• Tidak ada hasil yang ditemukan

REINTRODUKSI TUMBUHAN ASLI GUNUNG GEDE PANGRANGO MELALUI POLA TANAM AGROFORESTRI DI SUKABUMI, JAWA BARAT

Indriani Ekasari, Yati Nurlaeni, Masfiro Lailati

UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Email: indriani.ekasari@gmail.com; indriani.ekasari@lipi.go.id

ABSTRAK

Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai area inti cagar biosfer Cibodas sebagian wilayahnya memiliki lokasi berdampingan dengan pemukiman. Permasalahan antara upaya konservasi alam yang dilakukan oleh TNGGP dan petani setempat sebagai penggarap lahan seringkali muncul terutama setelah wilayah Perum Perhutani Jawa Barat berubah menjadi kawasan TNGGP. Salah satu upaya untuk menyelamatkan vegetasi asli Gunung Gede Pangrango adalah dengan reintroduksi jenis-jenis tumbuhan asli setempat (native) Gunung Gede Pangrango melalui pola tanam agroforestry di zona rehabilitasi TNGGP. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kesintasan pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan asli Gunung Gede Pangrango melalui reintroduksi pola tanam agroforestry. Lokasi penelitian bertempat di Resot Nagrak, TNGGP berdampingan dengan Desa Cihanjawar, Kec Nagrak, Sukabumi, Jawa Barat. Metode penelitian menggunakan plot penanaman dengan jarak tanam 5x5 m. Adapun jenis-jenis tumbuhan yang diamati adalah Altingia excelsa, Magnolia champaca dan Elaeocarpus angustifolius. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan tinggi, diameter dan kandungan klorofil daun. Analisis data menggunakan uji t berpasangan dengan software SPSS 21. Hasil yang didapat setelah 18 bulan penanaman adalah pertumbuhan diameter pada M. champaca dan pertumbuhan kandungan klorofil pada tumbuhan A. excelsa dan M. champaca yang memiliki nilai non-significant (p<0.01). Secara keseluruhan parameter yang diamati, jenis E. angustifolius menunjukkan pertumbuhan yang paling baik daripada kedua jenis tumbuhan lainnya.

Kata kunci: reintroduksi, tumbuhan asli Gunung Gede Pangrango, agroforestry.

I. PENDAHULUAN

Kawasan Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu kawasan yang mewakili ekosistem pegunungan Jawa dengan karakteristik tersendiri. Menurut van Steenis, CGGJ (2006) bahwa karakteristik ekosistem hutan-hujan pegunungan yang dimaksud adalah terdapatnya beberapa jenis tanaman yang hanya ditemukan di kawasan Gunung Gede Pangrango seperti Rasamala (Altingia excelsa Noronha), Jamuju (Dacrycarpus imbricatus (Blume) de Laub.), Riung anak (Castanopsis acuminatissima (Blume) A. DC.) dan Puspa (Schima walichii (DC). Korth.). Sebagai kawasan yang mencakup berbagai jenis tanaman khas pegunungan, sudah seharusnya kawasan ini dilestarikan agar didalamnya tetap terjaga ekologi hubungan antara binatang dan tumbuhan. Berdasarkan karakteristik yang unik tersebut maka kawasan Gunung Gede Pangrango berikut dengan kawasan inti dan kawasan penyangga yang dikenal dengan kawasan Cibodas ditetapkan sebagai kawasan cagar biosfer oleh UNESCO sejak tahun 1977. Kawasan inti Gunung Gede Pangrango yang sekarang dikelola Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup menjadi kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Sebagian wilayah TNGGP ini berdampingan langsung dengan pemukiman masyarakat terutama di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Hal inilah yang menyebabkan kawasan TNGGP mudah dirambah masyarakat yang berprofesi sebagai petani untuk melakukan kegiatan bercocok tanam di dalam kawasan TNGGP. Dilaporkan oleh McNeely, JA (2004) bahwa tantangan terberat suatu kawasan konservasi untuk mempertahankan keberadaannya adalah ketika kawasan tersebut berada berdekatan dengan kawasan pemukiman karena akan sangat mudah dirambah oleh masyarakat disekitarnya.

