• Tidak ada hasil yang ditemukan

RONA LINGKUNGAN HIDUP

Dalam dokumen amdal_h.pdf (Halaman 82-131)

2.1. KOMPONEN FISIKA-KIMIA

Data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Tanjung Priok. Untuk memberikan deskripsi rona awal curah hujan, suhu udara, arah dan kecepatan angin di Pantai Utara Jakarta, diambil dari Stasiun Tanjung Priok untuk data 10 (sepuluh) tahun terakhir.

2.1.1.Iklim

1. Data Iklim

Iklim di lokasi dideskripsikan lewat parameter-parameter: tipe iklim, curah hujan, suhu udara, kelembaban relatif (RH) udara serta arah dan kecepatan angin. Data iklim yang dipakai adalah data tahun 2003-2014 dari Stasiun Meteorologi Tanjung Priok, Jakarta Utara.

a. Tipe Iklim

Data selama tahun 2003-2014 menunjukkan curah hujan tahunan rata-rata sebesar 1.816 mm/tahun. Nisbah rata-rata bulan kering terhadap bulan basah adalah 0,7027 atau 70,27%. Dengan demikian, menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, tipe iklim daerah sekitar termasuk tipe iklim D. Hal ini berarti iklim di daerah tersebut tergolong sedang karena jumlah bulan kering relatif sama dibanding jumlah bulan basah.

b. Curah Hujan

Curah hujan rata-rata bulanannya disajikan pada Gambar II.1. Curah hujan rata-rata bulanan di atas 100 mm (bulan basah) dijumpai pada bulan November–Maret dan juga di Bulan Mei, dengan curah hujan tertinggi pada bulan Februari. Curah hujan bulanan rata-rata di bawah 60 mm (bulan kering) dijumpai pada Bulan Juli - September.

Gambar II.1. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan 2003-2014 (Data Stasiun Meteorologi Tanjung Priok)

c. Suhu Udara

Variasi suhu bulanan disajikan pada Tabel 2.1 dan Gambar II.2. Suhu minimum Bulanan terendah dijumpai pada Bulan Februari, dengan nilai 25,0 °C; sedangkan suhu maksimum bulanan tertinggi dijumpai pada Bulan Oktober, dengan nilai 33,3 °C. Variasi suhu berkisar antara 6,0 -7,3 °C. Variasi suhu terbesar dijumpai pada Bulan Agustus dan September dengan rentang 25,5- 32,8 °C untuk bulan Agustus dan 25,9-33,1 °C untuk bulan September.

Tabel 2.1. Variasi Suhu Bulanan (°C) 2003-2014

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Minimum 25.2 25.0 25.6 26.0 26.1 25.8 25.4 25.5 25.9 26.8 26.0 25.6 Rataan 27.8 27.6 28.3 28.9 28.9 28.6 28.3 28.5 28.9 29.3 28.9 28.2 Maksimum 31.2 31.0 32.0 32.9 33.0 32.6 32.4 32.8 33.1 33.3 32.9 31.7

Sumber Data: Stasiun Meteorologi Tanjung Priok

d. Kelembaban

Kelembaban berkisar dari minimum 69,5% pada bulan Agustus sampai maksimum 80,6% pada bulan Februari, dengan rata-rata 74,0 %. Variasi bulanan kelembaban sekitar lokasi disajikan pada Gambar II.3.

Gambar II.3. Rataan Kelembaban Bulanan 2003-2014 (Data Stasiun Meteorologi Tanjung Priok)

e. Arah dan Kecepatan Angin

Kecepatan angin rata-rata bulanan berkisar antara 0,51-5,26 m/s dengan rata-rata 2,78 m/s. Distribusi arah dan kecepatan angin disajikan pada Gambar II.4. Arah angin dominan berasal dari Barat dengan kecepatan dominan 2,1-3,6 m/s serta dari Timur Laut dengan kecepatan dominan 3,6-5,7 m/s.

