• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENGETAHUAN DAN KEPEDULIAN

7.2 Rekomendasi

Dari hasil penelitian ini beberapa isu direkomendasikan untuk dapat mengoptimal COREMAP- CTI di Kabupaten Raja Ampat.

1. Pendampingan secara intensif. Keberadaan COREMAP masih sangat diperlukan di lokasi penelitian. Namun mengingat rendahnya kualitas SDM di desa, dibutuhkan pendampingan yang dilakukan secara intensif.

2. Peningkatan koordinasi dengan aparat pemerintah desa. Belajar dari pengalaman COREMAP II, perlu peningkatan koordinasi dengan aparat desa, khususnya dalam pengelolaan sarana dan prasarana desa yang dibangun oleh COREMAP.

3. Revitalisasi Pokmaswas (Kelompok Pengawasan Masyarakat). Secara umum, pemahaman masyarakat terkait pentingnya pelestarian SDL dan SDP di wilayah mereka cukup tinggi, namun belum berpartisipasi secara aktif untuk menjaga wilayahnya. Untuk itu Pokmaswas yang berada di lokasi COREMAP perlu revitalisasi.

4. Penegasan kesepakatan Daerah Perlindungan Laut (DPL). Setelah berakhirnya COREMAP II, keberadaan DPL yang telah disepakati, sudah tidak lagi ditaati oleh masyarakat. Selain karena sebagian besar tandanya sudah hilang, tidak ada sanksi bagi mereka yang melanggar kesepakatan tersebut.

5. Evaluasi ulang lokasi COREMAP-CTI. Terkait tujuan COREMAP yang antara lain adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang matapencaharian utama berasal dari cukup baik. Hal ini dapat dipahami mengingat wilayah ini telah

menjadi lokasi COREMAP tahap I dan II. Meskipun hanya 2,5 persen yang mengetahui secara benar definisi dari terumbu karang, 0,5 persen yang mengetahui definis padang lamun dan mangrove tidak bisa disimpulkan bahwa masyarakat tidak mengetahui ketiga ekosistem tersebut. Mengingat sebagian besar responden adalah nelayan, ada kemungkinan mereka mengetahui bentuk dari terumbu karang, padang lamun maupun mangrove, namun mereka tidak mengetahui definisi ilmiah dari ekosistem sumber daya laut tersebut.

Sebaliknya, pengetahuan masyarakat tentang fungsi dan manfaat dari terumbu karang, padang lamun, dan mangrove cukup baik. Hasil survei juga menunjukkan bahwa hampir semua (94 persen; N=200) responden mengatakan bahwa ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat ikan atau biota hidup, bertelur, memijah, dan mencari makan. Sebanyak 77,5 persen responden (N=200) memahami fungsi padang lamun sebagai spawning, nursery, dan feeding ground. Sementara, sebanyak 77 persen responden (N=200) di lokasi penelitian menyebutkan fungsi mangrove sebagai pelindung daerah pesisir dari ombak, angin, badai, dan topan atau siklon.

Pertanyaan selanjutnya dalam survei individu bertujuan untuk melihat pengetahuan masyarakat mengenai manfaat dari ekosistem pesisir dan laut. Responden pada umumnya mengetahui manfaat sosial, ekonomi, dan ekologi dari terumbu karang, padang lamun, dan mangrove. Secara keseluruhan, penduduk di Pulau Batanta (Desa Yenanas dan Desa Amdui) memiliki pengetahuan mengenai fungsi dan manfaat ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan mangrove yang lebih baik bila dibandingkan dengan penduduk di Pulau Salawati (Desa Wamega dan Kapatlap).

Masyarakat di desa lokasi penelitian tidak hanya memiliki pengetahuan yang baik mengenai manfaat dari ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan mangrove. Tetapi mereka juga mampu menjelaskan kondisi ketiga ekosistem tersebut. Secara keseluruhan,

masyarakat menyebutkan bahwa kondisi ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan mangrove dalam keadaan baik. Responden menyatakan bahwa kondisi ekosistem yang kurang baik (10,5 persen) dan rusak (3,5 persen) paling parah dialami oleh terumbu karang bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya.

