BAB V COMMUNICATION CHANNELS INOVASI
B. Communication Channels dalam Proses Keputusan Inovasi 62
5. Tahap Confirmation
Pada tahap confirmation saluran komunikasi yang digunakan guru bertujun untuk mengakui manfaat pembelajaran tematik, menjadikan pembelajaran sebagai kegiatan rutin, mempromosikan penerapan pembelajaran tematik, bermaksud akan menghentikan mengadopsi pembelajaran tematik, merasakan pembelajaran tematik perlu diganti dengan pembelajaran lain yang lebih baik, dan merasakan ketidapuasan dengan penerapan pembelajaran tematik.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagaimana tergambar pada table 5.8 sebagai berikut:
Tabel 5. 8 Communication Channels Pada Tahap Confirmation No
Channels Proses Keputusan Inovasi % Confirmation
1 Mass Media
Pelatihan 16
Workshop 12
Internet 10
2 Interpersonal
Kepala Madrasah 13
Teman Sejawat 12
Pengawas 10
Berdasarkan data pada table 5.8 di atas diketahui bahwa communication channels yang digunakan dalam konfirmasi inovasi pembelajaran tematik di Madrasah ibtidaiyah terdiri dari media masaa dan interpersonal channels. Penggunaan communication channels
yang berupa media massa adalah pelatihan 16%, workshop 12%, dan internet 10%. Penggunaan communication channels yang berupa interpersonal channels terdiri dari kepala madrasah 13%, teman sejawat 12% dan pengawas 10%. Proses ini dijelaskan Sa’ud (Sa’ud, 2013) sebagai tahapan mencari penguatan terhadap keputusan inovasi, pada tahap ini juga biasanya terjadi disonansi, yaitu bahwa suatu inovasi dirasakan terdapat yang tidak sesuai atau tidak selaras dengan kebutuhan, sehingga bisa jadi penerapan suatu inovasi sudah tidak dibutuhkan lagi.
BAB VI
CHANGE AGENT INOVASI PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Peran Change Agent
Dalam difusi novasi diperlukan peran change agent, yaitu an individual who influences clients’ innovation-decisions in a direction deemed desirable by a change agency (M. E. Rogers, 2003).
Maksudnya bahwa change agent adalah seseorang yang memberikan pengaruh kepada orang lain tentang proses keputusan inovasi.
Selanjutnya Rogers (2003) mengidentifikasi tujuh peran change agent dalam difusi inovasi yang sebagai berikut:
1. To develop a need for change.
Change Agent berperan untuk menumbuhkan rasa butuh untuk perubahan dari sistem sosial. Change Agent seringkali awalnya membantu menyadari perlunya mengubah perilaku mereka.
Untuk memulai proses keputusan inovasi, Change Agent menunjukkan alternatif baru untuk masalah yang ada, mendramatisasi pentingnya masalah ini, dan dapat meyakinkan klien bahwa mereka mampu menghadapi masalah ini. Change Agent menilai kebutuhan pada tahap ini dan juga dapat membantu menciptakan kebutuhan. Dengan demikian dalam konteks pembelajaran tematik peran change agent adalah guru yang memiliki pengaruh dalam menerapkan pembelajaran tematik sebagai suatu kebutuhan untuk perubahan
2. To establish an information exchange relationship.
Change Agent berperan dalam membentuk pertukaran informasi. Setelah kebutuhan untuk perubahan dibuat, agen perubahan harus mengembangkan hubungan. Agen perubahan dapat meningkatkan hubungan agar dianggap sebagai kredibel, kompeten, dan dapat dipercaya, dan dengan berempati dengan kebutuhan dan masalah sasaran inovasi. Sasaran inovasi sering harus menerima agen perubahan sebelum mereka akan menerima inovasi yang ia promosikan. Inovasi dinilai, sebagian, berdasarkan bagaimana change agent rasakan.
Dengan demikian dalam konteks pembelajaran tematik peran change agent adalah guru yang memiliki pengaruh dalam penerapan pembelajaran tematik pada pertukaran informasi diantara guru lainnya.