2.1.2.Kualitas Udara

Pengukuran terhadap kualitas udara di sekitar lokasi reklamasi, yakni di Pantai Mutiara (Perairan Laut Dangkal Sisi Utara Kelurahan Pluit) telah dilakukan untuk mengetahui kondisi kualitas udara sebelum kegiatan reklamasi berlangsung. Hasil pengukuran kualitas udara disajikan pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2. Hasil Pengukuran Kualitas Udara

NO PARAMETER WAKTU

PENGUKURAN BAKU MUTU

HASIL

U1 U2

1 Nitrogen Dioksida (NO2) 1 jam 400 µ g/Nm3 1) 6.55 20.59

2 Sulfur Dioksida (SO2) 1 jam 900 µ g/Nm3 1) < 9.441 < 9.441

3 Karbon Monoksida (CO) 1 jam 26000 µ g/Nm3 1) 2286 1143

4 Debu (TSP) 24 jam 230 µ g/Nm3 1) 71.68 31.21 5 Oksidan (O3)* 1 jam 200 µ g/Nm3 1) < 0.6171 < 0.6171 6 Timbal (Pb)* 24 jam 2 µ g/Nm3 1) < 0.64 < 0.04 7 Hidrokarbon (HC)* 3 jam 160 µ g/Nm3 1) 0.0007 0.0074 Temperatur - - 30ᴼC 30ᴼC Kelembaban Relatif 59% 58%

` Kecepatan Angin 4.2 - 14.2 Km/Jam 4.4 - 13.6 Km/Jam

Arah Angin Selatan Selatan

Sumber : PT. Mitralab Buana, September 2013 Keterangan : *) = Parameter yang belum diakreditasi

¹) = Keputusan Gubernur Prov. DKI Jakarta Nomor 551/2001 (Lampiran I) U1 = Depan Pos Satpam; U2 = Depan Apartemen Regata

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa secara keseluruhan parameter kualitas udara yang diukur di 2 (dua) titik lokasi masih berada di bawah baku mutu yang ditetapkan (Keputusan Gubernur Prov. DKI Jakarta Nomor 551/2001).

2.1.3.Kebisingan

Pengukuran tingkat kebisingan juga dilakukan di sekitar lokasi reklamasi untuk mengetahui kondisi intensitas bising sebelum kegiatan Reklamasi Pulau H berlangsung. Hasil pengukuran tingkat kebisingan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan

No LOKASI WAKTU

SAMPLING

HASIL

PENGUKURAN BAKU MUTU *)

1 Depan Pos Satpam Pantai Mutiara

10.45 - 11.00

(WIB) 54.7 dBA

Perumahan dan Pemukiman : 55 dBA 2 Depan Apartemen

Regata

11.05 - 11.20

(WIB) 50.6 dBA

Sumber : PT. Mitralab Buana, September 2013

Keterangan : *) = Keputusan Gubernur Prov. DKI Jakarta Nomor 551/2001 (Lampiran III) Tentang Syarat Kebisingan Maksimum yang diperkenankan.

Hasil pengukuran tingkat kebisingan di sekitar lokasi proyek berkisar antara 50,6 – 54,7 dBA, masih memenuhi nilai baku kebisingan sesuai Keputusan Gubernur Prov. DKI Jakarta

2.1.4.Kualitas Air Laut

Pengukuran terhadap kondisi fisik kimia kualitas air laut di sekitar lokasi kegiatan saat studi ANDAL (2013) ini telah dilakukan di 4 (empat) lokasi untuk mengetahui kondisi kualitas air laut sebelum kegiatan reklamasi berlangsung. Hasil pengukuran kualitas air laut dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut.

Tabel 2.4. Hasil Analisis Kualitas Air Laut

No PARAMETER SATUAN BAKU MUTU ** HASIL UJI

AL 1 AL 2 AL 3 AL 4

A FISIKA

1 Kecerahan m Coral > 5 4.5 5.0 1.2 1.5

Mangrove > 3

2 Kekeruhan NTU < 5 < 5.0 < 5.0 < 5.0 < 5.0

3 Kebauan - alami Tidak

berbau Tidak berbau

Tidak berbau

Tidak berbau 4 Total Padatan Tersuspensi

(TSS)* mg/L 80 24.7 20.4 17.6 18.1 5 Suhu ᴼC Alami 28.8 29.4 28.9 29.6 Coral 28 – 30 Mangrove 28 – 32