Permasalahan mengenai keberadaan kawasan konservasi sebagai kawasan ekologi yang berdampingan dengan kawasan pemukiman sudah dapat dipastikan akan berbenturan dengan

Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015 473 kepentingan perekonomian masyarakat untuk mencari lahan guna bercocok tanam. Salah satu solusi untuk menjembatani permasalahan ekologi dengan permasalahan ekonomi adalah dengan pola tanam tanaman campuran. Pola tanam ini diharapkan dapat mengembalikan fungsi ekologi dan mendukung perekonomian petani. Pola tanam campuran yang dimaksud adalah pola tanam agroforestry. Agroforestry merupakan pola tanam campuran yang meliputi berlapis-lapis tajuk yang meliputi tanaman kayu, tanaman buah dan tanaman bawah hingga menyerupai hutan. Diharapkan pola tanam agroforestry ini mampu mengakomodasi aspek konservasi biodiversiti dan mendukung kepentingan masyarakat lokal (Valencia, et.al 2014). Pemilihan jenis tanaman pun difokuskan pada jenis-jenis tumbuhan asli agar terhindar dari penyebaran tanaman asing yang dikuatirkan menjadi tanaman invasif. Penanaman kembali menggunakan jenis-jenis asli yang disebut juga dengan reintroduksi dilaporkan oleh Souza et al. (2012) dapat meningkatkan kualitas ekosistem asli setempat terutama kualitas lahan. Oleh karena itu metode reintroduksi tumbuhan asli setempat dijadikan suatu metode penanaman prioritas utama terutama pada kawasan tropis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesintasan pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan asli Gunung Gede Pangrango melalui reintroduksi pola tanam agroforestry.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di kawasan rehabilitasi TNGGP Resort Nagrak, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Demonstrasi plot di area TNGGP seluas 30 m x 150 m dengan tiga belas jenis-jenis tanaman buah-buahan dan kayu dengan jarak tanam 5 x 5 m. Plot penanaman ini berlokasi pada titik 106° 49’ 58,2’’E, 06° 49’ 39,6’’S dengan ketinggian lokasi 575-636 m dpl. Pengamatan dilakukan pada tiga jenis tumbuhan asli Gunung Gede Pangrango yang memiliki kesintasan yang tinggi di lapangan. Adapun ketiga jenis tumbuhan yang diamati adalah jenis Rasamala (Altingia excelsa Noronha), Ganitri (Elaeocarpus angustifolius Blume) dan Cempaka (Magnolia champaca (L.) Baill. Ex Pierre). Terdapat perbedaan jumlah bibit yang diujikan pada studi ini. Jumlah bibit jenis Rasamala sebanyak 13 batang yang diujikan, bibit jenis Ganitri sebanyak 12 batang dan bibit jenis Cempaka sebanyak 11 batang. Parameter yang diamati adalah tinggi tumbuhan, diameter tumbuhan dan kandungan klorofil pada daun. Parameter tinggi tumbuhan diukur menggunakan penggaris aluminium. Diameter batang tumbuhan diukur menggunakan kaliper digital elektronik merk Freder. Kandungan klorofil diukur pada daun tiap semai dengan alat Chlorophyll Meter Model SPAD-502Plus KONICA MINOLTA.

Lokasi penanaman berada pada lereng bukit yang telah ditanami tanaman semusim oleh petani dan beberapa tanaman tajuk tinggi bekas program rehabilitasi terdahulu. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali dalam kurun waktu 16 bulan terhitung pada pengukuran awal pada bulan April 2014 dan pengukuran akhir pada bulan Agustus 2015. Analisis data yang digunakan pada studi ini adalah uji t dua sampel berpasangan (paired sample t test) menggunakan software SPSS 21.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan rehabilitasi lahan agar dapat mencapai hasil yang maksimal sebaiknya dilakukan dengan penanaman jenis-jenis tumbuhan asli setempat. Walaupun strategi rehabilitasi lahan harus didasarkan pada kesesuaian faktor biotik dan abiotik namun setidaknya jika jenis-jenis tumbuhan yang ditanam di habitat aslinya akan dapat tumbuh lebih baik daripada jenis-jenis tumbuhan yang bukan berasal dari habitat aslinya (Wang et al. 2009). Adapun jenis-jenis tumbuhan asli yang ditanam pada kawasan rehabilitasi TNGGP pada studi ini adalah:

Rasamala (Altingia excelsa Noronha). Rasamala termasuk ke dalam keluarga Hamamelidiaceae dengan deskripsi botani jenis ini merupakan tumbuhan dengan habitus pohon besar, berbatang lurus, tinggi batang bebas cabang mencapai 40-60 m dan termasuk berdaun hijau sepanjang tahun. Semai bertajuk piramida yang indah. Pertumbuhan Rasamala memerlukan naungan (toleran) dan cenderung lambat pada tahun-tahun awal (Soerianegara I et al 1993). Bentuk

474 Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015

ujung daun alternate, tunggal, berbentuk lonjong hingga oblong. Ukuran panjang daun 6-12 cm, lebar daun 2,5-5,5 cm dan bertepi rata. Bunga jantan dan bunga betina terpisah namun terdapat pada satu pohon yang sama. Buah berwarna kecoklatan, berbentuk kapsul, beruang empat dengan panjang 1,2-2,5 cm dan lebar 1,2-2 cm. Bentuk biji pipih dan dikelilingi sayap yang berbau aromatik serta perkecambahannya epigeal (www.dephut.go.id). Jenis tumbuhan ini dapat ditemukan pada tapak yang lembab hingga hutan pegunungan dengan ketinggian antara 500-1.500 m dpl dengan curah hujan rerata per tahun >100 mm. Kegunaan kayu Rasamala sebagai kayu bangunan karena kayunya sangat awet. Daun muda Rasamala dapat digunakan sebagai obat batuk serta buahnya yang harum dapat dimakan oleh monyet dan burung (www.worldagroforestrycentre.org/sea).

Ganitri (Elaeocarpus angustifolius Blume). Habitus Ganitri berupa pohon cepat tumbuh dengan tinggi hingga 40 m dengan batang bebas cabang setinggi 6 m. Tajuk pohon tinggi meramping. Kulit batang berwarna keabu-abuan dan alur batang dangkal. Ujung daun berbentuk meruncing, bagian atas daun berwarna hijau tua mengkilau, panjang daun 6-18 cm dan lebar 2.5-5 cm, daun memiliki tangkai pendek lurus. Bunga berwarna putih hingga krem kehijauan, berkelompok dan tiap kelompok memiliki 12-36 bunga. Memiliki musim berbunga satu kali dalam setahun. Kulit buah berkilau, warna biru terang hingga keunguan, bentuk buah bulat lonjong, ukuran diameter 15-30 mm dan biasanya berisi 2-5 biji tiap buahnya. Habitat tumbuhnya tersebar dari daratan India hingga Australia dan mayoritas ditemukan berdekatan dengan pantai kurang lebih 800 m dpl. Diperlukan zona kelembaban sedang hingga kelembaban rendah dengan curah hujan 1.200-2.400 mm per tahun dengan musim kemarau yang maksimal dan musim penghujan yang pendek untuk tumbuh maksimal. Nama Elaeocarpus angustifolius berasal dari bahasa Yunani elaia yang berarti pohon zaitun dan karpos berarti buah, serta dari bahasa Latin angustus yang berarti sempit dan folium yang berarti daun (www.environment.gov.au).

