• Tidak ada hasil yang ditemukan

Qanun Provinsi Aceh Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Pengelolan

KABUPATEN ACEH SINGKIL

3.1 Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Kabupaten Aceh

3.1.1 Qanun Provinsi Aceh Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Pengelolan

Sumber Daya Alam

Dalam Qonun Aceh nomor 19 tahun 2002 tentang pengelolaan sumber daya alam pasal 3 menyebutkan bahwa Pengelolaan Sumber Daya Alam bertujuan untuk menjamin kelestarian fungsi Sumber Daya Alam dan keseimbangan lingkungan sehingga dapat mendukung upaya pembangunan yang

berkelanjutan guna peningkatan kesejahteraan Masyarakat”. Hal ini merupakan sebuah tujuan yang dilakukan oleh pemerintah Aceh untuk mencapai kebaikan bersama baik dalam hal menjaga kelestarian lingkungan serta menjamin kesejahterahan masyarakat dari hasil pengelolaan sumber daya alam di Provinsi Aceh. Dalam arti lain kebijakan pengelolaan sumber daya alam merupakan kebijakan yang diorientasikan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini hanya pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat87.

Kemudian dalam pasal 4 dijelaskan bahwa sasaran pengelolaan sumber daya alam diarahkan pada tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan alam,terjaminnya fungsi sumber daya alam bagi kepentingan generasi sekarang dan generasi meatang, terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam dan terarahnya kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam. Pemerintah

87

provinsi berwenang mengelola sumber daya alam di provinsi yang menjadi kewenangannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan juga mengelola sumber daya alam yang dilimpahkan menjadi tugas perbantuan. Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud Pemerintah Provinsi berwenang untuk mengatur dan mengembangkan kebijakan dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam mengatur pengendalian, peruntukan dan penggunaan sumberdaya alam; mengendalikan kegiatan-kegiatan yang mempunyai dampak dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian sumberdaya alam dan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan Sumber Daya Alam sebagaimana dimaksud, pemanfaatan secara sektoral akan diatur dengan Qanun tersendiri.

Pengelolaan Sumber Daya Alam wajib dilakukan secara terpadu sebagai suatu sistem ekologi Pengelolaan Sumber Daya Alam dilakukan secara terpadu oleh instansi Pemerintah Provinsi sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawabnya masing-masing serta pelaku pembangunan lainnya. Keterpaduan dalam pengelolaan Sumber Daya Alam sebagaimana dimaksud dikoordinasikan oleh lembaga atau badan yang bertanggungjawab dalam pengendalian lingkungan hidup. Artinya dalam hal ini pemerintah provinsi yang menjadi actor utama dalam melakukan proses penyusunan kebijakan terkait pengelolaan sumber daya alam di daerah administrative provinsi Aceh. Sedangkan untuk pengelolaan lanjutan, akan

melakukan kordinasi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota. Senada dengan pendapat sekretaris daerah Kabupaten Aceh Singkil menyatakan :

“Mengenai Proses Penyusunan Qanun pemerintah daerah kabupaten tidak

memilki wewenang sehingga dalam proses penyusunannya juga pemerintah daerah kabupaten tidak bisa melakukan penjabaran. Yang berwenang untuk melakukan proses penyusunan Qanun adalah pemerintah provinsi. Hal inilah yang membedakan provinsi Aceh berbeda dengan pemerintah daerah lainnya di Indonesia88.”

Kemudian tentang persyaratan pengelolaan sumber daya alam dijelaskan bahwa Pengelolaan di Provinsi merupakan tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat. Sumber Daya Alam merupakan unsur lingkungan hidup yang harus dikelola secara arif dan bijaksana sehingga mampu mendukung dan menjamin kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Adapun beberapa rangkuman persyaratan pengelolaan sumber daya alam yang terdapat dalam bab ke-3 pasal 9-14 adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan Sumber Daya Alam harus dilaksanakan secara seimbang dan selaras antara upaya pemanfaatan dan upaya pelestariannya. Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia harus dilaksanakan dengan memperhatikan daya dukung untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

88

Hasil wawancara dengan sekretaris daerah Aceh Singkil Drs.Azmi Pada tanggal 3-01-2017 di kantor sekretaris daerah pada pukul 11.30 Wib

2. Pengelolaan Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui (non renewable) harus dilakukan secara effisien sehingga dapat memungkinkan ketersediaannya dan upaya pemanfaatannya berlangsung dalam waktu relatif lama. Pengelolaan Sumber Daya Alam yang dapat dipulihkan (renewable) harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana sesuai dengan potensi dan daya dukungnya dengan tetap menjaga kondisi ekosistem dan lingkungannya yang layak sehingga memungkinkan Sumber Daya Alam tersebut memperbaharui dirinya.

