• Tidak ada hasil yang ditemukan

Realisasi Semester I Transfer ke Daerah Tahun 2017

BAB 5 PERKEMBANGAN REALISASI TRANSFER KE DAERAH DAN

5.2 Realisasi Semester I Transfer ke Daerah Tahun 2017

Transfer ke Daerah terdiri atas Dana Perimbangan (Dana Transfer Umum dan Dana Transfer Khusus), DID, Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan DIY. Berdasarkan pagu alokasi yang telah ditetapkan dalam APBN tahun 2017 dan pola penyaluran yang telah ditetapkan dalam PMK Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke

Daerah dan Dana Desa, sampai dengan semester I tahun 2017 realisasi Transfer ke Daerah

mencapai Rp360.363,8 miliar, atau 51,1 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017. Realisasi tersebut secara nominal lebih tinggi Rp3.174,7 miliar, dan secara persentase juga

lebih tinggi 2,1 persen dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun

sebelumnya yang mencapai 49,0 persen dari pagu APBNP tahun 2016. Hal ini terutama dipengaruhi oleh lebih tingginya realisasi penyaluran DID, dan Dana Perimbangan.

Perkembangan realisasi semester I Transfer ke Daerah dan Dana Desa tahun 2016-2017 dapat dilihat pada Tabel 5.1.

5.2.1 Dana Perimbangan

Dana Perimbangan adalah dana yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai

kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sebagai instrumen fiskal, Dana Perimbangan bertujuan untuk memperkecil kesenjangan fiskal baik antara Pemerintah

Pusat dengan pemerintah daerah (vertical imbalance) maupun antarpemerintah daerah

(horizontal imbalance).

Realisasi Dana Perimbangan sampai dengan semester I tahun 2017 mencapai Rp349.375,2 miliar, atau 51,6 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017. Realisasi tersebut secara nominal lebih tinggi Rp693,4 miliar, dan secara persentase juga lebih tinggi 2,2 persen dibandingkan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 49,4

T RANSFER KE DAERAH 7 29.27 0,8 357 .189,1 49,0 7 04.925,1 360.363,8 51,1 I. DANA PERIMBANGAN 7 05.458,9 348.681,8 49,4 67 7 .07 9,9 349.37 5,2 51,6

A. DANA T RANSFER UMUM 494.436,7 27 7 .819,9 56,2 503.632,7 282.835,3 56,2

1. Dana Bagi Hasil 109.07 5,8 53.630,9 49,2 92.7 93,4 49.650,0 53,5

a. Pajak 68.619,6 24.652,5 35,9 58.57 6,5 30.347 ,1 51,8 b. Sumber Daya Alam 40.456,3 28.97 8,4 7 1 ,6 34.216,9 19.302,9 56,4

2. Dana Alokasi Umum 385.360,8 224.189,1 58,2 410.839,3 233.185,3 56,8

B. DANA T RANSFER KHUSUS 211.022,2 7 0.861,8 33,6 17 3.447 ,2 66.539,9 38,4

1. Dana Alokasi Khusus Fisik 89.809,4 24.895,1 27 ,7 58.342,2 17 .445,2 29,9 2. Dana Alokasi Khusus Nonfisik 121.212,9 45.966,8 37 ,9 115.105,0 49.094,7 42,7

II. DANA INSENT IF DAERAH 5.000,0 2.905,0 58,1 7 .500,0 4.485,0 59,8 III. DANA OT ONOMI KHUSUS & DANA KEIST IMEY AAN D.I.Y 18.811,9 5.602,3 29,8 20.345,2 6.503,6 32,0 A. Dana Otonom i Khusus 18.264,4 5.164,3 28,3 19.545,2 5.863,6 30,0

1. Dana Otsus Prov. Papua & Prov. Papua Barat 7 .7 07 ,2 2.312,2 30,0 8.022,6 2.406,8 30,0

2. Dana Otsus Provinsi Aceh 7 .7 07 ,2 2.312,2 30,0 8.022,6 2.406,8 30,0

3. Dana Tambahan Infrastruktur 2.850,0 540,0 18,9 3.500,0 1.050,0 30,0

B. Dana Keistim ewaan D.I. Y ogy akarta 547 ,5 438,0 80,0 800,0 640,0 80,0

DANA DESA 46.982,1 26.830,5 57 ,1 60.000,0 34.394,4 57 ,3

7 7 6.252,9

384.019,6 49,5 7 64.925,1 394.7 58,2 51,6

Sumber : Kementerian Keuangan

% thd APBN TABEL 5.1

REALISASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA SEMESTER I, 2016-2017 (Miliar Rupiah) APBN J U M L A H 2016 Realisasi Sem ester I Realisasi Sem ester I % thd APBNP APBNP 2017 URAIAN

