III. METODE PENELITIAN
3.2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam beberapa kegiatan yaitu: (1) analisis ketersediaan dan kebutuhan air minum masyarakat di kawasan Gunung Ciremai, (2) analisis mekanisme alokasi air minum lintas wilayah, (3) analisis kelembagaan pengelolaan sumber air minum, dan (4) estimasi dana kompensasi konservasi sumber air minum dari pengguna air minum. Dalam rancangan penelitian untuk setiap kegiatan penelitian yang dilakukan diuraikan tentang tujuan penelitian, metode pengumpulan data, variabel yang diamati, dan metode analisis data.
3.2.1. Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Air Minum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketersediaan dan kebutuhan air minum di kawasan Gunung Ciremai dan potensi konflik dalam pemanfaatan air minum lintas wilayah antara Kabupaten Kuningan dengan Kota Cirebon.
a. Metode Pengumpulan Data
Pelaksanaan penelitian ini terdiri atas : (1) pengumpulan data potensi ketersediaan air minum dari mata air yang dikaji melalui pengukuran langsung di lapangan dan penelusuran data sekunder; (2) penyusunan estimasi kebutuhan air minum masyarakat untuk setiap mata air yang dikaji; dan (3) tabulasi data dan analisis ketersediaan air dikaitkan dengan kebutuhan air minum masyarakat.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan, yaitu pengukuran debit air dari mata air sebagai sumber air minum masyarakat. Pengukuran debit dilaksanakan pada tiga mata air terpilih, yaitu mata air yang saat ini telah digunakan sebagai sumber air minum bagi masyarakat di Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon. Ketiga mata air tersebut adalah mata air Darmaloka, Cibulan, dan Paniis. Pengukuran kuantitas (debit) air dilakukan secara langsung untuk mendapatkan data tentang debit air (m3/detik) yang keluar dari mata air. Alat yang digunakan dalam kegiatan pengukuran debit adalah stopwatch, current meter tipe baling-baling, dan meteran. Selanjutnya, untuk menentukam kualitas air yang mengalir dari mata air maka dilakukan pengambilan sampel air dari setiap mata air. Sampel air dari setiap mata air yang diteliti dianalisis kualitasnya di Laboratorium Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB). Parameter kualitas air yang dianalisis berupa parameter fisik (misalnya bau, jumlah zat terlarut, kekeruhan, rasa, suhu, dan warna), dan parameter kimia (misalnya kandungan besi, kesadahan, klorida, mangan, natrium, pH, sulfat, dan zat organik). Hasil analisis kualitas air selanjutnya dibandingkan kriteria baku mutu air minum sesuai yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 199016 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Dari data debit dan hasil analisis kualitas air akan diperoleh informasi tentang ketersediaan air minum yang dapat dipasok dari setiap mata air yang dikaji.
Data sekunder debit air untuk wilayah Kabupaten Kuningan diperoleh dari instansi terkait, seperti Badan Perencanaan Kabupaten Kuningan dan Direktorat Geologi Tata Lingkungan. Beberapa peta tematik yang digunakan dalam
16
Pasal 6 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) menyebutkan bahwa Air minum yang dihasilkan dari SPAM yang digunakan oleh masarakat pengguna/pelanggan harus memenuhi kualitas berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
penelitian ini, adalah Peta Hidrogeologi Kabupaten Kuningan, Peta Fungsi Kawasan Hutan Kabupaten Kuningan, Peta Topografi Gunung Ciremai, dan Peta Potensi Cekungan Air Tanah Cirebon.
Kebutuhan air minum masyarakat (y) merupakan fungsi dari jumlah penduduk (N) dan konsumsi air minum rata-rata (C) , sehingga y = f(N,C). Kebutuhan air minum dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk dikalikan dengan kebutuhan air per kapita. Data kependudukan merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon. Estimasi konsumsi air penduduk pada tahun ke-t dihitung dengan rumus
Wt = Pt x Cw... (1)
Keterangan : Wt = Konsumsi air minum penduduk (liter/hari)
Pt = Proyeksi jumlah penduduk pada tahun ke-t (orang)
Cw = Konsumsi air (liter/orang/hari)17
Adapun proyeksi jumlah penduduk pada tahun ke-t (Pt) dihitung dengan
persamaan sebagai berikut (Riyadi dan Bratakusumah, 2004) :
Pt = Po x (1 + r) n... (2)
Keterangan : Pt = Proyeksi jumlah penduduk pada tahun ke-t (orang)
Po = Jumlah penduduk pada tahun awal (orang)
n = Tahun akhir dikurangi tahun awal r = Laju pertumbuhan penduduk (%) b. Analisis Data
Ketersediaan air minum dibandingkan dengan kebutuhan air minum masyarakat untuk menilai kecukupan air minum yang mampu dipasok dari mata air. Apabila kebutuhan air minum masyarakat lebih besar daripada ketersediaan air yang ada, maka keterbatasan atau kelangkaan air akan terjadi yang memicu konflik air (Spector, 2001). Berdasarkan perbandingan antara ketersediaan air minum dengan kebutuhan air minum masyarakat tersebut maka dapat diketahui
17
Yudo (1999) menyebutkan bahwa kebutuhan air minum masyarakat untuk kota besar adalah 250 l/orang/hari dan kota kecil adalah 150 l/orang/hari. Berdasarkan kriteria tersebut, maka konsumsi air (Cw) untuk Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan masing-masing adalah 250 l/orang/hari dan 150 l/orang/hari.