Cempaka (Michelia champaca (L.) Baill. Ex Pierre). Cempaka merupakan jenis tumbuhan yang berdaun hijau sepanjang tahun, memiliki habitus pohon sedang hingga 50 m, diameter hingga 200 cm, permukaan batang beralur dangkal dan berwarna abu-abu hingga putih keabu-abuan. Berdaun tunggal, daun bertepi rata serta duduk daun tersusun spiral (www.worldagroforestrycentre.org/sea). Bunga muda berwarna kuning muda dan berubah menjadi oranye ketika menjadi bunga tua, beraroma harum dan berukuran besar, helaian bunganya tersusun dalam untaian yang banyak. Buahnya menggantung dari tangkainya dan berisi biji dengan jumlah antara 2-6. Jenis ini tersebar dari India, Indo Cina hingga Pulau Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil dengan ketinggian tempat tumbuh antara 600-2.000 m dpl dengan suhu antara 7°-38°C. Kayunya dapat digunakan sebagai kayu pertukangan dengan kelas awet sedang. Bunganya dapat diekstrak untuk diambil minyaknya sebagai campuran bahan dasar kosmetika (www.proseanet.org).

A. Tinggi Tanaman

Salah satu parameter pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan asli yang ditanam dengan pola tanam agroforestry yang diamati adalah pertumbuhan tinggi. Pertumbuhan tinggi batang berarti pertambahan ukuran (volume) sering ditentukan dengan cara mengukur perbesaran ke satu atau dua arah misalnya panjang (tinggi) tanaman, diameter tanaman ataupun luas daun (Salisbury dan Ross, 1995). Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan tinggi batang pada umur 16 bulan di lapangan rata-rata tertinggi dicapai oleh jenis Rasamala (54,35 cm) dan diikuti oleh jenis Ganitri (44,66 cm) dan jenis Cempaka (43,27 cm).

Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015 475 Gambar 1. Pertumbuhan tinggi batang pada ketiga jenis tumbuhan asli yang ditanam dengan pola

tanam agroforestry.

Tinggi rata-rata awal jenis Rasamala, Ganitri dan Cempaka berturut-turut adalah 97,65 cm, 104,42 cm dan 96,73 cm. Sedangkan tinggi rata-rata akhir pengukuran jenis Rasamala, Ganitri dan Cempaka berturut-turut adalah 152 cm, 149,08 cm dan 140 cm. Pertumbuhan tinggi batang dihitung dari selisih pertumbuhan akhir dikurangi dengan pertumbuhan awal dari masing-masing jenis tumbuhan. Walaupun Ganitri termasuk dalam jenis yang cepat tumbuh namun ternyata Rasamala mampu tumbuh lebih cepat dalam hal pertumbuhan tinggi batang. Cempaka menempati posisi kecepatan pertumbuhan terendah untuk parameter tinggi. Pengamatan pertumbuhan tinggi batang pada kurun waktu 16 bulan di lapangan untuk ketiga jenis tumbuhan yang ditanam dicapai oleh jenis Rasamala.

Tabel 1. Hasil uji t tinggi batang pada ketiga jenis tumbuhan asli TNGGP pada pertumbuhan awal dan pertumbuhan akhir

Hasil uji t pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata untuk pertumbuhan tinggi batang pada ketiga jenis tumbuhan asli yang diujikan antara pertumbuhan awal dan pertumbuhan akhir. Uji t pada jenis Rasamala menunjukkan nilai -4,44 dengan nilai probabilitas 0,001 (p<0,01) sedangkan jenis Ganitiri menunjukkan nilai uji t sebesar -3,51 dengan nilai probabilitas 0,005 (p<0,01). Demikian halnya dengan jenis Cempaka menunjukkan nilai uji t sebesar -3,55 dengan nilai probabilitas 0,005 (p<0,01). Hasil tersebut menandakan bahwa parameter pertumbuhan tinggi batang membuktikan jika ketiga jenis tumbuhan ini dapat beradaptasi dengan baik dengan tempat tumbuhnya.