3. To diagnose problems.
Change agent bertanggung jawab untuk menganalisis masalah klien untuk menentukan mengapa alternatif yang ada tidak memenuhi kebutuhan mereka. Dalam mencapai kesimpulan diagnostik seperti itu, agen perubahan harus melihat situasi dengan tegas dari perspektif sasaran inovasi. Dengan demikian dalam konteks pembelajaran tematik peran change agent adalah guru yang memiliki pengaruh dalam penerapan pembelajaran tematik sebagai inovasi yang relevan untuk mengatasi masalah pembelajaran.
4. To create an intent to change in the client.
Setelah agen perubahan mengeksplorasi berbagai jalan tindakan yang mungkin diambil untuk mencapai tujuan mereka, agen perubahan berusaha untuk memotivasi minat mereka dalam inovasi. Dengan demikian dalam konteks pembelajaran tematik, peran change agent adalah guru yang intensif
memotivasi guru lainnya untuk mengadopsi inovasi pembelajaran tematik di Madrasah Ibtidaiyah
5. To translate an intent into action.
Agen perubahan berupaya mempengaruhi perubahan perilaku seseorang sesuai dengan rekomendasi berdasarkan kebutuhan seseorang. Pengaruh jaringan antarpribadi dari teman sebaya dekat paling penting pada tahap persuasi dan keputusan dalam proses keputusan inovasi. Agen perubahan biasanya dapat beroperasi hanya secara tidak langsung di sini, dengan bekerja dengan pemimpin opini untuk mengaktifkan jaringan rekan dekat. Atau mungkin agen perubahan adalah pendidik sebaya/
pemimpin opini dan karenanya dapat mendorong komunikasi antarpribadi dari teman sebaya dekat. Dengan demikian dalam konteks pembelajaran tematik, peran change agent adalah guru yang intensif memberikan contoh penerapan pembelajaran tematik kepada guru lainnya
6. To stabilize adoption and prevent discontinuance.
Agen perubahan dapat secara efektif menstabilkan perilaku baru melalui memperkuat pesan ke klien yang telah mengadopsi, sehingga membantu "membekukan" perilaku baru. Bantuan ini diberikan ketika berada pada tahap implementasi atau konfirmasi dalam proses keputusan-inovasi.
Dengan demikian dalam konteks pembelajaran tematik, peran change agent adalah guru yang memiliki pengaruh dalam menstabilkan guru lainnya untuk tetap mengadopsi inovasi pembelajaran tematik di Madrasah Ibtidaiyah
7. To achieve a terminal relationship.
Tujuan akhir untuk agen perubahan adalah untuk mengembangkan perilaku selfrenewing. Agen perubahan harus berusaha keluar dari bisnis dengan mengembangkan kemampuan seseorang untuk menjadi agen perubahan mereka sendiri. Dengan kata lain, agen perubahan berusaha untuk menggeser seseorang dari posisi mengandalkan agen perubahan ke posisi mandiri. Dengan demikian dalam konteks pembelajaran tematik, peran change agent adalah guru yang memiliki pengaruh dalam mengembangkan prilaku inovatif dan mandiri kepada guru lainnya dalam penerapan inovasi pembelajaran tematik di Madrasah Ibtidaiyah
B. Faktor Kesuksesan Peran Change Agent
Apabila suatu individu terdapat dalam suatu organsiasi atau justru sebagai inidividu mandiri maka dapat menjadi pengadopsi pertama, kelompok rata-rata serta bisa jadi kelompok laggard. Dalam mengadopsi suatu inovasi sebagai anggota organisasi dipengaruhi oleh karakteristik kepemimpinan suatu organisasi tersebut. Dalam konteks adopsi inovasi pembelajaran tematik di Madrasah Ibtidaiyah berarti dipengaruhi oleh karakteristik dari kepala madrasah yang menjadi leaders pada sistem sosial Madrasah Ibtidaiyah.
Karakteristik kepemimpinan dalam suatu organisasi dijelaskan oleh Rogers (2003) terdiri dari memiliki karakter leadership, opinion leadership dan karakter change agent. Demikian pula semestinya bagi kepala Madrasah Ibtidaiyah sebagai pemimpin dalam sistem sosial Madrasah ibtidaiyah sejatinya memiliki karakater tersebtu sehingga terhadap inovasi memiliki karakter aktif, tidak apatis terhadap suatu inovasi termasuk dalam adopsi inovasi pembelajaran tematik.
Kepemimpinan organisasi dengan karakter change agent dalam adopsi suatu inovasi sangat dibutuhkan apalagi untuk menjadi kelompok adopters pertama. Adopsi inovasi pembelajaran tematik oleh anggota dalam sistem social dalam hal ini adalah Madrasah Ibtidaiyah membutuhkan peran change agent. Change agent disebut juga sebagai linkers, antara innovator dengan client atau calon pengadopsi suatu inovasi.
Faktor kesukesan change agent dalam difusi inovasi sebagai suatu linkers ditentukan oleh tiga faktor yaitu faktor usaha, faktor orientasi, dan faktor kebutuhan. Pada faktor usaha, change agent dapat berhasil jika berusaha keras dalam mendifusikan suatu inovasi.
Tingkat usahanya menjalankan usahanya seperti digeneralisir oleh (M.
E. Rogers, 2003) bahwa kesuksesan change agent dalam mendifusikainovasi berkaitan dengan usahakeras dalam menghubungi client(Generalization 9-1). Pada faktor orientasi, artinya bahwa change agent memiliki client orientation daripada agency orientation dalam mendifusikan suatu inovasi (Generalization 9-2).Pada faktor kebutuhan, bahwa change agent dapat sukses mendifusikan suatu invasi apabila yang didifusikan sesuai dengan kebutuhan client, atau compatibility with clients’ needs (Generalization 9-3). Bahkan juga kesuksesan change agent dalam mendifusikan suatu invoasi adalah berkaitan dengan tingkat empatinya terhadap client(Generalization 9-4).
Faktor lain dari keberhasilan change agent dalam difusi inovasi ditentukan dari homophily, artinya kesetaraan status socioeconomic dengan clients, social participation dengan clients, higher formal education antara clients, cosmopoliteness antara clients, dan memiliki kredibilitas positif dimata client(Generalization 9.5-9.10).
Peran change agent juga dapat sukses dengan mengoptimalkan pemanfaatan opinion leaders dan meningkatkan kembampuan client dalam mengevaluasi suatu inovasi (Generalization 9-11 - 9-12). Disamping itu, Karakter kepemimpinan yang dapat berkontribusi terhadap adopsi suatu inovasi adalah karakter leadership. Karakter ini digambarkan oleh Rogers (2003) memiliki sikap positive terhadap perubahan, dan terhadap hal yan baru atau inovatif. Suatu organisasi dengan karakter kepemimpinan ini dapat dengan mudah untuk mengadopsi suatu inovsi. Dalam konteks difusi inovasi pembelajaran tematik, Kepala Madrasah yang memiliki karakteristik leadership ini tentu saja akan memiliki sikap positif terhadap perubahan atau suatu inovasi. Apabila dalam level kepala Madrasah yang memiliki sikap positif terhadap suatu inovasi tentu saja proses keputusan inovasi dapat dilakukan secara otoritatif yang meminta anggota sistem sosial dalam hal ini adalah guru untuk mengimplementasikan inovasi pembelajaran tematik, apalagi pembelajaran tematik didifusikan oleh lembaga yang menjadi pusat pengelolaan kualitas pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah.
Karakter kepemimpinan lainnya yang berkaitan dengan leadership adalah opinion leadership. Karakter ini dijelaskan oleh Rogers (2003) yaitu tingkat di mana seorang individu dapat mempengaruhi orang lain, sikap individu atau perilaku terbuka secara informal dengan cara yang diinginkan oleh kerabatfrekuensi.
Kepemimpinan informal ini bukan fungsi dari posisi formal individu ataustatus dalam sistem. Kepemimpinan opini diperoleh dan dikelola oleh individukompetensi teknis, aksesibilitas sosial, dan kesesuaian dengan norma-norma sistem. Kapansistem sosial berorientasi pada perubahan, para pemimpin opini lebih inovatif; tapi ketikanorma-norma sistem menentang perubahan, perilaku para pemimpin juga mencerminkan hal ininorma. Melalui kesesuaiannya dengan
norma-norma sistem, para pemimpin opini berfungsi sebagai modeluntuk perilaku inovasi pengikut mereka. Pemimpin opini dengan demikian mencontohkan dan mengekspresikanstruktur sistem.
Karakter opinion leadership dapat dimiliki oleh individu yang tidak memiliki status sosial sebagai pemimpin, atau dapat pula oleh sesorang dengan status pemimpin. apabila opini ini dimiliki dan menjadi karakteri kepemimpinan suatu organasisi tentu saja memiliki sikap positi terhadap suatu inovasi. Dalam konteks adopsi inovasi pembelajaran tematik karakter ini dapat bermanfaat untuk mengkategori suatu Madarah Ibtidaiyah menjadi pengadopsi pertama dalam suatu inovasi pembelajaran tematik ataukah menjadi pengadopsi terakhir.
Dengan demikian dalam konteks penelitian ini bahwa peran change agent dalam difusi inovasi pembelajaran tematik adalah guru yang memiliki pengaruh kepada orang lain dalam menumbuhkan rasa butuh tentang perlunya perubahan, mengembangkan hubungan yang kredibel, kompeten, dapat dipercaya, berempati dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi, membantu menganalisis masalah yang dihadapai disesuaikan dengan kebutuhan karakteristik inovasi, intensif memotivasi guru lainnya untuk meangadopsi inovasi, intensif memberikan contoh penerapan pembelajaran tematik kepada guru lainnya, memperkuat dan membekukan guru lainnya dalam adopsi inovasi pembelajaran tematik, dan mencapai kemandirian dalam berinovasi.
C. Peran Change Agent di Madrasah Ibtidaiyah
Agen perubahan atau change agent inovasi pembelajaran tematik di Madrasah Ibtidaiyah Tangerang Selatan, sebagaimana hasil
penelitian di Madrasah Ibtidaiyah diketahui pada table 6.9 sebagai berikut:
Tabel 6. 9 Change Agent Inovasi Pembelajaran Tematik
NO Change Agent di Madrasah Ibtidaiyah
MI % MIN % MIS %
Berdasarkan data pada table 6.9 di atas diketahui bahwa yang menjadi change agent inovasi pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Tangerang Selatan baik Madrasah Ibtidayah Negeri dan Madrasah Ibtidayah Swasta terdiri dari Kepala Madrasah, teman sejawat, pengawas, narasumber pelatihan, kepala bidang kurikulum, narasumber workshop, narasumber nasional, kepala seksi madrasah, Kelompok Kerja Madrasah, dan Kelompok Kerja Guru. Dengan demikian diketahui bahwa yang memiliki pengaruh terhadap
penerapan pembelajaran tematik di Madrasah Ibtidaiyah itulah yang menjadi change agent. Karena yang disebut change agent sebagaimana dijelaskan oleh Rogers (2003) yaitu an individual who influences clients’ innovation-decisions in a direction deemed desirable by a change agency, maksudnya seseorang yang memberikan pengaruh kepada orang lain tentang proses keputusan inovasi.
Setiap change agent memiliki peran dalan proses inovasi pembelajaran tematik. Peran change agent yang dimaksud merujuk pada grand theory yang dikembangkan oleh Rogers (E. M. Rogers, 2003) yang terdiri dari to develop a need for change, to establish an information exchange relationship, to diagones problems, to create an intent to change, to translate an intent into action, to stabilize adoption and prevent discontinuance, dan to achieve a terminal relationship. Berdasarkan hasil penelitian dapat diidentifikasi change agent yang memiliki peran tersebut dalam proses difusi inovasi pembelajaran tematik tematik di Madarsah Ibtidaiyah baik di Madrasah Ibtidayah Negeri dan Madrasah Ibtidaiyah Swasta sebagaimana tergambar dalam table 6.10 sebagai berikut:
Tabel 6. 10 Peran 1 Change Agent di Madrasah Ibitidayah
Peran Change Agent
membutuhkan penerapan pembelajaran tematik, membuat menyadari perlunya penerapan pembelajaran tematik, menunjukkan untuk melaksanakan pembelajaran tematik, dan meyakinkan untuk menggunakan pembelajaran tematik di Madrasah Ibtidaiyah baik Madrasah Ibtidaiyah Negeri dan Madrasah Ibtidaiyah Swasta yaitu Kepala Madrasah, Narasumber pelatihan, pengawas, kepala bidang kurikulum, dan narasumber nasional kurikulum.
Tabel 6. 11 Peran 2 Change Agent di Madrasah Ibitidayah
Peran Change Agent
Teman Sejawat 38
Kepala Bidang
Kurikulum 18
Kepala Bidang
Kurikulum 36
Narasumber
Pelatihan 18
Pengawas 32
KKMI 23
Kasi Madrasah 22
Berdasarkan pada table 6.11 di atas diketahui bahwa yang berperan to establish an information exchange relationship yaitu aktivitas membuat tetap bertukar informasi tentang pembelajaran tematik, dapat dipercaya dalam penerapan pembelajaran tematik, kompeten dalam penerapan pembelajaran tematik, menginspirasi dalam penerapan pembelajaran tematik, dan berempati terhadap kebutuhan dalam penerapan pembelajaran tematik di Madrasah Ibtidaiyah baik Madrasah Ibtidaiyah Negeri dan Madrasah Ibtidaiyah Swasta adalah Kepala Madrasah, narasumber pelatihan, narasumber nasional kurikulum, teman sejawat, kepala bidang kurikulum, pengawas, Koodinator kelompok kerja Madrasah, dan kepala seksi Madrasah kemenag RI.
Tabel 6. 12 Peran 3 Change Agent di Madrasah Ibitidayah
Peran Change Agent
MI % MIN % MIS % To diagones
problems Kepala Madrasah 39 Kepala
Madrasah 41
Kepala
Madrasah 36
Teman Sejawat 25 Teman
Sejawat 37
Kepala Bidang
Kurikulum 26
Kepala Bidang Kurikulum 24
Kepala Bidang
Kurikulum 22 Teman Sejawat 26
Pengawas 23 Pengawas 20 Pengawas 24
Widyaiswara 18 Narasumber
Pelatihan 20
Berdasarkan table 6.12 di atas diketahui change agent yang berperan to diagnose problems dalam proses difusi inovasi pembelajaran tematik yang terdiri dari aktivitas membantu mendiagnosa masalah pembelajaran yang cocok dengan kebutuhan penerapan pembelajaran tematik, membantu menentukan pembelajaran tematik sebagai solusi atas masalah pembelajaran yang sedang dihadapi, dan membuat menyimpulkan bahwa pembelajaran tematik dibutuhkan adalah kepala Madrasah Ibtidayah, teman sejawat, kepala bidang kurikulum, pengawas, narasumber pelatihan, dan widyaiswara.
Tabel 6. 13 Peran 4 Change Agent di Madrasah Ibitidayah
Peran Change Agent
MI % MIN % MIS %
To create an
intent to change Kepala Madrasah 44
Kepala Madrasah 52
Kurikulum 22 Narasumber
Pelatihan 25
Kepala Bidang Kurikulum 22
Teman Sejawat 22 Kepala Bidang
Kurikulum 23 Teman Sejawat 21
Pengawas 20
Berdasarkan table 6.13 di atas diketahui change agent yang berperan to create an intent to change dalam proses difusi inovasi pembelajaran tematik yang terdiri dari aktivitas membuat perubahan kegiatan pembelajaran menjadi pembelajaran tematik, dan membuat intensif melaksanakan pembelajaran tematik di Madrasah Ibtidayiyah baik Madrasah Ibtidaiyah Negeri dan Madrasah Ibtidaiyah Swasta yaitu Kepala Madrasah, teman sejawat, pengawas, narasumber pelatihan, dan kepala bidang kurikulum.
Tabel 6. 14 Peran 5 Change Agent di Madrasah Ibitidayah
Peran Change Agent
MI % MIN % MIS %
To translate an
intent into action Kepala Madrasah 43
Kepala Madrasah 50
Kepala
Madrasah 43
Teman Sejawat 31
Teman Sejawat 40 Teman Sejawat 30
Pengawas 23 Narasumber
Berdasarkan pada table 6.14 di atas diketahui bahwa change agent yang berperan to translate an intent into action dalam proses difusi inovasi pembelajaran tematik yang terdiri dari peran membuat terdorong melakukan perubahan pembelajaran menjadi pembelajaran tematik, membuat termotivasi untuk secara intensif menerapkan pembelajaran tematik, berkomunikasi secara intensif dengan Anda dalam penerapan pembelajaran tematik, dan memberikan contoh kepada Anda secara intensif tentang penerapan pembelajaran tematik di Madarsah Ibtidaiyah bagik Madrasah Ibtidaiyah Negeri dan Madrasah Ibtidaiyah Swasta adalah Kepala Madrasah, teman sejawat, pengawas, narasumber pelatihan dan kepala bidang kurikulum.
Tabel 6. 15 Peran 6 Change Agent di Madrasah Ibitidayah
Peran Change Agent
Kepala Bidang
Kurikulum 18 Kepala Bidang
Kurikulum 21 berperan to stabilize adoption and prevent disocontinuance dalam proses difusi inovasi pembelajaran tematik yang dari aktivitas membuat yakin dalam mengadopsi pembelajaran tematik, memperkuat untuk mengadopsi pembelajaran tematik, membantu mengadopsi pembelajaran tematik, dan mencegah untuk menghentikan mengadopsi pembelajaran tematik di Madrasah Ibtidaiyah baik Madrasah Ibtidaiyah Negerai dan Madrasah Ibtidaiyah Swasta yaitu Kepala Madrasah, teman sejawat, pengawas, narasumber pelatihan, kepala bidang kurikulum, dan narasumber workshop.
Tabel 6. 15 Peran 7 Change Agent di Madrasah Ibitidayah
Peran Change Agent
Berdasarkan table 6.15 di atas diketahui change agent yang berperan to achieve a terminal relationship dalam proses difusi inovasi pembelajaran tematik yang terdiri aktivitas membuat mandiri dalam menerapkan pembelajaran tematik, membantu mengembangkan pembelajaran tematik, dan mendorong untuk memperbaharui penerapan pembelajaran tematik di Madrasah Ibtidaiyah baik Madrasah Ibtidaiyah Negeri dan Madrasah Ibtidaiyah Swasta adalah Kepala Madrasah, teman sejawat, pengawas, narasumber pelatihan, dan kepala bidang kurikulum.
Keberhasilan difusi inovasi pembelajaran tematik di Madrasah Ibtidaiyah terdapat faktor peran change agent yang mayoritas terdapat pada perang seorang kepala Madrasah hal ini berarti kepemimpinan di Madrasah Ibtidaiyah mendukung penerapan inovasi pembelajaran tematik dan brearti memiliki karakteristik kepemimpinan seperti dijelaskan oleh Rogers (2003) teridi dari karakter leadership, opinion leadership dan karakter change agent, sehingga aktif, tidak apatis terhadap inovasi pembelajaran tematik dalam adopsi inovasi pembelajaran tematik. Kepemimpinan organisasi dengan karakter change agent dalam adopsi suatu inovasi sangat dibutuhkan apalagi untuk menjadi kelompok adopters pertama.
Adopsi inovasi pembelajaran tematik oleh anggota dalam sistem social dalam hal ini adalah Madrasah Ibtidaiyah membutuhkan peran chage agent. Change agent disebut juga sebagai linkers, antara innovator dengan client atau calon pengadopsi suatu inovasi.
Faktor kesukesan change agent dalam difusi inovasi sebagai suatu linkers ditentukan oleh tiga faktor yaitu faktor usaha, faktor orientasi, dan faktor kebutuhan. Pada faktor usaha, change agent dapat berhasil jika berusaha keras dalam mendifusikan suatu inovasi.
Tingkat usahanya menjalankan usahanya seperti digeneralisir oleh (M.
E. Rogers, 2003) bahwa kesuksesan change agent dalam
mendifusikan inovasi berkaitan dengan usaha keras dalam menghubungi client (Generalization 9-1). Pada faktor orientasi, artinya bahwa change agent memiliki oclient orientation daripada agency orientation dalam mendifusikan suatu inovasi (Generalization 9-2). Pada faktor kebutuhan, bahwa change agent dapat sukses mendifusikan suatu invasi apabila yang didifusikan sesuai dengan kebutuhan client, atau compatibility with clients’ needs (Generalization 9-3). Bahkan juga kesuksesan change agent dalam mendifusikan suatu invoasi adalah berkaitan dengan tingkat empatinya terhadap client (Generalization 9-4).
Faktor lain dari keberhasilan change agent dalam difusi inovasi ditentukan dari homophily, artinya kesetaraanstatussocioeconomic denganclients, social participation dengan clients, higher formal education antara clients, cosmopolitenessantara clients, dan memiliki kredibilitas positif dimata client(Generalization 9.5-9.10). Peran change agent juga dapat sukses dengan mengoptimalkan pemanfaatan opinion leaders dan meningkatkan kembampuan client dalam mengevaluasi suatu inovasi (Generalization 9-11 - 9-12). Disamping itu, karakter kepemimpinan yang dapat berkontribusi terhadap adopsi suatu inovasi adalah karakter leadership. Karakter ini digambarkan oleh Rogers (2003) memiliki sikap positive terhadap perubahan, dan terhadap hal yan baru atau inovatif. Suatu organisasi dengan karakter kepemimpinan ini dapat dengan mudah untuk mengadopsi suatu inovsi. Dalam konteks difusi inovasi pembelajaran tematik, Kepala Madrasah yang memiliki karakteristik leadership ini tentu saja akan memiliki sikap positif terhadap perubahan atau suatu inovasi. Apabila dalam level kepala Madrasah yang memiliki sikap positif terhadap suatu inovasi tentu saja proses keputusan inovasi dapat dilakukan secara otoritatif yang meminta anggota sistem sosial dalam hal ini adalah guru untuk
mengimplementasikan inovasi pembelajaran tematik, apalagi pembelajaran tematik didifusikan oleh lembaga yang menjadi pusat pengelolaan kualitas pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah. Karakter kepemimpinan lainnya yang berkaitan dengan leadership adalah opinion leadership. Karakter ini dijelaskan oleh Rogers (2003) yaitu tingkat di mana seorang individu dapat mempengaruhi orang lain, sikap individu atau perilaku terbuka secara informal dengan cara yang diinginkan oleh kerabatfrekuensi. Kepemimpinan informal ini bukan fungsi dari posisi formal individu ataustatus dalam sistem.
Kepemimpinan opini diperoleh dan dikelola oleh individukompetensi teknis, aksesibilitas sosial, dan kesesuaian dengan norma-norma sistem. Kapansistem sosial berorientasi pada perubahan, para pemimpin opini lebih inovatif; tapi ketikanorma-norma sistem menentang perubahan, perilaku para pemimpin juga mencerminkan hal ininorma. Melalui kesesuaiannya dengan norma-norma sistem, para pemimpin opini berfungsi sebagai modeluntuk perilaku inovasi pengikut mereka. Pemimpin opini dengan demikian mencontohkan dan mengekspresikanstruktur sistem.
Karakter opinion leadership dapat dimiliki oleh individu yang tidak memiliki status sosial sebagai pemimpin, atau dapat pula oleh sesorang dengan status pemimpin. apabila opini ini dimiliki dan menjadi karakteri kepemimpinan suatu organasisi tentu saja memiliki sikap positi terhadap suatu inovasi. Dalam konteks adopsi inovasi pembelajaran tematik karakter ini dapat bermanfaat untuk mengkategori suatu Madarah Ibtidaiyah menjadi pengadopsi pertama dalam suatu inovasi pembelajaran tematik ataukah menjadi pengadopsi terakhir.
BAB VII
LAJU ADOPSI INOVASI PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Dimensi Waktu dalam Laju Adopsi Inovasi
A. Dimensi Waktu dalam Laju Adopsi Inovasi