu :bermain di Balai Marcukunda atau Balai Marakata.

19. Lama kelamaan Dewi Tisnawati menginjak usia remaja., Wajahnya kelihatan tambah cantik molek, mengimbangi wajah Uma dan Ratih. Sinar wajahnya, cerah cemerlang bagaikan sinar bulan purnama. Siang dan malam wajah Tisnawati selalu terbayang dirongga mata Yang Jagad Nata. Dewi Tisnawati dijadikan dayang dayang agar selalu berdampingan dengan Hyang Jagad Nata. 20. Usia Dyah Tisnawati mencapai empat belas tahun. Hyang Jagad Nata amat

tertarik akan wajah sang Ayu Tisnawati sehingga lupa kepada Dewi Uma. Setiap saat Dewi Tisnawati selalu mengganggu lubuk kalbunya,

membangkitkan rasa asmara. Hyang Guru bermaksud meperistri Kusuma Trisnawati.

21. Kata kata yang ditujukan kepada Sang Ayu selalu manis semanis madu. Puji sanjung selalu ditujukan kepada tubuh Sang Rupawan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dyah Trisnawati menyambut dengan rasa terima kasih sebesar besarnya atas puji sanjung buat dirinya itu.

22. Bila dengan sungguh sungguh Hyang Pramesthi menghendaki atas dirinya, Dyah Trisnawati mengajukan tiga sarat permohonan. Hyang Jagad Nata menyanggupi persyaratan apapun yang akan disodorkan. Sang Ayu segera menyatakan persyaratan tersebut. Yaitu : pertama, sandang busana yang tak pernah usang, kedua : jenis makanan yang bila sekali makan, selamanya tak akan merasa lapar, ketiga : mohon tabuh tabuhan sembarangan tetapi selalu mengasyikkan suara rasanya.

23. Hyang Pramesthi menyanggupi itu semua. Ia menyuruh Byang Citragatra, memanggil karma maninya yang berganti ujud menjadi Kalagumarang, yang dipercayakan mengasuh putera Yang Guru Nata, bernama Yang Kala, menempat di Nusakambangan.

24. Yang Citragatra telah berangkat ke Nusakambangan. Perjalanannya amat laju, dalam waktu singkat telah bertemu dengan Yang Kala. Kepada Yang

Kalagumarang telah disampaikan pesan Hyang Pramesthi minta kedatanganYang Kala dengan diantar oleh Kalagumarang. Akhirnya

berangkatlah keduanya mengikuti Yang Citragatra menuju ke Balai Marcukuda atau Balai Marakata

25. Setibanya didepan Hyang Pramesthi Guru, Kalagumarang segera berlutut dan bersujud, kepada Hyang Guru Nata. Hyang Jagad Nata menerangkan bahwa kepentingan memanggil Kalagumarang itu, akan ditugaskan mengusahakan mencari pakaian yang tak akan mengalami usang. Kedua mencari makanan yang sekali dimakan tak akan megalami lapar seterusnya Ketiga mengadakan tabuhan, asal tabuhan yang suaranya mengasyikkan.

26. ila usaha ini dapat berhasil, namanya akan jadi termashur Kalagumarang menyanggupi sebagaimana perintah Hyang Pramesthi. Ia minta diri dan segera berangkat.

27. Sampai diluar Marcu Marakata bertemu dengan para Dewa. Karena dimata para Dewa diketahui bahwa Kalagumarang itu adalah mani kotor dari Hyang

Pramesthi maka ia sangat dihina Ada yang menghantam, ada yang menendang,

Dalam dokumen Manik Maya 1 (Halaman 42-60)

Dokumen terkait