B. Diameter Tanaman

Parameter selanjutnya yang diamati adalah pertumbuhan diameter batang. Pertumbuhan rata-rata terbesar diameter batang dicapai oleh jenis Ganitri (10,35 mm) dan rata-rata terkecil diperoleh oleh jenis Cempaka (6,36 mm). Sedangkan pertumbuhan rata-rata diameter batang pada jenis Rasamala adalah 7,35 mm. Diameter rata-rata awal jenis Rasamala, Ganitri dan Cempaka berturut-turut adalah 8,05 mm, 7,47 mm dan 8,80 mm. Sedangkan diameter rata-rata akhir

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Rasamala Ganitri Cempaka

Ti n ggi T an am an ( cm ) Jenis Tanaman

Rerata Pertumbuhan Awal Rerata Pertumbuhan Akhir

Jenis Tanaman Hasil N Mean T P

Rasamala Awal Akhir 13 13 97,65 152,00 -4,44 0,001 Ganitri Awal Akhir 12 12 104,42 149,08 -3,51 0,005 Cempaka Awal Akhir 11 11 96,73 140,00 -3,55 0,005

476 Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015

pengukuran jenis Rasamala, Ganitri dan Cempaka berturut-turut adalah 15,41 mm, 17,83 mm dan 15,71 mm.

Gambar 2. Pertumbuhan diameter batang pada ketiga jenis tanaman yang ditanam dengan pola tanam agroforestry.

Gambar 2 menunjukkan pertumbuhan diameter batang yang diukur pada awal penanaman di lapangan dan diakhiri dengan pengukuran terakhir di lapangan. Terlihat pertumbuhan diameter batang pada jenis Ganitri yang sangat tajam. Pertumbuhan diameter batang dan tinggi batang yang relatif cepat ini diduga dipengaruhi oleh adanya penutupan laha oleh beberapa jenis tanaman tajuk tinggi yang telah ditanam sebelumnya. Hal ini juga diungkapkan oleh Foroughbakhch et al. (2001) bahwa kerapatan tajuk dan jarak tanam memberikan peluang yang baik bagi tanaman untuk tumbuh optimal pada tinggi batang dan diameter batang.

Tabel 2. Hasil uji t diameter batang pada ketiga jenis tumbuhan asli TNGGP pada pertumbuhan awal dan pertumbuhan akhir

Jenis Hasil N Mean T P<0.01

Rasamala Awal Akhir 13 13 8,05 15,41 -6,18 0,000 Ganitri Awal Akhir 12 12 7,47 17,83 -4,33 0,001 Cempaka Awal Akhir 11 11 8,80 15,17 -3,28 0,008

Hasil uji t pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa perbedaan nyata untuk pertumbuhan tinggi batang pada ketiga jenis tumbuhan asli yang diujikan antara pertumbuhan awal dan pertumbuhan akhir pada level p<0,01. Uji t pada jenis Rasamala menunjukkan nilai -6,18 dengan nilai probabilitas 0,000 (p<0,01) sedangkan jenis Ganitiri menunjukkan nilai uji t sebesar -4,33 dengan nilai probabilitas 0,001 (p<0,01). Jenis Cempaka menunjukkan nilai uji t sebesar -3,28 dengan nilai probabilitas 0,008 (p<0,01). Hasil uji t parameter pertumbuhan diameter batang ini menunjukkan bahwa ketiga jenis tumbuhan asli yang diujikan dapat direkomendasikan untuk ditanam sebagai jenis tanaman reintroduksi di TNGGP.

C. Kandungan Klorofil Tanaman

Parameter terakhir yang diamati adalah pertumbuhan kandungan klorofil pada daun. Pertumbuhan kandungan klorofil rata-rata tertinggi diperoleh dari jenis Rasamala (4,68) diikuti dengan jenis Cempaka (4,34). Sedangkan rata-rata kandungan klorofil terendah diperoleh dari jenis Ganitri (3,43). 0 5 10 15 20

Rasamala Ganitri Cempaka

D ia m eter Ta n am an (m m ) Jenis Tanaman

Rerata Pertumbuhan Awal Rerata Pertumbuhan Akhir

Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015 477 Gambar 3. Pertumbuhan kandungan klorofil pada ketiga jenis tanaman yang ditanam dengan pola

tanam agroforestry.