persen dari pagu APBNP tahun 2016. Realisasi penyaluran Dana Perimbangan semester I tahun 2017 tersebut utamanya dipengaruhi oleh realisasi penyaluran DBH Pajak dan DBH SDA karena adanya kebijakan Pemerintah untuk mempercepat penyaluran kurang bayar DBH yang telah dianggarkan dalam APBN tahun 2017 kepada daerah.

Dana Transfer Umum merupakan jenis Transfer ke Daerah yang lebih bersifat block

grant, yaitu penggunaannya sepenuhnya menjadi kewenangan daerah. Daerah mempunyai

diskresi untuk menggunakan Dana Transfer Umum sesuai dengan kebutuhan dan prioritas

daerah, guna mempercepat pembangunan, meningkatkan sarana/prasarana dan kualitas

layanan publik, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada APBN tahun 2017, agar penggunaan Dana Transfer Umum lebih terarah, maka penggunaannya diarahkan

sekurang-kurangnya 25 persen untuk belanja infrastruktur daerah yang langsung terkait

dengan percepatan pembangunan fasilitas pelayanan publik dan ekonomi.

Realisasi penyaluran Dana Transfer Umum sampai dengan semester I tahun 2017 mencapai Rp282.835,3 miliar, atau 56,2 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017. Realisasi Dana Transfer Umum tersebut relatif sama jika dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Dana Bagi Hasil dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi. Pendapatan negara yang dibagihasilkan kepada daerah bersumber dari penerimaan pajak dan PNBP sumber daya alam. Pada tahun 2017, kebijakan DBH

antara lain diarahkan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

DBH, menambah cakupan DBH PBB dan memperluas penggunaan DBH cukai hasil tembakau (CHT), menyempurnakan sistem penganggaran dan pelaksanaan atas PNBP yang dibagihasilkan ke daerah, dan mendorong peningkatan optimalisasi dan efektivitas penggunaan DBH SDA, serta memperbaiki pola penyaluran dengan mempertimbangkan kondisi kas negara dan kas daerah.

Selanjutnya, realisasi DBH sampai dengan semester I tahun 2017 mencapai Rp49.650,0 miliar, atau 53,5 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017. Realisasi tersebut lebih

tinggi 4,3 persen dibandingkan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya

yang mencapai 49,2 persen dari pagu APBNP tahun 2016. Realisasi DBH yang lebih tinggi

pada semester I tahun 2017 dibandingkan dengan tahun 2016, terutama disebabkan karena

adanya kebijakan Pemerintah untuk mempercepat penyaluran kurang bayar DBH yang telah dianggarkan dalam APBN tahun 2017 kepada daerah.

DBH Pajak terdiri atas DBH Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) dan Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh Pasal 25/29 WPOPDN), DBH Pajak Bumi dan Bangunan, Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB-P3), dan DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT). Pengalokasian DBH pajak kepada daerah

dilakukan dengan menerapkan pembagian berdasarkan daerah penghasil (by origin), dan

penyaluran dilakukan berdasarkan realisasi penerimaan. Bentuk pembagian DBH pajak

berdasarkan prinsip by origin diwujudkan melalui adanya pembagian yang lebih besar bagi daerah penghasil pajak dibandingkan yang diberikan kepada daerah lain dalam satu

provinsi, sedangkan daerah nonpenghasil hanya mendapatkan bagian berdasakan prinsip pemerataan.

Realisasi DBH Pajak sampai dengan semester I tahun 2017 mencapai Rp30.347,1 miliar, atau 51,8 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017. Realisasi DBH Pajak tersebut lebih tinggi 15,9 persen jika dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 35,9 persen dari pagu APBNP tahun 2016. Hal ini disebabkan karena adanya kebijakan Pemerintah untuk mempercepat penyaluran kurang bayar DBH Pajak yang telah dianggarkan dalam APBN tahun 2017 kepada daerah.

