TINJAUAN PUSTAKA DAN TEOR
II.1 SKEMA KERANGKA BERPIKIR
…………STRATEGI………...
Teori Perubahan Keluarga (William F.Ogburn): - Dampak Kebijakan Industrialisasi: spesialisasi
pekerjaan, pendidikan dan kesempatan kerja tinggi.
Keluarga Normal (suami dan istri tinggal seatap)
Keluarga Modern (suami dan istri tinggal terpisah/long distance marital in relationship)
Teori Adaptasi Robert K. Merton 1. Konformitas
2. Inovasi 3. Ritualisme 4. Pengasingan Diri 5. Pemberontakan
Teori Komunikasi Interpersonal Joseph A. DeVito:
1. Directness
2. Indirect Suggestion 3. Triangular Love 4. Keep in Touch
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI
II.1 Studi Terdahulu
Berbagai penelitian terdahulu telah banyak mengungkapkan tentang permasalahan-permasalahan keluarga. Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai long distance pada pasangan suami istri: (1) Astie Alfiani (2008): Strategi Komunikasi Pasangan Suami Istri Yang Menjalani Longdistance Marital Relationship Pada Awal Perkawinan Kerangka teori yang digunakan teori komunikasi interpersonal (De Vito). Penelitian ini hanya menekankan kepada permasalahan komunikasi dan strategi komunikasi pasangan suami istri yang long distance. (2) Santiani (2010): Topik-topik Yang Dibicarakan Oleh Pasangan Suami Istri Yang Menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kabupaten Tulungagung Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi interpersonal (De Vito). Penelitian ini hanya memfokuskan kepada topik yang dibicarakan oleh pasangan suami istri yang long distance. (3) Fitri Rahmanjani (2007): Pembagian Peran Pada Keluarga Tenaga Kerja Wanita (Studi Deskriptif tentang Pembagian Peran Keluarga Yang Isterinya menjadi Tenaga Kerja Wanita di Kecamatan Sumber Gempol, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Kerangka teori yang digunakan adalah teori struktural fungsional (Talcott Parsons) dan teori struktur sosial dan anomie (Robert K. Merton). Penelitian ini hanya melihat pembagian fungsi peran yang dilakukan oleh isteri pada keluarga long distance di mana istri bekerja sebagai TKW untuk menciptakan keutuhan keluarga.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian kali ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu yang membahas tentang long distance yang ruang lingkupnya lebih banyak kepada lingkup studi komunikasi meskipun dalam topik yang sama, yakni long distance pada pasangan suami istri. Penelitian ini lebih memfokuskan kepada ruang lingkup kajian studi sosiologi keluarga, yaitu meneliti mengenai cara penyesuaian pasangan suami istri dalam menjalani pernikahan yang long distance untuk menjaga keutuhan dalam hubungan rumah tangga yang dijalani bersama tersebut. Penelitian ini menjadi sangat penting karena jika dilihat melaui kacamata sosiologi, tujuan keluarga adalah mewujudkan kesejahteraan lahir (fisik, ekonomi) dan batin (sosial, psikologi, spiritual, dan mental).
Studi tentang pasangan suami dan istri yang long distance dan proses penyesuaian diri pada pasangan suami istri ketika long distance dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga diperlukan pembahasan mengenai hakekat keluarga itu sendiri yang dipahami oleh pasangan suami istri pada era transisi akibat perubahan sosial (industrialisasi), serta beberapa teori yang dipandang mempunyai beberapa implikasi terhadap studi tersebut.
Studi keluarga menjadi menarik untuk dikaji karena secara sosiologis keluarga merupakan kelompok sosial yang khas dan unik. Berbeda dengan grup atau kelompok sosial lainnya keluarga merupakan organisasi yang didasarkan pada:
a. Hubungan darah, b. Intergenerasi,
c. Anggotanya dihubungakan secara biologis/keturunan dan affinal (hukum perkawinan),
d. Aspek biologis dan affinal menghubungkan dengan keluarga yang lebih luas. Secara umum yang membedakan dengan organisasi sosial dan kelompok sosial adalah derajat hubungannya. Keluarga memiliki keintiman hubungan yang tidak terdapat pada hubungan sosial lainnya. Berbicara keluarga juga membicarakan kelembagaan (norma budaya).
Melihat fenomena keluarga bisa dikaji berdasarkan level analisisnya, yakni makroskopik maupun mikroskopik (White dan Klein: 1996). Secara makroskopik dapat dilihat:
a. Hubungan keluarga dengan institusi yang lebih luas. b. Membandingkan keluarga dengan beragam budaya. c. Struktur keluarga dari masa ke masa (periode sejarah).
Secara mikroskopik dapat dillihat: a. Individu anggota keluarga.
b. Hubungan personal antar anggota keluarga. c. Keluarga dalam suatu budaya atau masyarakat. d. Keluarga dalam episode sejarah.
e. Beberapa kombinasi dari hal-hal tersebut.
Studi tentang keluarga perkotaan (urban family) mulai menarik perhatian para sosiolog sejak pertengahan abad 19. Ada beberapa sebab yang mendorong perkembangan tersebut. Dorongan utama terletak pada perkembangan kehidupan sosial, baik di Eropa maupun Amerika yang sangan dipengaruhi oleh perubahan-
perubahan besar dengan pertumbuhan industri modern. Pada saat itu proses industrialisasi dan urbanisasi berlangsung sangat cepat. Sistem kelas sosial masih berperan, sementara struktur sosial yang baru mulai berkembang. Hubungan- hubungan keluarga sangat berpengaruh terhadap keadaan ini. Hak, kewajiban dan tanggung jawab individu terhadap keluarga dan masyarakat, terutama masyarakat yang mendasarkan ikatannya kepada hubungan-hubungan primer, mulai dipertanyakan dan tertantang, demikian pula sebaliknya kekuasaan dengan pranata pemerintah dan gereja pada saat itu. Walaupun keluarga masih tetap merupakan pranata yang kuat, tetapi sebagian kekuasaannya atas anggotanya telah diambil alih oleh Negara dan gereja. Dalam keluarga tipe ketiga, kekuasaan keluarga sudah sangat terbatas karena makin kuatnya kekuasaan Negara dan makin berkembangnya falsafah individualisme. Proses perubahan ini terulang terus pada setiap fase sejarah yang dimulai dari fase Yunani, fase Romania, fase modern dan fase yang akan datang (future), dan mungkin karena itu orang menyebut teori ini sebagai siklus (cyclical theory).
Keluarga tidak bisa dimengerti secara terpisah dari masyarakat. Institusi itu terintegrasi ke dalam masyarakat dan kebudayaan di mana individu berada. Apa yang terjadi dalam keluarga sangat bergantung kepada aspek-aspek lain kehidupan masyarakat. Pola hidup keluarga berbeda menurut faktor-faktor tertentu seperti tempat tinggal (Kota atau desa), etnik dan budaya, serta latar belakang dan pengalaman historis.
Keluarga sebagai institusi selalu berhubungan dengan institusi-istitusi lain dalam masyarakat, seperti institusi ekonomi, politik, agama, dan pendidikan.
Sebagai satu institusi, keluarga juga harus mampu beradaptasi. Mampu menyesuaikan diri dengan situasi masyarakat yang lebih luas. Karena bersifat dinamis, keluarga selalu bergerak dalam konteks yang selalu berubah. Hubungan keluarga mungkin saja bergeser sebagai akibat perubahan-perubahan dalam dunia ekonomi, politik, dan sistem-sistem lain dalam masyarakat. Struktur dan kegiatan- kegiatan dalam keluarga mungkin dimodifikasikan sesuai dengan kebutuhan- kebutuhan situasi yang baru.
Di lain pihak, keluarga bukanlah merupakan suatu kekuatan yang pasif begitu saja terhadap masyarakat. Keluarga dapat menjadi sumber perubahan sosial yang secara serempak bisa menjadi penerima perubahan dan sekaligus katalisator. Sementara nilai dan norma kehidupan keluarga berasal dan bergantung kepada kebudayaan suatu masyarakat, tipe dan sistem keluarga serta praktek sosialisasi dalam keluarga dapat membawa pengaruh yang besar untuk masyarakat. Hal ini dikarenakan keluarga membentuk kepribadian dan watak generasi muda atau anak-anak muda. Melalui proses sosialisasi, keluarga menanamkan nilai, sikap, dan keterampilan dalam diri seorang anak yang pada gilirannya dapat mempengaruhi aspek-aspek kehidupan lain di dalam masyarakat.
Hubungan antara keluarga dan institusi-institusi lainnya pada dasarnya bersifat timbal balik. Perubahan dalam institusi keluarga mempengaruhi institusi- institusi lain dan sebaliknya. Misalnya perubahan-perubahan struktural di dalam masyarakat di mana kehidupan ekonomi sangat maju dan lapangan kerja sangat banyak sehingga memungkinkan anggota keluarga memperoleh pekerjaan, hal ini
turut membawa perubahan dalam struktur keluarga. Di lain sisi, perubahan- perubahan dalam masyarakat yang lebih luas.
Sementara keluarga merupakan satu institusi yang dapat menyesuaikan diri, institusi yang sama juga bersifat konservatif. Dua tendensi ini seringkali menimbulkan ketidakcocokan dan ketidakjelasan dalam nilai-nilai dan norma- norma. Norma-norma yang lama dapat hidup berdampingan dengan norma-norma yang baru. Nilai-nilai lama masih sangat dijunjung tinggi walaupun situasi nyata menuntut perubahan yang secepatnya. Hal demikian tidak jarang menimbulkan ketidakpastian, kebingungan, dan bahkan konflik. Tetapi apabila hal itu sampai terjadi maka konflik itu biasanya terjadi secara diam-diam dan tersembunyi, bukannya bersifat radikal dan mengganggu kestabilan keluarga.
Masyarakat dalam dunia maju dewasa ini sedang mengalami proses modernisasi dan perubahan yang luar biasa. Gejala yang paling menonjol dari modernisasi adalah urbanisasi dan industrialisasi. Beberapa aspek dari modernisasi adalah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa serta perkembangan dalam dunia transportasi, komunikasi, media massa, dan media elektronik.
Urbanisasi diwujudkan oleh mengalirnya orang-orang desa ke Kota. Pemusatan hidup di Kota disebabkan Kota telah menjadi pusat perdagangan dan pabrik-pabrik. Kota adalah pusat industri dan ekonomi. Kota adalah juga sebagai pusat rekreasi, kebudayaan, dan pendidikan. Itulah sebabnya kehidupan Kota telah menarik orang dari segala lapisan dan golongan.
Proses urbanisasi dan industrialisasi telah dimungkinkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jaringan transportasi yang luar biasa sebagai akibat dari penemuan mobil, kereta apai, pesawat terbang, serta perkembangan jalan raya dan rel-rel kereta api telah memudahkan perpindahan barang dan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Kemajuan media massa seperti telepon, radio, televisi, dan film merupakan satu revolusi dalam komunikasi. Hal itu juga membantu perkembangan pemasaran dan kegiatan ekonomi lainnya melalui promosi dan iklan.
Raho (2003) akibat-akibat dari urbanisasi dan industrialisasi belum begitu jelas. Tetapi perubahan-perubahan berikut ini seringkali dihubungkan dengan urbanisasi dan industrialisasi.
1. Sikap-sikap yang lebih mendukung ibu dan istri yang bekerja. Pemindahan fungsi produksi dari rumah ke pabrik telah memberi kesempatan baru kepada pekerja-pekerja wanita. Terbukanya lapangan kerja, tingkat pendidikan yang lebih tinggi, penurunan jumlah anak, dan adanya undang-undang yang melindungi hak-hak kaum wanita telah menimbulkan sikap-sikap yang mendukung ibu-ibu dan istri yang bekerja di luar rumah.
2. Struktur peranan keluarga yang berubah. Industrialisasi membuka banyak lapangan kerja yang terbuka bagi setiap orang tanpa membedakan jenis kelamin pria dan wanita. Kesempatan ini memberi peluang kepada istri atau ibu untuk bekerja di luar rumah tangga. Keadaan demikian telah mempengaruhi susunan peranan dalam keluarga. Pekerjaan istri di luar rumah menyebabkan dia tidak bisa melaksanakan semua tugas sebagai istri atau ibu
sebagaimana biasanya. Akibatnya suami dan istri harus mengatur pembagian kerja secara baru karena pembagian kerja yang bersifat tradisional tidak bisa dilaksanakan lagi. Hubungan antara keduanya pun lebih bersifat sejajar daripada hubungan suami istri di mana isri tidak bekerja.
3. Berkurangnya otoritas suami dan ayah. Industrialisasi telah memindahkan pusat produksi dari rumah ke pabrik. Akibatnya, suami menghabiskan lebih banyak waktunya di luar rumah. Karena itu, dia sulit sekali menggunakan otoritas dan kewibawaannya karena ia sering tidak berada di rumah. Selain itu, istri yang mempunyai pekerjaan semakin tidak bergantung kepada suami secara ekonomis. Semua ini merupakan beberapa sebab dari sebab-sebab lain yang telah mengurangi kekuasaan ayah dalam keluarga. Kalau sebelumnya banyak keputusan dilakukan oleh suami menuntut ketaatan dari istri dan anak- anaknya, maka dewasa ini keputusan harus dibuat bersama oleh suami dan istri bahkan juga dengan anak-anak yang telah dewasa.
4. Berkurangnya pengaruh keluarga terhadap individu. Sebelumnya keluarga merupakan pusat dari segala kegiatan. Keluarga menjalankan hampir semua fungsi yang penting untuk kehidupan keluarga. Setiap anggota keluarga dituntut untuk bekerja sama dan melaksanakan tugas-tugas yang telah dipercayakan kepadanya masing-masing demi kelangsungan hidup keluarga. Dewasa ini situasi sudah berubah. Banyak kegiatan terjadi di luar rumah. Fungsi-fungsi yang sebelumnya dilakukan oleh keluarga telah diambil alih oleh institusi-institusi lain. Hal ini telah turut mengurangi pengaruh keluarga terhadap anak-anak. Dunia industri telah memberikan peluang kepada
individu untuk mengembangkan kemampuannya. Keberdikariannya secara ekonomis juga membuat dia tidak perlu harus bergantung kepada orang tua. Dia bisa mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang tua.
5. Munculnya norma dan tingkah laku yang lebih longgar. Para pengamat masalah-masalah sosial telah mencatat bahwa kenakalan remaja di kota-kota semakin meningkat. Masa remaja adalah satu tenggang waktu di mana seorang individu tidak bisa dikategorikan ke dalam anak kecil lagi tetapi pada waktu yang sama dia belum bisa melaksanakan peran-peran orang dewasa. Pada masa ini, anak-anak remaja diliputi dengan kebingungan, ketidakpastian, dan suka coba-coba. Persoalan ini menjadi lebih hebat di kota karena anonimitas dan kehidupan yang tidak melihat individu sebagai pribadi melainkan nomor-nomor (tenggelam dalam massa). Itulah sebabnya banyak problem sosial terjadi di kota-kota. Keberadaan yang berjam-jam di luar rumah telah mengurangi ikatan keluarga dan masyarakat yang biasanya sangat kuat di desa-desa. Tekanan sosial yang biasanya menghindarkan orang orang dari perbuatan yang menyimpang hampir tidak dapat ditemukan lagi di kota- kota. Semua ini telah memberikan kepada generasi baru satu definisi baru tentang tingkah laku yang baik.
II.2 Teori
II.2.1 Teori Perubahan Keluarga (William F.Ogburn)
Perhatian utama gerakan perubahan sosial tertuju pada studi tentang keluarga pada konteks pertumbuhan arus urbanisasi dan industrialisasi. Tekanan bergeser dari perkembangan teori-teori tentang sistem keluarga kepada studi
tentang keluarga itu sendiri dan para anggotanya dengan berbagai masalah yang dipandang ada kaitannya, baik langsung maupun tidak langsung dengan pranata perkotaan dan industrial.
Namun ada perbedaan yang besar antara penganut perubahan yang baru saja diuraikan di atas, yaitu konservatisme dan radikalisme masing-masing dari Le Play dan Engels, dengan pandangan perubahan sosial yang dipelopori oleh Chicago School.
Para penganut perubahan sosial, yang dipelopori oleh Chicago School of Sociology, berusaha memahami baik keluarga maupun dampak perkembangan perkotaan dan industri pada keluarga agar dengan itu dapat mencari cara menanggulangi masalah yang akan timbul serta juga dapat memperkuat pranata keluarga.
Chicago School mempengaruhi timbulnya beberapa orientasi teoritis. Para pengikut pandangan ini mengkaji secara teliti perbedaan antara peri kehidupan pedesaan dengan peri kehidupan perkotaan. Pada dasarnya mereka cemas dan karena itu secara emplisit bersikap tidak setuju dengan pola kehidupan perkotaan. Mereka memperlihatkan bahwa peri kehidupan dengan pola tradisional ambruk karena desakan pengaruh perkotaan. Salah satu tema yang ditampilkan oleh ChicagoSchool adalah hilangnya fungsi keluarga sebagai akibat urbanisasi. Tokoh yang terkenal mempelopori tema ini adalah William F. Ogburn (1886-1959). Ambruknya kebudayaan tradisional menurut Ogburn berakibat munculnya tipe kehidupan keluarga yang baru, yang lebih menekankan fungsi-fungsi kepribadian.
Tema fungsi keluarga juga menjadi batu dasar utama analisis para penganut fungsionalisme struktur (structure functionslism).
Teori Ogburn tentang perubahan sosial dan keluarga membawa pengaruh penting atas studi sosiologi di Amerika, terutama sosiologi keluarga. Sumbangan yang paling berharga kepada perkembangan sosiologi ialah usahanya untuk membedakan kebudayaan material dan kebudayaan adaptif. Ia berpendapat bahwa titik permulaan nyata dari gerak perubahan dapat dijumpai di dalam inovasi material yang disertai dengan kebiasaan, kepercayaan dan falsafah yang cocok dengan substruktur material itu. Adalah kenyataan bahwa kebudayaan material (material culture: teknologi, industri mesin, transportasi, dan lain-lain), menurut Ogburn untuk menggunakan asumsi tunggakan kebudayaan (cultural lag), yaitu terjadinya perubahan di dalam kebudayaan material menyebabkan perubahan di dalam kebudayaan adaptif yang dapat berakibat maladjustment social atau ketidakmampuan menyesuaikan diri secara sosial yang berkelanjutan antara kedua segi kebudayaan itu.
Yang menarik dari teori Ogburn bagi peminat sosiologi keluarga adalah pendapatnya bahwa sistem keluarga berubah sebagai akibat perubahan teknologi. Keluarga, dengan demikian, lalu dijadikan contoh dari kebudayaan adaptif (adaptatif culture: nilai, ide, sikap, kebiasaan, dan lain-lain). Teori Ogburn ini dituangkan di dalam buku yang ditulisnya bersama Meyer M. Nimkoff, Technology and The Changing Family.
Para penganut interaksi simbolik menyetujui pandangan Ogburn tentang keluarga bahwa pada keluarga yang modern kehilangan banyak fungsi. Namun
mereka yakin bahwa keluarga ini bergerak menuju kebahagiaan, yang akan terwujud dalam interaksi yang berbentuk “saling memuaskan, saling pengertian, simpatik, dan persahabatan dari anggota-anggotanya”. Pergeseran dari fungsi keluarga, menurut Burgess dan Locke adalah dari Institution ke Companionships, yaitu pergeseran dari suatu pranata yang terutama berfungsi mengemban mandat masyarakat untuk mempersiapkan warga yang sadar akan peranan dan tanggung jawabnya menjadi pranata yang sekedar kontrak di atara dua orang untuk saling membahagiakan.
Di lain pihak, pendekatan fungsionalisme struktural berusaha memahami perubahan-perubahan sosial dalam analisis-analisisnya. Namun karena fungsionalisme struktural cenderung melihat masyarakat sebagai suatu organisasi yang selalu berusaha keras menciptakan keseimbangan dalam dirinya, yang dikenal dengan model equilibrium, maka usaha untuk menjelaskan perubahan sosial tidak sepenuhnya tercapai.
Menurut Goode, perubahan ke arah industrialisasi dan perubahan keluarga merupakan proses parallel, keduanya dipengaruhi oleh perubahan sosial dan adicita-adicita perorangan (personal ideologies). Ada 3 adicita yang merupakan sumber utama perubahan, yaitu adicita kemajuan ekonomi (ideology of economic progress), adicita keluarga konjugal (ideology of conjugal family), dan adicita persamaan derajat (ideology of egalitarian). Dari ketiga adicita tersebut, keluarga konjugal merupakan yang paling radikal dan bersifat menghancurkan tradisi lama dalam hampir semua masyarakat dan merupakan tradisi pendorong timbulnya kelompok-kelompok radikal di setiap Negara yang berkembang. Ia juga menyebar
nilai-nilai kebebasan individu seperti kebebasan menentukan jodoh, kebebasan memilih tempat tinggal baru setelah menikah yang biasanya dipandang tidak menghormati norma-norma keluarga luas. Adicita keluarga konjugal juga lebih menyukai pada kesejahteraan individu dan kurang memberi perhatian pada kesinambungan dan kebesaran nama keluarga luas.
Goode mengakui bahwa tipe keluarga konjugal adalah yang paling cocok (fit) dengan perkembangan industri, dalam pengertian bahwa sistem keluarga konjugal paling menguntungkan perkembangan industri, namun sebaliknya tidaklah demikian. Industri bukanlah yang paling menguntungkan bagi sistem keluarga konjugal. Bahkan Goode menyebutkan bahwa putusnya hubungan dengan sistem keluarga besar merupakan pengorbanan yang paling mahal yang diberikan oleh keluarga terhadap pertumbuhan industri, karena ini berarti putusnya hubungan-hubungan yang telah dibina turun temurun dalam kehidupan keluarga tradisional. Oleh sebab itu, bagi Goode, industrialisasi dianggap sebagai faktor paling kritis dalam proses perubahan kompleks yang sedang terjadi.
Tamara K. Haveren dalam studinya di Manchester menemukan bahwa keluarga luas ikut memberi dorongan dan ikut memberi arah pada pola-pola adaptasi anggotanya terhadap kondisi yang baru.
Demikian juga mengenai teori bahwa keluarga konjugal lebih sesuai dengan dinamika masyarakat industri ternyata tidak sepenuhnya dapat dipertahankan karena tipe keluarga seperti itu tidak fungsional. Yang fungsional adalah tipe keluarga luas yang sudah tersesuaikan (modified extended family). Mereka memperoleh bukti bahwa tipe keluarga luas terdapat juga di pusat-pusat
perkotaan, tetapi tipe keluarga luas ini memang berbeda dengan tipe keluarga luas tradisional. Perbedaan itu diungkapkan oleh Litwak dalam penelitiannya (1959- 1960 dan 1960a), yaitu keluarga luas perkotaan itu tanpa pimpinan otoritas dan juga tidak dibatasi oleh jarak geografis maupun perbedaan lapangan pekerjaan. Ikatan-ikatan kekerabatan perkotaan ini, menurut mereka, lepas dari pengamatan Wirth dan Parsons karena kelemahan pendekatan yang mereka pergunakan, yaitu pendekatan tipologi. Pendekatan ini terlalu menyederhanakan gejala sosial yang diamatinya yang menyebabkan banyak hal yang penting luput dari perhatian peneliti. Selain itu, mereka juga menemukan bahwa kedua tokoh tersebut mengabaikan pengaruh yang disebabkan oleh perbedaan pengalaman sosialisasi, yang disebutnya juga sebagai transformasi identitas. Karena itu, Key berangggapan bahwa disintegrasi keluarga luas terutama akan dialami oleh kelompok-kelompok imigran yang datang ke Amerika pada saat urbanisasi sedang berlangsung dan pada saat mereka belum berhasil mengkonsolidasikan keluarganya. (Ihromi, 1999:21).
Akibatnya terjadi konflik peran; dalam keluarga pola peran tradisional masih membekas kuat, muncul peran baru yang tidak konsisten dengannya. Banyak suami berkeberatan terhadap penerimaan hak oleh istri mereka dalam bidang-bidang yang dianggap merupakan hak mereka sendiri. Konflik peran sering berasal dari istri yang bekerja dan berpenghasilan. Masalah yang berhubungan dengan peran ini mungkin tergantung terutama pada sikap sang suami. Jika dia dapat menerima pekerja istrinya dengan pengertian, masalah penyesuaian dapat diperkecil. Jika dia tetap berkeberatan terhadap peran ini,
masalah akan bertambah besar. Sang suami percaya bahwa urusan dapur merupakan hak istri, dan tidak akan meluas menjadi pengambilan keputusan pokok dalam keluarga. Apabila peran tersebut bertentangan terus menerus, maka cenderung terjadi disorganisasi keluarga.
Secara umum saat ini di era globalisasi dan modernisasi kondisi keluarga atau struktur keluarga yang berhubungan dengan peran mulai berubah karena masyarakat saat ini makin kompleks. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa sebab antara lain:
1. Pergeseran dari extended family menjadi nuclear family karena anggotanya semakin menurun.
2. Single parent meningkat karena adanya perceraian
3. Orang tua tanpa menikah meningkat karena kumpul kebo.
4. Rumah tangga yang sendiri atau mandiri meningkat, misalnya longdistance pada pasangan suami istri yang bermigrasi.
5. Adanya pekerjaan perempuan di luar keluarga sehingga pembagian kerja dalam rumah tangga berubah
6. Status perceraian relatif biasa.
Salah satu cara berfikir mengenai alasan mengapa terjadi perubahan sosial dan transformasi sosial adalah menyatakan bahwa suatu masyarakat dan masing- masing bagiannya mempunyai kebutuhan untuk menyesuaikan dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik mereka, atau lebih tepatnya menyesuaikan dengan