• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Perkara No: 02/KPPU-L/2005 Pelanggaran Syarat-Syarat Perdagangan

Tender Pengadaan Alat Kesehatan di RSUD Bekasi

2.26 Putusan Perkara No: 02/KPPU-L/2005 Pelanggaran Syarat-Syarat Perdagangan

oleh PT. Carrefour

Kasus berawal dari laporan pada 20 Oktober 2004 kepada KPPU mengenai dugaan pelanggaran Pasal 19 huruf a (menolak dan atau menghalangi pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan), Pasal 19 huruf b (menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya) dan Pasal 25 ayat (1) huruf a (posisi dominan dalam menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas) UU No. 5/1999 yang dilakukan oleh Carrefour (Terlapor) dalam menetapkan syarat-syarat perdagangan (trading terms) kepada pemasok barang.

Hasil pemeriksaan, KPPU menemukan fakta bahwa:

a. Carrefour melakukan hubungan usaha jual beli produk dengan pemasok yang menggunakan sistem jual putus. Hubungan usaha tersebut dituangkan dalam perjanjian tertulis yang dinamakan National Contract yang di dalamnya memuat syarat-syarat perdagangan (trading terms) yang dapat dinegosiasikan dengan pemasok, antara lain: listing fee, fixed rebate, minus margin, term of payment, reguler discount, common assortment cost, opening cost/new store dan penalty. b. Dalam laporannya, pemasok menganggap bahwa trading terms tersebut

memberatkan, khususnya mengenai item persyaratan listing fee dan minus margin, karena setiap tahunnya Carrefour melakukan penambahan jenis item, menaikkan biaya dan persentase fee trading terms.

c. Listing fee menurut Carrefour adalah biaya pemasok untuk memasok produk baru ke gerai Carrefour dan memiliki fungsi sebagai jaminan apabila barang tidak laku.

Ringkasan Keputusan KPPU

Listing fee hanya ditetapkan sekali dan tidak dapat dikembalikan (not refundable). Sebagian pemasok memahami listing fee sebagai biaya registrasi item produk yang dipasok di gerai Carrefour. Listing fee dikenakan kepada pemasok untuk per item produk per gerai Terlapor. Besarannya berbeda antara pemasok kecil dan pemasok besar. Listing fee tidak dikenakan kepada semua pemasok. Pendapatan Carrefour dari persyaratan listing fee untuk tahun 2004 sebesar 25 milyar Rupiah. d. Minus margin adalah jaminan pemasok kepada Carrefour bahwa harga jual

produk mereka adalah harga jual yang paling murah. Apabila Carrefour

mendapatkan bukti tertulis bahwa pesaingnya dapat menjual produk yang sama dengan harga yang lebih rendah daripada harga pembelian Carrefour, maka Carrefour berhak meminta kompensasi dari pemasok sebesar selisih antara harga beli Carrefour dengan harga jual pesaingnya. Kompensasi diperoleh Carrefour dengan cara memberlakukan sanksi minus margin berupa pemotongan invoice pemasok, tanpa memberikan kesempatan kepada pemasok untuk membuktikan bahwa pemasok tidak melakukan diskriminasi harga jual. Pemotongan invoice dihitung dengan cara mengalikan selisih harga dengan jumlah sisa produk pemasok di gerai Carrefour. Tujuan Carrefour menerapkan minus margin adalah untuk menjaga harga jual yang lebih murah di antara pesaingnya. Pendapatan dari pengenaan sanksi minus margin dari sebanyak 99 pemasok yang menyetujui persyaratan minus margin pada tahun 2004 sebesar 1,9 milyar Rupiah.

e. Pasar bersangkutan dalam perkara ini adalah pasar ritel hypermarket yang bersaing secara langsung di wilayah Jakarta, Tangerang, Bandung, Surabaya dan Medan atas produk kebutuhan rumah tangga sehari-hari seperti produk makanan dan minuman dalam kemasan siap saji, kebutuhan sembilan bahan pokok serta fresh product, household product dan electronics. Pesaing Carrefour di pasar ritel hypermarket adalah Giant, Hypermart dan Clubstore. Majelis Komisi tidak memasukkan Makro dan Alfa, karena konsep keduanya yang tidak bersaing secara langsung dengan hypermarket. Makro dengan konsep grosir dan Alfa dengan konsep gudang rabat. f. Carrefour memiliki kekuatan pasar (market power) dibandingkan dengan

