• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.1 Sejarah Kedatangan Orang Jawa Ke Tanah Deli

Kedatangan orang Jawa ke tanah Deli sumatera Utara secara historis tidak terlepas dari sejarah pembukaan perkebunan di Deli oleh perusahaan-perusaahan kapitalis swasta Eropa dan Amerika. Perusahan-perusahaan ini mula-mula membuka perkebunan tembakau kemudian karet dan kelapa sawit. Tanah Deli kemudian benar-benar menjadi ajang petualangan besar kapitalis di Nusantara sepanjang zaman kolonial. Kolonialisasi ekonomi itu kemudian diikuti oleh masuknya pemerintah kolonial yang diikuti dengan campur tangan para misionaris.24

Dalam catatan sejarah menyebutkan bahwa pada tahun 1889 di Deli telah terdapat 170 perkebunan tembakau, meskipun jumlah tersebut menurun secara perlahan-lahan akibat persoalan-persoalan yang terjadi ketika itu. berikut adalah tabel jumlah perkebunan Deli dari tahun 1864-1904).

Tabel. 2.1

Jumlah Perkebunan di Sumatera Timur dari Tahun 1864-1904

Tahun Jumlah Perkebunan

24 Baca Daniel Perret, kolonialisme dan etnisitas Batak dan Melayu di Sumatera Timur 2010.

1885 88

Untuk mendongkrak produksi perkebunan dan perekonomian pihak kolonial segera mendatangkan tenaga ahli (pekebun, pengusaha, ilmuwan, petualang, pekerja dan lain-lain). Yang didatangkan dari jaringan internasioal wilayah Eropa dan jaringan internasional Asia25. Untuk perekrutan tenaga pekerja perkebunan mula-mula perkebun mendatangkan buruh Tionghoa dari Tiongkok terutama dari Guangzhou sebanyak 7000 buruh per tahun sejak tahun 1888 sampai dengan tahun 1930-an, dan jumlahnya hampir setengah juta orang pada tahun 1930-an. Karena persoalan pembayaran pajak imigrasi buruh Tionghoa dirasa terlalu tinggi akhirnya usaha mendatangkan buruh dari cina dihentikan26.

Kondisi tersebut membuat pemilik perkebunan akhirnya menggunakan jasa pencari kerja atau “werk” (dalam bahasa Inggris disebut broker) yang bernaung di bawah AVROS (Algemeene Vereniging Rubber planters Dost kust Van Sumatra) untuk mencari dan mendatangkan tenaga kerja serta buruh Jawa yang tersedia dalam jumlah besar serta harganya yang relatif murah. Berdasarkan sifat dan produktivitasnya, buruh-buruh Jawa ini tidak jauh berbeda dengan buruh

25 Ibid.

26 Ibid.

Cina. Pengambilan buruh ini sebahagian dilakukan dengan cara menipu dengan menjanjikan upah yang besar. Ada pula yang dipaksa dengan menangkapi dan disuruh menandatangani perjanjian yang mereka tidak tahu isinya dan dijanjikan bujuk rayu dengan pemberian upah yang tinggi atau disebut dengan Penale Sanctie27. Para tenaga buruh kontrak Jawa ini didatangkan dari berbagai daerah miskin Jawa Tengah dan Jawa Timur (Breman:1997)28. Jumlah mereka yang sampai lebih dari 50.000 direkrut dari berbagai daerah seperti Semarang, Jogjakarta, Surakarta, Purworejo, dan Banyumas (Stoler, 2005:41-47)