Gambar 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan awal kandungan klorofil berbeda-beda pada jenis Rasamala (39,52), Ganitri (50,43) dan Cempaka (45,6). Pertumbuhan akhir pada kandungan klorofil rata-rata akhir juga terlihat berbeda pada jenis Rasamala (44,21), Ganitri (53,86) dan Cempaka (49,94). Parameter kandungan klorofil pada daun perlu dilakukan untuk menganalisis tersedianya bahan anorganik untuk diolah lebih lanjut menjadi bahan organik pada daun dengan bantuan klorofil (Tjirosoepomo, G 2007).

Tabel 3. Hasil uji t kandungan klorofil pada daun untuk ketiga jenis tumbuhan asli TNGGP pada pertumbuhan awal dan pertumbuhan akhir

Jenis Hasil N Mean T P

Rasamala Awal Akhir 13 13 39,52 44,21 -2,853 0,015 Ganitri Awal Akhir 12 12 50,43 53,86 -4,59 0,001 Cempaka Awal Akhir 11 11 45,60 49,94 -3,17 0,01

Uji t yang dilakukan pada analisis data kandungan klorofil menunjukkan bahwa hanya jenis Ganitri yang memiliki nilai perbedaan yang nyata (p<0,01). Kedua jenis Rasamala dan Cempaka tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada level p<0,01. Hal ini dapat diduga bahwa pertumbuhan tinggi batang dan diameter batang pada jenis Cempaka yang lebih lambat dibandingkan dengan kedua jenis tumbuhan asli lainnya karena kandungan klorofil pada daun yang lebih rendah.

IV. KESIMPULAN

Kesintasan pertumbuhan ketiga jenis tumbuhan asli Gunung Gede Pangrango yaitu Rasamala, Ganitri dan Cempaka untuk parameter tinggi batang dan diameter batang memiliki nilai perbedaan yang nyata (p<0.01). Sedangkan kandungan klorofil pada daun hanya jenis Ganitri yang memiliki nilai perbedaan signifikan (p<0.01) namun tidak berbeda nyata pada jenis Rasamala dan Cempaka. Rekomendasi dari studi ini bahwa reintroduksi ketiga jenis tumbuhan asli yang diujikan dengan pola tanam agroforestry dapat diupayakan lebih lanjut pada kawasan rehabilitasi TNGGP.

0 10 20 30 40 50 60

Rasamala Ganitri Cempaka

K an d u n ga n K lo ro fi l Jenis Tanaman

Rerata Pertumbuhan Awal

478 Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015 DAFTAR PUSTAKA

Foroughbakhch, R. Háuad, L. A. Cespedes, A. E Ponce, .E. E & González, N. 2001. Evaluation of 15 indigenous and introduced species for reforestation and agroforestry in northeastern Mexico. Agroforestry Systems 51: 213-221.

McNeely, JA. 2004. Nature vs. nurture: managing relationships between forests, agroforestry and wild biodiversity. Agroforestry Systems 61: 155–165.

Salisbury FB dan Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Perkembangan tumbuhan dan fisiologi lingkungan. Jilid Tiga. Penerbit ITB Bandung.

Tjitrosoepomo, G. (2007). Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. (pp: 8-9).

Soerianegara I, Rifai MA, Martawijaya A et al. 1993. Altingia NoroñaIn: Soerianegara, I. and Lemmens, R.H.M.J. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No. 5(1): Timber trees; Major commercial timbers. Pudoc, Wageningen, The Netherlands, pp. 90-94.

Souza HN, Goede RGM, Brussaard L,…, Pulleman MM. 2012. Protective shade, tree diversity and soil properties in coffee agroforestry system in the Atlantic Rainforest biome. Agriculture Ecosystem Environment 146: 179-196.

Van Steenis, C.G.G.J. 2006. Flora Pegunungan Jawa. Pusat Penelitian Biologi – LIPI. Bogor.

Wang J, Ren H, Yang L, Duan W. 2009. Establishment and early growth of introduced indigenous tree species in typical plantations and shrubland in South China. Forest Ecology and Management 258: 1293-1300.

www.dephut.go.id diakses Desember 2015. www.environment.gov.au diakses Desember 2015. www.proseanet.org diakses Desember 2015.