DBH SDA merupakan bagian daerah yang berasal dari penerimaan SDA kehutanan,

pertambangan mineral dan batubara, perikanan, pertambangan minyak bumi,

pertambangan gas bumi, dan pengusahaan panas bumi. Sama halnya dengan DBH Pajak,

DBH SDA juga dibagikan kepada daerah berdasarkan prinsip by origin dan prinsip based

on actual revenue. Berdasarkan prinsip by origin, DBH SDA diberikan kepada daerah

penghasil lebih besar dibandingkan dengan daerah nonpenghasil dalam satu provinsi karena daerah nonpenghasil hanya mendapatkan bagian berdasarkan pemerataan. Untuk memberikan hak DBH yang tepat jumlahnya kepada daerah, maka dalam penyaluran

DBH juga digunakan prinsip based on actual revenue, yaitu besaran DBH SDA kepada

daerah disesuaikan dengan realisasi PNBP tahun anggaran berjalan. Apabila sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan realisasi PNBP belum diketahui, maka selisih DBH dihitung berdasarkan realisasi PNBP sampai akhir tahun anggaran dengan DBH yang telah

disalurkan dan diperhitungkan sebagai kurang bayar/lebih bayar untuk diselesaikan pada

tahun anggaran berikutnya dengan tetap melihat kemampuan keuangan negara.

Realisasi DBH SDA sampai dengan semester I tahun 2017 mencapai Rp19.302,9 miliar, atau 56,4 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017. Realisasi DBH SDA tersebut lebih

rendah sebesar 15,2 persen dibandingkan realisasinya pada periode yang sama tahun

sebelumnya yang mencapai 71,6 persen dari pagu APBNP tahun 2016. Realisasi DBH SDA semester I tahun 2017 yang lebih rendah tersebut antara lain dipengaruhi oleh lebih

rendahnya realisasi pendapatan pertambangan mineral dan batu bara yang dibagihasilkan dalam semester I tahun 2017 apabila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang

sama tahun sebelumnya.

Dana Alokasi Umum dialokasikan kepada daerah dengan tujuan untuk pemerataan

kemampuan keuangan antardaerah. Dalam APBN tahun 2017, DAU dialokasikan sebesar 28,7 persen dari PDN neto. Pengalokasian DAU tahun 2017, selain didasarkan pada formula

dari persentase tertentu terhadap PDN neto juga telah memperhitungkan beban anggaran

akibat pengalihan urusan/kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tambahan DAU untuk kabupaten/kota. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sejak tahun 2017, DAU ditetapkan tidak bersifat final atau dapat diubah sesuai dengan perubahan dalam PDN neto. Hal ini berarti, jika terjadi perubahan pendapatan, maka alokasi DAU per daerah akan menyesuaikan dengan

perubahan pendapatan tersebut, kecuali untuk daerah-daerah yang mempunyai kapasitas

dan ruang fiskal yang sangat terbatas.

Sesuai ketentuan dalam PMK Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, penyaluran DAU yang sebelumnya ditetapkan seperduabelas dari pagu APBN mengalami perubahan. Ketentuan penyaluran DAU dengan adanya PMK Nomor 50/PMK.07/2017 ditetapkan menjadi sebagai berikut. Pada bulan Januari-Juni penyaluran ditetapkan seperduabelas dari alokasi DAU dalam APBN, dan pada bulan Juli- Desember ditetapkan berdasarkan formula pagu alokasi DAU dalam APBNP dikurangi jumlah DAU yang telah disalurkan dan dibagi dengan jumlah sisa bulan dalam tahun berkenaan. Berdasarkan ketentuan penyaluran tersebut, realisasi DAU sampai dengan semester I tahun 2017 mencapai Rp233.185,3 miliar atau 56,8 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017. Realisasi penyaluran DAU sampai dengan semester I tahun 2017 tersebut

lebih rendah 1,4 persen apabila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama

tahun sebelumnya yang mencapai 58,2 persen dari pagu APBNP tahun 2016. Hal tersebut disebabkan karena terdapat pagu alokasi kurang bayar atas penundaan sebagian DAU tahun 2016 yang telah dianggarkan dalam APBN tahun 2017 namun tidak direalisasikan karena telah disalurkan seluruhnya pada akhir tahun 2016.