sumber air minum manakah yang berpotensi menimbulkan konflik diantara pengguna air minum.
3.2.2. Analisis Mekanisme Alokasi Air Minum Lintas Wilayah
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme alokasi air minum lintas wilayah sebagai upaya resolusi konflik air minum lintas wilayah di kawasan Gunung Ciremai.
a. Metode Pengumpulan Data
Mekanisme alokasi air minum lintas wilayah yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik wilayah yang akan menerapkannya. Prioritas mekanisme alokasi air minum lintas wilayah dianalisis melalui pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process). Karena pendekatan AHP berbasis pada expertises judgement, maka pemilihan responden ditujukan pada responden yang benar-benar memahami permasalahan pengelolaan air minum lintas wilayah tersebut. Dalam hal ini responden dipilih dari kalangan pengguna air, birokrasi pemerintah daerah, legislatif, perguruan tinggi, pengelola air, dan lembaga swadaya masyarakat dengan jumlah responden sebanyak 15 orang.
Ada empat tipe mekanisme alokasi air minum lintas wilayah yang akan dipertimbangkan untuk dipilih, yaitu : alokasi oleh pemerintah, alokasi berbasis pengguna, pasar air, dan MCP (marginal cost pricing). Keempat tipe mekanisme tersebut merupakan mekanisme alokasi air yang dikenal luas di dunia (Dinar et al., 2001). Perangkat lunak yang digunakan untuk menganalisis proses AHP dalam penelitian ini adalah HIPRE 3+.
Pelaksanaan penelitian terdiri atas : (1) studi pustaka dan diskusi untuk menyusun rancangan hirarki; (2) penyusunan kuisioner untuk pengumpulan data primer; (3) wawancara dan pengisian kuisioner oleh responden; (4) tabulasi data kuisioner; (4) operasionalisasi model HIPRE3+ dengan input data dari hasil pengisian kuisoner; (5) analisis keluaran hasil HIPRE3+ yang digunakan dalam menyusun prioritas mekanisme alokasi air minum lintas wilayah di kawasan Gunung Ciremai. Data yang digunakan dalam kajian ini berupa data primer yang diperoleh dari hasil pengisian kuisioner oleh responden (Lampiran 11).
Penyusunan hirarki dilakukan berdasarkan studi pustaka dan diskusi dengan pelaku/pakar yang memahami permasalahan alokasi air minum lintas wilayah di
kawasan Gunung Ciremai. Kegiatan penyusunan hirarki dalam kegiatan penelitian ini dilakukan pada waktu pra-penelitian. Hirarki disusun mulai dari tingkatan (level) paling tinggi sampai paling rendah dalam hirarki. Tingkatan tertinggi merupakan fokus, disusul faktor yang dipertimbangkan, pelaku (aktor) yang berperan dalam hirarki, tujuan setiap aktor, dan tingkatan paling rendah adalah alternatif yang dipertimbangkan dalam mencapai tujuan. Berdasarkan hasil penelusuran pustaka dan diskusi dengan pelaku/pelaku diperoleh struktur hirarki mekanisme alokasi air minum lintas wilayah untuk kawasan Gunung Ciremai sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3 (Ramdan, 2004). Prinsip penilaian dalam AHP adalah membandingkan secara berpasangan (pairwise comparisons) tingkat kepentingan satu elemen dengan elemen lainnya yang berada dalam satu tingkat atau level berdasarkan pertimbangan tertentu. Nilai yang diberikan berada dalam skala nilai pendapat yang dikeluarkan oleh Saaty (1993) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. Nilai rata-rata geometrik dari semua responden untuk setiap nilai pendapat yang dibandingkan dimasukkan ke dalam HIPRE3+. Adapun tahapan pengolahan data secara manual disajikan pada Lampiran 12. Sasaran yang diharapkan adalah tercapainya mekanisme alokasi air minum lintas wilayah yang
realible dan acceptable sebagai dasar pengembangan kelembagaan pengelolaan air minum lintas wilayah di kawasan Gunung Ciremai.
Alokasi Air Minum Lintas Wilayah
Tabel 3. Skala Penilaian Perbandingan Pasangan (Saaty, 1993)
Intensitas
Kepentingan Keterangan Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama