• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon Bagi Pecandu Heroin di Puskesmas Kecamatan Tebet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon Bagi Pecandu Heroin di Puskesmas Kecamatan Tebet"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

PUSKESMAS KECAMATAN TEBET

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

ANNIES NOOR ISMI

NIM: 1110054100034

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya hasil jiplakan dari karya

orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 19 Agustus 2014

(5)

i ANNIES NOOR ISMI

1110054100034

EVALUASI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON BAGI PECANDU HEROIN DI PUSKESMAS KECAMATAN TEBET

Penelitian ini dilandasi atas usaha pengurangan dampak buruk penggunaan Narkoba jenis heroin melalui Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Metadon merupakan terapi subtitusi untuk menggantikan Narkoba jenis heroin menjadi metadon yang berbentuk cair yang pemakainnya dilakukan dengan cara diminum. Program ini dapat membantu pasien memutuskan penggunaan heroin sehingga jumlah penyebaran HIV/AIDS dapat berkurang. Selain itu, terapi ini membuat pola kebiasaan baru dan berkesempatan memperbaiki hubungan pasien di lingkungan sosialnya serta mengurangi tingkat kriminalitas. Program ini memerlukan waktu beberapa tahun karena itu disebut Terapi Rumatan Metadon dan pasien tidak perlu kuatir akan terjadinya gejala putus heroin (sakaw).

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui evaluasi program yang meliputi context, input, process dan product (CIPP) PTRM di Puskesmas Kecamatan Tebet yang mengacu kepada Pedoman Nasional PTRM, serta untuk mengetahui perubahan perilaku pasien setelah mengikuti program. Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor perilaku (behavior causes) yang dapat tercermin dari gangguan-gangguan tertentu, seperti panik, depresi, dan keadaan paranoid. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara melakukan studi dokumen, wawancara dan observasi. Informan dipilih secara

Purposive Sampling berjumlah 11 orang.

(6)

ii Assalamu’alaikum Wr.Wb

Sudah tidak terhingga kelalaian yang dilakukan penulis terhadap perintah dan

larangan-Nya bahkan seringkali mempertanyakan tentang eksistensi-Nya. Namun

penulis sangat mensyukuri karena ternyata Allah SWT masih sudi melimpahi penulis

dengan keajaiban-keajaiban kecil-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini merupakan persyaratan memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos).

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat terwujud tanpa

adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan

membimbing penyusunan skripsi ini, diantaranya:

1. Dr. Arif Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi.

2. Siti Napsiyah, MSW, selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial, Ahmad

Zaky, M.Si, selaku Sekertaris Program Studi, dan dosen-dosen Program Studi

Kesejahteraan Sosial yang telah banyak memberikan ilmu-ilmu dan

pengalamannya kepada penulis. Semoga ilmu dan pengalaman yang telah

diberikan selama masa perkuliahan dapat bermanfaat untuk masa yang akan

(7)

iii

mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Kepala Puskesmas Kecamatan Tebet yang telah mengizinkan penulis untuk

melakukan penelitan.

5. dr. Elizabeth selaku Koordinator PTRM PKC. Tebet yang senantiasa membantu

penulis dalam pelaksanaan penelitian, beserta dr. Fadlinah, petugas medis PTRM

dan Kader Muda Judi Hermanto.

6. Kedua orangtuaku tercinta S. Rondhi, SH dan Nia Kusnia serta kakakku Rommy

Ismihadi, S.Pt dan adik-adikku tersayang, atas doanya kepada Allah SWT, kasih

sayang dan pengorbanan materi yang telah tercurah selama ini.

7. Keluarga besar dari Mamah dan Bapak yang selalu memberikan semangat dan

dukungan, baik moril maupun materill selama ini.

8. Sahabatku tercinta Ahmad Fadhli Rahman dan Fajaruddien Zakiany yang

berjuang bersama dan saling memotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

9. Sahabatku Nurhadi dan Reza Rizky Ramadhan yang telah setia selama tujuh

tahun ini menemani perjalanan hidup penulis dengan senyum, tawa dan

motivasinya kepada penulis.