Menurut catatan Veth29 pada “Het lanschap Deli”bahwa pada tahun 1870 sudah ada sekitar 150 kuli Jawa yang datang atas kehendak sendiri dari Semarang untuk bekerja di perkebunan Deli. Menurut Stoler tahun 1911 lebih dari 50.000 kuli “kontrak” didatangkan dari Jawa Tengah untuk dipekerjakan dan di tempatkan pada perkebunan Deli30. Orang Jawa yang bekerja di perkebunan Deli pada tahun-tahun berikutnya terus mengalami peningkatan dalam jumlah yang semakin besar. Menurut Antoni Reid dalam catatannya bahwa pada tahun 1929, kuli Jawa di perkebunan Sumatera Timur telah mencapai 239.281 jiwa, dan pada tahun 1930 total penduduk Jawa di daerah ini telah mencapai 589.836 jiwa atau 35% dari total penduduk Sumatera Timur.31 Jumlah ini melebihi jumlah penduduk pribumi (Melayu, Karo, Simalungun) yang berjumlah 580.879 jiwa (34,5%),

27 Penale Sanctie ialah istilah yang digunakan oleh kolonial Holland (Belanda) untuk para kuli kontrak yang disertai dengan peraturan-peraturan tentang hukuman atas mereka (kuli kontrak), lihat chatib (1995:10)

28 ibid

29 Baca Daniel Perret, kolonialisme dan etnisitas Batak dan Melayu di Sumatera Timur 2010, hlm.39.

30 stoler.

31 Anthony Reid, 1987: 85.

sedangkan jumlah orang Eropa hanya sekitar 11.079 Jiwa, Cina 192.882 jiwa, sedangkan India dan timur asing lainnya berjumlah 18.904 jiwa.

Tabel 2.2

Jumlah Populasi Pekerja (Kuli Kontrak) 1884-1929

Tahun 1884 1900 1916 1920 1925 1929

Cina 21.136 58.516 43.689 23.900 26.800 25.934 Jawa 1.771 25.224 150.392 212.400 168.400 239.281 dan lain-lain 1.528 2.460 – 2.000 1.500 1.019

(Sumber: Reid dalam Damanik 1987:299)

Pada tahun 1930-an Jumlah populasi etnik yang ada diSumatera Timur ketika itu di dominasi oleh etnik Jawa dalam jumlah mencapai (35%) melebihi dari seluruh etnik-etnik yang ada. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.3

Populasi Etnik di Sumatera Timur Tahun 1930

BANYAKNYA JUMLAH (JIWA) PERSEN (%)

Eropa 11.079 0,7

China 192.822 11,4

India dan lainnya 18.904 1,1

SUBTOTAL NON-PRIBUMI 222.805 13,2

Jawa 589.836 35

SUBTOTAL PENDATANG 882.189 52,3

Melayu 334.870 19,9

Batak Karo 145.429 8,6

Batak Simalungun 95.144 5,6

Lain-Lain 5.436 0,3

SUBTOTAL PRIBUMI SUMATERA TIMUR

580.879 34,5

JUMLAH SELURUHNYA 1.685.873 100

(Sumber: Antoni Reid dalam Suroso 2011:47)

Menurut Khairani32 bahwa pada tahun 1937 para kuli kontrak Jawa yang datang ke Deli sudah diwajibkan membawa keluarga suami, istri dan dua orang anak. Para kuli kontrak Jawa tersebut akan ditempatkan dibarak-barak perkebunan seperti di rumah panjang ataupun dibangsal-bangsal tempat pemeraman tembakau Deli.

Keberadaan orang Jawa Deli sebagai kuli kontrak ditempatkan tersebar di seluruh kantong-kantong perkebunan yang berada di tanah Deli ketika itu.

Kantong-kantong perkebunan tersebut tersebar di 44 wilayah Sumatera Timur yang menjadi tempat-tempat penampungan para buruh yang direkrut dari berbagai tempat di pulau Jawa. berikut adalah tabel persebaran perkebunan tembakau Deli pada tahun 1865 sampai dengan 1896.

Tabel 2.4 4 1871 Petersburg (sukapiring)

Mariendal Estate

6 1873 Soengai Sikambing, Si Putih MedanTabaksmaatschappij

kemudian bekerja sama dengan Tabaks Maatschappi Franco Deli.