3. Pengelolaan Sumber Daya Alam yang terdapat pada suatu kawasan lindung dilarang, bila mengganggu fungsi lindung. Pengelolaan Sumber Daya Alam pada suatu kawasan harus dilaksanakan dengan mengakui dan melindungi hak - hak masyarakat adat atau masyarakat setempat serta mengakui hukum-hukum adat yang berlaku pada kawasan tersebut.

Kemudian dalam hal perijinan pengelolaan sumber daya alam dijleaskan bahwa setiap orang dalam lapisan masyarakat mempunyai hak yang sama atas pemanfaatan Sumber Daya Alam. Setiap usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan Sumber Daya Alam wajib memperoleh izin dari pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Pemberian izin terhadap setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan wajib melakukan analisis mengenai dampak lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diperhatikan yaitu :

1. Rencana tata ruang; 2. Pendapat masyarakat; dan

3. Pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan tersebut.

Keputusan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib diumumkan kepada masyarakat. Tata cara penerbitan izin untuk setiap sektor/jenis sumberdaya alam diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan pencemaran dan perusakan terhadap sumberdaya alam dan lingkungannya serta kegiatan yang dapat mengancam kelestariannya. Pemerintah Provinsi dapat menetapkan kawasan lindung dan/atau suaka alam untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam dan mempertahankan keanekaragaman hayati serta kelestarian plasma nutfah. Pengelolaan terhadap daerah kawasan lindung dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk menjamin terlaksananya pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan aturan dan prosedur yang ada maka dalam Qanun ini dicantumkan tentang pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memastikan proses pengelolaan sumber daya alam berjalan dengan baik. Adapun pengawasan yang dimaksus yaitu :

1. Gubernur dapat menetapkan pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan, Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari

dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, memasuki tempat tertentu untuk mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatannya.

2. Penanggungjawab atas usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud dalam diatas wajib memenuhi permintaan petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pengawasan dapat melibatkan Masyarakat. 3. Setiap pengawas wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda

pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut. Masyarakat dapat melakukan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Alam secara adil, demokratis dan berkelanjutan sesuai dengan kearifan tradisional.

4. Pemerintah Provinsi berkewajiban mendorong peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan Sumber Daya Alam sebagai bagian dari penyelenggaraan negara yang baik. Dalam melakukan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Alam, masyarakat dapat secara langsung bekerjasama dengan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau pihak lain.

Masyarakat di sekitar lokasi Sumber Daya Alam memiliki prioritas utama untuk berperan seluas-luasnya dalam pengelolaan Sumber Daya Alam. Setiap kegiatan dilakukan oleh pemerintah dan dunia usaha yang berkaitan dengan

pengelolaan sumberdaya alam yang berdampak terhadap lingkungan hidup wajib dipertanggungjawaban kepada publik.

Kemudian pihak pelaksana wajib mensosialisasikan maksudnya kepada masyarakat adat dan/atau masyarakat setempat guna mendapatkan masukan sebagai bahan pengambilan Keputusan baik bagi pelaksana maupun bagi pejabat yang berwenang. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk menjelaskan kerugian yang akan dialami dan keuntungan yang akan diperoleh masyarakat sejak perencanaan hingga pasca operasi. Pada waktu pemberitahuan pihak perencana wajib menyertakan wakil dari instansi yang mengelola dampak lingkungan, legislatif dan organisasi lingkungan hidup. Masukan dari masyarakat adat dan/atau setempat harus dinilai secara objektif dan rasional baik melalui pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Kegiatan pengelolaan Sumber daya alam wajib evaluasi sedikitnya sekali dalam 2 (dua) tahun. Monitoring dapat dilakukan setiap saat, bila diperlukan. Setiap evaluasi wajib menyertakan masyarakat terutama yang berdomisili di sekitar lokasi kegiatan pengelolaan Sumber Daya Alam.

