• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Agroforestri Sebagai Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Penyangga Kawasan Konservasi

KAWASAN HUTAN KONSERVASI DI DAS LAKANSAI KABUPATEN BUTON UTARA

Kahirun 1 , Laode Sabaruddin 1 , Mukhtar 2

D. Sistem Agroforestri Sebagai Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Penyangga Kawasan Konservasi

Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015 361 Pengelolaan daerah penyangga adalah perpaduan keserasian pengelolaan lahan hutan dan pertanian sesuai dengan kondisi fisik kawasan untuk mendapatkan hasil optimal guna menunjang sistem perekonomian masyarakat lokal. Daerah penyangga kawasan hutan suaka margasatwa Buton Utara terdiri dari hutan produksi terbatas, hutan produksi, hutan produksi yang dikonversi dan hutan lindung. Khusunya di DAS Lakansai penyangga kawasan konservasi adalah langsung berbatasan dengan areal budidaya pertanian yang banyak menimbulkan alih fungsi lahan hutan. Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dikonversikan menjadi lahan usaha lain. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang dapat mengatasi permasalahan lahan dan hutan.

Pada umumunya di sekitar lahan areal budidaya pertanian di kawasan suaka margasatwa Buton Utara telah menerapkan pola agroforestri dengan beberapa tanaman kehutanan seperti, jati, sengon, jati putih, jabon, sedangkan tanaman pertanian diantaranya, kakao, kopi, jambu mete, pala, cengkeh dan kelapa. Secara spesifik di DAS Lakansai pola agroforestri yang dikembangkan di areal budidaya dampak positif terhadap ketersediaan hara akibat banyaknya seresah tumbuhan dan kapasitas penangkapan hara pada lapisan tanah dalam. Kapasitas penangkapan hara dari pohon dari horison tanah dalam dapat memperkaya ketersediaan hara dalam sistem tanah-tanaman dan juga mengurangi jumlah hara yang hilang akibat terbawa dari aliran permukaan melalui run off dan pencucian sebagai penyebab sumber polusi pada tubuh air (Michel et al., 2007). Demikian pula dengan penutupan lahan pada bantaran sungai merupakan zona penyangga (buffer zone) terhadap laju aliran permukaan dan peningkatan kualitas air sungai. Hal ini terlihat bahwa sungai Lakansai tetap mengalir dengan debit yang normal sepanjang tahun atau fluktuasi debit sungai kecil meskipun dalam kondisi iklim ekstrim. Keuntungan peningkatan kualitas air pada sistem penyangga bantaran sungai merupakan salah satu prinsip dan tujuan dalam praktek agroforestri (Garrett, 2009). Disimpulkan bahwa, penyangga hutan di bantaran sungai dapat mengurangi jumlah sedimen, hara dan pestisida yang terbawa dari aliran air (Schultz et al., 2009; Nair, 2011) .

Pengelolaan hutan dan kawasan konservasi, termasuk upaya rehabilitasi lahan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan, telah memprogramkan pengembangan hutan kemasyarakatan, hutan tanaman, dan hutan rakyat dalam bentuk agroforestry. Sebagai paradigma baru dalam pengelolaan hutan, pelaksanaan hutan kemasyarakatan yang dipadukan dengan model agroforestry diharapkan dapat melestarikan hutan alam melalui peningkatan produktivitas lahan hutan di areal masyarakat atau di lahan kritis. Program ini perlu diadakan di sekitar kawasan konservasi dengan pengembangan model tersebut di daerah penyangga, untuk meningkatkan kesejahteraan dan persepsi masyarakat dalam perlindungan kawasan pelestarian alam.

Praktek agroforestry yang dikembangkan dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat, melalui hutan rakyat atau hutan kemasyarakatan sebenarnya telah berkembang lama di masyarakat. Sistem tersebut merupakan pengetahuan empirik yang dihimpun dalam kurun waktu yang panjang akibat dari ketergantungan masyarakat terhadap hutan. Agroforestry yang dikembangkan masyarakat petani menghasilkan hasil hutan non kayu sebagai hasil utama. Secara ekologis berfungsi sebagai hutan alam karena stratifikasi tajuk dari perpaduan jenis tanaman bersifat perdu dan pohon termasuk buah-buahan dan tanaman jenis pohon yang berasal dari hutan alam (Michon dan Foresta, 1995).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Kawasan Suaka Margasatwa Buton Utara memiliki potensi, peran dan fungsi yang sangat penting bagi ekosistem pulau Buton Utara, dalam ditinjau dari aspek perlindungan perlindungan habitat dan spesies endemik, dilindungi dan terancam punah kelangsungan ekosistem dan lingkungan,

362 Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015

penyerapan potensi dan konservasi karbon, pengatiur tata air, pencegahan erosi dan banjir, penyedia sumber air bagi penduduk, dan fungsi ekologis lainnya.

