• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP, NORMA SUBJEKTIF, DAN PERILAKU

PENGGUNAAN SMARTPHONE

Sikap terhadap Smartphone

Sikap remaja pedesaan yang dilihat dari pandangan remaja dalam keluarga petani terhadap smartphone adalah kecenderungan responden dalam hal pengetahuan pemikiran (kognitif), perasaan (afektif), dan predisposisi tindakan (konatif) terhadap smartphone. Sikap dikategorikan menjadi sikap terhadap

smartphone negatif dan sikap terhadap smartphone positif. Berdasarkan pengkategorian tersebut ternyata semua responden memiliki sikap positif terhadap

smartphone oleh sebab itu untuk analisis lebih dalam untuk melihat variasi sikap positif maka akan dilakukan pengkategorian sikap positif rendah dan sikap positif tinggi.

Tabel 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan sikap 2016

No Sikap Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

1 Rendah 42 84.0

2 Tinggi 8 16.0

Jumlah 50 100.0

Sumber: Hasil olah data primer SPSS for windows versi 2.1

Pada Tabel 16 menunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan sikap. Sebesar 84,0 persen dari jumlah responden memiliki sikap rendah sedangkan sebesar 16,0 persen dari jumlah responden memiliki sikap tinggi. Sikap remaja Desa Jangglengan yang positif terhadap smartphone menandakan bahwa remaja di Desa Jangglengan memiliki pengetahuan pemikiran, persepsi dan keyakinan yang tinggi terhadap smartphone, merasa smartphone membantu pekerjaan sehari-hari dan merasa senang menggukakannya. Hal ini memberikan kecenderungan yang tinggi untuk sering dalam menggunakan smartphone.

Hal ini sesuai dengan Mulyandari (2006) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa sebagian besar remaja memiliki sikap yang positif terhadap

smartphone. Sikap remaja Desa Jangglengan memperoleh skor sikap yang tinggi atau positif terhadap smartphone terbentuk karena remaja Desa Jangglengan merasa

smartphone adalah suatu alat penting dalam kehidupan sehari-hari saat ini.

Smartphone dapat membantu menghilangkan kejenuhan dan memudahkan segala urusan. Selain itu untuk sebagian besar remaja kemampuan akses secara pribadi terhadap smartphone merupakan lambang pergaulan yang modern dan mencerminkan perkotaan, yang dianggap lebih tinggi dibandingkan jika tidak memiliki akses secara pribadi terhadap smartphone. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan salah satu informan yaitu Kepala Desa Jangglengan:

“Kalo jaman dulu buat ngehubungi sodara jauh aja mesti ngantrine lama di wartel, sekarang enak mbak udah ada HP. Nambah enak lagi soale udah ada smartphone itu, kirim foto terbaru lewat BBM udah canggih sekarang. Apalagi di Desa Jangglengan ini anak mudanya

biasane merantau. Jadi itu juga jadi alasan kenapa orangtua sekarang apalagi yang punya anak rantau mestine beli HP android itu. Jadi kalo kangen tinggal telpon, pengen tau ngapain aja selama di tempat jauh ya tinggal kirim foto. Apalagi mau video call itu sekarang udah gampang, tapi yo bener katae kalo yang jauh jadi dekat tapi yang dekat jadi jauh. Walau suka cuek sama orang yang di deketnya tapi ya sejauh ini banyak manfaatnya sih buat sekarang...” (Bapak STY, 37 tahun)

Tingkat pengetahuan dan rasa positif remaja Desa Jangglengan terhadap

smartphone membuat remaja Desa Jangglengan memiliki kecenderungan tinggi dalam menggunakan smartphone. Walau sebagian besar responden sudah mengetahui penggunaan smartphone dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti mata rabun, kanker, dan pusing namun responden tetap cenderung menggunakan smartphone dalam jangka waktu lama. Sejauh ini masih dianggap menggunakan smartphone dalam batas wajar. Bahkan dengan mengetahui hal tersebut remaja di Desa Jangglengan tidak mengurangi penggunaan

smartphone walau sudah mengetahui dampak negatif lainnya. Hal ini dikarenakan kebutuhan responden akan fungsi dari smartphone yang cukup tinggi untuk menyelesaikan tugas sehari-hari termasuk di dalamnya untuk berkomunikasi. Dampak negatif ini diabaikan oleh responden, hal lain yang ternyata diakibatkan oleh dampak yang tidak dirasakan dengan cepat oleh responden.

