• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Analisis Hasil Penelitian

4. Strategi penerjemahan dalam pengadaptasian SPPA Wahyu Kepada Yohanes

Dengan adanya problematika linguistik (problematika leksikal dan problematika gaya dan tata bahasa) dalam pengadaptasian SPPA Wahyu Kepada Yohanes seperti yang sudah penyusun uraikan, maka adaptor mempunyai berbagai macam strategi penerjemahan yang diterapkan guna mengatasi problematika tersebut. Adapun strategi penerjemahan yang digunakan adaptor dapat dikategorisasikan sebagai berikut :

a. Pemanfaatan alat bantu penerjemahan

Dalam setiap kegiatan penerjemahan, keberadaan alat bantu penerjemahan sangat mutlak diperlukan oleh setiap penerjemah. Demikian pula dalam pengadaptasian SPPA Wahyu Kepada Yohanes. Keberadaan alat bantu penerjemahan sangat berperan penting untuk mengatasi setiap problematika yang dijumpai adaptor. Alat bantu penerjemahan bisa menjadi solusi yang bisa dimanfaatkan setiap saat oleh para adaptor. Adapun alat bantu penerjemahan yang dimaksud antara lain :

Salah satu usaha adaptor dalam mengatasi problematika yang dihadapi adalah dengan cara memanfaatkan keberadaan kamus. Para adaptor menganggap bahwa kamus merupakan salah satu rujukan pokok yang dipakai oleh para adaptor yang akan menerjemahkan. Dalam setiap kamus akan tersedia kosakata yang cukup guna membantu para adaptor melaksanakan pekerjaan menerjemahkan.

Para adaptor memerlukan kamus ketika menghadapi permasalahan dalam hal makna kosakata tertentu. Sekalipun dalam kamus terdapat banyak sekali alternatif arti dari sebuah kata, tetapi arti-arti tersebut sangat membantu penerjemah untuk menemukan pilihan kata (diction) yang tepat ketika menemukan kesulitan untuk mengartikan sebuah kata tertentu dari teks bahasa sumber. Di dalam kamus, juga tersedia beberapa alternatif arti beserta contoh kalimat yang menyertainya. Sehingga para adaptor dapat membuat logika yang praktis dan efektif guna memilih arti kata yang tepat.

Sebagaimana diketahui bahwa inti dari kegiatan penerjemahan adalah terletak pada menemukan makna atau arti, kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk bahasa yang lain. Sehingga mau tidak mau, kamus merupakan media yang paling penting yang diperlukan oleh setiap adaptor guna menjembatani adaptor dalam mengalihkan makna tersebut.

Di dalam kamus juga ditemukan tidak hanya satu atau dua arti makna kata, tetapi lebih dari itu. Dengan demikian, walaupun kamus dapat membantu adaptor, tetapi keputusan pilihan ada di tangan adaptor.

Memanfaatkan media kamus merupakan salah satu alternatif yang dipakai untuk mengatasi kesulitan kosakata dalam pengalihan makna. Menurutnya, diawali pada tahap analisis teks bahasa sumber yaitu THB, ketika itu pula dia langsung mengecek kamus untuk mencari arti kata yang dimaksud teks sumber.

Dalam teks sumber, kosakata yang muncul sangat bervariasi seperti kosakata bahasa Inggris yang terkadang masih sulit untuk dipahami. Kosakata yang sulit yaitu adanya kosakata dalam bahasa Yunani atau Ibrani dalam teks sumber yang mau tidak mau harus langsung di cek artinya dalam kamus khusus bahasa Yunani dan Ibrani.

Ada beberapa kamus yang telah disiapkan adaptor sebelum memulai pekerjaan menerjemahkan dengan tujuan bahwa semakin lengkap dan banyak kamus yang disiapkan, maka akan mengikis kemungkinan terjadinya kesulitan kosakata. Keberadaan kamus sangat penting. Tanpa kamus, dia tidak yakin dengan terjemahannya.

Jadi, fungsi kamus adalah untuk menjawab dan mengatasi keragu-raguan adaptor terhadap makna sebuah arti kata tertentu. Dengan membuka kamus, adaptor merasa lebih yakin untuk mendapatkan makna yang sedekat-dekatnya dari sebuah arti kata tertentu.

Untuk mendapatkan makna yang sedekat-dekatnya, adaptor tidak boleh mengandalkan ilmu ”kira-kira”, tetapi harus mengandalkan dari berbagai sumber agar terjemahannya dapat dipertanggungjawabkan.

Salah satu jalan yang paling baik dan efektif untuk menjawab kesulitan kosakata untuk menemukan arti kata tertentu dengan cara memanfaatkan kamus. Menemukan arti kata yang dimaksud dalam teks sumber dengan memanfaatkan kamus akan sangat mempengaruhi kualitas terjemahan. Kamus memberikan alternatif arti kata yang harus dipilih oleh adaptor sesuai dengan konteks yang menyelimuti teks yang ada tersebut. Dengan konteks yang ada, arti kata dalam kamus tersebut dapat diselaraskan dan di seleksi dengan tepat.

Adapun jenis kamus yang dipakai antara lain : kamus-kamus umum (bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Belanda), Bible Dictionary, Bible Commentary, Greek dictionary. Kamus Mari Menerjemahkan Kata Kunci, dll.

Dari uraian tersebut, dapat diverifikasi bahwa adaptor memanfaatkan kamus sebagai perwujudan dari cara mereka untuk menyelesaikan masalah kosakata teks bahasa sumber. Memanfaatkan kamus bukanlah satu-satunya cara yang digunakan adaptor untuk mengatasi masalah yang ada. Memanfaatkan kamus yang ada hanyalah salah satu cara untuk mengatasi masalah yang ada, disamping solusi-solusi yang lain. Peranan kamus merupakan keharusan bagi para adaptor.

Keberadaan bahan-bahan referensi pendukung dalam mengatasi problematika dalam pengadaptasian SPPA juga merupakan hal yang penting yang diperlukan oleh adaptor. Bahan-bahan referensi pendukung bersifat sebagai pembanding saja.

Adapun bahan-bahan referensi pendukung tersebut antara lain : Buku-buku tafsiran Alkitab, versi-versi terjemahan Alkitab yang ada, buku-buku eksegesis Alkitab, buku-buku teori penerjemahan, dll. b. Konsultasi dengan Translator’s Officer (TO) atau Konsultan

Penerjemahan LAI

Keberadaan TO atau Konsultan Penerjemahan yang dimiliki oleh Departemen Penerjemahan LAI sangat membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi adaptor dalam proses pengadaptasian SPPA.

TO sengaja dibentuk guna membantu para adaptor memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam proses pengadaptasian. Tidak hanya melayani konsultasi dari para adaptor, tetapi TO bertanggungjawab terhadap kegiatan-kegiatan pembimbingan bagi para adaptor.

Kegiatan-kegiatan yang dimaksud seperti seminar dan kuliah penerjemahan, lokakarya adaptor, kunjungan-kunjungan kerja, dll. Kegiatan-kegiatan tersebut disiapkan Departemen Penerjemahan dengan TO sebagai para pelaksananya untuk menyiapkan tenaga-tenaga adaptor yang siap kerja.

Dengan keberadaan TO yang siap setiap saat untuk berdiskusi dengan para adaptor, akan membuka kesempatan yang sangat luas bagi para adaptor untuk selalu berkonsultasi guna memecahkan masalah dalam pengadaptasian.

TO semaksimal mungkin akan memecahkan masalah yang dihadapi adaptor dengan bimbingan-bimbingan dan arahan-arahan serta diskusi baik di dalam atau di luar Kantor Departemen Penerjemahan LAI.

Adaptor dapat berkonsultasi dengan para TO Departemen Penerjemahan. Adaptor Kitab Wahyu memiliki begitu banyak problematika, sehingga mengharuskannya untuk berkonsultasi. Konsultasi dilakukan dengan cara yang fleksibel, bisa bertemu langsung bertatap muka, atau dengan media seperti telepon, email, dll. Dengan berkonsultasi dengan para TO, masalah-masalah yang di hadapi satu per satu sudah terjawab.

Dengan diterbitkannya SPPA Wahyu Kepada Yohanes yang secara tidak langsung membuktikan bahwa setiap problematika yang ia hadapi sudah terpecahkan, salah satunya dengan cara berkonsultasi dengan para TO Departemen Penerjemahan LAI.

c. Diskusi dengan sesama rekan kerja

Cara lain yang ditempuh para adaptor dalam mengatasi permasalahan yang ada dalam pengadaptasian SPPA yaitu dengan cara berdiskusi dengan sesama rekan adaptor. Diskusi merupakan kegiatan ilmiah bagi para adaptor.

Seorang adaptor telah terbiasa dengan forum-forum ilmiah termasuk di dalamnya berdiskusi. Dengan berdiskusi, masing-masing anggota dapat mengutarakan pendapat atau alasan yang dimilikinya. Bahkan, tidak jarang terjadi perdebatan untuk mencari jawaban yang paling tepat dari setiap permasalahan yang didiskusikan.

Diskusi dapat dilakukan dengan cara formal maupun non formal. Diskusi yang dilakukan secara formal tentu berbeda dengan diskusi yang dilakukan secara non formal. Diskusi formal biasanya bersifat formalistik, baik dilihat dari bentuk pertemuan, tempat duduk, bahasa, sistem yang dipakai, maupun materi yang dibahas.

Dalam diskusi formal, bahasa yang yang digunakan adalah bahasa formal, tempat duduk juga ditata dengan formal. Begitupun dengan materi yang dibahas. Cara berdiskusi juga ditata secara formal, mulai dari pembicara, penulis, moderator, dan lain sebagainya.

Lain lagi dengan diskusi non formal yang tidak mensyaratkan berbagai ketentuan seperti dalam diskusi formal. Dimanapun, dalam bahasa apapun, materi apapun, dengan siapapun, orang-orang dapat melakukan diskusi non formal ini.

Mereka juga tidak di atur dengan sistem diskusi yang formal. Siapa yang mau bicara dipersilahkan. Biasanya saling bergantian kesempatan atau bersautan antara satu orang dengan orang lain. Bahkan tidak jarang mereka saling berdebat untuk mempertahankan pendapatnya dan menimpali pendapat teman yang lain. Antara satu orang dengan peserta yang lain dapat saja saling berebut untuk berbicara.

Biasanya dalam diskusi non formal ini juga tidak ditarik suatu kesimpulan. Masing-masing peserta menarik kesimpulan sendiri-sendiri. Mereka saling memahami antara peserta yang satu dengan peserta yang lain. Mereka juga saling mengetahui bahwa dalam diskusi seperti ini tidak ada

ikatan apapun. Walaupun kalau dilihat esensinya, diskusi ini juga bisa memecahkan suatu persoalan.

Berkaitan dengan penelitian ini, diskusi antar adaptor dilakukan dalam setiap pertemuan atau lokakarya. Dalam lokakarya adaptor, adaptor mempunyai kesempatan yang luas untuk sharing atau berdiskusi dengan rekan sesama adaptor mengenai kesulitan-kesulitan dengan bahan-bahan masing-masing dalam penerjemahan.

Dari diskusi inilah para adaptor bisa mengungkapkan kesulitan yang ia hadapi dalam proses penerjemahan di hadapan forum atau rekan kerjanya. Dari kesulitan yang ia ungkapkan, forum akan mendiskusikan permasalahan yang dihadapi oleh adaptor tersebut dengan mempertimbangkan berbagai saran, pendapat, masukan-masukan, serta alternatif-alternatif solusi yang ditawarkan forum.

Diskusi dengan rekan sesama adaptor merupakan cara yang efektif untuk mengatasi permasalahan dalam penerjemahan. Dimungkinkan bahwa ada potensi kesamaan kesulitan yang dihadapi oleh adaptor, sehingga mereka bisa sharing untuk memberitahu solusi-solusi apa yang bisa ditempuh untuk mengatasi kesulitan tersebut.

Sesama adaptor bisa memberikan input yang bermanfaat untuk adaptor yang lain, dimungkinkan bahwa adaptor tersebut pernah mempunyai kesulitan yang serupa sehingga solusi yang pernah ia tempuh bisa ia bagikan kepada adaptor yang lain.

Diskusi yang dilakukan oleh para adaptor dengan rekan sesama adaptor adalah diskusi non formal yang dilakukan dengan sharing pikiran atau mengajak teman sekantor untuk terlibat dengan dirinya dalam sebuah perbincangan umtuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Adaptor langsung mengutarakan masalah yang dihadapi, kemudian teman sesama adaptor memberikan alternatif solusi. Dari beberapa alternatif solusi yang ditawarkan tersebut, akan dipilih solusi yang terbaik dari hasil diskusi.

Diskusi semacam ini akan dilakukan jika terdapat permasalahan yang serius dengan masalah yang ia hadapi. Adaptor biasanya melibatkan teman sekantor atau sesama adaptor untuk berbagi rasa memecahkan masalah yang dihadapinya.

Dengan cara berdiskusi, adaptor bisa mengajak rekan sesama adaptor untuk masuk ke dalam dunianya dan membantu memecahkan masalah yang dihadapinya. Diskusi dengan rekan sesama adaptor. tidak hanya melibatkan satu adaptor saja, terkadang lebih dari satu adaptor. Dengan melibatkan beberapa adaptor untuk berdiskusi dengannya, akan memberikan banyak sekali alternatif solusi, sehingga akan lebih memudahkan untuk mencari solusi yang terbaik.