10.Aceng Mandiri yang merupakan sahabat-sahabat terbaikku Ade Yunus, Ahmad

Rifki Faturrohman bersama yang tersayong Gina Rainissa, Farid Almachzumi,

Dian A. Utomo, Lufiarna, Nurbani Ulfah, Shabrina D. Pitarini dan Ulfa Andirany

(8)

iv

menghibur penulis dan teman-teman lainnya.

12.Teman-teman dari jurusan Kesejahteraan Sosial yang selalu memberi dukungan

kepada penulis.

13.Serta seluruh pihak yang telah membantu secara moril maupun materil sehingga

penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis senantiasa memanjatkan doa untuk kalian semua teman-teman dari

Kesejahteraan Sosial semoga kelak kita dapat kembali dipertemukan dengan

kesuksesan yang telah kita raih, Aamiin. Penulis menyadari terdapat berbagai

kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun penulis berharap semoga hasil yang

disajikan dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 19 Agustus 2014

(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR ISTILAH ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 24

BAB II TINJAUAN TEORI A. Evaluasi Program... 26

1. Pengertian Evaluasi ... 26

2. Desain Evaluasi ... 28

3. Model Evaluasi ... 29

4. Indikator Keberhasilan ... 34

(10)

vi

8. Tujuan Program ... 39

9. Evaluasi Program ... 39

B. Terapi ... 40

C. Terapi Rumatan ... 41

D. Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) ... 42

1. Sejarah PTRM ... 42

D. Program Penanganan Napza dan HIV-AIDS di PKC. Tebet ... 61

E. Struktur Organisasi ... 63

BAB IV TEMUAN & ANALISIS DATA PENELITIAN A. Gambaran PTRM di PKC. Tebet ... 64

(11)

vii

4. Peraturan PTRM ... 72

B. Hasil Evaluasi PTRM PKC.Tebet ... 74

1. Evaluasi Konteks ... 73

2. Evaluasi Input ... 80

3. Evaluasi Proses ... 89

4. Evaluasi Produk ... 101

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110

(12)

viii

TABEL 1.1 : Sumber Data Primer……… 13

TABEL 1.2 : Subjek dan Pemilihan Informan……….…... 22

TABEL 1.3 : Klasifikasi Pemilihan Pasien PTRM………... 22

(13)

ix

GAMBAR 2.1 : Alur Layanan PTRM……… 47

GAMBAR 3.1 : Manajemen Puskesmas………...………... 60

GAMBAR 3.2 : Struktur Organisasi………...……….... 63

GAMBAR 4.1 : Alur Pelayanan PTRM PKC. Tebet………...…………... 65

GAMBAR 4.2: Pasien Baru PKC. Tebet………... 83

(14)

x

1. Surat Bimbingan Skripsi……….……… 113

2. Surat Izin Penelitian (Skripsi)...………... 114

3. Surat Persetujuan Penelitian………...……….... 115

4. Syarat & Peraturan PTRM PKC. Tebet………...…...………….... 116

5. SOP PTRM……….………… 118

7. Hasil Observasi PTRM PKC. Tebet……… 127

8. Pedoman Wawancara untuk Pasien PTRM…..……….. 129

9. Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial DZ……….. 132

10. Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial RH……….. 138

11. Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial AJ……….…….. 143

12. Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial DN……….. 148

13. Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial MR………...….. 153

14. Hasil Wawancara dengan Pasien berinisial YJ……….…….. 158

15. Pedoman Wawancara untuk Dokter……….. …….. 163

16. Hasil Wawancara dengan Koor. PTRM PKC. Tebet dr. Elizabeth.. 164

17. Hasil Wawancara dengan dr. Fadlinah……… 167

18. Pedoman Wawancara dengan Petugas Medis……… 172

19. Hasil Wawancara dengan Kader Muda.…....……… 174

20. Hasil Wawancara dengan Ibu Devi………...……….. 177

(15)

xi

gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena

rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi

virus HIV

BNN : Badan Narkotika Nasional

Harm Reduction : Pengurangan dampak buruk NAPZA sebagai upaya

pencegahan terhadap dampak buruk NAPZA tanpa perlu

mengurangi jumlah penggunanya. Dengan kata lain, harm

reduction lebih mengutamakan pencegahan dampak buruk

NAPZA, bukan pencegahan penggunaan NAPZA.

HIV : Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang

memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang

terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi

oportunistik ataupun mudah terkena tumor.

KPA : Komisi Penanggulangan AIDS

Narkoba : Narkotika dan Obat-obatan Terlarang

NAPZA : Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif

Pedauw : Teler atau mabok

PKC : Puskesmas Kecamatan

PTRM : Program Terapi Rumatan Metadon

Putauw : Heroin yang termasuk kedalam golongan Narkoba

THD : Take Home Dose atau dosis bawa pulang

DO : Drop Out atau dikeluarkan dari program

Tappering Off : Proses menghentikan dosis metadon secara perlahan

Sakaw : Rasa sakit karena ketagihan atau gejala putus obat

Selip : Pasien PTRM yang menggunakan Narkoba jenis lain selain

metadon. Selip adalah perbuatan illegal.

Suggest : Menimbulkan pikiran ingin kembali menggunakan Narkoba

(16)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah Narkoba (Narkotika dan obat-obatan terlarang) atau dikenal

dengan istilah lain sebagai NAPZA (Narkotika, Psikotropika, Alkohol dan Zat

Adiktif lainnya), merupakan masalah yang sangat serius karena dapat mengancam

masa depan bangsa dan negara kita. Penyalahgunaan Narkoba kini merupakan

masalah serius, dirasakan tidak saja pada tingkat lokal, nasional melainkan juga

pada tingkat internasional.1

Jumlah kasus Narkoba di Indonesia yang dapat terungkap, dari tahun ke

tahun mengalami peningkatan yang sangat mengkhawatirkan baik dari sisi

kuantitas para pemakai, mata rantai yang berkaitan dengan barang haram tersebut

(produsen, bandar, pemakai) maupun kualitas Narkoba itu sendiri yang semakin

beragam.

Menurut data BNN pada tahun 2013, jumlah pecandu di Indonesia

sebanyak 4.7 juta orang dan 50 orang meninggal setiap hari karena Narkoba.

Hanya sekitar 18 ribu korban (0.038%) yang berhasil direhabilitasi dari total 4.7

juta korban. Jumlah kerugian ekonomi akibat Narkoba selama tahun 2012 sebesar

Rp. 48,2 triliun.2

1

Ahmad Sanusi Mustofa, Problem Narkotika-Psikotropika dan HIV-AIDS (Jakarta: Zikrul Hakim, 2002), vol. 1, h. 1.

2

Deputi Bidang Polhukhankam Bappenas, “Kebijakan Pembangunan Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan 2015,” artikel diakses pada 19 Juli 2014 dari

(17)

Demi menyelamatkan anak bangsa dari belenggu Narkoba, pihak

pemerintah sudah berupaya mengenai hal ini, namun semuanya tidak akan

berjalan jika tidak ada peran serta masyarakat, Undang-undang Narkotika No. 35

Tahun 2009 Pasal 104 Ayat 1, menyatakan bahwa masyarakat mempunyai

kesempatan yang seluas-luasnya berperan serta dalam membantu upaya

pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Napza.3

Islam sangat memperhatikan generasi penerus bangsa dan agama tentang

penyalahgunaan Narkoba sejak zaman dahulu, sebagaimana dijelaskan dalam

Sûrah al-Maidah/5: 90 berikut:

“Hai, orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum arak, khamr, berjudi, berkurban tentang berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan tersebut agar kamu mendapatkan keberuntungan”.4

Menurut Hawari penyalahgunaan Narkoba menimbulkan dampak antara

lain, merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar,

ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk, perubahan

perilaku menjadi anti-sosial, merosotnya produktivitas kerja, gangguan kesehatan,

mempertinggi kecelakaan lalu-lintas, kriminalitas dan tindak kekerasan lainnya.5

3

Departemen Sosial, Bimbingan Teknis Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba (Jakarta: 2002), h. 4.

4

Al-Quran Online Indnesia, “Sûrah al-Maidah/5: 90”, artikel diakses pada 16 Januari 2014 dari http://quran.bacalah.net/content/surat/index.php.

5

(18)

Salah satu jenis Narkoba yang umum digunakan adalah heroin. Heroin

mengandung sebuah zat yang dikenal dengan nama zat opium. Dalam position

letter yang dibuat bersama antara World Helath Organization (WHO), United

Nation Offices on Drugs and Crime (UNODC) dan Joint United Nations

Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) pada tahun 2004 dikatakan bahwa

ketergantungan terhadap zat opium membutuhkan waktu yang panjang untuk

perawatannya.6

Heroin dikenal sebagai putaw karena berbentuk bubuk putih. Heroin

adalah obat bius yang sangat mudah membuat orang kecanduan dan memiliki efek

kuat. Obat ini bisa ditemukan dalam bentuk cairan dan bubuk. Heroin

memberikan efek yang sangat cepat kepada pengguna baik fisik maupun mental.

Bila pemakai berhenti mengkonsumsi akan mengalami rasa sakit yang

berkelanjutan. Heroin punya kekuatan dua kali lebih kuat dari morfin dan

merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan di Indonesia akhir-akhir

ini.7

Proses pembuatan heroin merupakan kegiatan yang sangat penting dalam

dunia kejahatan Narkoba terutama dalam meningkatkan nilai harga gelap

dipasaran bebas. Penggunaan heroin ada yang dengan jalan menghisap asap

rokoknya atau menyuntikkan kedalam pembuluh darah. Akibat fatal dapat terjadi

dengan adanya kelebihan takaran atau dari jarum suntik yang tidak steril.

6

Dhoho A Sastro, ed., Membongkar Praktik Pelanggaran Hak Tersangka di Tingkat Penyidikan: Studi Kasus Terhadap Tersangka Kasus Narkotika di Jakarta (Jakarta: LBH Masyarakat, 2012), h. 78.

7

(19)

Korbannya akan mengalami infeksi Hepatitis, HIV dan AIDS bahkan over dosis

(OD) yang berakhir dengan kematian.8

Bidang kesehatan merupakan displin Ilmu Kesejahteraan Sosial karena

bidang kesehatan dianggap sebagai salah satu indikator utama dari

berkembangnya kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah geografis tertentu.

Dalam kaitan dengan bidang kesehatan, banyak sekali isu-isu yang bersinggungan

langsung dengan Ilmu Kesejahteraan Sosial, umumnya adalah bahasan kesehatan

yang menyinggung aspek sosial dari kesehatan. Salah satu isu yang sering dibahas

ialah isu pencegahan dan penanggulangan Narkoba, prevensi penyakit menular

(seperti HIV/AIDS).9

Upaya masalah penanganan Narkoba terutama untuk pecandu Heroin

dilakukan salah satunya dengan mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon

(PTRM). Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) merupakan salah satu dari

program pengurangan dampak buruk Napza atau dikenal dengan istilah Harm

Reduction.10 Metadon adalah obat sintetis yang termasuk golongan opiat seperti

halnya heroin, kodein dan morfin. Seseorang yang kecanduan heroin atau opiat

lain mengalami ketergantungan secara fisik dan secara mental. Jika kadar opiat di

tubuh pengguna turun di bawah angka tertentu maka ia akan mengalami gangguan

gejala putus obat (sakaw).11

8

Sumarmo Masum, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat

(Jakarta: CV Haji Masagung, 1987), h. 77-79.

9

Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Depok: FISIP UI Press, 2005), h. 65-67.

10

Harm Reduction adalah pengurangan dampak buruk NAPZA sebagai upaya pencegahan terhadap dampak buruk NAPZA tanpa perlu mengurangi jumlah penggunanya. Dengan kata lain,

harm reduction lebih mengutamakan pencegahan dampak buruk NAPZA, bukan pencegahan penggunaan NAPZA.

11

(20)

Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) salah satunya dilaksanakan

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

494/MENKES/SK/VII/2006 tentang Penetapan Rumah Sakit dan Satelit Uji Coba

Pelayanan Terapi Rumatan Metadon, pada pasal 1 ayat 10 menyatakan bahwa,

“Terapi rumatan medis adalah suatu terapi jangka panjang minimal enam bulan

bagi klien ketergantungan Opioida dengan menggunakan golongan opioid sintetis

agonis (Metadon) atau agonis parsial (Bufrenorfin) dengan cara oral atau

sub-lingual, dibawah pengawasan dokter terlatih, dengan merujuk pada pedoman

nasional”.12

Sehubungan dengan permasalahan diatas diharapkan Program Terapi

Rumatan Metadon (PTRM) dapat memberikan kesempatan kepada pasien untuk

menstabilkan hidupnya dan mengurangi risiko agar tidak tertular virus seperti

HIV, hepatitis dan virus lain yang diangkut melalui aliran darah. Selain itu,

program pemeliharaan metadon menawarkan kesempatan bagi peserta untuk

memperbaiki hubungan dengan keluarga, menemukan pekerjaan dan bertahan

dalam pekerjaan itu agar merasa lebih sehat secara fisik dan psikologis. Perubahan

pada gaya hidup ini dapat memberikan kepercayaan diri dan dorongan untuk

segera berhenti menggunakan Narkoba.

Namun perlu diketahui penggunaan Narkoba lain selain metadon biasanya

dilakukan pasien pada tahap awal pemberian metadon. Ini disebabkan oleh karena

dosis yang diberikan belum stabil dan belum mencapai dosis pemeliharaan.

Sementara peserta melanjutkan penggunaan opiat mereka juga mungkin memakai

Narkoba atau obat lain seperti alkohol atau benzodiazepine. Kekhawatiran utama

12

(21)

dalam hal ini adalah bahwa penggunaan Narkoba yang dicampur dapat

mengakibatkan over dosis. 13

Berkaitan dengan hal itu, pengawasan sangatlah penting untuk

keberhasilan suatu program maka penulis tetarik untuk meneliti Program Terapi

Rumatan Metadon (PTRM) sebagai pengalihan Narkoba bagi pecandu heroin

yang digunakan Puskesmas Kecamatan Tebet.

Penulis memilih Puskesmas Kecamatan Tebet diantaranya karena jumlah

pasien PTRM di Puskesmas Kecamatan Tebet yang berjumlah 85 orang

merupakan Puskesmas dengan jumlah pasien terbanyak di Jakarta Selatan dan

PTRM disana telah berjalan cukup lama sejak tahun 2007.14 Selain itu, belum ada

kajian literatur program studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah yang

membahas mengenai Program Terapi Rumatan Metadon ini. Oleh karena itu,

penulis tertarik meneliti Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) dengan

judul “Evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon bagi Pecandu Heroin di

Puskesmas Kecamatan Tebet”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya membatasi

permasalahan yang akan dipaparkan, yaitu pada evaluasi Program Terapi

Rumatan Metadon (PTRM) bagi pecandu Heroin di Puskesmas Kecamatan

Tebet. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya perluasan materi

yang akan dibahas selanjutnya. Permasalahan pokok yang akan dibahas

13

KPA, HIV dan AIDS Infeksi Menular Seksual dan Narkoba, h. 45.

14

(22)

adalah pada pecandu Heroin yang sudah mengikuti Program Terapi

Rumatan Metadon (PTRM) yang berada di Puskesmas Kecamatan Tebet

pada periode tahun 2013. Penulis memilih Puskesmas Kecamatan Tebet

sebagai tempat untuk melakukan penelitian karena jumlah pasien PTRM

terbanyak yang ada di Jakarta sebanyak 85 orang berada di Puskesmas

Kecamatan Tebet. Pasien PTRM di Puskesmas Kecamatan Tebet juga

secara mandiri dan kompak membuat kelompok bernama MUST

(Methadone User Society Tebet) dimana para pasien saling mendukung

satu sama lain melalui kelompok dukungan sebaya. Selain itu, dalam

kajian literatur program studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif

Hidayatullah belum ada yang membahas mengenai Program Terapi

Rumatan Metadon ini.

2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah diatas, maka

penulis merumuskan masalah pokok sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon

(PTRM) bagi pecandu Heroin?

2. Bagaimana pelaksanaan evaluasi Context, Input, Process, Product

(CIPP) terhadap Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di

(23)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Program Terapi Rumatan

Metadon (PTRM) sebagai pengalihan Napza bagi pecandu Heroin.

2. Untuk mengetahui hasil evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon

(PTRM) pada pasien Puskesmas Kecamatan Tebet.

D. Manfaat Penelitian

Dengan mengacu pada latar belakang yang telah dikemukakan maka

manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat Akademis

a. Sebagai sarana bagi penulis untuk meningkatkan kemampuan dalam

melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah.

b. Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai pelaksanaan Program

Terapi Rumatan Metadon (PTRM) yang dilakukan di Puskesmas

Kecamatan Tebet dalam menangani pecandu Heroin.

c. Merupakan masukkan untuk penelitian–penelitian lebih lanjut,

khususnya penelitian terapan yang berkaitan dengan evaluasi Program

(24)

2. Manfaat Praktis

Memberikan masukan dan saran untuk menjadi bahan evaluasi

bagi Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Kecamatan Tebet, Kader

Muda di Puskesmas Kecamatan Tebet khususnya dalam memberi

pelayanan pada pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM), serta

menjadi bahan rekomendasi bagi perseorangan atau lembaga sosial yang

memiliki perhatian terhadap penanganan pecandu Heroin.

G. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan (literatur) yang

berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan pada penulisan

skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan

mengetahui dengan jelas penelitian yang akan dilakukan untuk penulisan skripsi

ini.15 Adapun tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan

literatur berupa skripsi, tesis dan buku yang berkaitan dengan penelitian skripsi

penulis.

Skripsi dari Tuti Mutya, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010 yang berjudul “Gambaran Pengetahuan dan

Sikap Tentang Penggunaan Jarum Suntik pada klien Metadon RSKO Jakarta”. Isi

pokok dari skripsi ini membahas pengetahuan dan sikap dari klien metadon di

RSKO. Kekurangan skripsi ini penulis hanya melihat segi medis dari klien

metadon.

15

Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi),

(25)

Tesis dari Dwi Siswo Subagyo, Program Studi Kajian Ketahanan

Nasional, Konsentrasi Kajian Stratejik Penanganan Narkoba, Universitas

Indonesia, Jakarta Desember 2008 yang berjudul “Efektivitas Program terapi

rumatan Metadon bagi Pasien Terdaftar di Puskesmas Kecamatan Tebet Tahun

2007-2008”. Tesis ini telah menjelaskan keefektifan dari program terapi rumatan

metadon di Puskesmas Kecamatan Tebet. Penulis menggunakan tesis ini karena

mendapatkan objek penelitian yang sama, yakni pasien metadon di Puskesmas

Tebet.

Skripsi dari Putri Nahrisah, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Indonesia, Depok 2008 yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Program Terapi

Rumatan Metadon di Puskesmas Kecamatan (PKC) Tanjung Priok”. Isi pokok

skripsi ini membahas pelayanan PTRM PKC Tanjung Priok yang belum optimal

dan sesuai dengan pedoman nasional.

Skripsi dari Lidya Melawati, Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, Jakarta 2011 yang berjudul “Evaluasi Program Layanan Kesehatan

Rumah Bersalin Gratiis (RBG) bagi Orang Miskin di Jakarta Timur. Isi pokok

skripsi ini membahas kesinambungan program dan pelayanan yang diberikan

RBG kepada orang miskin.

Skripsi dari Suryati, Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

Jakarta 2013 yang berjudul ”Evaluasi Program Unit Usaha Bisnis Barang Bekas

Berkualitas (BARBEKU) di Yayasan Imdad Mustadh’afin (YASMIN) Cirendeu.

(26)

skripsi ini, penulis tidak menjelaskan secara detail kriteria keberhasilan dari

program tersebut.

Selain itu, penulis menggunakan beberapa literatur berupa buku,

diantaranya “Problem Narkotika-Psikotropika dan HIV-AIDS”, “HIV dan AIDS

Infeksi Menular Seksual dan Narkoba”, “Penanggulangan Bahaya Narkotika dan

Ketergantungan Obat”, “Membongkar Praktik Pelanggaran Hak Tersangka di

Tingkat Penyidikan: Studi Kasus Terhadap Tersangka Kasus Narkotika di

Jakarta”, “Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa”, “Pedoman

Pelaksanaan Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap

Narkoba”, “Bimbingan Teknis Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba”, “Narkoba

Bahaya dan Upaya Pencegahannya”, Kejahatan Narkoba dan Psikotropika”,

“Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa”.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu pengamatan,

wawancara, atau penelaahan dokumen. Menurut Bogdan dan Taylor dalam

bukunya Moleong, metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku dapat diamati.16 Dalam hal ini yang diteliti adalah evaluasi Program

Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Kecamatan Tebet.

Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama,

menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan

kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat

16

(27)

hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan dapat

lebih menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh bersama terhadap pola-pola

nilai yang dihadapi.