7.2 Rekomendasi

Dari hasil penelitian ini beberapa isu direkomendasikan untuk dapat mengoptimal COREMAP- CTI di Kabupaten Raja Ampat.

1. Pendampingan secara intensif. Keberadaan COREMAP masih sangat diperlukan di lokasi penelitian. Namun mengingat rendahnya kualitas SDM di desa, dibutuhkan pendampingan yang dilakukan secara intensif.

2. Peningkatan koordinasi dengan aparat pemerintah desa. Belajar dari pengalaman COREMAP II, perlu peningkatan koordinasi dengan aparat desa, khususnya dalam pengelolaan sarana dan prasarana desa yang dibangun oleh COREMAP.

3. Revitalisasi Pokmaswas (Kelompok Pengawasan Masyarakat). Secara umum, pemahaman masyarakat terkait pentingnya pelestarian SDL dan SDP di wilayah mereka cukup tinggi, namun belum berpartisipasi secara aktif untuk menjaga wilayahnya. Untuk itu Pokmaswas yang berada di lokasi COREMAP perlu revitalisasi.

4. Penegasan kesepakatan Daerah Perlindungan Laut (DPL). Setelah berakhirnya COREMAP II, keberadaan DPL yang telah disepakati, sudah tidak lagi ditaati oleh masyarakat. Selain karena sebagian besar tandanya sudah hilang, tidak ada sanksi bagi mereka yang melanggar kesepakatan tersebut.

5. Evaluasi ulang lokasi COREMAP-CTI. Terkait tujuan COREMAP yang antara lain adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang matapencaharian utama berasal dari cukup baik. Hal ini dapat dipahami mengingat wilayah ini telah

menjadi lokasi COREMAP tahap I dan II. Meskipun hanya 2,5 persen yang mengetahui secara benar definisi dari terumbu karang, 0,5 persen yang mengetahui definis padang lamun dan mangrove tidak bisa disimpulkan bahwa masyarakat tidak mengetahui ketiga ekosistem tersebut. Mengingat sebagian besar responden adalah nelayan, ada kemungkinan mereka mengetahui bentuk dari terumbu karang, padang lamun maupun mangrove, namun mereka tidak mengetahui definisi ilmiah dari ekosistem sumber daya laut tersebut.

Sebaliknya, pengetahuan masyarakat tentang fungsi dan manfaat dari terumbu karang, padang lamun, dan mangrove cukup baik. Hasil survei juga menunjukkan bahwa hampir semua (94 persen; N=200) responden mengatakan bahwa ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai tempat ikan atau biota hidup, bertelur, memijah, dan mencari makan. Sebanyak 77,5 persen responden (N=200) memahami fungsi padang lamun sebagai spawning, nursery, dan feeding ground. Sementara, sebanyak 77 persen responden (N=200) di lokasi penelitian menyebutkan fungsi mangrove sebagai pelindung daerah pesisir dari ombak, angin, badai, dan topan atau siklon.

Pertanyaan selanjutnya dalam survei individu bertujuan untuk melihat pengetahuan masyarakat mengenai manfaat dari ekosistem pesisir dan laut. Responden pada umumnya mengetahui manfaat sosial, ekonomi, dan ekologi dari terumbu karang, padang lamun, dan mangrove. Secara keseluruhan, penduduk di Pulau Batanta (Desa Yenanas dan Desa Amdui) memiliki pengetahuan mengenai fungsi dan manfaat ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan mangrove yang lebih baik bila dibandingkan dengan penduduk di Pulau Salawati (Desa Wamega dan Kapatlap).

Masyarakat di desa lokasi penelitian tidak hanya memiliki pengetahuan yang baik mengenai manfaat dari ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan mangrove. Tetapi mereka juga mampu menjelaskan kondisi ketiga ekosistem tersebut. Secara keseluruhan,

DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth, C.H., Pitcher, T.J., Rotinsulu, C. (2008). Evidence of

Fishery Depletions and Shifting Cognitive Baselines in Eastern Indonesia. Biological Consrvation. Vol. 141 pp 848-859.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Jumlah Penduduk Menurut

Distrik, 2010 - 2013. Retrieved from:

http://rajaampatkab.bps.go.id/website/tabelExcelIndo/Indo_12 _13789756.xls

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Kabupaten Raja Ampat dalam

Angka 2014. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik Kabupaten

Raja Ampat Retrieved from http://rajaampatkab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Kabupate

n-Raja-Ampat-Dalam-Angka-2014.pdf.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Kecamatan Batanta Selatan

Dalam Angka 2014. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik

Kabupaten Raja Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Kecamatan Salawati Utara

Dalam Angka 2014. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik

Kabupaten Raja Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Produk Domestik Regional

Bruto Kabupaten Raja Ampat Menurut Lapangan Usaha 2013. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik Kabupaten Raja

Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Statistik Daerah Kabupaten

Raja Ampat 2014. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik

Kabupaten Raja Ampat. perikanan tangkap, pemilihan lokasi COREMAP CTI di Raja

Ampat perlu dievaluasi. Dari informasi yang diperoleh, penduduk di beberapa lokasi COREMAP di Pulau Salawati dan Pulau Batanta telah beralih matapencaharian dari perikanan tangkap ke sektor lain. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap aspek sosial ekonomi COREMAP.

DAFTAR PUSTAKA

Ainsworth, C.H., Pitcher, T.J., Rotinsulu, C. (2008). Evidence of

Fishery Depletions and Shifting Cognitive Baselines in Eastern Indonesia. Biological Consrvation. Vol. 141 pp 848-859.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Jumlah Penduduk Menurut

Distrik, 2010 - 2013. Retrieved from:

http://rajaampatkab.bps.go.id/website/tabelExcelIndo/Indo_12 _13789756.xls

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Kabupaten Raja Ampat dalam

Angka 2014. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik Kabupaten

Raja Ampat Retrieved from http://rajaampatkab.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Kabupate

n-Raja-Ampat-Dalam-Angka-2014.pdf.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Kecamatan Batanta Selatan

Dalam Angka 2014. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik

Kabupaten Raja Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Kecamatan Salawati Utara

Dalam Angka 2014. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik

Kabupaten Raja Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Produk Domestik Regional

Bruto Kabupaten Raja Ampat Menurut Lapangan Usaha 2013. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik Kabupaten Raja

Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Statistik Daerah Kabupaten

Raja Ampat 2014. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik

Kabupaten Raja Ampat. perikanan tangkap, pemilihan lokasi COREMAP CTI di Raja

Ampat perlu dievaluasi. Dari informasi yang diperoleh, penduduk di beberapa lokasi COREMAP di Pulau Salawati dan Pulau Batanta telah beralih matapencaharian dari perikanan tangkap ke sektor lain. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap aspek sosial ekonomi COREMAP.

Kabupaten Raja Ampat dan COREMAP II Kabupaten Raja Ampat.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat. (2010).

Rencana Pengelolaan Terumbu Karang dan Pembangunan Kampung. Kampung Yenanas Distrik Batanta Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Waisai: DKP

Kabupaten Raja Ampat dan COREMAP II Kabupaten Raja Ampat.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat. 2014. Laporan

Rekapitulasi Jumlah Produksi Ikan Kabupaten Raja Ampat 2010-2013.

Dirhamsyah. 2007. An Economic Valuation of Seagrass Ecosystems In

East Bintan, Riau Archipelago, Indonesia. Journal Oseanologi

dan Limnologi di Indonesia. Vol. 33 hal. 257-270.

Hidayati, D. (2002). Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang

Indonesia. Studi Kasus Desa Mola Utara Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Propinsi Sulawesi Tenggara. Jakarta:

COREMAP-LIPI.

Hidayati, D., Widayatun, Harfina, D., Situmorang, A., Fitranita, dan Pujihartana. (2014). Panduan Riset dan Monitoring Terumbu

Karang dan Ekosistem Terkait. Jakarta: COREMAP-CTI Pusat

Penelitian Oseanografi LIPI.

http://regional.coremap.or.id/raja_ampat/profil_kabupaten/ekonomi_b isnis/perhubungan_laut/ diakses tanggal 25 November 2015.

