• Tidak ada hasil yang ditemukan

SELEKSI JENIS-JENIS POHON SEBAGAI KOMPONEN AGROFORESTRI DAERAH KERING Albert Husein Wawo, Peni Lestari, Fauzia Syarif, Ninik Setyowati dan Ning Wikan Utami

IV. SELEKSI JENIS POHON UNTUK KOMPONEN AGROFORESTRI LAHAN KERING

Beberapa jenis tumbuhan baik yang berbentuk pohon maupun semak banyak dijumpai di daerah kering. Jenis-jenis tersebut dapat digunakan sebagai unsur penyusun komponen agroforestri daerah kering selain jenis-jenis tanaman pangan sebagai alley crops. Jenis-jenis pohon dan semak yang digunakan sebagai komponen agroforestri hendaknya memiliki ciri sebagai berikut; tahan kering dan telah beradaptasi dengan iklim kering, cepat tumbuh, perakarannya tidak menghambat pertumbuhan tanaman lain, kanopinya tidak padat namun daunnya mudah rontok, tahan pemangkasan dan tidak menjadi inang bagi hama penyakit. Schroth (1995) menjelaskan bahwa perakaran pohon memiliki keuntungan dalam sistim agroforestri karena perakarannya mampu menahan air dan erosi permukaan, mampu memompa unsur-unsur hara dari lapisan tanah yang lebih dalam dan dibawa ke permukaan tanah, memperbaiki permeabilitas tanah dan mampu

Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015 439 melakukan fiksasi nitrogen dari udara sehingga tanah menjadi subur. Maka dari itu pilihlah jenis pohon yang memiliki sistim perakaran hemat air dan hara, saling melengkapi dengan sistim perakaran tanaman lain dan kepadatan akarnya dapat dikurangi dengan cara pemangkasan. Chuntanaparb & MacDicken (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan yang cepat adalah kriteria penting dalam seleksi jenis-jenis pohon untuk agroforestri, sedangkan bentuk tajuk dan morfologi akar pohon adalah kriteria yang cukup penting untuk dipertimbangkan juga sedangkan kekuatan batang kayu bukan faktor penting dalam seleksi pohon untuk sistim agroforestri. Jenis-jenis pohon yang memenuhi syarat –syarat tersebut antara lain adalah ; turi, lamtoro, kelor, sengon, dadap, jambu batu, sirsak, anona, mangga, nangka, sukun, kemiri, jambu mete, asam, lontar dan cendana (Wawo, 2006) . Tanaman pisang walaupun bukan jenis pohon juga dimasukan sebagai komponen agroforestri karena pisang mampu beradaptasi dengan daerah kering dan cepat memberikan hasil. 1. Turi (Sesbania grandiflora)

Turi termasuk tumbuhan kayu yang tumbuh cepat sehingga sangat bagus sebagai unsur penyusun komponen agroforestri daerah kering. Pertumbuhan turi lebih aktif pada musim kemarau dan pada musim hujan sedikit terhambat. Turi sangat baik ditanam dalam lapisan inti / utama selain daunnya yang mudah rontok, tahan pangkas, perakarannya tidak mengganggu pertumbuhan tanaman pangan, memiliki bintil akar untuk fiksasi nitrogen dan hijauannya untuk pakan ternak. Turi sebaiknya tidak ditanam berdekatan dengan rumput gajah atau kolonjono karena jenis-jenis rumput ini akan mengalahkan pertumbuhan turi (Wawo & Wirdateti, 1999). Pemangkasan pada turi dapat berupa pemangkasan cabang untuk memanen hijauan pakan ternak dan pangkas batang utamanya. Batang utama biasa dipangkas pada umur antara 3 – 4 tahun karena sudah mulai tua dan tinggi. Pemangkasan batang dianjurkan pada ketinggian antara 70 - 100 cm dari permukaan tanah, karena pada ketinggian tersebut batang turi akan bertunas kembali (Wawo & Wirdateti, 1999).