Pemegang izin usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan dan/atau eksploitasi dan/atau eksplorasi Sumber Daya Alam wajib mengganti kerugian akibat dari usahanya pada segala sesuatu yang berada di atas tanah kepada yang berhak atas tanah di dalam lingkungan daerah kegiatan usaha maupun di luarnya dengan tidak memandang apakah perbuatan itu dilakukan dengan atau tidak sengaja, maupun yang dapat atau tidak dapat diketahui terlebih dahulu. Besarnya nilai ganti rugi

ditentukan bersama antara pemegang izin usaha dan/atau kegiatan dengan yang berhak, atas tanah atas dasar musyawarah dan mufakat. Jika kedua pihak tidak dapat mencapai kata mufakat tentang ganti rugi maka penentuan diserahkan kepada Gubernur dengan memperhatikan basil musyawarah dan mufakat antara pihak pemegang izin usaha dan/atau pemegang hak atas tanah. Wewenang dapat dilimpah kepada Bupati/walikota, Jika yang bersangkutan tidak dapat menerima penentuan Gubernur tentang ganti rugi maka penentuannya diserahkan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah atau wilayah yang bersangkutan. Ganti rugi beserta segala yang berhubungan dengan itu, dibebankan kepada pemegang izin usaha yang bersangkutan.

Untuk memastikan adanya kesamaan hak atas akses sumber daya alam maka dalam Qanun ini juga dijelaskan bahwa masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan dan pencemaran Sumber Daya Alam yang merugikan kehidupan masyarakat. Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan terhadap pengelolaan Sumber Daya Alam yang tidak sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Jika diketahui bahwa masyarakat menderita akibat kerusakan dan/atau pencemaran Sumber Daya Alam dan lingkungan hidup sehingga mempengaruhi kehidupan masyarakat, maka instansi Pemerintah Provinsi yang bertanggungjawab di bidangnya dapat melakukan gugatan untuk kepentingan masyarakat. Dalam rangka tanggungjawab pengelolaan Sumber Daya Alam organisasi yang bergerak di bidang itu berhak mengajukan gugatan untuk

kepentingan pelestarian fungsi Sumber Daya Alam. Organisasi bidang Sumber Daya Alam yang berhak mengajukan gugatan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : berbentuk badan hukum; organisasi tersebut dalam anggaran dasarnya dengan tugas menyebutkan tujuan didirikannya organisasi untuk kepentingan pelestarian fungsi sumberdaya alam; dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

Penyelesaian sengketa Sumber Daya Alam dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, maka gugatan melalui pengadilan dapat, dilakukan setelah tidak tercapai kesepakatan antara para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa Sumber Daya Alam di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana sebagaimana diatur dalam Qanun ini. Penyelesaian sengketa Sumber Daya Alam di luar pengadilan dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan mengenai pengembalian suatu hak, besarnya ganti rugi, dan/atau mengenai tindakan tertentu yang harus dilakukan untuk memulihkan fungsi Sumber Daya Alam.

Aturan mengenai pengelolaan sumber daya alam berdasarkan Qanun provinsi Aceh nomor 21 tahun 2002 memang menjelaskan secara umum tentang bagaimana pengelolaan sumber daya alam di Provinsi Aceh, akan tetapi dalam proses pelaksanaanya kurang dijelasakan penjabarannya tentang bagaimana tindak lanjut dari pengelolan sumber daya alam tersebut, seperti hubungan antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat, kemudian tidak dijabarkan bagaimana

hubungan pemerintah kabupaten dengan pemerintah provinsi. Hanya dalam bagian pemberian sanksi administratif terdapat peran kepala daerah secara rinci, sementara kewenangan bupati/walikota tidak dijabarkan batas-batas kewenangannya, baik pengelolaan dan pengawasan. Senada dengan penjelasan Sekretaris daerah kabupaten Aceh Singkil menyatakan :

“Seharusnya pemerintah Provinsi Aceh harus mengeluarkan kebijakan

yang lebih tajam, sehingga dalam kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam yang terdapat dalam Qanun Aceh nomor 21 tahun 2002 dapat lebih dijabarkan dan lebih terperinci. Dan dalam pengelolaan kebijakan sumber daya alam di daerah tingkat kabupaten tidak ada , karena pemerintah kabupaten tidak memiliki kewenangan kebijakan daerah sendiri tentang pengelolaan sumber daya alam. Sehingga pemerintah kabupaten tidak dapat membuat penjabaran secara terperinci untuk mengelola sumber daya alam89.

