• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kuadran III Kuadran

TERHADAP ATRIBUT PRODUK

4. Strategi Promos

Pada strategi promosi ini yang harus diperhatikan adalah hal-hal yang menyangkut dengan komunikasi dengan pelanggan. Atribut yang harus diprioritaskan oleh pihak Perum Perhutani adalah ketersediaan akses informasi, karena atribut ini dirasa penting oleh pelanggan namun kinerjanya tidak memuaskan. Melihat kenyataan tersebut dan untuk mendapatkan kepuasan pelanggan, pihak Perum Perhutani sebaiknya menyediaan akses informasi yang baik dan transparan dengan cara membuat "desk" untuk customer service. Layanan tersebut dapat berbentuk langsung maupun tidak langsung. Layanan secara langsung, berupa nomer telepon yang mudah dihubungi dan untuk memuaskan pelanggan, layanan ini dibuat bebas pulsa sehingga pelanggan dapat menyampaikan keluhan atau kritik serta saran tanpa terbatas waktu dan dipungut biaya. Layanan tidak langsung dapat berbentuk media informasi berupa layanan melalui internet berupa website perusahaan yang berisi informasi produk mengenai ketersediaan produk, kenaikan harga produk, kandungan kimia dan mutu atau kualitas produk tersebut. Melihat kecenderungan pemanfaatan teknologi informasi yang terus berkembang, disarankan kepada Perhutani untuk meningkatkan kinerja layanan melalui internet, karena beberapa keuntungan, antara lain: (1) Internet siap sedia selama 24 jam, (2) Menjangkau pangsa pasar yang menjadi target, (3) Mengangkat citra bisnis, (4) Biaya pemasaran yang lebih efektif dan efisien, (5) Memposisikan bisnis perusahaan di masa depan, (6) Mempermudah perusahaan dalam membangun hubungan baik dengan pelanggan, dan (7) Sistem otomatisasi yang responsif.

Apabila keseluruhan strategi dilakukan dengan baik maka diharapkan akan timbul hubungan timbal balik yang harmonis antara pelanggan dengan perusahaan secara langsung dan akan meningkatkan citra positif Perum Perhutani sebagai produsen minyak kayu putih. Citra positif

41 perusahaan yang terbangun secara tidak langsung akan meningkatkan kepercayaan pelanggan dan masyarakat sehingga perusahaan dapat dikenal secara luas. Apabila kondisi tersebut terbentuk maka Word of Mouth (WOM) akan menjadi kenyataan, yaitu pelanggan yang satu merekomendasikan produk yang sama kepada teman-temannya. Demikian pula efek positif yang dihasilkan oleh WOM yaitu akan mengurangi biaya atau pengeluaran yang besar dalam promosi.

42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian analisis tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk minyak kayu putih produksi Perum Perhutani dengan wilayah penelitian pulau Jawa dan jumlah responden 57 pelanggan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Karakteristik pelanggan produk minyak kayu putih Perum Perhutani sebagian besar adalah perusahaan yang bergerak pada sektor perdagangan, dengan jumlah tenaga kerja antara 5 - 99 orang, dan rata-rata memiliki omzet antara Rp. 100 juta s/d Rp 3 milyar per tahunnya.

2. Pelanggan produk minyak kayu putih Perum Perhutani sebagian besar mengetahui informasi mengenai minyak kayu putih dari relasi diantaranya teman ataupun keluarga, dan rata-rata dalam satu tahun terakhir membeli minyak kayu putih dengan ukuran 100 - 1000 kg.

3. Pelanggan membeli minyak kayu putih Perhutani dengan alasan mutu yang baik serta aroma minyak kayu putih yang khas. Selain itu sebagian besar para pelanggan membeli produk pada kantor Perum Perhutani Unit II di Jawa Timur.

4. Berdasarkan hasil Importance Peformance Analysis terdapat beberapa atribut yang tersebar pada empat kuadran, adalah sebagai berikut :

a. Kuadran I (Prioritas Utama). Kelima atribut tersebut adalah ketersediaan akses informasi, kemudahan memperoleh kontrak, kemudahan dalam mendapatkan produk (biaya), kecepatan dalam melayani administrasi, dan banyak dikonsumsi orang.

b. Kuadran II (Pertahankan Prestasi), terdapat sembilan atribut, yaitu atribut aroma, komposisi mutu produk (kandungan kimia), komposisi mutu produk untuk kebutuhan industri, brand image, harga yang diterima sesuai dengan mutu yang diterima, kemudahan cara pembayaran, kualitas dan mutu pelayanan dalam melayani pelanggan, komunikasi melalui telepon, dan pemenuhan kontrak sesuai jadwal (time delivery).

43 c. Kuadran III (Prioritas Rendah) terdapat tujuh atribut, yaitu atribut jenis kemasan, fasilitas ruang transaksi, komunikasi melalui internet, komunikasi melalui faximille, komunikasi melalui surat, bergengsi, dan kemudahan dalam mendapat produk (waktu).

d. Kuadran IV (Berlebihan) terdapat satu atribut yaitu warna.

5. Berdasarkan Customer Satisfaction Index (CSI), diketahui bahwa nilai CSI adalah sebesar 73,68 %, yaitu berada pada range 0,66-0,80. Dengan demikian keseluruhan atribut dari minyak kayu putih Perum Perhutani dapat dikatakan sudah memuaskan pelanggannya.

6. Saran kepada Perum Perhutani berupa empat stategi yaitu strategi produk, harga, penempatan dan promosi. Saran untuk strategi produk adalah (1) pelanggan diberikan kemudahan untuk memperoleh kontrak, (2) kecepatan dan pelayanan ditingkatkan. Saran untuk strategi harga adalah menerapkan diskriminasi harga. Saran untuk strategi penempatan adalah dengan cara memperluas saluran distribusi. Saran untuk strategi promosi adalah meningkatkan saluran informasi melalui media cetak dan elektronik.

B. SARAN

Beberapa saran yang dapat menjadi masukan untuk penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut :

1. Melakukan penelitian lanjutan mengenai kinerja pada bagian produksi dan operasi di Perum Perhutani. Hal ini bertujuan agar di kemudian hari Perum Perhutani dapat meningkatkan nilai kepuasan yang dirasakan oleh pelanggannya.

2. Melakukan penelitian lanjutan mengenai strategi bersaing Perum Pehutani. Hal tersebut untuk menjaga agar posisi Perhutani tetap menjadi market leader produk minyak kayu putih di pasaran dalam negeri.

3. Melakukan penelitian lanjutan mengenai sumber daya manusia pada Perum Perhutani dalam peningkatan kapasitas penguasaan teknologi khususnya dalam aspek penyediaan bahan baku, pengolahan dan pemasaran minyak kayu putih.

44

DAFTAR PUSTAKA

Anggipora, M. P. 2002. Dasar-dasar Pemasaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta Chandrawatisma, C. 2008. Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan terhadap

Produk corned Pronas Produksi PT. Canning Indonesian Products Denpasar, Bali. Skripsi Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Elvistiarso, F. 2007. Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Produk Mr. P. Engel, J. F., R.D. Blackwell dan P.W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen.

(Terjemahan). Binarupa Aksara. Jakarta.

Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri Jilid IV B. Terjemahan S. Ketaren. UI Press . Jakarta

Ikhwan, A. M. 2007. Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan Gumati Cafe - Bogor. Skripsi Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Irawan, H. 2003. Membedah Strategi Kepuasan Pelanggan Merek Pemenang ICSA. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Irawan, H. 2004. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Elex Media Komputindo. Jakarta

Kartajaya, H. 2000. Siasat Memenangkan Persaingan Global. Gramedia, Jakarta. Kartajaya, H. 2002. Hermawan Kartajaya on Marketing. Gramedia, Jakarta. Kartajaya, H. 2002. MarkPlus on Strategy. 12 Tahun Perjalanan MarkPlus & Co

Membangun Strategi Perusahaan. Gramedia, Jakarta.

Ketaren, S. 1990. Pengantar Teknologi. Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta Kotler, P. dan G. Amstrong. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran Jilid II

(Terjemahan). Erlangga. Jakarta

Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran Edisi 11. Terjemahan Benyamin Molan. Indeks. Jakarta

Lovelock, C and L. Wright, 1999. Principles of Services Marketing and

Management (2nd ed.). Prentice Hall International Inc. New Jessey Palilati, A. 2004. Pengaruh Tingkat Kepuasan terhadap Loyalitas Nasabah

Tabungan Perbankan di Wilayah Etnik Bugis. Jurnal Kepuasan Pelanggan. Vol 1. (Maret), p. 65-74

45 Perum Perhutani. 2007. Laporan Akhir Tahun. Perum Perhutani. Jakarta

Rangkuti, F. 2003. Measuring Customer Satisfaction. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Saturwa, H. N. 2007. Analisis Kepuasan Pelanggan terhadap Kualitas Pelayanan PDAM Studi Kasus PDAM Tirta Dharma Kabupaten Kendal. Skripsi Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sugiyono. 2003. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung

Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Galia Indonesia. Bogor

Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Meningkatkan Pangsa Pasar. Rineka Cipta. Jakarta

Supranto, J. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Rineka Cipta. Jakarta

Tjiptono, F. 2002. Strategi Bisnis. Penerbit Andi. Jakarta

Wildan, D. 2005. Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Wisata

Cangkuang Garut, Jawa Barat. Skripsi Program Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor www.atsiri-indonesia.com/kebutuhan-minyak-kayu-putih-di-indonesia.php

46

16

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebutuhan minyak kayu putih di Indonesia mencapai 1500 ton per tahun, tetapi saat ini Indonesia hanya memproduksi sekitar 800 ton per tahun (www.atsiri-indonesia.com). Salah satu perusahaan yang memproduksi produk minyak kayu putih adalah Perum Perhutani, dengan total produksi mencapai 500 ton per tahun atau 3/4 dari total produksi di seluruh Indonesia.

Keadaan tersebut merupakan peluang bagi perusahaan yang bergerak di bidang usaha serupa untuk memproduksi minyak kayu putih. Perum Perhutani perlu mewaspadai jika permintaan terhadap minyak kayu terpenuhi, karena pelanggan akan memiliki pilihan yang lebih banyak, dan apabila produk minyak kayu putih Perum Perhutani tidak sesuai dengan kebutuhan, pelanggan dapat dengan mudah berpindah kepada perusahaan lain. Maka Perum Perhutani perlu mengantisipasi hal tersebut dengan melakukan analisis tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk minyak kayu putih, agar pelanggan tetap loyal terhadap produknya. Pengetahuan mengenai kepuasan pelanggan sangat penting untuk terus menerus diketahui oleh perusahaan agar tetap dapat survive dan sustainable dalam usahanya.

Pada masa lalu, perusahaan dapat dengan mudah menciptakan customer atau pelanggan, namun pada masa mendatang pelanggan akan dihadapkan pada banyak pilihan dalam memenuhi kepuasaannya, baik dalam hal memilih produk, harga, merek maupun kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Namun pelanggan akan memilih suatu produk yang paling banyak menawarkan nilai dan manfaat.

Mengingat bahwa kepuasan pelanggan minyak kayu putih merupakan faktor penting, maka semakin cepat perusahaan mengetahui perubahan perilaku dan selera pelanggan akan semakin cepat perusahaan dapat menjaga retensi pelanggan untuk selalu mempertahankan pembelian atau bahkan membeli lebih banyak lagi produk baru dan modifikasi produk yang ada. Tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi akan berdampak positif pada citra

17 perusahaan dan memberi sedikit perhatian pada produk yang dipromosikan oleh para pesaing perusahaan di masa mendatang.

Bagi perusahaan yang bergerak di bidang industri pertanian, seperti Perum Perhutani, kepuasan pelanggan merupakan faktor yang sangat penting untuk diteliti. kemampuan merespon secara cepat untuk menangani permasalahan pelanggan, misalnya keluhan atau complain akan membuat pelanggan menjadi loyal terhadap produk perusahaan, karena hal ini akan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan usahanya.

Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Perum Perhutani saat ini memproduksi minyak kayu putih untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebagian besar minyak kayu putih yang diproduksi oleh Perum Perhutani tidak digunakan secara langsung oleh konsumen (end-users), melainkan digunakan oleh perusahaan lain sebagai bahan baku untuk diproses lebih lanjut untuk kemudian dipasarkan kepada konsumen. Perum Perhutani sebagai industri hulu atau penyedia bahan baku bagi industrinya perlu memberikan

Berdasarkan hal-hal tersebut maka untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk minyak kayu putih produksi Perum Perhutani perlu diadakan analisis terhadap kepuasan pelanggan. Menurut Irawan (2004), kepuasan pelanggan dapat diartikan sebagai pengukuran kualitatif dari luaran yang dikonsumsi dari pelanggan. Dalam jangka panjang kepuasan pelanggan yang semakin tinggi akan meningkatkan daya saing perusahaan, lalu daya saing industri dan akhirnya berpengaruh terhadap daya saing suatu negara. Dalam jangka pendek seringkali tidak terlihat hubungan antara kepuasan pelanggan dan tingkat profitabilitas, karena kepuasan pelanggan adalah strategi defensif, maka kemampuannya untuk mempertahankan pelanggan itulah yang pada akhirnya mempengaruhi keuntungan jangka panjang.

Agar perusahaan mengetahui tingkat kepuasan konsumen, maka hal yang harus dilakukan oleh pihak manajemen pertama kali adalah mengetahui dan mendapatkan informasi atas kebutuhan dan keinginan konsumen. Pihak manajemen harus dapat memusatkan perhatian pada kebutuhan konsumen yang lebih tinggi dan menentukan bagaimana memuaskan konsumen tersebut sebaik-baiknya. Disinilah sebuah perusahaan dapat membuat dirinya beserta

18 produk dan jasanya berbeda dan unggul daripada perusahaan lain yang merupakan pesaing.

Analisis tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk minyak kayu putih produksi Perum Perhutani ini dilakukan dengan bantuan instrumen berupa : survey kepuasan pelanggan dan hasil survey diolah dengan metode Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI).

B. TUJUAN

1. Mengkaji proses keputusan pelanggan dan tanggapan pelanggan terhadap atribut minyak kayu putih Perum Perhutani

2. Menganalisis tingkat kepuasan konsumen terhadap produk dan pelayanan yang diberikan Perum Perhutani.

3. Mengidentifikasi karakteristik pelanggan produk minyak kayu putih Perum Perhutani

4. Memberikan masukan kepada Perum Perhutani sehingga dapat memberikan kepuasan konsumen di masa mendatang.

C. RUANG LINGKUP

1. Produk yang dikaji pada penelitian ini adalah minyak kayu putih yang diproduksi oleh Perum Perhutani.

2. Responden yang menjadi objek penelitian adalah pelanggan Perum Perhutani yang tercatat membeli produk minyak kayu putih terhitung tanggal 1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2008.

3. Hal-hal yang dikaji berupa karakteristik responden produk minyak kayu putih, tanggapan pelanggan terhadap atribut produk minyak kayu putih, dan tingkat kepuasan pelanggan.

19

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PRODUK

Menurut Lovelock dan L. Wright (1999), atribut produk adalah semua fitur (baik yang berwujud maupun tidak berwujud) suatu barang atau jasa yang dapat dinilai pelanggan. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa bagi seorang konsumen, atribut atau karakteristik yang melekat dalam produk menjadi bahan pertimbangan dalam keputusan pembelian produk. Atribut produk meliputi atribut fisik dan atribut abstrak. Atribut fisik menggambarkan ciri-ciri fisik produk seperti ukuran, jenis, merk, warna, kemasan, harga, rasa, dan lain- lain. Pada atribut abstrak menggambarkan karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi konsumen, misalnya prestise, kemudahan dan sebagainya (Sumarwan, 2004).

Menurut Kotler (2005), berdasarkan daya tahan dan wujudnya, produk dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Barang tahan lama (durable goods)

Barang tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya tetap bertahan walaupun sudah digunakan berkali-kali. Misalnya : pakaian, komputer, dan sepeda motor.

2. Barang tidak tahan lama (non durable goods)

Barang tidak tahan lama adalah barang-barang berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali penggunaan. Termasuk golongan ini antara lain, sayur-mayur, makanan, dan sabun.

3. Jasa (services)

Jasa adalah produk-produk yang tidak berwujud, tidak terpisahkan, dan mudah habis. Produk ini memerlukan pengendalian mutu, kredibilitas pemasok, dan kemampuan penyesuaian yang lebih tinggi. Misalnya jasa reparasi, jasa pendidikan, dan salon.

20 Menurut William J. Stanton dalam Anggipora (2002), produk dapat didefinisikan menjadi dua pengertian dasar yaitu :

1. Pengertian sempit, yaitu produk adalah sekumpulan atribut fisik nyata (tangible) yang terkait dalam sebuah bentuk yang dapat diidentifikasikan. 2. Pengertian luas, yaitu produk adalah sekumpulan atribut yang nyata

(tangible) dan tidak nyata (intangible) di dalamnya sudah tercakup warna, rasa, harga, kemasan, prestise perusahaan, prestise pengecer, dan pelayanan dari pabrik serta pengecer yang mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang bisa memuaskan keinginannya.

Gagasan pokok dari kedua definisi diatas adalah bahwa konsumen membeli tidak hanya sekedar kumpulan atribut fisik, tetapi pada sasarannya mereka membayar sesuatu untuk memuaskan keinginan. Sebenarnya pembedaan antara barang dengan jasa secara tegas sulit dilakukan, karena sering pembelian suatu barang disertai jasa tertentu dan sebaliknya pembelian suatu jasa sering disertai dengan pemakaian barang tertentu.

B. MINYAK KAYU PUTIH

Menurut Ketaren (1990), minyak kayu putih adalah hasil penyulingan dari daun kayu putih segar dan ranting (terminal branchlet) dari beberapa species Melaleuca. Minyak kayu putih merupakan minyak atsiri (Essential oil) disebut juga ethereal atau volatile oil yaitu minyak yang mudah menguap dan memiliki bau khas, yang diperoleh dari tanaman tersebut. Beberapa jenis spesies yang mampu menghasilkan minyak kayu putih komersial antara lain Melaleuca leucadendron LINN., Melaleuca cajeputi Roxb., Melaleuca viridiflora Gärtn. dan Melaleuca minor Sm.

Warna minyak kayu putih adalah hijau bening, yang disebabkan karena tembaga dari ketel-ketel penyulingan minyak kayu putih dan senyawa organik yang kemungkinan adalah klorofil. Jika warna hijau minyak atsiri disebabkan karena tembaga, maka warna tersebut dapat dipisahkan dengan minyak kayu putih aslinya dengan menggunakan larutan asam tartarat pekat. Namun apabila warna hijau tersebut disebabkan karena klorofil atau bahan organik lainnya, maka minyak itu dapat dipucatkan dengan menggunakan karbon aktif.

21 Proses rektifikasi juga dapat mengeliminasi warna. Namun demikian, rektifikasi minyak kayu putih tidak dilakukan di daerah-daerah produksi.

Unsur yang mengandung aroma kemungkinan terbentuk dari hijau daun (chlorophyll). Unsur tersebut bersatu dengan glukosa menciptakan glukosida yang disalurkan ke seluruh tubuh tumbuhan. Di tempat tertentu, khususnya bunga, tumbuhan menghasilkan zat penawar (enzim) yang menyerbu glukosida sehingga mengakibatkan terciptanya minyak atsiri. Komponen penyusun minyak kayu putih dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Komponen Penyusun Minyak Kayu Putih No Komponen Rumus Molekul Titik Didih (oC)

1. Cineol C10H18O 174 – 177 2. Terpineol C10H17OH 218 3. Pinene C10H18 156-160 4. Benzaldehyde C6H5O 179.9 5. Limonene C10H16 175-176 6. Sesquiterpene C15H24 230-277 Sumber : Ketaren, 1990

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDASARI KEPUTUSAN PEMBELIAN

Keputusan dalam mengkonsumsi barang dan jasa ditentukan oleh perilaku konsumen yang bersangkutan. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai suatu tindakan yang diputuskan dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini (Engel et al., 1994).

Proses keputusan pembelian tidak terjadi begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor. Akibatnya keputusan yang dimiliki konsumen/pelanggan dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Terdapat tiga determinan yang mendasari perilaku dalam pembelian suatu produk, yaitu : (1) pengaruh lingkungan, (2) perbedaan individu, dan (3) proses psikologis.

22

D. TAHAPAN-TAHAPAN KEPUTUSAN PEMBELIAN

Perilaku proses keputusan selalu dimulai dengan pengenalan kebutuhan yang didefinisikan sebagai persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk menggugah dan mengaktifkan proses keputusan. Pengenalan keputusan pada akhirnya bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang ada diantara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan. Ketika ketidaksesuaian ini melebihi tingkat atau ambang tertentu, maka kebutuhan akan dapat dikenali (Engel et al., 1994). Kotler (2005) menyatakan bahwa kebutuhan dapat dicetuskan oleh stimulus, baik internal maupun eksternal. Stimulus internal adalah kebutuhan dasar yang timbul dari dalam diri sendiri seperti lapar, haus, dan sebagainya. Sedangkan stimulus eksternal adalah kebutuhan yang ditimbulkan oleh kebutuhan eksternal.

Tahap kedua yaitu pencarian informasi. Konsumen yang telah mengenali kebutuhannya akan terlibat dalam pencarian informasi. Pencarian informasi oleh Engel et al. (1994) didefinisikan sebagai aktifitas termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan atau perolehan informasi dari lingkungan. Pencarian informasi dapat bersifat internal dan eksternal. Pencarian internal adalah pecarian informasi melalui ingatan untuk melihat pengetahuan yang relevan dengan keputusan. Apabila pencarian internal tidak mencukupi, konsumen memutuskan untuk mencari informasi tambahan melalui pencarian eksternal lingkungan.

Tahap ketiga yaitu evaluasi alternatif, sebagai proses dimana suatu alternatif dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Konsumen akan memilih salah satu dan menggunakan beberapa kriteria evaluasi yang berbeda, misalnya nama, merek, asal produk, dan sebagainya.

Tahap keempat dan kelima yaitu pembelian dan hasilnya. Sebagai tahap akhir dari proses keputusan pembelian, maka konsumen harus mengambil tiga keputusan yaitu kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana membayarnya. Proses yang dilakukan konsumen tidak berhenti begitu pembelian dilakukan tetapi konsumen akan melakukan evaluasi

23 pascapembelian sehingga konsumen dapat merasakan kepuasan atau ketidakpuasan dari produk yang mereka konsumsi (Engel et al., 1994).

E. PELANGGAN

Menurut Kotler dan Amstrong (2001), pelanggan adalah pihak yang memaksimumkan nilai suatu produk, yaitu membentuk harapan akan nilai tersebut dan bertindak berdasarkan hal tersebut. Pembeli akan membeli dari perusahaan yang dianggap menawarkan nilai bagi pelanggan tertinggi, yang didefinisikan sebagai selisih antara total nilai bagi pelanggan dan total biaya pelanggan. Hal ini diartikan bahwa para penjual harus menentukan total nilai bagi pelanggan dan total biaya bagi pelanggan yang ditawarkan oleh masing- masing pesaing untuk mengetahui bagaimana posisi tawarannya. Para penjual yang berada pada posisi kurang menguntungkan dari segi nilai yang diberikan dapat mencoba untuk meningkatkan total nilai pelanggan atau mengurangi total biaya pelanggan.

Berdasarkan pengelompokan pelanggan, Garsperz (1997), membagi pelanggan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut :

1. Pelanggan Internal

Pelanggan internal adalah orang yang berada dalam perusahaan dan memiliki pengaruh pada performansi pekerjaan (perusahaan) yang bersangkutan. Bagian-bagian pembelian, produksi, penjualan, pembayaran gaji, rekruitmen, dan karyawan merupakan contoh pelanggan internal. Sebagai contoh, bagian pembayaran gaji harus memandang karyawan yang dibayar gajinya sebagai pelanggan yang dipuaskan. Kebutuhan karyawan (pelanggan internal) seperti menerima pembayaran gaji tepat waktu dan tepat jumlah, tanpa kesalahan administrasi, dan lain-lain mutlak diperhatikan oleh pihak pembayaran gaji yang dalam hal ini bertindak sebagai pemasok internal.

2. Pelanggan Antara

Pelanggan antara adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara, bukan sebagai pemakai akhir produk. Distributor yang

24 mendistribusikan produk-produk, agen-agen perjalanan yang memesan kamar hotel untuk pemakai akhir, merupakan contoh dari pelanggan antara. Contoh pelanggan antara yaitu pihak agen perjalanan yang memesan kamar suatu hotel untuk pelangannya (customer). Dalam hal ini, hotel bertindak sebagai pemasok, agen perjalanan merupakan pelanggan antara, dan tamu pengguna kamar hotel adalah pelanggan akhir atau pelanggan nyata.

3. Pelanggan Eksternal

Pelanggan eksternal adalah pembeli atau pemakai akhir produk, yang sering disebut dengan pelanggan nyata. Pelanggan eksternal merupakan orang-orang yang membayar untuk menggunakan produk yang dihasilkan. Seringkali pelanggan berbeda diantara mereka yang membayar dan menerima pembayaran dengan kartu kredit, dalam hal ini pembayaran tunai akan dilakukan oleh bank yang mengeluarkan kartu kredit itu, sedangkan pemakai produk adalah si pemegang kartu. Dalam kasus ini, pelanggan pembayaran (bank) maupun pelanggan pemakai produk (pemegang kartu) harus dipuaskan oleh pasar swalayan yang bertindak sebagai pemasok.

Dalam pandangan tradisional, pelanggan suatu perusahaan adalah orang yang membeli dan menggunakan produk suatu perusahaan, sedangkan pihak yang berinteraksi dengan perusahaan sebelum tahapan proses produksi adalah pemasok. Hubungan dengan pelanggan eksternal harus dijalin kerjasama secara baik agar dapat diketahui secara persis apa