2. Lamtoro lokal (Leucaena glauca)

Lamtoro termasuk tumbuhan yang cocok untuk daerah kering. Lamtoro sangat tahan pangkas sehingga sesuai dikembangkan menjadi unsur penyusun komponen agroforestri. Lamtoro dapat ditanam pada semua lapisan agroforestri. Daunnya yang rontok dapat menyuburkan lahan, hijauannya untuk pakan ternak, cabang dan ranting dapat digunakan untuk kayu bakar. Selain lamtoro lokal saat ini sudah tersebar luas lamtoro hasil silangan yang disebut lamtoro gung. Lamtoro tidak dapat ditanam menggunakan setek batang tetapi hanya menggunakan biji. Biji yang tua direndam dulu dalam air hangat selama 1 jam selanjutnya disemaikan dalam polybag. Setelah tinggi 20 – 25 cm dapat dipindahkan ke lahan agroforestri. Penanaman sebaiknya pada awal musim hujan. Pemangkasan pada lamtoro umumnya pemangkasan cabang untuk memanen hijauan dan cabang untuk kayu bakar. Lamtoro gung yang pohonnya tinggi besar dapat ditanam pada lapisan border dan lapisan peralihan.

3. Kelor (Moringa oleifera)

Tanaman kelor cocok untuk daerah kering, batangnya mampu mencapai tinggi 10 meter, kanopinya tidak padat dan perakarannya relatif dalam. Orang Flores menyebut kelor dengan nama wona, orang Timor menyebutnya dengan nama marungga. Di daerah kering daun kelor menjadi sumber sayuran yang bermutu. Sering juga dimasak bersama nasi menjadi bubur marungga. Sama seperti lamtoro, kelor juga tahan pangkas, daunnya juga rontok sehingga dapat ditanam sebagai unsur penyusun komponen agroforestri pada semua lapisan / bagian agroforestri. Kelor dapat diperbanyak dengan biji. Sebelum ditanam sebaiknya biji kelor ditumbuhkan dahulu dalam polybag. Setelah tinggi 20–30 cm dapat ditanam di lahan agroforestri.

4. Sirsak (Annona muricata)

Tanaman sirsak adalah tanaman buah daerah kering dengan ukuran batang pohon yang tidak besar sehingga dapat dibudidayakan sebagai penyusun komponen agroforestri. Sirsak biasa ditanam pada lapisan peralihan atau lapisan tepi. Walaupun daunnya agak besar tetapi kurang memberikan naungan yang berati sehingga tanaman yang tumbuh di bawah tajuk masih dapat hidup. Walaupun sirsak cocok untuk daerah kering tetapi sirsak membutuhkan curah hujan antara 1500 – 3000 mm per tahun. Tanaman ini membutuhkan air dalam jumlah yang memadai, terutama

440 Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015

saat berbunga dan pembentukan buah (Sunarjono, 2005). Dalam model agroforestri berbasis cendana, sirsak dan jambu batu ditanam satu jalur bersama cendana sebagai inang sekunder dengan jarak 1 – 1,5 m dari cendana (Wawo & Abdulhadi, 2006).

5. Srikaya (Annona reticulata)

Srikaya disebut juga buah nona atau kanonak. Di daerah kering seperti di Timor, Sumba dan Flores, srikaya masih tumbuh liar di padang savana. Rasa daging buahnya manis sehingga dikembangkan menjadi buah daerah kering. Srikaya memiliki batang yang tidak besar sehingga cocok dikembangkan sebagai penyusun komponen agroforestri. Dalam model agroforestri, srikaya ditanam pada lapisan peralihan atau pada jalur pertanaman pagar sebagai inang sekunder cendana. Walaupun srikaya terkenal tahan kering namun tetap membutuhkan air terutama pada saat pembungaan dan pembentukan buah muda. Buah muda yang terbentuk pada musim kemarau (kering) seringkali gagal menjadi buah tua yang matang. Srikaya dapat diperbanyak dengan menggunakan biji. Sebelum ditanam biji srikaya disemai dulu dalam polybag dan setelah bibitnya mencapai tinggi 40 – 50 cm dapat ditanam di lahan agroforestri.

6. Sengon (Paraserianthes falcataria)

Tanaman yang berbentuk pohon besar. Tinggi batang bisa mencapai 20 meter. Tipe tajuk kurang padat, sehingga cahaya matahari dapat menembusnya dan menyinari tanaman yang tumbuh dibawah tajuknya. Sengon tumbuh cepat, perakarannya luas tetapi kayunya kurang kuat namun sengon digunakan sebagai penaung kopi dan daunnya yang gugur dapat menyuburkan tanah. Sebagai penaung, sengon ditanam dengan jarak 10 – 15 meter dalam jalur. Tanaman sengon diperbanyak dengan menggunakan biji. Biji disemaikan terlebih dahulu dalam kantong plastik putih. Setelah mencapai tinggi 70 – 80 cm, bibit sengon telah dapat ditanam di lahan agroforestri. Penanaman sebaiknya pada awal musim hujan.

7. Dadap (Erythrina orientalis)

Dadap sangat cocok untuk daerah kering. Tanaman ini dapat diperbanyak dengan biji dan setek batang. Pertumbuhannya cepat dan mampu mencapai tinggi 10 – 12 meter. Daunnya dapat dijadikan pakan ternak tetapi kayunya tidak baik untuk kayu bakar. Di desa Colol kabupaten Manggarai, NTT, masyarakat melalui kearifannya mengembangkan agroforestri tiga strata menggunakan dadap (strata atas) sebagai penaung kopi (strata tengah) dan lahan di bawah tajuk kopi ditanami talas (Colocasia esculenta), sente (Xanthosoma sp), ganyong (Canna edulis), garut ( Maranta rotundifolia) dan kadang-kadang ubi jalar ( Ipomoea batatas) yang telah beradaptasi dengan naungan sebagai strata bawah. Di tempat terbuka penduduk menanam jagung dan ubi kayu (Wawo, 1998). Sebagai penaung kopi, dadap ditanam dalam jalur dengan jarak 10 m – 15m.

8. Jambu batu (Psidium guajava)

Jambu batu adalah tumbuhan daerah kering. Jambu batu selain menghasilkan buah, tanaman ini sangat baik menjadi inang sekunder cendana. Oleh karena itu dalam sistim agroforestri, jambu batu dapat ditanam berdekatan dengan tanaman cendana. Batang Jambu batu dapat mencapai tinggi hingga 2 -3 meter. Percabangannya tahan pangkas. Dalam sistim agroforestri jambu batu dapat ditanam pada lapisan peralihan atau pada lapisan tepi. Jambu batu dapat diperbanyak dengan biji. Biji terlebih dahulu disemaikan dalam kantong plastik putih. Setelah biji berkecambah dan mencapai tinggi sekitar 20 – 30 cm bibit telah dapat di lahan agroforestri. Saat ini terdapat 2 kultivar jambu batu seperti jambu bangkok dan jambu kristal.

9. Cendana ( Santalum album)

Cendana adalah tanaman daerah kering yang bernilai ekonomi. Tumbuhan endemik Propinsi Nusa Tenggara Timur Timur (NTT). Tumbuhan ini sengaja ditanam dalam komponen agroforestri karena berfungsi sebagai tabungan keluarga petani. Cendana adalah tumbuhan hemi parasitik akar sehingga membutuhkan tumbuhan inang dalam pertumbuhannya. Batang cendana dapat mencapai tinggi 15 – 20 meter dengan diameter hingga 80 – 100 cm. Batang tanaman ini dapat disuling untuk menghasilkan minyak cendana yang mengandung santalol. Minyak cendana dapat digunakan untuk bahan dasar parfum, obat-obatan dan kosmetika. Batang cendana dapat digunakan juga sebagai

Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015 441 bahan ukiran. Dalam sistim agroforestri cendana ditanam dalam lapisan tepi ataupun dalam jalur pertanaman pagar.

10. Asam (Tamarindus indica)

Asam merupakan tanaman daerah kering yang persebarannya sangat luas. Di Timor persebaran asam dilakukan oleh ternak sapi sehingga tanaman asam banyak ditemui di padang savana dan tumbuh tidak beraturan (Wawo, 1998). Batang asam bisa mencapai tinggi 10 – 15 meter dengan diameter antara 80 – 100 cm dan memiliki daun sepanjang tahun (evergreen tree) Tanaman ini menghasilkan polong pada musim kemarau. Setiap pohon dapat menghasilkan ratusan kilogram polong asam. Dalam sistim agroforestri tanaman asam ditanam pada lapisan tepi sebagai border plant. Tanaman asam diperbanyak dengan menggunakan biji. Biji disemaikan dalam kantong plastik putih. Setelah berkecambah dan mencapai tinggi 50 – 60 cm bibit asam telah dapat ditanam dalam lahan agroforestri. Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan.