6 Lapisan Minyak - Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil

7 Sampah - Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil

B KIMIA

1 pH* - 7 - 8,5 7.20 7.23 7.11 7.18

2 Salinitas % Alami 31.3 30.1 31.2 31.3

3 BOD mg/L 20 12 11 11 12

4 Oksigen Terlarut (DO) mg/L > 5 3.18 3.31 3.26 3.14

5 Amoniak (NH₃-N)* mg/L 0,3 0.75 0.52 0.065 < 0.011 6 Fosfat (PO₄) mg/L 0,015 1.32 0.76 0.54 0.77 7 Nitrat (NO₃-N) mg/L 0,008 < 2.21 < 2.21 < 2.21 < 2.21 8 Sianida (CN) mg/L 0,5 < 0.005 < 0.005 < 0.005 < 0.005 9 Sulfida (H₂)S mg/L 0,01 < 0.04 < 0.04 < 0.04 < 0.04 10 Fenol mg/L 0,002 < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 11 MBAS* mg/L 1 < 0.020 < 0.020 < 0.020 < 0.020

12 Minyak & Lemak* mg/L 1 < 1.41 < 1.41 < 1.41 < 1.41

13 Raksa (Hg) mg/L 0,001 < 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 < 0.0005 14 Krom Valensi 6(Cr⁶⁺) mg/L 0,005 < 0.005 < 0.005 < 0.005 < 0.005 15 Arsenat (As) mg/L 0,012 < 0.002 < 0.002 < 0.002 < 0.002 16 Kadmium (Cd)* mg/L 0,001 < 0.0016 < 0.0016 < 0.0016 < 0.0016 17 Timbal (Pb) mg/L 0,008 < 0.025 < 0.025 < 0.025 < 0.025 18 Nikel (Ni) mg/L 0,05 < 0.020 < 0.020 < 0.020 < 0.020 19 Tembaga (Cu)* mg/L 0,008 < 0.004 < 0.004 < 0.004 < 0.004 20 Seng (Zn)* mg/L 0,05 < 0.006 < 0.006 < 0.006 < 0.006 C MIKROBIOLOGI 1 Total Coliform MPN/100mL 1000 0 0 0 0

2 Bakteri Patogen Sel/100ml Nihil Negatif Negatif Negatif Negatif

Sumber : PT. Mitralab Buana, September 2013 Keterangan: * Parameter yang sudah diakreditasi.

** Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 (Lampiran III), Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. ”<” Menunjukkan milai terkecil dari pengukuran yang didapatkan berdasarkan metode yang digunakan.

AL1 : Air Laut 1, Titik Koordinat S 06005’30,0” E 106047’13,38” AL2 : Air Laut 2, Titik Koordinat S 06005’30,48” E 106047’43,86” AL3 : Air Laut 3, Titik Koordinat S 06004’57,36” E 106047’23,7” AL4 : Air Laut 4, Titik Koordinat S 06004’01,09” E 106047’38,04”

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa Amoniak di lokasi AL1 dan AL2 di atas baku mutu, dan kadar Fosfat di semua lokasi pengukuran berada di atas baku mutu yang ditetapkan. Tingginya kadar fosfat dan amoniak menunjukkan perairan di sekitar lokasi proyek telah terkontaminasi oleh air limbah dari kegiatan domestic di daratan yang terbawa melalui aliran waduk pluit yang bermuara ke perairan pantai utara. Berdasarkan data pemantauan tahun 2010 dan data pengukuran kualitas air laut tahun 2013, terlihat bahwa parameter Fosfat dan Amoniak/Nitrat cenderung tinggi.

Sedimen tersuspensi didominasi oleh sumber muara sungai dan berfungsinya pompa Pluit, sehingga meningkatkan beban sedimen tersuspensi dari 0,14 – 0,28 g/m^3 oleh peningkatan laju air (Gambar II.5). Konsentrasi ini lebih (jauh) rendah dari nilai konsestrasi sampling TSS (Tabel 2.4), sehingga tidak tervalidasi.