Kemudian penjelasan Qanun diatas dapat dilihat bahwa dalam pengelolaan sumber daya alam ditujukan untuk kepentingan semua lapisan dalam masyarakat baik pemerintah, masyarakat , pengusaha, masyarakat adat, dan juga untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan. Dalam mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan peran semua pihak agar tidak terjadi pelanggaran terhadap pengelolaan sumber daya alam yang dapat merugikan manusia maupun kerusakan alam. Dilihat dari pengelolaan sumber daya alam di Aceh terdapat potensi yang besar untuk meningkatkan roda perekonomian di Aceh, hal tersebut dilihat dari Di bidang industri, daerah Aceh memiliki potensi cukup besar terutama industri hasil hutan, perkebunan, dan pertanian, seperti minyak kelapa sawit, atsiri, karet, kertas, serta industri hasil pengolahan tambang yang belum berkembang secara

89 Ibid,

optimal. Jenis industri yang ada meliputi industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil dan pakaian jadi; industri kayu, bambu, rotan, dan sejenisnya; industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri kimia dan barang-barang dari kimia; industri logam dan barang-barang dari logam.

Hasil produksi komoditas industri utama berupa semen, pupuk, kayu gergajian, moulding chips, plywood, dan kertas90. Kebijakan Pengelolaan sumber daya alam yang optimal dan bersifat distributif seharusnya mampu meningkatkan kesejahterahan masyarakat Aceh dikarenakan sumber daya alam yang sangat melimpah, dan dibutuh pengalokasian yang merata kepada seluruh elemen masyarakat di Aceh. Disisi lain dalam pelaksanaannya pengusaha, perkebunan khususnya sawit di kabupaten Aceh Singkil menyatakan kebijakan pengelolaan sumber daya alam berdasarkan Qanun provinsi Aceh nomor 21 tahun 2002 sudah dijalankan mereka sesuai dengan tujuan, azaz, dan prinsip Qanun tersebut. Sementara kendala diluar prosedur yang perusahaan jalankan adalah tanggung jawab pemerintah, karena pemerintah adalah yang mengeluarkan regulasi. Dalam hal ini perusahaan hanya sebagai pihak yang mengikuti aturan. Hal itu sesuai dengan tanggapan ADM PT.Socfindo :

“Yang membuat Qanun itu kan pemerintahan daerah, akan tetapi kami sebagai pihak perusahaan kami sudah menjalankan sesuai dengan isi Qanun tersebut. Kalau pemerintah yang tidak menjalankan kami tidak tahu, bisa di cek nanti ke pemerintah daerah91.”

90

Sumber Daya Alam Di Aceh dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Adat diakses dari

http://maa.acehprov.go.id pada tanggal 12-01-2017 pukul 12.35 Wib

91

Hasil wawancara dengan ADM PT.Socfindo Erikson Ginting, SP Pada tanggal 3-01-2017 di kantor perusahan PT.Socfindo pada pukul 11.30 Wib

Tanggapan perusahaan yang menyatakan pelaksanaan Qanun provinsi Aceh nomor 2002 tentang pengelolaan sumber daya alam sudah berjalan dengan baik berbanding terbalik dengan pendapat salah satu tokoh masyarakat yang menilai dari kinerja yang dilakukan pemerintah tentang tujuan dari Qanun tersebut tentang pemanfaatan, pengembangan, dan pelestarian perkebunan sawit yang belum terealisasi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu tokoh masyarakat Aceh Singkil, Bahtiar Hasugian, A.ag, MM, menyatakan :

“Saya melihat sejauh ini sangat minim dukungan dari pemerintah baik dalam memberikan bimbingan maupun fasilitas pendukung untuk meningkatkan produksi masyarakat. Maka tak heran kita melihat sangat rendah pemahaman masyarakat dalam pengolahan sawit ini. Seharusnya pemerintah harus merealisasikan hal ini kepada masyarakat, jangan sampai Aceh Singkil terkenal dengan produksi sawitnya yang besar akan tetapi kehidupan petani sawitnya tidak sejahtera92.”

Hal ini membuktikan bahwa penyelenggaraan kebijakan Qanun provinsi Aceh tahun 2002 tentang pengelolaan sumber daya alam masih berdampak atau keuntungan pada segelintir orang dalam hal ini adalah perusahaan. Sedangkan pihak lain yaitu masyarakat masih belum merasakan dampak dari kebijakan pengelolaan tersebut bagi peningkatan kesejahteraannya.