Memang tidak selamanya diskusi ini bisa berjalan sesuai dengan harapan, bisa saja terjadi adaptor akan menghadapi rekannya yang mungkin tidak sejalan dengan pola pikir yang dimilikinya. Kalau hal ini terjadi, maka yang

diperoleh bukanlah solusi yang diinginkan, tetapi justru menambah masalah yang sudah ada.

Namun demikian, tidaklah dikatakan bahwa diskusi bukanlah cara yang tepat untuk memecahkan masalah. Tetapi, dalam diskusi ini harus dilakukan dengan cara yang fair dan jelas. Rekan sesama adaptor yang di ajak berdiskusi harus betul-betul apriori terhadap yang kita lakukan.

Adaptor yang di ajak berdiskusi harus lebih banyak memberikan masukan daripada kritikan yang pedas tanpa disertai argumen yang logis dan kuat. Dengan demikian, diskusi tetap merupakan cara untuk memecahkan masalah, tetapi dengan catatan bahwa diskusi harus dilakukan dengan cara yang hati-hati, jernih, dan jelas.

Ketika adaptor menghadapi permasalahan dalam pengadaptasian SPPA Wahyu Kepada Yohanes, adaptor menggunakan teknik diskusi dengan rekan sesama adaptor untuk memecahkan masalahnya. Diskusi yang dilakukan adalah diskusi non formal yang biasanya dilakukan di dalam atau di luar Kantor Departemen Penerjemahan LAI.

Proses diskusi berjalan secara santai, tetapi serius tanpa meninggalkan esensi berdiskusi, yaitu saling beradu argumen untuk mendapatkan solusi terbaik dari masalah yang dihadapi. Diskusi menjadi salah satu cara lagi yang dilakukan adaptor untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Yang dimaksud dengan ”self problem solver” adalah memecahkan masalah dengan diri sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa berbagai masalah yang muncul dalam kegiatan pengadaptasian SPPA Wahyu Kepada Yohanes bisa diselesaikan dengan cara memanfaatkan alat bantu penerjemahan, konsultasi, berdiskusi dengan rekan sesama adaptor. Namun, dalam penelitian ini, para adaptor juga menggunakan cara self problem solver sebagai alternatif pemecaham masalah yang dihadapinya.

Cara ini di lakukan dengan cara memahami permasalahan yang kemudian diselesaikan dengan penyelesaian diri sendiri. Maksud dari penyelesaian masalah dengan diri sendiri adalah merupakan bentuk pilihan.

Dimana adaptor telah memperoleh banyak masukan dari rekan sesama adaptor, saran dan masukan dari para TO, dan alternatif solusi dari alat bantu penerjemahan, tetapi terkadang masih tetap saja mengambang. Dalam situasi yang demikian, maka adaptor harus koreksi diri, bagaimanapun juga adaptor adalah pengambil keputusan.

Adaptor dihadapkan pada berbagai pilihan dari berbagai altrnatif solusi (diskusi, konsultasi, dan diskusi dengan rekan sesama adaptor). Berbagai pilihan itu membuat adaptor harus berhati-hati dalam menentukan pilihan. Hal ini tiada lain karena hasil penentuan pilihan ini merupakan bentuk atau cara penyelesaian masalah yang dihadapinya.

Adaptor sering dihadapkan pada dilema untuk mengambil keputusan. Ketika menghadapi masalah, dan ketiga solusi (diskusi, konsultasi, dan diskusi dengan rekan sesama adaptor) belum bisa menjawabnya,

kebimbangan akan menyelimuti pikirannya. Bagaimana ia harus mengambil keputusan? Adaptor merenung, memahami masalah yang ia hadapi, dan akhirnya dia harus menentukan pilihan terhadap masalah yang ia hadapi.

Adaptor sebagai pengambil keputusan akhir dari berbagai pilihan alternatif solusi. Suatu keputusan yang diambil oleh dirinya, harus didukung dengan argumen yang logis, kuat, dan bisa dipertanggung jawabkan.

Tanpa itu semua, akan sulit untuk megambil keputusan yang tepat. Peran diri sendiri dalam mengatasi suatu masalah menjadi hal yang juga dipertimbangkan oleh adaptor dalam proses pengadaptasian SPPA Wahyu. Pada saat dibutuhkan sebagai pemegang keputusan, dirinya harus berani mengambil keputusan yang tepat.

Dengan demikian, dapat diverifikasi bahwa self problem solver juga dapat dikatakan sebagai bentuk atau cara mengatasi masalah yang muncul dalam kegiatan pengadaptasian PPA Wahyu yang dilakukan oleh para adaptornya.

5. Jenis metode penerjemahan dalam pengadaptasian SPPA Wahyu Kepada