2. Kawasan Suaka Margasatwa Buton Utara memiliki potensi, peran dan fungsi secara sosial ekonomi bagi masyarakat tempatan dalam bentuk ketergantungan yang besar terhadap keberadaan kawasan hutan, diantaranya pemanfaatan kawasan menjadi ladang serta okupasi oleh sebagian penduduk. Pada sisi lain masyarakat memiliki kesadaran dan pengetahuan yang kurang memadai mengenai arti penting dan peranan kawasan sebagai daerah perlindungan sumber daya hayati (fungsi ekologis), penyediaan air, fungsi ekonomi dan fungsi sosial budaya. 3. Daerah penyangga kawasan suaka margasatwa Buton Utara sangat penting dalam perlindungan dan

pelestarian sumberdaya alam harus didasarkan pada tiga aspek yang saling terkait, yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat, sehingga daerah penyangga memiliki nilai ekonomi yang mampu meningkatkan taraf hidup dan persepsi masyarakat dalam menjaga keutuhan kawasan konservasi.

4. Pemanfaatan lahan dalam bentuk hutan rakyat memberikan manfaat secara ekonomis maupun ekologis bagi kawasan suaka margasatwa Buton Utara dan bagi masayarakat desa sekitar hutan. 5. Peranan vegetasi pada pola agroforestri di daerah penyangga sangat berpengaruh positif dalam upaya-upaya rehabilitasi hutan dan lahan, terutama di satu sisi meningkatkan produkstivitas lahan dan di sisi lain juga meningkatkan kualitas lingkungan baik tanah, air dan hutan.

B. Saran

1. Perlu dukungan pemerintah baik pemerintah daerah maupun di atasnya untuk mengelola daerah penyangga dengan mengembangkan kegiatan pemulihan/rehabilitasi pada kawasan yang terganggu terutama pada zona penyangga dan Daerah Aliran Sungai (DAS).

2. Perlu desain daerah penyangga dengan tujuan untuk produktivitas pertanian di satu sisi namun disisi lain bertujuan untuk konservasi sumberdaya lahan sehingga tercapai suatu keberlanjutan ekonomi maupun ekologis.

3. Lahan kritis di daerah penyangga perlu diatasi melalui pengembangan hutan rakyat dengan pola agroforestry.

4. Perlu penelitian dan pengembangan lebih lanjut di kawasan suaka margasatwa Buton Utara terhadap potensi flora fauna yang memiliki nilai ekonomi dan sosial dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

DISHUT, 2010. Inventarisasi Potensi Hutan Suaka Margasatwa Buton Utara, Dinas Kehutanan Kabupaten Buton Utara, Buranga, Buton Utara, Sulawesi Tenggara.

Garrett, H.E. 2009. North American agroforestry: An integrated science and practice. 2nd ed. ASA, Madison, WI.

Matinahoru, J.M dan J. Hitipeuw. 2005. Kerusakan hutan dan perladangan berpindah pada beberapa desa enclave di Maluku. Majalah EUGENIA, Publikasi Ilmiah Pertanian. Fakultas Pertanian, Usrat Manado.

Michel, G.A., V.D. Nair, and P.K.R. Nair. 2007. Silvopasture for reducing phosphorus loss from subtropical sandy soils. Plant Soil 297:267–276.

Michon, C.T. and de Foresta H. 1995. The Indonesia Agroforest Model. Forest Resource Management and Biodiversity Conervation. The Role of Traditional Agro Ecosystems. IUCN: P90-100. Dalam Agroforest Khas Indonesia, de Foresta et al., ed. 2000.

Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015 363 Nair, P. K. R., 2011. Agroforestry System and Environmental Quality: Introdution, Journal Environ.

Qual. :784–790.

Schultz, R.C., T.M. Isenhart, J.P. Colletti, W.W. Simpkins, R.P. Udawatta, and P.L. Schultz. 2009. Riparian and upland buffer practices. p. 163–218.

Setyawati, T. dan M. Bismark. 2002. Prioritas Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan di Indonesia. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 3 (2) : 131-144.

Uji,T. 2005. Keanekaragaman dan Potensi Flora di Suaka Margasatwa Buton Utara, Sulawesi Tenggara. Jurnal Biodiversitas Vol. 6 No. 3. UNS – Solo.

364 Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015