Norma Subjektif terhadap Smartphone Significant Others

Significant others dalam penelitian ini adalah ayah, ibu, dan teman. Beberapa persepsi remaja tentang harapan-harapan yang diinginkan oleh significant others di antaranya adalah perilaku penggunaan smartphone oleh remaja tanpa mengabaikan lingkungan sekitar, kesehatan diri, dan kewajiban pribadi.

Tabel 17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan significant others 2016 No Significant others Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

1 Ayah 1 2.0

2 Ibu 11 22.0

3 Teman 38 76.0

Jumlah 50 100.0

Sumber: Hasil olah data primer SPSS for windows versi 2.1

Pada Tabel 17 menunjukkan sebaran responden berdasarkan significant others. Remaja di Desa Jangglengan menggunakan smartphone karena lebih banyak dipengaruhi oleh teman dibandingkan significant others lainnya. Jumlah responden yang menunjuk ayah sebagai significant others sebesar 2,0 persen dari jumlah keseluruhan responden, untuk kategori significant others ibu sebesar 22,0 persen dari jumlah responden, sedangkan untuk kategori significant others teman menduduki posisi tertinggi yaitu sebesar 76,0 persen dari jumlah responden. Hal ini diperkuat dengan pernyataan salah satu responden penelitian:

“...temen sih mbak paling tak ikuti kalo ada hal-hal baru yang lagi ngehits, soale kalo temen-temen kan lebih update gitu sama hal baru. Jadi ya yang paling kasi aku pengaruh buat terus-terusan maen hp ya temen. Selain itu juga kan lebih enak aja itu kalo mau ngomongin apa sama temen dari pada sama orangtua. Orangtua aku aja gak bisa toh pake smartphone” (SRI, 21 tahun)

Seperti halnya SRI salah satu informan yang merupakan penjual paket data di dekat Dukuh Puntukrejo mengungkapkan hal yang sama terkait orang yang paling memberikan pengaruh pada responden dalam menggunakan smartphone, yang menyatakan:

“Biasane yo cah-cah (anak-anak) banyak nongkrong disini, kalo saya perhatikan anak jaman sekarang ya sibuk sama HP ne sendiri. Paling banyak yang beli paketan anak muda dari pada orangtua mbak. Pokoke kalo udah maen HP atau games COC disini itu betah sama temen- temene, duwe dunyo dhewe ki (seperti memiliki dunia sendiri)” (Mas DDN, 28 tahun)

Tingkat Motivasi Mengikuti Significant Others

Pada Tabel 18 menunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat motivasi untuk mengikuti significant others. Remaja Desa Jangglengan mayoritas memiliki motivasi sedang untuk mengikuti significant others. Artinya perilaku penggunaan smartphone remaja Desa Jangglengan cenderung mendapat pengabaikan dari significant others baik dari sisi lingkungan sosial, kesehatan diri, dan kewajiban pribadi pengguna. Misalnya seperti memberikan contoh untuk tidak mengabaikan lingkungan sosial, menegur pengguna ketika menggunakan

smartphone dalam waktu lama. Selain itu tidak ada kaitannya antara motivasi

significant others dengan kepentingan pribadi pengguna sehingga hal tersebut diabaikan begitu saja oleh remaja. Berdasarkan hasil ulasan diatas dapat dikatakan bahwa significant others kurang berpengaruh dalam perilaku penggunaan

smartphone. Hasil observasi menunjukkan bahwa significant others memiliki harapan yang rendah dari remaja dalam perilaku menggunakan smartphone. Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat motivasi untuk

mengikuti significant others 2016 No Tingkat motvasi untuk

mengikuti significant others

Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 1 Rendah 4 8.0 2 Sedang 43 86.0 3 Tinggi 3 6.0 Jumlah 50 100.0