Dana Transfer Khusus merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kegiatan tertentu yang menjadi urusan daerah, baik

kegiatan yang bersifat fisik maupun nonfisik. Penggunaan Dana Transfer Khusus diarahkan

untuk mendukung pencapaian prioritas dan sasaran nasional, yang meliputi dimensi pembangunan manusia, dimensi pembangunan sektor unggulan serta dimensi pemerataan

dan kewilayahan. Sampai dengan semester I tahun 2017, realisasi penyaluran Dana Transfer Khusus mencapai Rp66.539,9 miliar, atau 38,4 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017. Realisasi Dana Transfer Khusus tersebut secara nominal lebih kecil, namun secara persentase lebih tinggi 4,8 persen dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 33,6 persen dari pagu APBNP tahun 2016. Hal ini terutama disebabkan oleh tingginya realisasi penyaluran anggaran DAK Nonfisik, karena adanya perubahan kebijakan besaran persentase penyaluran dana BOS.

DAK Fisik dialokasikan untuk membantu daerah dalam mendanai program/kegiatan fisik yang menjadi kewenangan daerah dan menjadi prioritas nasional, termasuk penyediaan

infrastruktur sarana dan prasarana pelayanan dasar publik guna memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM).

Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan DAK Fisik, pada tahun 2017 pemerintah merubah mekanisme penyaluran DAK Fisik dengan mendasarkan penyalurannya pada kinerja penyerapan dana dan kinerja capaian output. Perubahan mekanisme tersebut tertuang dalam PMK Nomor 50/PMK.07/2017. Perbedaan pola penyaluran DAK Fisik dengan adanya PMK tersebut terutama pada adanya target capaian output perbidang yang harus dicapai oleh daerah terutama untuk penyaluran triwulan III dan IV tahun berjalan. Selain itu, jika pada tahun sebelumnya, penyaluran pada triwulan IV ditetapkan sebesar 20 persen dari pagu DAK Fisik setelah daerah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, maka pada tahun 2017, dana DAK Fisik yang disalurkan pada triwulan IV adalah sebesar

selisih antara jumlah dana yang telah disalurkan sampai dengan triwulan III dengan nilai rencana penyelesaian kegiatan yang dihitung sesuai dengan nilai nilai kontrak, ditambah dengan nilai kegiatan yang dilaksanakan secara swakelola, ditambah nilai dana yang

digunakan untuk kegiatan penunjang. Perbedaan selanjutnya yaitu terkait mekanisme penyaluran DAK Fisik adalah perubahan mekanisme penyaluran dari sebelumnya dilaksanakan oleh DJPK sekarang dilakukan oleh KPPN di seluruh Indonesia.

Realisasi DAK Fisik sampai dengan semester I tahun 2017 mencapai Rp17.445,2 miliar, atau 29,9 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017. Realisasi tersebut secara nominal

lebih rendah, namun secara persentase lebih tinggi 2,2 persen dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 27,7 persen dari pagu

APBNP tahun 2016. Lebih tingginya realisasi tersebut terutama dipengaruhi oleh semakin tertibnya daerah dalam menyampaikan laporan pelaksanaan DAK Fisik per triwulannya yang digunakan sebagai syarat penyaluran dana tahap berikutnya.

DAK Nonfisik dialokasikan kepada daerah untuk membantu mendanai kegiatan khusus

yang bersifat nonfisik yang merupakan urusan daerah, terutama terkait dengan pelayanan dasar publik di bidang pendidikan, kesehatan, dan pengembangan sumber daya manusia. DAK Nonfisik terdiri atas delapan jenis, yaitu dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (BOP PAUD), dana Tunjangan Profesi Guru PNSD, dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD, dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB), dana Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (PK2UKM), termasuk dua jenis pendanaan baru, yaitu dana Tunjangan Khusus Guru PNSD di Daerah Khusus, dan dana Pelayanan Administrasi Kependudukan.

DAK Nonfisik disalurkan kepada daerah sesuai dengan kebutuhan penggunaannya sebagaimana ketentuannya dalam PMK Nomor 50/PMK.07/2017. Realisasi DAK Nonfisik sampai dengan semester I tahun 2017 mencapai Rp49.094,7 miliar atau 42,7 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017. Realisasi tersebut lebih tinggi 4,7 persen dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 37,9 persen dari pagu APBNP Tahun 2016. Hal ini terutama disebabkan oleh perubahan kebijakan besaran persentase penyaluran dana BOS yang semula pada triwulan I dan triwulan II

tahun 2016 masing-masing sebesar 25 persen kemudian pada tahun 2017 berubah menjadi

sebesar 20 persen pada triwulan I dan sebesar 40 persen pada triwulan II. Di samping

itu, lebih tingginya penyerapan tersebut juga dipengaruhi oleh realisasi penyaluran salah

satu jenis DAK Nonfisik baru (Dana Pelayanan Administrasi Kependudukan) yang telah mencapai 100 persen dari pagu APBN tahun 2017.