Adapun data yang dikumpulkan dari metode deskriptif ini adalah berupa

kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya

penerapan metode kualitatif. 17

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian dari

model evaluasi CIPP dengan memfokuskan penjelasan pada gambaran evaluasi

sebagai alat untuk menilai apakah sebuah program relatif sukses atau gagal.

1. Macam dan Sumber Data

Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif

ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti

dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati

atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama

dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tape.

Pencatatan sumber data utama melalui wawancara dan pengamatan

merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan

bertanya.18

Sumber data yang diperoleh penulis dalam penelitian kualitatif

tentang Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) ini bersumber dari

data primer dan sekunder.

17

Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Cetakan ke-25, h. 9-10.

18

(28)

Sumber data primer berasal dari data-data yang diperoleh dari

sumber informan utama19 (pengurus dan pasien PTRM di Puskesmas

Kecamatan Tebet). Penulis memilih informan ini karena memiliki peran

dalam berjalannya program terapi rumatan metadon, diantaranya:

Tabel 1.1 Sumber Data Primer

NAMA JUMLAH

Dokter 2 Orang

Tenaga Medis 4 Orang

Kader Muda 1 Orang

Pasien (PTRM) 6 Orang

Sedangkan sumber data sekunder berasal dari data-data yang

diperoleh dari literatur yang berhubungan dengan tulisan ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik merupakan cara yang digunakan peneliti untuk

mendapatkan data. Data adalah bahan keterangan tentang suatu objek

penelitian yang diperoleh di lokasi penelitian.

a. Dokumentasi

Dokumentasi adalah proses pengumpulan dan pengambilan data

berdasarkan tulisan-tulisan berbentuk catatan, buku-buku, dan

19

(29)

arsip milik Puskesmas Kecamatan Tebet atau tulisan-tulisan lain yang

memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Studi dokumen dilakukan

melalui proses sebagai berikut:

1. Meneliti keaslian dokumen. Dalam merencanakan dan

melaksanakan suatu program pemimpin dan staf program banyak

memproduksi dokumen. Sebelum meneliti isinya, evaluator

menelaah keaslian semua dokumen tersebut dengan

berkomunikasi kepada mereka yang ada hubungannya dengan

dokumen.

2. Memilih dokumen yang diperlukan oleh evaluasi. Evaluator

memilih dokumen yang diperlukan dalam proses evaluasi setelah

diverifikasi keaslian dokumen.

3. Meneliti isinya. Dalam meneliti isi dokumen, evaluator harus

selalu skeptis bahwa isi dokumen belum tentu benar atau sesuai

dengan kenyataan yang tertulis atau terekam.20

b. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia

dengan menggunakan panca indera mata sebagai alat bantu utamanya

selain panca indera lainnya seperti telinga, mulut dan kulit.21 Metode

observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik pengumpulan data

20

Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), h. 210.

21

(30)

yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal

yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda,

waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan. Metode observasi merupakan

cara yang sangat baik untuk mengawasi perilaku subjek penelitian

seperti perilaku dalam lingkungan atau ruang, waktu dan keadaan

tertentu.22 Tetapi tidak semua perlu diamati oleh peneliti, hanya

hal-hal yang terkait atau yang sangat relevan dengan data yang

dibutuhkan.

Beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam

penelitian kualitatif ialah:

1. Observasi Partisipatif

Sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan

peneliti melibatkan diri dalam kehidupan dari masyarakat yang

diteliti untuk dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang

ada, sesuai maknanya dengan yang diberikan atau dipahami oleh

para warga yang ditelitinya. 23

2. Observasi terus terang atau samar

Dalam hal ini, peneliti dalam melakukan pengumpulan data

menyatakan terus terang kepada subjek penelitian sebagai sumber

data, bahwa dia sebagai peneliti sedang melakukan penelitian.

22

Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian & Metode Penelitian Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 79.

