• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Penulis telah melakukan penelitian terhadap kumpulan cerpen Ah. . . Gerimis

Itu karya Hidayat dengan analisis struktural untuk membuktikan bahwa kumpulan

18

cerpen tersebut layak disebut sebagai karya sastra, berdasarkan susunan dan

hubungan anatar unsur yang membangun karya. Dan penulis menyarankan agar

dilakukan penelitian kembali terhadap kumpulan cerpen Ah. . . Gerimis Itu karya

Hidayat dari sudut analisis yang lain, sehingga akan menjadi data tambahan dan

bahan referensi bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, khususnya mahasiswa

Departemen Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara.

18

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M.H. 1997. The Miror and The Lamp. New York: Oxford University

Press.

Aminuddin. 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Bahasa

dan Sastra. Malang : Yayasan Asih Asah Asuh.

Aziez, Furqonul dan Abdul Hasim. 2010. Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar.

Bogor : Ghalia Indonesia.

Djojosuroto, Kinayati dan M.L.A. Sumaryati. 2000. Prinsip-Prinsip Dasar Dalam

Penelitian Bahasa dan Sastra. Jakarta: Nuansa.

Endaswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Widyatama.

Esten, Mursal. 1982. Sastra Indonesia dan Tragedi Subkultural. Bandung:

Angkasa.

Fananie, Zainuddin. 2001. Telaah Sastra. Surakarta : Muhammadiyah University

Press.

Indrawan. Tanpa Tahun. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Lintas

Media.

Jabrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : Hanindita Graha

Widia.

Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Koentjaraningrat. 1991. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta :

Gramedia.

Luxemburg, Jan Van, Meikel Basl, Willem G Westeijn. 1986. Pengantar Ilmu

Sastra (terj. Dick Hartoko), Jakarta: Gramedia.

Malo, Manase. 1985. Materi Pokok Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Karumika

Universitas Terbuka.

18

Mursal, Esten. 1990. Kesusasteraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung:

Angkasa.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press.

Pamulat, Ning Sri. 2001. Analisis Struktural Cerita Bersambung “Astirin

Mbalela”; Skripsi Sarjana. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni UNY.

Pradopo, Rahmat Djoko. 2001. “Penelitian Sastra dengan Pendekatan Semiotik”,

Dalam Jabrohim dan Ari Wulandari (Ed), Metode Penenlitian Sastra.

Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Pradopo, Rachmad Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta :

Gama Media.

Pradopo, Rachmad Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode, Kritik, dan

Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Satoto, Soediro. 1993. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: UNS Press.

Sayuti, Suminto. A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.

Semi, Atar. 1993. Anatomi Sastra. Jakarta: Angkasa Raya.

Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar teori Sastra. Jakarta: PT Grasindo.

Sudjiman, Panuti. 1998. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta : Pustaka Jaya.

Sulastin, Sutrisno. 1983. Hikayat Hang Tuah: Analisis Struktur dan Fungsi.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta:

Gramedia.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya.

Teeuw, A. 1984. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta : Gramedia.

Tjahjono, Liberatus Tengsoe. 1988. Sastra Indonesia, Pengantar Teori dan

Apresiasi. Flores : Nusa Indah.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusasteraan. (DiIndonesiakan

oleh Melani Budianta). Jakarta : Gramedia.

Yusuf, Kamal. 2009. Teori Sastra (Modul Mata Kuliah Fakultas Adab, Jurusan

Bahasa dan Sastra Arab IAIN Sunan Ampel Surabaya). Surabaya: IAIN

Sunan Ampel Surabaya.

18

Zulfanur, Z.F., Sayuti Kurnia, dan Zunar Z. Adji. 1996. Teori Sastra. Jakarta:

Depdikbud.

Sinopsis Cerpen Bom

Tiga tahun menganggur membuat Dayat berpikir bagaimana cara

membangkitkan kesadaran masyarakat di sekitar tempat tinggal Dayat. Dayat

menganggur bukan karena ia bodoh atau tidak memiliki kemampuan. Dayat

menganggur karena tidak mampu memberikan persekot (uang suap) pada

perusahaan tempatnya melamar kerja.

Budaya suap memang sangat kental dalam masyarakat tempat tinggal Dayat.

Budaya suap tersebut menyebabkan ledakan pengangguran, khususnya kalangan

pemuda di desa Dayat. Untuk menggugah kesadaran masyarakat, Dayat

berinisiatif mengirimkan surat ke kantor-kantor pemerintahan yang berisi, bahwa

di desanya ada Bom yang berkekuatan besar, mengalahkan bom Hirosima dan

Nagasaki.

Mendengar kabar tersebut, orang-orang di desa Dayat ricuh. Setelah semua

pihak yang mendapatkan surat berkumpul, lalu Dayat memberitahukan bahwa

bom yang berkekuatan dahsyat tersebut adalah persekot. Persekot telah

menciptakan ledakan pengangguran. Ledakan pengangguran yang dapat

menhancurkan desa mereka dan juga daerah lain. Setelah mendengarkan

penjelasan dari Dayat, mereka sadar bahwa selama ini mereka tidak pernah

berpikir sejauh itu.