Gambar II.5. Sedimen tersuspensi pada kondisi eksisting

2.1.5.Kuantitas Air Permukaan (Banjir)

Informasi kondisi hidrologi di daratan sekitar Pulau H bersumber dari Kajian Sistem Tata Air Upland Area Reklamasi Pulau H yang dilakukan oleh PT. LAPI Ganeshatama Consulting, Agustus 2013, yang mencakup jaringan drainase sekitar daratan terdekat di bagian Selatan

rencana Pulau H, yaitu yang mengalir menuju Waduk Pluit serta Kali Karang yang berlokasi di bagian Barat rencana Pulau H.

Debit banjir dari hulu yang mengalir menuju Waduk Pluit didasarkan pada data debit banjir dengan periode ulang 50 tahun sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar II.6 (Kajian dan Perencanaan Teknis Sistem Polder Pintu Air Hailai Marina Jakarta, PT. Matra Ciptraripta Consult, Tahun 2010). Sedangkan debit banjir Kali Karang didasarkan analisa konsultan dengan periode ulang rencana 25 tahun mengingat kali karang merupakan salah satu kali besar yang berada dibagian Barat rencana Pulau H.

Debit banjir sistem jaringan drainase menuju Waduk Pluit ditunjukan oleh hisdrograf saluran Tubagus Angke, saluran Bandengan, saluran Kali Besar, anak Kali Ciliwung dan anak Kali Karang (Gambar II.7, II.8, II.9, II.10 dan II.11). Debit banjir saluran Tubagus Angke adalah sebesar 21,80 m3/hari, saluran Bandengan adalah sebesar 31,84 m3/detik, saluran Kali Besar adalah sebesar 271,81 m3/detik, anak Kali Ciliwung adalah sebesar 123,99 m3/detik, serta anak Kali Karang adalah sebesar 156,51 m3/detik.

Gambar II.7. Hydrograf Debit Banjir Saluran Tubagus Angke

Gambar II.11. Hydrograf Debit Banjir Anak Kali Karang

2.1.6.Land Subsidence level untuk Jakarta Utara

Selain banjir yang disebabkan oleh luapan air sungai, daerah Jakarta Utara juga rawan oleh fenomena banjir rob. Banjir rob merupakan istilah banjir yang disebabkan oleh meluapnya air laut hingga ke darat. Banjir rob ini umumnya terjadi saat air laut mengalami pasang tinggi. Banjir rob ini juga terjadi karena ada kecenderungan penurunan muka tanah di daerah Jakarta Utara. Dengan menurunnya permukaan tanah mempunyai arti bahwa daratan berada lebih rendah daripada air laut. Permukaan tanah ini umumnya disebabkan oleh kehilangan cadangan air tanah di dalam tanah Jakarta. Kekosongan ini dikompensasi dengan menurunnya muka tanah. Penurunan muka tanah di Jakarta di beberapa lokasi sebesar 6 – 7 cm/Tahun (Abidin et al, 2009).

Penurunan muka tanah di Jakarta dapat disebabkan oleh empat hal, yaitu: ekstraksi air tanah yang berlebihan, beban bangunan dan konstruksi, konsolidasi tanah alluvial dan aktifitas tektonik. Sampai saat ini, tidak terdapat informasi mengenai kontribusi setiap faktor pada penurunan muka tanah di setiap lokasi dan varasi secara spasial dari penurunan tersebut. Pada kasus Jakarta, aktifitas tektonik merupakan faktor yang paling sedikit berpengaruh sedangkan pengambilan air tanah merupakan kontributor tertinggi. Gambar berikut memperlihatkan kontur penurunan muka tanah selama periode 1982 sampai 1991 dan dari 1991 sampai 1997.