Coral Reef Rehabilitation and Management Program Raja

Ampat.

http://www.kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdata-kawasan-konser asi/details/1/64 diakses tanggal 23 November 2015. Data Kawasan Konservasi. Konservasi Jenis Ikan dan Keluatan. BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Statistik Daerah Kecamatan

Salawati Utara 2014. Kota Waisai: BPS Kabupaten Raja

Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Statistik Daerah Kecamatan

Salawati Utara. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik

Kabupaten Raja Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2015). Produk Domestik Regional

Bruto Kabupaten Raja Ampat Menurut Lapangan Usaha 2010-2014. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik Kabupaten

Raja Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2015). Raja Ampat Dalam Angka 2015. Kota Waisai: BPS Kabupaten Raja Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2015). Statistik Daerah Kabupaten

Raja Ampat 2015. Kota Waisai: BPS Kabupaten Raja Ampat.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat. (2010).

Rencana Pengelolaan Terumbu Karang dan Pembangunan Kampung. Kampung Amdui Distrik Batanta Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Kota Waisai: DKP

Kabupaten Raja Ampat dan COREMAP II Kabupaten Raja Ampat.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat. (2010).

Rencana Pengelolaan Terumbu Karang dan Pembangunan Kampung. Kampung Kapatlap Distrik Salawati Utara, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Waisai: DKP

Kabupaten Raja Ampat dan COREMAP II Kabupaten Raja Ampat.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat. (2010).

Rencana Pengelolaan Terumbu Karang dan Pembangunan Kampung. Kampung Wamega Distrik Salawati Utara, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Waisai: DKP

Kabupaten Raja Ampat dan COREMAP II Kabupaten Raja Ampat.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat. (2010).

Rencana Pengelolaan Terumbu Karang dan Pembangunan Kampung. Kampung Yenanas Distrik Batanta Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Waisai: DKP

Kabupaten Raja Ampat dan COREMAP II Kabupaten Raja Ampat.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat. 2014. Laporan

Rekapitulasi Jumlah Produksi Ikan Kabupaten Raja Ampat 2010-2013.

Dirhamsyah. 2007. An Economic Valuation of Seagrass Ecosystems In

East Bintan, Riau Archipelago, Indonesia. Journal Oseanologi

dan Limnologi di Indonesia. Vol. 33 hal. 257-270.

Hidayati, D. (2002). Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang

Indonesia. Studi Kasus Desa Mola Utara Kecamatan Wangi-Wangi, Kabupaten Buton, Propinsi Sulawesi Tenggara. Jakarta:

COREMAP-LIPI.

Hidayati, D., Widayatun, Harfina, D., Situmorang, A., Fitranita, dan Pujihartana. (2014). Panduan Riset dan Monitoring Terumbu

Karang dan Ekosistem Terkait. Jakarta: COREMAP-CTI Pusat

Penelitian Oseanografi LIPI.

http://regional.coremap.or.id/raja_ampat/profil_kabupaten/ekonomi_b isnis/perhubungan_laut/ diakses tanggal 25 November 2015.

Coral Reef Rehabilitation and Management Program Raja

Ampat.

http://www.kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/basisdata-kawasan-konser asi/details/1/64 diakses tanggal 23 November 2015. Data Kawasan Konservasi. Konservasi Jenis Ikan dan Keluatan. BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Statistik Daerah Kecamatan

Salawati Utara 2014. Kota Waisai: BPS Kabupaten Raja

Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2014). Statistik Daerah Kecamatan

Salawati Utara. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik

Kabupaten Raja Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2015). Produk Domestik Regional

Bruto Kabupaten Raja Ampat Menurut Lapangan Usaha 2010-2014. Kota Waisai: Badan Pusat Statistik Kabupaten

Raja Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2015). Raja Ampat Dalam Angka 2015. Kota Waisai: BPS Kabupaten Raja Ampat.

BPS Kabupaten Raja Ampat. (2015). Statistik Daerah Kabupaten

Raja Ampat 2015. Kota Waisai: BPS Kabupaten Raja Ampat.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat. (2010).

Rencana Pengelolaan Terumbu Karang dan Pembangunan Kampung. Kampung Amdui Distrik Batanta Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Kota Waisai: DKP

Kabupaten Raja Ampat dan COREMAP II Kabupaten Raja Ampat.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat. (2010).