18

Sinopsis Cerpen Ah… Gerimis Itu

Bercerita tentang kesedihan dan penyesalan seorang wanita bernama Imah,

atas kematian Somad, suaminya. Konflik dimulai ketika Imah dan Somad sedang

merenda kemesraan sebagai pengantin baru. Di luar rumah gerimis menemani

mereka. Tiba-tiba saja Imah meminta agar Somad menyatukan kembali jempolnya

yang diamputasi karena terkena bisa ular. Tapi, begitu jempol Somad bersatu

dengan tangannya, Somad berteriak histeris. Tubuhnya kejang, matanya merah,

dari seluruh pori-porinya keluar keringat. Menurut diagnose dokter, Somad

keracunan bias ular.

Menariknya, peristiwa-peristiwa penting bagi tokoh Imah terjadi di waktu

gerimis. Suasana gerimis dalam cerita ini menjadi ciri khas latar suasana dalam

cerpen. Misalnya saja pertemuan pertama antar Imah dan Somad terjadi ketika

Somad menumpang berteduh di rumah Imah karena tak tahan akan dinginnya

gerimis, atau kematian Somad yang mendadak juga terjadi saat gerimis. Sehingga

hubungan antar unsur latar dan penokohan terasa sangat erat ketika pengarang

memunculkan konflik batin tokoh dalam menghadapi datangnya gerimis.

18

Sinopsis Cerpen Opportunitis

Ada tujuh tokoh dalam cerpen Opportunitis yang dilambangkan pengarang

dengan huruf A, B, C, D, E, F, dan G. Masing-masing tokoh memiliki pekerjaan

sebagai petani, gelandangan, penarik becak, pedagang, penjual obat kaki lima,

politikus, dan seniman. Semua tokoh tersebut selalu menyesali hidup yang di

jalani dan selalu berandai-andai jika mereka memilih jalan hidup yang lain

mungkun kehidupan yang mereka jalani akan lebih mudah. Si petani ingin

menjadi pedagang, pedagang ing menjadi gelandangan, gelandangan ingin

menjadi petani, dan seterusnya.

Hingga akhirnya ketujuh tokoh dikumpulkan dalam satu ruangan yang

dinamakan “Alam Rasa”, lalu sebuah suara berseru pada mereka semua dan

memperingatkan bahwa hidup adalah tanggung jawab. Keinginan hati tidak

pernah ada ujungnya. Dan jika mereka terus saja berandai-andai, maka mereka

sama saja dengan pecandu narkotik kelas wahid, sama seperti pelamun sejati.

18

Sinopsis Cerpen Kawin Undi

Bapak Kepala Desa yang dikenal bijaksana oleh warganya kini bingung

karena desanya dilanda musibah. Siti, gadis desa yang cantik dan lugu, dihamili

oleh tujuh pemuda desa dan salah satu dari pemuda tersebut adalah Sigit, anak

Bapak Kepala Desa. Hebatnya lagi, Siti hamil bukan karena diperkosa tetapi

karena persetubuhan bergilir antara ketujuh pemuda tersebut. Persetubuhan

dilakukan atas kesepakatan bersama dan dengan bayaran yang telah ditetapkan.

Setelah dihitung, ternyata Siti telah disetubuhi sebanyak 23 kali.

Bingung dalam menentukan siapa yang harus bertanggung jawab atas

kehamilan Siti, maka Bapak Kepala Desa membuat undian semacam arisan.

Masing-masing dari pemuda tersebut diberi kesempatan untuk mengambil

gulungan kertas sebanyak persetubuhan yang mereka lakukan. Pemuda yang

mendapat gulungan kertas berisi tulisan yang ditulis oleh tangan Siti, dialah

pemenangnya.

Hingga akhirnya Sigit menjadi pemenang undian dan berhak menikah dengan

Siti. Hasil tersebut diterima dengan gembira oleh Siti dan Sigit.

18

Sinopsis Cerpen Alunan Biola Penghabisan

Beratnya kehidupan setelah kemerdekaan, membuat Pak Karta seorang

mantan veteran, begitu merindukan masa mudanya. Masa ketika ia bergerilya

bertempur merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Masa muda yang selalu

ditemani oleh boila kesayangannya dalam menikmati waktu senggang. Begitu

terdengar alunan musik dari senar biolanya, maka tentramlah batin Pak Karta.

Kerinduan Pak Karta terus mengukung jiwanya, hingga ketika sakaratul maut

dating, Pak Karta tidak rela meninggalkan dunia sebelum kerinduannya terobati.

Pak Karta pun tersiksa dalam sakaratul maut. Selama seminggu Pak Karta

terbaring, tidak dapat berbuat apa-apa, mulutnya ingin mengucapkan sesuatu tapi

tidak bisa. Hingga muncullah seorang lelaki bernama Brata, teman seperjuangan

Pak Karta. Brata bercerita bahwa Pak Karta adalah seorang yang gagah berani

dalam merebut kemerdekaan, tetapi setelah kemerdekaan direbut Pak Karta hanya

menjadi tukang pangkas pinggir jalan. Brata lalu meminta istri Pak Karta untuk

mengambil biola kesayangan milik Pak Karta, Brata mengalunkan musik

Selendang Sutra. Mendengar alunan musik tersebut Pak Karta tersenyum, seolah

semua kerinduannya terjawab sudah. Perlahan Pak Karta menyebut asma Allah

dan menghembuskan nafas terakhir.

Dokumen terkait