Hypermart, Giant dan Clubstore, karena Carrefour memiliki jumlah gerai terbanyak, lokasi gerai yang strategis dengan tingkat kenyamanan dan

kelengkapan fasilitas yang tinggi, di samping itu jumlah item produk yang di gerai Carrefour termasuk yang lengkap. Dengan market power tersebut, menimbulkan ketergantungan bagi pemasok agar produknya dapat dijual di gerai Carrefour. Ketergantungan tersebut timbul karena dengan banyaknya gerai, maka Carrefour memiliki kemampuan akses lebih besar dalam menjual produk ke konsumen sehingga memungkinkan pemasok dapat menjual lebih banyak produknya di gerai Carrefour. Selain itu, gerai Carrefour dapat digunakan sebagai tempat promosi untuk menaikkan citra produk pemasok dan produk baru.

g. Carrefour memiliki bargaining power terhadap pemasok dalam menegosiasikan item trading terms dan menggunakan bargaining powernya untuk menekan pemasok agar mau menerima penambahan item trading terms, kenaikan biaya dan persentase fee trading terms. Bentuk tekanan yang dilakukan antara lain berupa: menahan pembayaran yang jatuh tempo, memutuskan secara sepihak untuk tidak menjual produk pemasok dengan tidak mengeluarkan purchase order, mengurangi jumlah pemesanan item produk pemasok.

h. Memang terdapat kegiatan menghalangi pesaing Carrefour untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan. Bukti kegiatan menghalangi pesaing tersebut adalah dengan memberlakukan persyaratan minus margin yang mengakibatkan salah satu pemasok Carrefour menghentikan pasokannya kepada pesaing Carrefour yang menjual dengan harga lebih murah dibandingkan dengan harga jual di gerai Carreour untuk produk yang sama.

2.27 Putusan Perkara No. 04/KPPU-L/2005

Lelang Gula Ilegal

Pada tanggal 10 Januari 2005 KPPU menerima laporan yang menyatakan bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan lelang barang bukti perkara tindak pidana kepabeanan dengan terdakwa Drs. H. Abdul Waris Halid berupa gula pasir kristal putih eks Thailand sebanyak 56.343.577 kg. Kegiatan lelang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Utara melalui PT. Balai Mandiri Prasarana (BALEMAN) pada tanggal 4 Januari 2005 di Hotel Sheraton Media dengan dimenangkan oleh PT. Angels Products dengan harga Rp 2.100,-/ kg. Perkara dimulai ketika Kejaksaan Negeri Jakarta Utara dalam mengadakan kegiatan lelang barang bukti gula ilegal menetapkan persyaratan lelang untuk menentukan pemenang lelang. Pengumuman lelang tidak dipublikasikan dalam harian umum yang berskala nasional. Pada

prosesnya lelang tersebut hanya diikuti oleh dua peserta.

Setelah KPPU menerima laporan tersebut kemudian melakukan analisa untuk menentukan aspek hukum yang dilanggar pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam menangani perkara ini KPPU membentuk Majelis Komisi yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan dan membuat putusan. Majelis ini mulai bekerja menangani kasus ini pada tanggal 3 Februari 2005. Untuk memperoleh bukti-bukti yang diperlukan, Majelis Komisi dibantu oleh para investigator dan panitera telah memanggil 13 orang saksi, 2 orang terlapor, dan meneliti dokumen-dokumen. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan, maka Majelis Komisi menetapkan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh para terlapor adalah pelanggaran terhadap Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pada tanggal 16 September 2005 Majelis Komisi telah mengambil putusan terhadap perkara tersebut dan dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada tanggal 19 September 2005. Putusan yang diambil adalah:

1. Menyatakan PT Angels Products, PT Bina Muda Perkasa, Sukamto Effendy dan, Susanto, SH, MH, Ketua Panitia Lelang secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;

Akhirnya, berdasarkan bukti-bukti yang telah dihasilkan dari pemeriksaan dan penyelidikan atas perkara ini, KPPU menjatuhkan putusan sebagai berikut Amar Putusan KPPU Perkara Nomor: 02/KPPU-L/2005:

1. Menyatakan bahwa Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;

2. Menyatakan bahwa Terlapor tidak terbukti melanggar Pasal 19 huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;

3. Menyatakan bahwa Terlapor tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;

4. Memerintahkan kepada Terlapor untuk menghentikan kegiatan pengenaan persyaratan minus margin kepada pemasok;

5. Menghukum Terlapor membayar denda sebesar Rp 1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus juta Rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No 19, Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212.