Gambar II.12. Kontur penurunan muka tanah (Sumber: Abidin et al. 2009)

Berdasarkan Lee et al (2003), Pantai Mutiara direklamasi dengan tiga tahap pembangunan. Tahap pertama adalah bagian A (Gambar II.14) dibangun dari tahun 1986 sampai 1988, tahap kedua adalah bagian B diselesaikan tahun 1994 dan tahap ketiga atau bagian C diselesaikan tahun 2007. Oleh karena itu, penurunan muka tanah telah berlangsung selama 17 tahun terakhir. Dalam rangka keperluan analisis dari laju penurunan suatu titik, referensi diatur sebesar 0.65 m di jalan bagian barat. Dengan acuan tersebut dan 17 tahun waktu penurunan, laju penurunan muka tanah dapat dihitung seperti pada Gambar II.15. Hasil analisis survei tersebut memberikan laju penurunan rata-rata sekitar 2.5 cm/tahun.

Gambar II.15. Laju penurunan muka tanah (m/tahun) (EXPO 2012)

Dari sumber referensi tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut Abidin et al menjelaskan penurunan muka tanah di Jakarta antara 6-15 cm per tahun dan berdasarkan Lee et al laju penurunan muka tanah di Pantai Mutiara rata-rata sekitar 2,5 cm per tahun. Dalam Per. Gub. No. 146 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Membangun dan Pelayanan Perizinan Prasarana Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dinyatakan asumsi penurunan muka tanah antara 7-14 cm/tahun, sedangkan desain teknis reklamasi yang digunakan di Pulau H asumsi penurunan muka tanah sebesar 7,5 cm.

2.1.7.Hidro Oseanografi

Kondisi hidrooseanografi di sekitar rencana Pulau H dapat dijelaskan berdasarkan beberapa variabel, diantaranya yang didukung oleh kajian dengan tingkat lebih luas namun tetap relevan terhadap kondisi perairan sekitar Pulau H.

1. Oceanografi

a. Kondisi Pasang Surut Pantai Mutiara

dengan tanggal 7 Juni 2012 adalah 1.2 m. Jenis pasang surut adalah diurnal dilihat dari Gambar II.16 dan perhitungan bilangan Formzhal yaitu sebesar 3.414. Elevasi penting dari analisis pasang surut di pantai Mutiara ini diperlihatkan oleh Tabel 2.5. HHWL atau Highest High Water Spring dapat mencapai 66.58 cm dari muka laut rata sedangkan Lowest Water Spring dapat mencapai -58.42 cm dari muka laut rata-rata.

Gambar II.16. Kondisi pasang surut di Pantai Mutiara

Tabel 2.5. Elevasi penting pasang surut (cm), diikatkan pada MSL

b. Batimetri

Kondisi batimetri di perairan sekitar rencana Pulau H dijelaskan melalui hasil survai yang dilakukan pada tahun 2013 (PT. LAPI Ganeshatama Consulting) (Gambar II.17). Berdasarkan hasil tersebut lokasi rencna Pulau H berada pada kedalaman –6 m d di bagian Selatan, sedangkan di bagian Utara berada pada kedalaman -8 m.

2. Gelombang

Hasil studi yang dilakukan PT. Taman Harapan Indah bekerjasama dengan PT. LAPI Ganeshatama Consulting (Agustus 2013) tentang analisis gelombang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Data Angin dan Gelombang

Data yang digunakan sebagai input untuk kajian kondisi gelombang adalah data dari model global NOAA Wavewatch III. Pada data tersebut dapat ditentukan gelombang yang pernah terjadi selama kurun waktu 2000-2012 di daerah Jakarta Utara. Gambar

II.18 memperlihatkan perbandingan data hasil pengukuran dan data model global

memperlihatkan di antara data dan model memperlihatkan korelasi satu sama lain. Sehingga model ini dapat digunakan untuk analisis kondisi gelombang di daerah kajian.

Gambar II.18. Data Gelombang Di Sekitar Rencana Lokasi Pulau H

Variasi tinggi gelombang di seluruh perairan Indonesia diperlihatkan oleh Gambar

II.19. Secara umum energi gelombang di Laut Jawa dekat dengan perairan Teluk

Jakarta dikategorikan sedang. Secara umum pola angin di Jakarta Utara dan sekitarnya dapat dibagi menjadi empat kategori berdasarkan musim, yaitu:

1) Musim barat (Desember, Januari, Februari)

Pada bulan Desember, Januari dan Februari arah angin bertiup dominan dari arah barat (43.60%), barat laut (25.21%), dan barat daya (12.09%) dengan kecepatan dominan 3-5 m/det (32.94%), 5-7 m/det (31.24%) dan 1-3 m/det (17.30%). Hal ini

terjadi karena adanya pengaruh dari angin pasat timur laut dimana angin datang dari daerah bertekanan tinggi di lintang 300 LU menuju daerah bertekanan rendah di ekuator.

2) Musim Peralihan 1 (Maret, April, Mei)

Pengaruh dari pergerakan matahari dari selatan ke utara pada bulan Maret, April dan Mei menyebabkan adanya transisi perubahan arah datangnya angin bertiup. Di Wilayah Tarakan pada musim peralihan 1 ini dominasi angin musim barat berkurang dengan komposisi arah datang angin yaitu tenggara (18.44%), timur (16.89%) dan barat daya (13.86%). Sedangkan dari segi kecepatan angin bertiup musim peralihan 1 ini juga menunjukkan ada pengurangan dari musim barat di mana prosentasi angin yang bertiup dengan kecepatan 3-5 m/det berkurang dari 32.94% menjadi 39.31%, sedangkan terlihat juga prosentasi rentang kecepatan angin 1-3 m/det naik menjadi 30.09% dan rentang 5-7 m/det turun menjadi 21.16%.

3) Musim Timur (Juni, Juli, Agustus)

Perubahan pola arah bertiup angin dari musim barat dan peralihan 1 terlihat pada musim timur ini, dimana dominasi arah angin berasal dari tenggara (50.98%), timur (25.26%), selatan (13.78%) melampaui prosentase angin yang datang dari lintang tinggi, hal ini terjadi pengaruh dari adanya angin pasat tenggara dimana daerah tekanan tinggi terbentuk pada 300 LS. Kecepatan angin berhembus juga bertambah pada musim timur ini yaitu rentang 3-5 m/det (34.45%), rentang 5-7 m/det bertambah prosentasinya menjadi 33.87% dan rentang 7-9 m/det bertambah menjadi 14.45%.

4) Musim Peralihan 2 (September, Oktober, November)

Pengaruh dari pergerakan matahari dari utara ke selatan pada bulan September, Oktober dan November menyebabkan adanya transisi perubahan arah datangnya angina bertiup. Di Wilayah Jakarta Utara pada musim peralihan 2 ini dominasi angin musim timur berkurang dan ditandai oleh berkurangnya prosentase angin dari arah tenggara (29.09%), timur (16.68%) dan selatan (15.37%).

Pola windrose tahunan dari data sepanjang 24 tahun (1989-2012) menunjukkan angin Tenggara adalah angin dominan dengan frekuensi kejadian mencapai 25.07%. Dominan kedua adalah angin dari timur dengan frekuensi kejadian 15.20%. Sedangkan angin dari barat mencapai 14.53%. Kecepatan dominan berada pada kisaran 3-5 m/detik dengan frekuensi 36.28% , kisaran 5-7 m/detik mencapai 27.36% sedangkan kecepatan angin dengan kisaran 1-3 m/detik memiliki frekuensi sebesar 21.92%.

Sumber data: PT. LAPI Ganeshatama Consulting (Agustus, 2013).

Gambar II.19. Windrose Jakarta Utara (1989-2012)

Pola gelombang di wilayah Jakarta Utara yang didapat dari model global Wavewatch III dapat juga dibagi menjadi empat kategori berdasarkan musim, yaitu:

1) Musim Barat (Desember, Januari, Februari)

Pada bulan Desember, Januari, Februari angin bertiup terutama dari Barat Laut (39.26%), Barat (32.05%) dan Utara (10.92%) dengan kecepatan dominan 3 sampai 5 m/det (32.94%), 5-7 m/det (31.24%) dan 1-3 m/det (17.30%). Panjang fetch dari Barat Laut sekitar 145 km menyebabkan gelombang dari Barat Laut mendominasi frekuensi kejadian dengan persentase sebesar 39.26% diikuti oleh gelombang dari Barat mencapai 32.05%. Tinggi gelombang dominan adalah 0.6-1.0 m (25.23%), 0.6-1.0-1.4 m (20.10%) dan 0.2-0.6 m (19.19%). Periode gelombang dominan adalah 5-7 detik (26.77%), 7-9 detik (25.29%), 9-11 detik (23.60%). Gelombang tertinggi terjadi di musim barat dibandingkan dengan musim lainnya dengan gelombang yang melebihi 2.2 m mencapai 3.67%.

2) Musim Peralihan I (Maret, April, Mei)

Pergeseran arah angin dominan dan kecepatan pada musim peralihan ini juga merubah arah gelombang dominan seperti dari Timur (16.13%), penurunan dari arah Barat (32.05%) dan penurunan dominasi dari arah Barat Laut (10.25%).

Sedangkan untuk tinggi gelombang dominan tidak berubah secara signifikan namun terjadi pengurangan nilai ditandai dengan peningkatan di sekitar 0.2 sampai 0.6 m (20.14%), penurunan di 0.6-1.0 m (17.42%) dan 1.0-1.4 m (8.45%) dibandingkan dengan musim barat. Periode dominan yang terjadi adalah 5-7 detik (22.83%), 7-9 detik (15.52%) dan 9-11 detik (7.00%).

3) Musim Timur (Juni, Juli, Agustus)

Pada musim timur ini, arah gelombang dominan dari Timur (24.91%), Timur Laut (2.15%) dan Barat (1.04%). Tinggi dominan berada pada kisaran 0.6-1.0 m (11.00%) diikuti oleh kisaran 1.0-1.4 m (7.76%) dan 0.2-0.6 m (7.75%). Periode domain berada pada kisaran 7-9 detik (14.68%) dan 5-7 detik (11.49%).

4) Musim Peralihan II (September, Oktober, November)

Pada musim peralihan kedua ini terlihat bahwa kondisi gelombang mendekati kondisi musim peralihan pertama dimana tinggi gelombang dominan berada pada kisaran 0.2-0.6 m (15.55%) dan 0.6-1.0 m (12.77%). Periode gelombang dominan adalah 5-7 detik (17.96%), 7- 9 detik (11.68%) dan 3-5 detik (5.96%). Sedangkan arah gelombang dari Timur (15.78%), Timur Laut (4.65%) dan Barat (9.72%).

Pola waverose dari data tahunan selama 24 tahun (1989-2012) menunjukkan gelombang dominan berasal dari Timur dengan frekuensi kejadian mencapai 14.64% diikuti oleh dominan kedua dari Barat dengan frekuensi kejadian 13.74% (Gambar

II.20). Sedangkan tinggi gelombang dominan 0.6-1.0 m (16.54%) dan 0.2-0.6 m

(15.63%). Periode gelombang dominan berada pada kisaran 5-7 detik dengan frekuensi kejadian 19.71%, periode 7-9 detik mencapai 16.73%.

Sumber data: PT. LAPI Ganeshatama Consulting (Agustus, 2013).

Gambar II.20. Waverose di Teluk Jakarta dari 1989-2012

b. Simulasi Gelombang

Untuk kajian ini (PT. LAPI Ganeshatama Consulting, Agustus 2013) dilakukan simulasi penjalaran gelombang sampai ke daerah pantai menggunakan model MIKE SW. Simulasi untuk kondisi eksisting sebelum reklamasi dilakukan menggunakan gelombang yang paling tinggi yaitu 4 m dan periode 13.017 detik dari arah Utara. Pada kajian ini digunakan model dari MIKE SW.

1) Desain Simulasi

Hasil simulasi gelombang untuk kondisi maksimum diperlihatkan oleh Gambar

Laut sedangkan tinggi gelombang maksimum yang terjadi sebelum gelombang tersebut pecah adalah sekitar 1.4 m di utara pantai Mutiara. Setelah gelombang pecah secara berangsur angsur energinya pun berkurang dimana di pantai Mutiara sekitar 0.8 m. Hal ini pun berlaku untuk kondisi dimana pulau H telah terbangun tetapi terjadi pengurangan yang cukup signifikan di muara waduk Pluit.

Gelombang musim barat datang dari arah Barat Laut dengan ketinggian maksimum 4 meter. Hasil simulasi pada musim barat pada kondisi eksisting diperlihatkan oleh Gambar II.21. Energi gelombang meluruh seiring dengan penjalaran menuju pantai Jakarta. Tinggi gelombang pada lokasi reklamasi mencapai 0.6 m pada kondisi eksisting.

Gambar II.21. Gelombang Musim Barat Dengan Kondisi Eksisting

Gelombang musim timur datang dari arah Timur Laut juga dengan ketinggian maksimum 4 meter. Hasil simulasi pada pada musim timur pada kondisi eksisting diperlihatkan oleh Gambar II.22. Energi gelombang meluruh seiring dengan penjalaran menuju pantai Jakarta. Tinggi gelombang pada lokasi reklamasi mencapai 0.9 m pada kondisi eksisting. Apabila meninjau kedua musim angin dominan tersebut maka gelombang dari musim timur memberikan gelombang yang lebih besar di lokasi reklamasi.

Gambar II.22. Gelombang Musim Timur Dengan Kondisi Eksisting

3. Kondisi Sedimentasi Sekitar Pulau H

Kondisi sedimentasi di sekitar rencana Pulau H diidentifikasi melalui hasil survai dan interpretasi sumber-sumber sedimen potensial di sekitar Pulau H (Gambar II.23), yaitu muara Kali Karang dan pompa Pluit yang memberikan jumlah sedimen konservatif sebesar 10 kg/m3 dan 0,001 kg/m3 secara kontinyu.

Pola endapan sedimen diperlihakan oleh Gambar II.24 dan II.25. Untuk endapan sedimen tanpa sumber pompa Pluit besaran endapan adalah sekitar 0,13 m/tahun. Warna merah menggambarkan nilai endapan sebesar 0.13 m/tahun dan warna ungu menyatakan gerusan sebesar 0.13 m/tahun. Pada kajian ini dapat diperlihatkan pola endapan sedimen secara kualitatif dimana ada beberapa daerah yang mengalami endapan dan ada beberapa area yang mengalami gerusan. Gerusan terjadi di saluran muara pompa Pluit, hal ini diakibatkan oleh kecepatan aliran akibat pompa yang lebih dominan dari pada kecepatan aliran di saluran akibat hidrodinamika pasang surut. Sedangkan endapan terjadi di sekitar mulut saluran muara pompa Pluit atau sebelah tenggara dari rencana wilayah reklamasi Pulau H.

Gambar II.24. Endapan sedimen pada kondisi eksisting

Pola endapan sedimen sebagaimana diperlihakan oleh Gambar II.25 menunjukkan kondisi endapan dengan pompa Pluit. Warna merah menggambarkan nilai endapan sebesar 0.9 m .Pada kajian ini dapat diperlihatkan pola endapan sedimen secara kualitatif dimana ada beberapa daerah yang mengalami endapan dan Sedangkan endapan terjadi di sekitar mulut saluran muara pompa Pluit atau sebelah tenggara dari rencana wilayah reklamasi Pulau H. Akibat dari adanya sumber sedimen dari pompa menyebabkan adanya endapan di depan mulut pompa. Pompa yang mengeluarkan sumber sedimen memberikan pengurangan gerusan.

Gambar II.25. Endapan sedimen pada kondisi eksisting

4. Sebaran Thermal Di Sekitar PLTU Muara Karang

Kondisi sirkulasi PLTU Muara Karang dijelaskan berdasarkan posisi inlet dan outlet PLTU Muara Karang diperlihatkan oleh Gambar II.26 berikut.

Gambar II.26. Lokasi inlet dan Outlet PLTU Muara Karang

Dengan menggunakan debit outlet dan inlet adalah 12 m3/s untuk outlet Barat dan 48 m/s3 untuk outlet Timur serta thermal konservatif berdasarkan selisih terhadap suhu air laut normal atau ∆T sebesar 100oC untuk inlet dan 60oC untuk outlet sebelah Timur dan

Dalam dokumen amdal_h.pdf (Halaman 82-131)

Dokumen terkait