• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap Dosis Metadon a.Tahap Penerimaana.Tahap Penerimaan

Bab IV: Temuan dan Analisa Data

TINJAUAN TEORITIS

D. Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)

6. Tahap Dosis Metadon a.Tahap Penerimaana.Tahap Penerimaan

Tahapan terhadap calon pasien PTRM dilakukan dengan melakukan skrining atas kriteria inklusi calon pasien. Selanjutnya pasien akan diberikan informasi mengenai PTRM dan pentingnya keterlibatan keluarga/wali dalam PTRM agar mendapatkan hasil yang optimal. Petugas medis atau dokter akan melakukan assessment dan penyusunan rencana terapi sesuai prosedur yang berlaku. Selanjutnya dokter akan menentukan apakah calon pasien dapat diterima sebagai pasien PTRM atau dirujuk pada modalitas terapi lain yang lebih sesuai.35

b. Tahap Inisiasi

Pemberian dosis awal metadon kepada pasien sebanyak 20-30 mg untuk tiga hari pertama. Kematian sering terjadi jika pasien diberikan melebihi dosis awal 40 mg. Selama pemberian dosis awal, pasien harus diobservasi 45 menit untuk memantau gejala putus obat (sakaw). Metadon harus diberikan dalam bentuk cair dan diencerkan sampai menjadi 100 cc dengan larutan sirup. Pada tahap ini pasien harus hadir setiap hari di Puskesmas dan menelan metadon di hadapan petugas PTRM. Setelah itu, pasien harus menandatangani buku yang tersedia sebagai bukti bahwa pasien telah menerima dosis metadon pada hari itu.

35

c. Tahap Stabilisasi

Tahap ini bertujuan untuk menaikkan dosis metadon secara perlahan sehingga memasuki tahap rumatan. Pada tahap ini risiko overdosis cukup tinggi pada 10-14 hari pertama karena kenaikan dosis. Dosis yang dianjurkan dalam tahap ini adalah menaikkan dosis awal metadon sebanyak 5-10 mg tiap 3-5 hari. Apabila pasien masih menggunakan heroin maka dosis metadon perlu ditingkatkan. Perlu diingat bahwa tak ada hubungan yang jelas antara besarnya jumlah dosis opiat yang dikonsumsi seorang pengguna heroin dengan dosis yang dibutuhkannya pada PTRM. Selama minggu pertama pada tahap ini, pasien masih diwajibkan untuk datang setiap hari ke Puskesmas.36

d. Kriteria Penambahan Dosis

Kriteria ini dilihat berdasarkan adanya tanda dan gejala putus obat (sakaw) yang diukur melalui sekala putus opiat obyektif dan subyektif. Prinsip terapi pada PTRM adalah “start low go slow aim high” yang artinya memulai dosis yang rendah adalah aman, peningkatan dosis perlahan adalah aman, dan dosis rumatan yang efektif adalah lebih efektif.

e. Tahap Rumatan

Pada tahap ini rata-rata dosis rumatan pasien adalah 60-120 mg per hari. Dosis rumatan tetap dipantau dan disesuaikan setiap hari secara teratur tergantung dari keadaan pasien. Tahap ini dapat berjalan selama

36

tahun sampai perilaku stabil, baik dalam bidang pekerjaan, emosi maupun kehidupan sosial.

f. Dosis Bawa Pulang (Take Home Dose/THD)

Dosis bawa pulang adalah pemberian dosis bawa pulang karena pasien tidak dapat hadir di klinik oleh karena suatu sebab yang dapat dipertanggungjawabkan. Pemberian THD mengikuti aturan pemberian dosis (diencerkan).

g. Tahap Penghentian Metadon

Metadon dapat dihentikan secara bertahap perlahan (tapering off). Penghentian metadon ini dilakukan jika pasien sudah dalam keadaan stabil, minimal enam bulan pasien bebas heroin, pasien dalam kondisi stabil untuk bekerja dan memiliki dukungan hidup yang memadai. Selain itu, perkembangan psikologis pasien harus diperhatikan. Jika keadaan emosi pasien tidak stabil maka dosis dapat dinaikkan kembali.37

E. Pecandu

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pasal 1 ayat 13, pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Pada pasal 1 ayat 14, ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan

37

apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Selain itu, pada pasal ayat 15, penyalah guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.38

F. Heroin

Heroin merupakan salah satu jenis narkoba golongan satu. Heroin dikenal sebagai putaw karena berupa bubuk putih.39 Merupakan golongan narkotika semisintetis yang dihasilkan atas pengolahan morfin secara kimiawi melalui empat tahapan sehingga diperoleh heroin paling murni berkadar 80% hingga 90%. Heroin murni berbentuk bubuk putih, sedangkan heroin tidak murni berwarna putih keabuan (street heroin). Zat ini sangat mudah menembus otak sehingga bereaksi lebih kuat dari pada morfin itu sendiri.40

Heroin merupakan opiat yang paling sering disalahgunakan. Heroin memberi efek senang sesaat karena zat aktif heroin sebenarnya secara alamiah juga ada di dalam otak manusia. Ketika seseorang menggunakan heroin, maka kemampuan alamiah zat untuk mencapai kesenangan akan terhenti. Akibatnya untuk mendapatkan kesenangan, orang tersebut selalu tergantung sumber dari luar, yaitu heroin tersebut.41 Selain itu, heroin dapat melegakan ketegangan, kegelisahan dan depresi, merasa

38

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

39

Sunarno, Narkoba Bahaya dan Upaya Pencegahannya (Semarang: PT. Bengawan Ilmu, 2007), h. 19.

40

Andi Hamzah dan RM Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotropika (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), h. 18.

41

A. Kadarmanta, Narkoba Pembunuh karakter Bangsa (Jakarta: PT. Forum Media Utama, 2010), h. 48-49.

terlepas dari kesedihan emosional dan fisik atau rasa sakit dan dengan dosis yang tinggi dapat mengalami perasaan gembira tetapi hanya sementara.42

Heroin atau putaw merupakan salah satu dari narkoba golongan I yang menimbulkan ketergantungan terhadap si pemakai. Penggunaan heroin ada dengan cara dihisap aromanya, dimakan dan dengan cara disuntikkan yang jika alat suntik yang digunakan tidak steril akan menjadi media penularan HIV/AIDS.43

Pengaruh jangka pendek penggunaan heroin meliputi pupil yang mengecil, rasa mual, muntah, sering menguap karena merasa mengantuk, nafas berat dan melemah, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan ketidakpedulian. Heroin sangat adiktif dan para pemakai dapat dengan cepat mengembangkan ketergantungan secara fisik dan psikologi.

Heroin bersifat addict begitu pemakai menghentikan penggunaan heroin secara tiba-tiba menyebabkan gejala-gejala penarikan yang dapat menjadi parah seperi kejang-kejang, diare, gemetaran kepanikan, ingusan, kedinginan, berkeringat, sakit kepala dan nyeri tulang.44 Keadaan tersebut dinamakan sakaw, keadaan ini menyebabkan sakit yang luar biasa. Tumbuh rasa ketagihan dalam diri pemakai yang membuat ia menaikkan dosis heroinnya. Hal inilah yang menyebabkan pemakai menjadi OD (over doses). Jika tubuh seseorang tidak mampu lagi untuk menerima dan menetralisir banyaknya obat yang dikonsumsi, maka orang tersebut akan meninggal.45

42

Badan Narkotika Nasional, Pelajar dan Bahaya Narkotika (Jakarta: BNN, 2010), h.27.

43

Sunarno, Narkoba Bahaya dan Upaya Pencegahannya, h.20-21.

44

Badan Narkotika Nasional, Pelajar dan Bahaya Narkotika, h. 27-28.

45