5.2.2 Dana Insentif Daerah (DID)

DID merupakan dana yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah tertentu berdasarkan

kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan (reward) kepada daerah

yang mempunyai kinerja baik dalam upaya pengelolaan keuangan dan kesehatan fiskal

daerah, pelayanan dasar kepada masyarakat, serta peningkatan perekonomian dan

kesejahteraan masyarakat. Tujuannya adalah mendorong daerah agar berupaya untuk:

(1) mengelola keuangannya dengan lebih baik yang ditunjukkan dengan perolehan opini

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemda (LKPD); (2) selalu menetapkan APBD tepat waktu; (3) berkinerja baik dalam kesehatan fiskal dan pengelolaan

keuangan daerah, pelayanan dasar publik, pengelolaan ekonomi dan kesejahteraan

masyarakat.

Pada APBN tahun 2017, DID dialokasikan kepada 317 daerah, yang terdiri atas 21 provinsi, 64 Kota, dan 232 Kabupaten. Realisasi DID sampai dengan semester I tahun 2017 mencapai Rp4.485,0 miliar atau 59,8 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017. Realisasi

DID sampai dengan semester I tahun 2017 tersebut relatif sama dibandingkan dengan

realisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya.

5.2.3 Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan Daerah

Istimewa Yogyakarta

Dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Aceh, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua jo. UU Nomor 35 Tahun 2008 dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pemerintah juga mengalokasikan Dana Otsus. Alokasi Dana Otsus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat besarnya adalah setara dengan 2 persen dari pagu DAU Nasional, dengan pembagian 70 persen untuk Provinsi Papua dan 30 persen untuk Provinsi Papua Barat. Dana Otsus ini terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Alokasi Dana Otsus bagi Provinsi Aceh besarnya juga setara dengan 2 persen dari pagu DAU Nasional dan ditujukan untuk pembangunan

dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan,

serta pendanaan bidang pendidikan, sosial, dan kesehatan.

Selain Dana Otsus, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat juga mendapatkan alokasi

Dana Tambahan Infrastruktur yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan

negara. Dana Tambahan Infrastruktur diberikan terutama untuk pendanaan pembangunan

infrastruktur dalam rangka mengatasi keterisolasian dan kesenjangan penyediaan

Sementara itu, Dana Keistimewaan D.I. Yogyakarta dialokasikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan D.I. Yogyakarta dalam rangka penyelenggaraan kewenangan keistimewaan D.I. Yogyakarta. Alokasi Dana Keistimewaan D.I. Yogyakarta ditetapkan dalam APBN berdasarkan pengajuan dari Pemerintah Daerah D.I. Yogyakarta serta disesuaikan dengan kondisi keuangan negara. Pengajuan tersebut terlebih dahulu dibahas oleh Kementerian Keuangan dengan Kementerian Dalam Negeri dan K/L terkait. Realisasi Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan D.I. Yogyakarta sampai dengan semester I tahun 2017 mencapai Rp6.503,6 miliar atau 32,0 persen dari pagu APBN tahun 2017. Jumlah tersebut terdiri atas Dana Otonomi Khusus sebesar Rp5.863,6 miliar (30,0 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017) dan Dana Keistimewaan D.I. Yogyakarta sebesar Rp640,0 miliar (80,0 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017). Realisasi Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan D.I. Yogyakarta sampai dengan semester I tahun

2017 tersebut lebih tinggi 2,2 persen bila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang

sama tahun sebelumnya yang mencapai 29,8 persen dari pagu APBNP tahun 2016. Hal ini

terutama disebabkan oleh lebih tingginya penyaluran Dana Tambahan Infrastruktur dalam

semester I tahun 2017 yang mencapai 30,0 persen dari pagunya dalam APBN tahun 2017

apabila dibandingkan dengan relisasinya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang

mencapai 18,9 persen terhadap pagu APBNP tahun 2016.