Rencana Pengelolaan Terumbu Karang dan Pembangunan Kampung. Kampung Kapatlap Distrik Salawati Utara, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Waisai: DKP

Kabupaten Raja Ampat dan COREMAP II Kabupaten Raja Ampat.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Raja Ampat. (2010).

Rencana Pengelolaan Terumbu Karang dan Pembangunan Kampung. Kampung Wamega Distrik Salawati Utara, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Waisai: DKP

Kecil Daerah Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat. Data dan Analisis. Papua Barat: Pemerintah Kabupaten Raja Ampat.

Veron, J.E.N., DeVantier, L.M., Turak, E., Green, A.L., Kininmonth, S., Stafford-Smith, M., dan Peterson, N. (2009). Delineating

The Coral Triangle. Galaxea. Vol. 11 pp. 91-100.

Wallace, C.C., Turak, E., dan DeVantier, L. (2011). Novel Characters

in A Conservative Coral Genus: Three New Species of Astreopora (Scleractinia: Acroporidae) From West Papua.

Journal of Natural History. Vol. 45 (31-32) pp 1905-1924. Widayatun, Situmorang, A., dan Antariksa, IGP. (2007). Kondisi

Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II Kasus Kabupaten Raja Ampat. Jakarta: COREMAP-LIPI.

Widayatun, Situmorang, A., dan Antariksa, IGP. (2008). Kondisi

Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II Kabupaten Raja Ampat: Hasil BME. Jakarta: COREMAP-LIPI.

Widiastuti, A. 2011. Kajian Nilai Ekonomi Produk dan Jasa

Ekosistem Lamun Sebagai Pertimbangan Dalam Pengelolaannya (Studi Kasus Konservasi Padang Lamun di Pesisir Timur Pulau Bintan). Depok: Universitas Indonesia.

Hukom, F.D. dan Pelasula, D. (2012). Laporan Akhir Baseline Studi

Kondisi Terumbu Karang, Lamun, dan Mangrove di Perairan Pantai Utara Sebelah Timur (Lautem s.d Com) Timor Leste.

Jakarta: Arafura and Timor Seas Ecosystem Action Project. Kahn, B. 2007. Marine Mammals of The Raja Ampat Islands: Visual

and Acoustic Cetacean Survey and Training Program. Apex

Environmental, Bali.

McKenna, S.A., Allen, G.R., dan Suryadi, S. 2002. A Marine Rapid

Assessment of the Raja Ampat Islands, Papua Province, Indonesia. RAP Bulletin of Biological Assessment 22.

Washington DC: Conservation International.

Muzaki, A.A. (2008). Analisis Spasial Kualitas Ekosistem Terumbu

Karang Sebagai Dasar Penentuan Kawasan Konservasi Laut Dengan Metode Cell Based Modelling di Karang Lebar dan Karang Congkak Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan Konsorsium Atlas Sumberdaya Pesisir Kabupaten Raja Ampat. (2006). Atlas

Sumberdaya Pesisir Kabupaten Raja Ampat Provinsi Irian Jaya Barat. Manokwari: Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan

Konsorsium Atlas Sumberdaya Pesisir Kabupaten Raja Ampat. Rumetna, L., Amin, M.I., Rotinsulu, C., Mongdong, M. (2011).

Pembentukan Struktur Tata Kelola (Lembaga Pengelola) yang Representatif Untuk Pengelolaan Jejaring Kawasan Konservasi Laut Daerah Raja Ampat yang Efektif. Indonesia: The Nature

Concervancy.

Unit Pelaksana Teknis Dinas Taman Pulau-Pulau Kecil Daerah Dinas Kelautan dan Perikanan (UPTD TPPKD DKP) Kabupaten Raja Ampat. (2012). Rencana Pengelolaan Taman Pulau-Pulau

Kecil Daerah Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat. Data dan Analisis. Papua Barat: Pemerintah Kabupaten Raja Ampat.

Veron, J.E.N., DeVantier, L.M., Turak, E., Green, A.L., Kininmonth, S., Stafford-Smith, M., dan Peterson, N. (2009). Delineating

The Coral Triangle. Galaxea. Vol. 11 pp. 91-100.