Ringkasan Keputusan KPPU

2. Menghukum PT Angels Products untuk membayar denda sebesar Rp 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 selambat-lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak dibacakannya putusan;

3. Menghukum PT Bina Muda Perkasa untuk membayar denda sebesar Rp 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 selambat-lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak dibacakannya putusan;

4. Menghukum Sukamto Effendy untuk membayar denda sebesar Rp 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran

penerimaan negara bukan pajak Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 1212 selambat-lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak dibacakannya putusan;

5. Melarang PT Angels Products dan Terlapor II PT Bina Muda Perkasa dalam bentuk larangan untuk mengikuti dan atau terlibat dalam kegiatan lelang serupa selama 2 (dua) tahun sejak dibacakannya putusan;

6. Merekomendasikan kepada atasan langsung Susanto S.H., M.H. untuk melakukan pemeriksaan, penyidikan dan menjatuhkan sanksi hukum sesuai ketentuan yang berlaku kepada Susanto S.H., M.H. atas keterlibatannya dalam persekongkolan lelang gula pasir kristal putih oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Utara;

2.28 Putusan Perkara No. 05/KPPU-I/2005

PT Bursa Efek Jakarta dalam Pembuatan

e-reporting

Perkara ini berasal dari laporan hasil monitoring mengenai penyediaan jasa real time information di Bursa Efek Jakarta yang pada pokoknya menyatakan telah ditemukan indikasi awal adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh Terlapor I dan Terlapor II berkaitan dengan pengembangan sistem pelaporan elektronik perusahaan tercatat di Bursa Efek Jakarta.

Untuk menangani perkara ini KPPU telah membentuk majelis komisi perkara Nomor: 05/KPPU-I/2005. Pemeriksaan pendahuluan terhadap kasus ini dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2005 sampai dengan 29 Maret 2005. Pada tahap pemeriksaan pendahuluan ini KPPU telah meminta keterangan 5 (lima) saksi yang terkait dengan perkara ini. Duduk perkara 05/KPPU-I/2005 ini adalah penunjukan langsung

Terlapor I kepada Terlapor II untuk membuat pengembangan sistem pelaporan elektronik perusahaan tercatat di Bursa Efek Jakarta. Sistem ini dikembangkan untuk mendapatkan informasi secara cepat dan akurat dan para perusahaan tercatat dapat melakukan monitoring atas pergerakan sahamnya untuk kemudian disampaikan kepada Terlapor I. Dalam temuan pemeriksaan pendahuluan dari keterangan saksi dapat diketehui bahwa terdapat 10 vendor yang mampu mengembangkan

sistem tersebut, tetapi mengapa hanya Terlapor II yang diberikan hak untuk mengembangkan sistem tersebut. Hasilnya, Tim Pemeriksa menemukan adanya indikasi pelanggaran ketentuan Pasal 4, Pasal 19 huruf d dan Pasal 25 ayat 1 huruf c UU No.5/1999. Bahwa ada banyak pihak yang merasa dirugikan dengan penunjukan Terlapor II oleh Terlapor I dalam mengembangkan sistem e-reporting & monitoring karena para perusahaan tercatat mendapatkan Surat Edaran yang bersifat memaksa untuk melakukan e-reporting & monitoring hanya melalui Terlapor II.

Sebagai tindak lanjutnya, maka perkara ini dillanjutkan ke proses pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan Lanjutan berlangsung pada tanggal 30 Maret 2005 sampai dengan 24 Juni 2005. Dalam pemeriksaan pendahuluan dan lanjutan, Majelis Komisi membuat pertimbangan setelah mendengar keterangan dari para terlapor (PT. BEJ sebagai Terlapor I dan PT. Limas Stokhomindo, Tbk sebagai Terlapor II), lima orang saksi dan memeriksa sejumlah 125 (seratus dua puluh lima) surat dan dokumen. Pada saat proses pemeriksaan berlangsung, diketahui bahwa para terlapor bersedia mengakhiri perjanjian kerja sama yang telah dibuat sebelumnya berupa penunjukan PT. Limas Stokhomindo, Tbk untuk melaksanakan pengembangan sistem e-reporting & monitoring dan selanjutnya mengenakan biaya atas penggunaan aplikasi sistem e-reporting & monitoring tersebut. Perjanjian kerja sama tersebut menjadi sumber dugaan pelanggaran terhadap UU No.5/ 1999.

Akhirnya, berdasarkan bukti-bukti yang telah dihasilkan dari pemeriksaan dan penyelidikan atas perkara ini, Majelis Komisi memutuskan:

1. Menyatakan bahwa Terlapor I dan Terlapor II tidak terbukti melanggarPasal 4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

2. Menyatakan bahwa Terlapor I terbukti secara sah dan meyakinkan melanggarPasal 19 huruf d Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

3. Menyatakan bahwa Terlapor II tidak terbukti melanggar Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

4. Menyatakan bahwa Terlapor I dan Terlapor II tidak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

5. Memerintahkan kepada Terlapor I untuk menghentikan seluruh

kegiatanpengembangan sistem pelaporan elektronik perusahaan tercatat yang dilakukan bersama-sama dengan Terlapor II yang dibuktikan dengan menyampaikan berita acara pengakhiran perjanjian yang ditandatangani oleh Terlapor I dan Terlapor II selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak menerima pemberitahuan putusan ini.

2.29 Putusan Perkara No. 06/KPPU-L/2005

Persekongkolan dalam Tender Proyek Multiyears