32 Leylia Khairani, Reproduksi Identitas Budaya jawa Deli dalam Ruang Sosial Masyarakat Lokal 2015, hal 127.

7 1874 Timbang Langkat Helvetia

Deli Batavia Maatschappij Deli Batavia Maatschappij 8 1875 Sungai Beras dan Kloempang

(Terdjoen) 9 1876 Patoembah (Patumbak) Senembah Maatschappij

10 1878 Amplas,

12 1880 Gloegoer (Glugur) Bekri Kwala Begumit

15 1883 Tandem Hilir Deli-Batavia Maatschappij

16 1884 Soengai Krio

Tabaksonderneming Soengai Mentjirim (Sungai Mencirim)

Arendsburg Arendsburg 17 1889 Poengai dan Tanjong Morawa

Kala Hoen Pinang

19 1896 Klambir Lima Deli Maatschappij

(Sumber: www.tembakaudeli.blogspot.co.id)

Dari data tersebut sekiranya dapat menjelaskan mengapa di daerah-daerah tersebut hingga kini banyak dihuni oleh masyarakat yang bersuku Jawa. karena memang sejak masa lalu para pendahulu orang Jawa Deli yang notabennya adalah para pekerja perkebunan telah ditempatkan di lokasi-lokasi tersebut dan banyak dari mereka yang tidak bisa kembali ke daerah asalnya karena kondisi sosial yang memaksa mereka untuk tetap bertahan di daerah tersebut.

Selanjutnya setelah perkebunan Deli tidak lagi beroprasi seperti sebelumnya, dan para kuli “kontrak” yang habis masa kontraknya dengan perkebunan Deli tidak lagi kembali ke kampung halaman leluhurnya. Sebagian dari mereka ada yang masih tetap menempati rumah perkebunan pemberian dari pihak perkebunan dan sebagian ada juga yang bergeser ke daerah-daerah disekitar wilayah perkebunan-perkebunan Deli, atau bergeser ke pingiran kota-kota dibeberapa wilayah Sumatera Utara.

Kawasan hunian atau barak-barak perkebunan yang dulunya termasuk kedalam wilayah administratif perkebunan Deli, dan pada perkembangannya dengan berbagai alasan yang terjadi telah terlepas dari wilayah perkebunan Deli pada akhirnya menjadi kampung halaman bagi para keturunan eks kuli “kontrak”

selanjutnya. Terbentuknya kampung-kampung di kawasan perbatasan perkebunan Deli dapat dilihat pada catatan Stoler (2005:39), menjelang tahun 1903 sudah disadari oleh penjabat perkebunan bahwa telah bermunculan pemukiman-pemukiman ilegal para penyerobot tanah disepanjang perbatasan konsensi-konsensi perkebunan. Tempat-tempat tersebut dihuni oleh para pekerja perkebunan, orang Batak dari pegunungan dan juga orang Melayu. Pada perkembangannya menurut Khairani (2015:188) setelah dikeluarkannya izin kepemilikan tanah kampung didalam lahan konsensi perkebunan pada tahun 1977 areal tersebut diusahakan sebagai lahan pertanian dan tempat tinggal oleh para kuli kontrak dan keturunannya.

Kuli kontrak adalah sebutan untuk perjanjian contract koeli33. Sebutan ini kemudian lebih ditujukan kepada para pekerja kebun yang berasal dari Jawa. Kuli kontrak memiliki konotasi orang rendah. Para kuli kontrak Jawa yang merupakan pekerja tua yang umumnya dari generasi pertama, yang sejak lima puluh tahun terakhir berusaha menjauhkan diri dari status kuli kontrak, dan kebanyakan dari mereka telah memusatkan usahanya membangun rumah dan pekarangan sendiri untuk produksi pertanian kecil-kecilan ditepi-tepi perkebunan atau di atas lahan yang diserobot dari perkebunan. Setelah selesai dari kontrak dengan perkebunan para bekas kuli banyak yang menjadi petani penyewa tanah atau menjadi tenaga kerja upahan di sekitar pingiran kota-kota di Sumatera Utara.

Hingga saat ini hampir diseluruh penjuru daerah di Sumatera Utara banyak terdapat orang Jawa dan banyak berdiri kampung-kampung orang Jawa Deli.