Wallace, C.C., Turak, E., dan DeVantier, L. (2011). Novel Characters

in A Conservative Coral Genus: Three New Species of Astreopora (Scleractinia: Acroporidae) From West Papua.

Journal of Natural History. Vol. 45 (31-32) pp 1905-1924. Widayatun, Situmorang, A., dan Antariksa, IGP. (2007). Kondisi

Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II Kasus Kabupaten Raja Ampat. Jakarta: COREMAP-LIPI.

Widayatun, Situmorang, A., dan Antariksa, IGP. (2008). Kondisi

Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II Kabupaten Raja Ampat: Hasil BME. Jakarta: COREMAP-LIPI.

Widiastuti, A. 2011. Kajian Nilai Ekonomi Produk dan Jasa

Ekosistem Lamun Sebagai Pertimbangan Dalam Pengelolaannya (Studi Kasus Konservasi Padang Lamun di Pesisir Timur Pulau Bintan). Depok: Universitas Indonesia.

Hukom, F.D. dan Pelasula, D. (2012). Laporan Akhir Baseline Studi

Kondisi Terumbu Karang, Lamun, dan Mangrove di Perairan Pantai Utara Sebelah Timur (Lautem s.d Com) Timor Leste.

Jakarta: Arafura and Timor Seas Ecosystem Action Project. Kahn, B. 2007. Marine Mammals of The Raja Ampat Islands: Visual

and Acoustic Cetacean Survey and Training Program. Apex

Environmental, Bali.

McKenna, S.A., Allen, G.R., dan Suryadi, S. 2002. A Marine Rapid

Assessment of the Raja Ampat Islands, Papua Province, Indonesia. RAP Bulletin of Biological Assessment 22.

Washington DC: Conservation International.

Muzaki, A.A. (2008). Analisis Spasial Kualitas Ekosistem Terumbu

Karang Sebagai Dasar Penentuan Kawasan Konservasi Laut Dengan Metode Cell Based Modelling di Karang Lebar dan Karang Congkak Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan Konsorsium Atlas Sumberdaya Pesisir Kabupaten Raja Ampat. (2006). Atlas

Sumberdaya Pesisir Kabupaten Raja Ampat Provinsi Irian Jaya Barat. Manokwari: Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan

Konsorsium Atlas Sumberdaya Pesisir Kabupaten Raja Ampat. Rumetna, L., Amin, M.I., Rotinsulu, C., Mongdong, M. (2011).

Pembentukan Struktur Tata Kelola (Lembaga Pengelola) yang Representatif Untuk Pengelolaan Jejaring Kawasan Konservasi Laut Daerah Raja Ampat yang Efektif. Indonesia: The Nature

Concervancy.

Unit Pelaksana Teknis Dinas Taman Pulau-Pulau Kecil Daerah Dinas Kelautan dan Perikanan (UPTD TPPKD DKP) Kabupaten Raja Ampat. (2012). Rencana Pengelolaan Taman Pulau-Pulau

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Distribusi Persentase Pengetahuan Responden Mengenai Terumbu Karang di Lokasi Penelitian, Kabupaten Raja Ampat Tahun 2015

Pengetahuan

Terumbu Karang Yenanas Amdui Wamega Kapatlap Total

Mengerti 2 1,8 5 1,9 2,5

Kurang mengerti 72 78,9 67,5 81,1 75,5

Tidak mengerti 26 19,3 27,5 17 22

N 50 57 40 53 200

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait Indonesia, 2015.

Lampiran 2.

Distribusi Persentase Pengetahuan Responden Mengenai Padang Lamun di Lokasi Penelitian, Kabupaten Raja Ampat Tahun 2015

Pengetahuan Padang

Lamun Yenanas Amdui Wamega Kapatlap Total

Mengetahui - - 2,5 - 0,5

Kurang mengetahui 84 98,2 80 88,7 88,5

Tidak mengetahui 16 1,8 17,5 11,3 11

N 50 57 40 53 200

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait Indonesia, 2015.

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Distribusi Persentase Pengetahuan Responden Mengenai Terumbu Karang di Lokasi Penelitian, Kabupaten Raja Ampat Tahun 2015

Pengetahuan

Terumbu Karang Yenanas Amdui Wamega Kapatlap Total

Mengerti 2 1,8 5 1,9 2,5

Kurang mengerti 72 78,9 67,5 81,1 75,5

Tidak mengerti 26 19,3 27,5 17 22

N 50 57 40 53 200

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait Indonesia, 2015.