11. Kelapa (Cocos nucifera) dan Lontar ( Borasus flabelifer)

Kedua jenis tanaman ini adalah tanaman daerah kering yang termasuk suku Arecaceae. Kelapa dan lontar sangat besar manfaatnya dan memiliki nilai ekonomi (Wawo & Abdulhadi, 2006) sehingga dibudidayakan juga dalam sistim agroforestri. Kedua jenis tanaman ini membutuhkan cahaya matahari penuh dan sistim perakarannya kurang padat dan tidak terlalu dalam. Secara alami kedua jenis tanaman ini tidak banyak menambah kesuburan lahan agroforestri sehingga ditanam pada lapisan tepi sebagai border trees.

12. Mangga ( Mangifera indica)

Di Nusa Tenggara Timur, variasi buah mangga sangat tinggi dari buah kecil manis (pau jawa) hingga buah besar berserat kasar dengan rasanya khas (pau wodo) (Wawo & Abdulhadi, 2006). Sangat disayangkan forma-forma tersebut belum dilestarikan dan sekarang sudah punah. Saat ini di NTT telah dibanjiri varietas mangga yang datang dari pulau Jawa seperti arumanis, manalagi, golek, mangga madu dsb. Mangga sangat cocok untuk daerah kering dan panas yang menyebabkan daging buahnya sangat manis. Mangga memiliki batang yang tinggi, tajuknya padat dengan perakarannya dalam dan padat, sehingga mangga sesuai sebagai sebagai tanaman penahan angin. Oleh karena itu dalam sistim agroforestri mangga sebaiknya ditanam pada lapisan tepi sebagai border trees. 13. Nangka (Artocarpus integra) dan Sukun (Artocarpus altilis)

Nangka dan sukun adalah tanaman yang tahan kering. Nangka selalu berbuah sepanjang tahun sehingga menjadi sumber vitamin dan mineral sedangkan sukun menghasilkan buah bersifat musiman dan menjadi sumber karbohidrat. Kedua jenis tanaman ini memiliki tajuk yang lebat dan daun yang besar serta perakarannya yang padat dan dalam sehingga cocok untuk penahan angin. Nangka diperbanyak dengan menggunakan biji sedangkan sukun menggunakan tunas akar. Oleh karena itu dalam sistim agroforestri kedua jenis tanaman ini ditanam pada lapisan tepi sebagai border trees.

14. Kosambi (Schleichera oleosa), Kemiri (Aleurites moluccanum) dan Jambu Mete (Anacardium occidentalum)

Ketiga jenis tanaman ini berbentuk pohon yang tinggi dengan tajuk yang tebal dan memiliki sistim perakaran yang padat dan dalam serta sesuai untuk daerah kering. Ketiga jenis ini memiliki nilai ekonomi, namun hanya kemiri dan jambu mete yang dikembangkan sebagai komoditi perkebunan sedangkan kosambi masih tumbuh liar (Wawo &Abdulhadi, 2006). Batang kayu kosambi sangat keras memiliki energi yang tinggi sering digunakan untuk kayu bakar terutama untuk pengeringan daging sapi (daging sei) dan memasak nira lontar menjadi gula atau alkohol. Untuk komponen agroforestri ketiga jenis tanaman ditanam pada lapisan tepi sebagai border trees. 15. Pisang ( Musa paradisiaca)

Walaupun pisang bukan tanaman berhabitus pohon, namun pisang perlu ditanam dalam lahan agroforestri. Di daerah kering seperti NTT, terdapat berbagai kultivar pisang seperti pisang ambon, raja, kepok, tanduk, susu, emas, barangan. Pisang memiliki kemampuan beradaptasi dengan daerah kering sehingga walaupun kondisi lingkungan sangat kering pisang mampu tumbuh dan menghasilkan tandan buah (Suhardi dkk, 1999). Perakarannya tidak dalam, tapi memiliki daun yang

442 Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2015

lebar dan panjang. Dalam sistim agroforestri, pisang ditanam pada lapisan peralihan dengan jarak yang agak jauh. Pisang yang ditanam secara benar, seperti lobangnya cukup dalam, besar, pupuk kandang yang banyak dan bibitnya cukup besar akan segera menghasilkan anakan dan tandan buah. Batang pisang yang telah dipanen buahnya dapat digunakan untuk pakan ternak babi dan sapi.

V. PENUTUP