Perilaku terhadap Smartphone

Perilaku dalam menggunakan smartphone diartikan sebagai tindakan yang silakukan seseorang yang berkaitan dengan penggunaan smartphone sebagai media komunikasi. Menurut McQuail (2002), ada beberapa alasan seseorang menggunakan media komunikasi. Perilaku remaja di Desa Jangglengan dalam menggunakan smartphone dengan tujuan memperoleh informasi, melakukan interaksi sosial, dan memperoleh hiburan. Memperoleh informasi merupakan perilaku remaja dalam menggunakan smartphone yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai sesuatu.

Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku untuk memperoleh informasi 2016

No Perilaku untuk memperoleh informasi Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 1 Rendah 0 0.0 2 Sedang 27 54.0 3 Tinggi 23 46.0 Jumlah 50 100.0

Pada Tabel 19 menunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku untuk memperoleh informasi. Jumlah responden yang memiliki perilaku untuk memperoleh informasi sedang sebesar 54,0 persen dari jumlah responden, sedangkan perilaku untuk memperoleh informasi tinggi sebesar 46,0 persen dari jumlah responden. Pada kategori rendah, dari jumlah responden tidak ada satu pun yang memiliki perilaku untuk memperoleh informasi rendah. Artinya dari jumlah responden perilaku untuk memperoleh informasinya sedang, hal ini dikarenakan perilaku mencari informasi hanya dilakukan dalam waktu tertentu saja terutama menemukan kesulitan pada pekerjaan rumah atau tugas sekolah lainnya. Hal ini diperkuat oleh ungkapan SHL berikut:

“Kalo gunakan smartphone buat cari informasi ya paling kalo ada tugas aja mbak, misale buat tugas sekolah atau kuliah. Kalo ndak ya infone paling seputar omongan hits sekarang misale ada gosip terkini atau info-info opoyo sing mbok anggep penting ngono (atau info-info yang dianggap penting) lo mbak. Kalo tugas sekolah ben iso cepet ngerjake yo mesti nganggo mbah google (kalau tugas sekolah biar bisa cepat ya harus pakai google). Aku kan jurusane seni dadi kadang aku dhewe goleki info ttg tokoh seni, jenis lukisan (aku kan jurusan kuliahnya seni jadi kadang cari info tokoh, jenis lukisan). Pokoke ono tugas mesti goleki nganggo google, ra enek tugas yo mesti gawe sing liya wae (pokoknya ada tugas selalu pakai google, kalau tidak ada tugas biasanya smartphone dipakai buat kegiatan lainnya)..” (SHL, 22 tahun)

Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku untuk melakukan interaksi sosial 2016

No Perilaku untuk melakukan interaksi sosial Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 1 Rendah 0 0.0 2 Sedang 26 52.0 3 Tinggi 24 48.0 Jumlah 50 100.0

Pada Tabel 20 menunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku untuk melakukan interaksi sosial. Jumlah responden yang memiliki perilaku untuk melakukan interaksi sosial sedang sebesar 52,0 persen dari jumlah responden, sedangkan perilaku untuk melakukan interaksi sosial sebesar 48,0 persen dari jumlah responden. Pada kategori rendah, dari jumlah responden tidak ada satu pun yang memiliki perilaku untuk melakukan interaksi sosial rendah. Artinya dari jumlah responden perilaku untuk melakukan interaksi sosialnya sedang, hal ini dikarenakan perilaku melakukan interaksi hanya dilakukan dalam waktu tertentu saja dan apabila banyak menemui kesulitan bukan bertanya kepada teman namun lebih banyak bertanya kepada situs pencarian pada smartphone. Perbedaan seperti status pendidikan merupakan hal penting yang juga diperhatikan dalam perilaku interaksi sosial mengenai suatu topik tertentu. Hal ini diperkuat oleh ungkapan SHL berikut:

“Kalo ada kesulitan ya cari di google mbak tentang apa ja itu, jarang sih tanya ke temen. Kan kalo disini temen-temenku rata-rata ndak melanjutkan sekolah jadi aku lebih baik tanya google aja. Bukane apa- apa biar cepet juga. Kalo di kampus ya paling aku tanya tapi jarang sih mbak. Pokoke seringnya milih buka google aja dari pada tanya. Gak semua sih kadang yo aku juga mikir kalo mau tanya, kalo kayaknya dia ndak tau ya ndak aku tanya. Kalo kayaknya tau tentang yang mau aku tanyain ya mesti tak tanya mbak” (SHL, 22 tahun)

Tabel 21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku untuk memperoleh hiburan 2016

No Perilaku untuk melakukan interaksi sosial Jumlah Responden (orang) Persentase (%) 1 Rendah 7 14.0 2 Sedang 30 60.0 3 Tinggi 13 26.0 Jumlah 50 100.0

Pada Tabel 21 menunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan perilaku untuk memperoleh informasi. Jumlah responden yang memiliki perilaku untuk memperoleh informasi rendah sebesar 14,0 persen dari jumlah responden, sedang sebesar 54,0 persen dari jumlah responden, sedangkan perilaku untuk memperoleh informasi tinggi sebesar 46,0 persen dari jumlah responden. Artinya dari jumlah responden perilaku untuk memperoleh hiburannya sedang, hal ini

dikarenakan perilaku mencari hiburan hanya dapat dilakukan pada setiap kegiatan penggunaan smartphone. Perilaku hiburan antara responden berbeda dan sesuai dengan ketertarikan responden. Selain itu hal yang menarik adalah walaupun adanya smartphone responden tidak melupakan media lainnya dan hiburan yang datang dari kebudayaan sendiri. Hal ini diperkuat oleh ungkapan SRW berikut:

“Buka HP wae iku hiburan mbak,, apalagi kalo dalam keadaan sepi buka HP maen di BBM, line, atau instagram itu udah hiburan. Gak harus sering-sering sih mbak. Tergantung situasi sih mbak, kalo misale lagi kesepian dan gak ada kerjaan. Chattingan di grup ae itu udah jadi hiburan kadang juga tergantung moodnya kayak gimana jadi ndak maksain dan gak mesti ngono loh kegiatan goleki hiburane. Banyak sih hiburan gak mesti di HP. Liat tivi juga hiburan, liat wayang golek sama temen disini yo hiburan, liat orgen tunggal yo hiburan mbak” (SRW, 23 tahun)

Menjelaskan ungkapan salah satu responden yaitu SRW yang mengatakan bahwa membuka smartphone saja baginya adalah hiburan, terutama dalam keadaan sepi. Membuka BBM, line, atau instagram merupakan suatu hiburan baginya. Namun penggunaannya berdasarkan situasi seperti tidak memiliki aktifitas tertentu dan sedang dalam keadaan kesepian. Selain itu melakukan aktifitas chatting di grup juga merupakan hiburan, terkadang hal tersebut dilakukan apabila moodnya baik sehingga apapun yang dilakukan tidak memaksakan diri. Bagi SRW hiburan tidak hanya didapat pada smartphone saja namun juga lainnya seperti menonton TV, menonton wayang golek yang ada setiap kali ada acara besar, kemudian menonton orgen tunggal yang ada setiap kali ada pernikahan dan acara besar di Kabupaten Sukoharjo.