Lampiran 2.

Distribusi Persentase Pengetahuan Responden Mengenai Padang Lamun di Lokasi Penelitian, Kabupaten Raja Ampat Tahun 2015

Pengetahuan Padang

Lamun Yenanas Amdui Wamega Kapatlap Total

Mengetahui - - 2,5 - 0,5

Kurang mengetahui 84 98,2 80 88,7 88,5

Tidak mengetahui 16 1,8 17,5 11,3 11

N 50 57 40 53 200

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait Indonesia, 2015.

Persentase Responden Menurut Pendapat Tentang Kondisi Padang Lamun di Lokasi Penelitian, Kabupaten Raja Ampat, Tahun 2015

Kondisi Padang Lamun

Yenanas Amdui Wamega Kapatlap Total

Baik 94 82,5 65 71,7 79

Kurang Baik - 1,8 17,5 11,3 7

Rusak 2 3,5 - 3,8 2,5

Tidak Tahu 4 12,3 17,5 13,2 11,5

N 50 57 40 53 200

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait Indonesia, 2015.

Persentase Responden Menurut Pendapat Tentang Kondisi Mangrove di Lokasi Penelitian, Kabupaten Raja Ampat, Tahun 2015

Kondisi

Mangrove Yenanas Amdui Wamega Kapatlap Total

Baik 88 87,7 67,5 75,5 80,5

Kurang Baik 4 1,8 15 7,5 6,5

Rusak 4 - - 3,8 2

Tidak Tahu 4 10,5 17,5 13,2 11

N 50 57 40 53 200

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait Indonesia, 2015.

Lampiran 5.

Persentase Responden Yang Mengetahui Penyebab Kerusakan Terumbu Karang, di Lokasi Penelitian, Kabupaten Raja Ampat, Tahun 2015

Penyebab Kerusakan

Terumbu Karang Yenanas Amdui Wamega Kapatlap Total

Penebangan hutan mangrove secara berlebihan - 1,8 - - 0,5 Penangkapan ikan/biota secara berlebihan 6 5,3 2,5 11,3 6,5 Penangkapan ikan/biota menggunakan alat/bahan yang merusak (misal: bom, bius, pukat

8 8,8 7,5 9,4 8,5

Lampiran 3.

Distribusi Persentase Pengetahuan Responden Mengenai Mangrove di Lokasi Penelitian, Kabupaten Raja Ampat Tahun 2015

Pengetahuan

Mangrove Yenanas Amdui Wamega Kapatlap Total

Mengetahui - - 2,5 - 0,5

Kurang mengetahui 84 86 67,5 88,7 82,5

Tidak mengetahui 16 14 30 11,3 17

N 50 57 40 53 200

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait Indonesia, 2015.

Lampiran 4.

Persentase Responden Menurut Pendapat Tentang Kondisi Terumbu Karang, di Lokasi Penelitian, Kabupaten Raja Ampat, Tahun 2015

Kondisi Terumbu

Karang

Yenanas Amdui Wamega Kapatlap Total

Baik 88 77,2 55 69,8 73,5

Kurang Baik 2 7 22,5 13,2 10,5

Rusak 6 3,5 - 3,8 3,5

Tidak Tahu 4 12,3 22,5 13,2 12,5

N 50 57 40 53 200

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang dan Ekosistem Terkait Indonesia, 2015.

Persentase Responden Menurut Pendapat Tentang Kondisi Padang Lamun di Lokasi Penelitian, Kabupaten Raja Ampat, Tahun 2015

Kondisi Padang Lamun

Yenanas Amdui Wamega Kapatlap Total

Baik 94 82,5 65 71,7 79

Kurang Baik - 1,8 17,5 11,3 7

Rusak 2 3,5 - 3,8 2,5

Tidak Tahu 4 12,3 17,5 13,2 11,5

N 50 57 40 53 200

Sumber: Data Primer, Survei Data Dasar Aspek Sosial Terumbu Karang dan

Dokumen terkait