TINJAUAN PUSTAKA DAN TEOR
II.1 Studi Terdahulu
II.2.1 Teori Perubahan Keluarga (William F.Ogburn)
Perhatian utama gerakan perubahan sosial tertuju pada studi tentang keluarga pada konteks pertumbuhan arus urbanisasi dan industrialisasi. Tekanan bergeser dari perkembangan teori-teori tentang sistem keluarga kepada studi
tentang keluarga itu sendiri dan para anggotanya dengan berbagai masalah yang dipandang ada kaitannya, baik langsung maupun tidak langsung dengan pranata perkotaan dan industrial.
Namun ada perbedaan yang besar antara penganut perubahan yang baru saja diuraikan di atas, yaitu konservatisme dan radikalisme masing-masing dari Le Play dan Engels, dengan pandangan perubahan sosial yang dipelopori oleh Chicago School.
Para penganut perubahan sosial, yang dipelopori oleh Chicago School of Sociology, berusaha memahami baik keluarga maupun dampak perkembangan perkotaan dan industri pada keluarga agar dengan itu dapat mencari cara menanggulangi masalah yang akan timbul serta juga dapat memperkuat pranata keluarga.
Chicago School mempengaruhi timbulnya beberapa orientasi teoritis. Para pengikut pandangan ini mengkaji secara teliti perbedaan antara peri kehidupan pedesaan dengan peri kehidupan perkotaan. Pada dasarnya mereka cemas dan karena itu secara emplisit bersikap tidak setuju dengan pola kehidupan perkotaan. Mereka memperlihatkan bahwa peri kehidupan dengan pola tradisional ambruk karena desakan pengaruh perkotaan. Salah satu tema yang ditampilkan oleh ChicagoSchool adalah hilangnya fungsi keluarga sebagai akibat urbanisasi. Tokoh yang terkenal mempelopori tema ini adalah William F. Ogburn (1886-1959). Ambruknya kebudayaan tradisional menurut Ogburn berakibat munculnya tipe kehidupan keluarga yang baru, yang lebih menekankan fungsi-fungsi kepribadian.
Tema fungsi keluarga juga menjadi batu dasar utama analisis para penganut fungsionalisme struktur (structure functionslism).
Teori Ogburn tentang perubahan sosial dan keluarga membawa pengaruh penting atas studi sosiologi di Amerika, terutama sosiologi keluarga. Sumbangan yang paling berharga kepada perkembangan sosiologi ialah usahanya untuk membedakan kebudayaan material dan kebudayaan adaptif. Ia berpendapat bahwa titik permulaan nyata dari gerak perubahan dapat dijumpai di dalam inovasi material yang disertai dengan kebiasaan, kepercayaan dan falsafah yang cocok dengan substruktur material itu. Adalah kenyataan bahwa kebudayaan material (material culture: teknologi, industri mesin, transportasi, dan lain-lain), menurut Ogburn untuk menggunakan asumsi tunggakan kebudayaan (cultural lag), yaitu terjadinya perubahan di dalam kebudayaan material menyebabkan perubahan di dalam kebudayaan adaptif yang dapat berakibat maladjustment social atau ketidakmampuan menyesuaikan diri secara sosial yang berkelanjutan antara kedua segi kebudayaan itu.
Yang menarik dari teori Ogburn bagi peminat sosiologi keluarga adalah pendapatnya bahwa sistem keluarga berubah sebagai akibat perubahan teknologi. Keluarga, dengan demikian, lalu dijadikan contoh dari kebudayaan adaptif (adaptatif culture: nilai, ide, sikap, kebiasaan, dan lain-lain). Teori Ogburn ini dituangkan di dalam buku yang ditulisnya bersama Meyer M. Nimkoff, Technology and The Changing Family.
Para penganut interaksi simbolik menyetujui pandangan Ogburn tentang keluarga bahwa pada keluarga yang modern kehilangan banyak fungsi. Namun
mereka yakin bahwa keluarga ini bergerak menuju kebahagiaan, yang akan terwujud dalam interaksi yang berbentuk “saling memuaskan, saling pengertian, simpatik, dan persahabatan dari anggota-anggotanya”. Pergeseran dari fungsi keluarga, menurut Burgess dan Locke adalah dari Institution ke Companionships, yaitu pergeseran dari suatu pranata yang terutama berfungsi mengemban mandat masyarakat untuk mempersiapkan warga yang sadar akan peranan dan tanggung jawabnya menjadi pranata yang sekedar kontrak di atara dua orang untuk saling membahagiakan.
Di lain pihak, pendekatan fungsionalisme struktural berusaha memahami perubahan-perubahan sosial dalam analisis-analisisnya. Namun karena fungsionalisme struktural cenderung melihat masyarakat sebagai suatu organisasi yang selalu berusaha keras menciptakan keseimbangan dalam dirinya, yang dikenal dengan model equilibrium, maka usaha untuk menjelaskan perubahan sosial tidak sepenuhnya tercapai.
Menurut Goode, perubahan ke arah industrialisasi dan perubahan keluarga merupakan proses parallel, keduanya dipengaruhi oleh perubahan sosial dan adicita-adicita perorangan (personal ideologies). Ada 3 adicita yang merupakan sumber utama perubahan, yaitu adicita kemajuan ekonomi (ideology of economic progress), adicita keluarga konjugal (ideology of conjugal family), dan adicita persamaan derajat (ideology of egalitarian). Dari ketiga adicita tersebut, keluarga konjugal merupakan yang paling radikal dan bersifat menghancurkan tradisi lama dalam hampir semua masyarakat dan merupakan tradisi pendorong timbulnya kelompok-kelompok radikal di setiap Negara yang berkembang. Ia juga menyebar
nilai-nilai kebebasan individu seperti kebebasan menentukan jodoh, kebebasan memilih tempat tinggal baru setelah menikah yang biasanya dipandang tidak menghormati norma-norma keluarga luas. Adicita keluarga konjugal juga lebih menyukai pada kesejahteraan individu dan kurang memberi perhatian pada kesinambungan dan kebesaran nama keluarga luas.
Goode mengakui bahwa tipe keluarga konjugal adalah yang paling cocok (fit) dengan perkembangan industri, dalam pengertian bahwa sistem keluarga konjugal paling menguntungkan perkembangan industri, namun sebaliknya tidaklah demikian. Industri bukanlah yang paling menguntungkan bagi sistem keluarga konjugal. Bahkan Goode menyebutkan bahwa putusnya hubungan dengan sistem keluarga besar merupakan pengorbanan yang paling mahal yang diberikan oleh keluarga terhadap pertumbuhan industri, karena ini berarti putusnya hubungan-hubungan yang telah dibina turun temurun dalam kehidupan keluarga tradisional. Oleh sebab itu, bagi Goode, industrialisasi dianggap sebagai faktor paling kritis dalam proses perubahan kompleks yang sedang terjadi.
Tamara K. Haveren dalam studinya di Manchester menemukan bahwa keluarga luas ikut memberi dorongan dan ikut memberi arah pada pola-pola adaptasi anggotanya terhadap kondisi yang baru.
Demikian juga mengenai teori bahwa keluarga konjugal lebih sesuai dengan dinamika masyarakat industri ternyata tidak sepenuhnya dapat dipertahankan karena tipe keluarga seperti itu tidak fungsional. Yang fungsional adalah tipe keluarga luas yang sudah tersesuaikan (modified extended family). Mereka memperoleh bukti bahwa tipe keluarga luas terdapat juga di pusat-pusat
perkotaan, tetapi tipe keluarga luas ini memang berbeda dengan tipe keluarga luas tradisional. Perbedaan itu diungkapkan oleh Litwak dalam penelitiannya (1959- 1960 dan 1960a), yaitu keluarga luas perkotaan itu tanpa pimpinan otoritas dan juga tidak dibatasi oleh jarak geografis maupun perbedaan lapangan pekerjaan. Ikatan-ikatan kekerabatan perkotaan ini, menurut mereka, lepas dari pengamatan Wirth dan Parsons karena kelemahan pendekatan yang mereka pergunakan, yaitu pendekatan tipologi. Pendekatan ini terlalu menyederhanakan gejala sosial yang diamatinya yang menyebabkan banyak hal yang penting luput dari perhatian peneliti. Selain itu, mereka juga menemukan bahwa kedua tokoh tersebut mengabaikan pengaruh yang disebabkan oleh perbedaan pengalaman sosialisasi, yang disebutnya juga sebagai transformasi identitas. Karena itu, Key berangggapan bahwa disintegrasi keluarga luas terutama akan dialami oleh kelompok-kelompok imigran yang datang ke Amerika pada saat urbanisasi sedang berlangsung dan pada saat mereka belum berhasil mengkonsolidasikan keluarganya. (Ihromi, 1999:21).
Akibatnya terjadi konflik peran; dalam keluarga pola peran tradisional masih membekas kuat, muncul peran baru yang tidak konsisten dengannya. Banyak suami berkeberatan terhadap penerimaan hak oleh istri mereka dalam bidang-bidang yang dianggap merupakan hak mereka sendiri. Konflik peran sering berasal dari istri yang bekerja dan berpenghasilan. Masalah yang berhubungan dengan peran ini mungkin tergantung terutama pada sikap sang suami. Jika dia dapat menerima pekerja istrinya dengan pengertian, masalah penyesuaian dapat diperkecil. Jika dia tetap berkeberatan terhadap peran ini,
masalah akan bertambah besar. Sang suami percaya bahwa urusan dapur merupakan hak istri, dan tidak akan meluas menjadi pengambilan keputusan pokok dalam keluarga. Apabila peran tersebut bertentangan terus menerus, maka cenderung terjadi disorganisasi keluarga.
Secara umum saat ini di era globalisasi dan modernisasi kondisi keluarga atau struktur keluarga yang berhubungan dengan peran mulai berubah karena masyarakat saat ini makin kompleks. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa sebab antara lain:
1. Pergeseran dari extended family menjadi nuclear family karena anggotanya semakin menurun.
2. Single parent meningkat karena adanya perceraian
3. Orang tua tanpa menikah meningkat karena kumpul kebo.
4. Rumah tangga yang sendiri atau mandiri meningkat, misalnya longdistance pada pasangan suami istri yang bermigrasi.
5. Adanya pekerjaan perempuan di luar keluarga sehingga pembagian kerja dalam rumah tangga berubah
6. Status perceraian relatif biasa.
Salah satu cara berfikir mengenai alasan mengapa terjadi perubahan sosial dan transformasi sosial adalah menyatakan bahwa suatu masyarakat dan masing- masing bagiannya mempunyai kebutuhan untuk menyesuaikan dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik mereka, atau lebih tepatnya menyesuaikan dengan perubahan yang relevan di dalam lingkungan keluarga.
Kehidupan keluarga dapat berubah, tetapi keluarga akan terus ada. Sebab keluarga adalah sebagai satuan sosio-biologis yang diikat oleh rasa asih (affection), asuh (care), tolong menolong (support), dan pembagian kerja di antara anggotanya, menduduki posisi yang strategis untuk menciptakan “learning environment” yang positif bagi tumbuh kembang anak dengan sejumlah fungsi yang diembannya seperti yang dikatakan Wolfendale dalam Moelyarto (1986) bahwa fungsi itu meliputi :
1. Mencukupi kebutuhan primer (sandang, pangan, papan),
2. Memberi dukungan emosional (mencukupi kebutuhan sekunder), 3. Menciptakan kondisi,
4. Menciptakan lingkungan,
5. Memberikan kerangka referensi untuk melakukan eksplorasi di luar rumah, 6. Memberi perlindungan,
7. Memberi kesempatan dan pengarahan bagi tumbuhnya fungsi mandiri dan pengorganisasian diri,
8. Berfungsi sebagai model,
9. Mewariskan norma-norma sosial,
10.Bertindak sebagai transmitter pengetahuan dan informasi tentang realita dan 11.Berfungsi sebagai arbritase.
Talcott Parsons dan R.F Bales dengan pendekatan Struktural Fungsionalnya berpendapat, dalam zaman modern fungsi keluarga terutama dalam sosialisasi anak dan tension management untuk masing-masing anggota keluarga
justru semakin penting. Pada dasarnya pasangan suami istri pasti menginginkan rumah tangganya selalu harmonis.