23

M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif

(31)

3. Observasi tak berstruktur

Observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang

apa yang akan diobservasi.24 Observasi tidak berstruktur

dimaksud, observasi dilakukan tanpa menggunakan guide

observasi.25

4.Observasi Terkendali

Dimana para pelaku yang akan diamati oleh peneliti

kualitatif diseleksi dan kondisi-kondisi yang ada di lokasi

penelitian, pelaku diamati dan dikendalikan oleh si peneliti.26

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bentuk observasi

tidak berstruktur. Dengan demikian, pada observasi ini pengamat

harus mampu secara pribadi mengembangkan daya pengamatannya

dalam mengamati suatu objek. Pada observasi ini, yang terpenting

adalah pengamat harus menguasai “ilmu” tentang objek secara umum

dari apa yang hendak diamati, hal mana yang membedakannya dengan

observasi partisipasi, yaitu pengamat tidak perlu memahami secara

teoritis terlebih dahulu objek penelitian.27

Observasi ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Tebet untuk

mendapatkan data seputar penelitian. Observasi dilakukan untuk

mengetahui program yang di jalankan sudah efektif atau tidak bagi

pasien Program Terapi Rumatan Metadon. Metode ini menjadi

24

M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.173-174.

25

Burhan Bugin, Metode Penelitian Kualitatif, h. 120.

26

M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.174.

27

(32)

penting karena peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik

tentang konteks dalam hal yang diteliti serta memungkinkan peneliti

untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada

pembuktian dan mempertahankan penelitian untuk mendekati masalah

secara induktif. Kemudian memungkinkan peneliti untuk memperoleh

data tentang hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh

subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara dan

memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif

terhadap penelitian yang dilakukan.

c. Wawancara

Wawancara kualitatif merupakan salah satu teknik untuk

mengumpulkan data dan informasi. Penggunaan dua metode ini

didasarkan pada dua alasan. Pertama, dengan wawancara peneliti

dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang

diteliti, tetapi apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek

penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa

mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan

masa lampau, masa kini dan juga masa mendatang.

Metode wawancara kualitatif menggunakan panduan wawancara

yang berisi butir-butir pertanyaan untuk diajukan kepada informan.

Hal ini hanya untuk memudahkan dalam melakukan wawancara,

penggalian data dan informasi, dan selanjutnya bergantung

(33)

Peneliti akan mewawancarai dua orang dokter, dua orang tenaga

medis, satu orang kader muda, ketua organisasi MUST (Methadone

User Society Tebet), dan enam pasien PTRM.

1. Wawancara tak terstruktur

Wawancara tak terstruktur mirip dengan percakapan

informal. Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk

tertentu informasi dari semua informan, tetapi susunan kata dan

urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri tiap informan. Wawancara

tak terstruktur bersifat luwes, susunan pertanyaan dan susunan

kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat

wawancara, termasuk karakteristik sosial-budaya informan yang

dihadapi.28

2. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur merupakan model pilihan apabila

pewawancara mengetahui apa yang tidak diketahuinya dan

karenanya dapat membuat kerangka pertanyaan yang tepat untuk

memperolehnya. Dalam wawancara terstruktur pertanyaan ada

ditangan pewawancara dan respons terletak pada informan.

3. Wawancara terbuka terstandar

Teknik pengumpulan data wawancara terbuka terstandar

ini dikemukakan oleh Patton, Michael Quinn dalam penerapannya

pada evaluasi program. Dalam beberapa hal, ketika melaksanakan

28

(34)

suatu evaluasi program hanya memungkinkan para partisipan

selama periode waktu yang terbatas.29

Bentuk wawancara yang dilakukan peneliti dalam penelitian,

yaitu wawancara terbuka. Wawancara ini dilakukan untuk

memperoleh data dari sumber langsung tentang masalah yang akan

diteliti. Bentuk wawancara terbuka, yaitu wawancara yang

menggunakan seperangkat pertanyaan dan cara penyampaiannya pun

sama untuk semua responden. Jenis wawancara yang peneliti gunakan

adalah gabungan antara wawancara terbuka dengan wawancara

terstruktur, wawancara terbuka adalah suatu wawancara yang para

subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui

pula, apa maksud dan tujuan wawancara itu. Wawancara ini akan

dilakukan secara bebas, tetapi tetap menggunakan pedoman

wawancara agar pertanyaan terarah. Sedangkan wawancara

terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya telah

menciptakan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan

diajukan, wawancara ini bertujuan untuk mencari jawaban terhadap

hipotesa kerja.

d. Waktu dan Tempat

Pada penelitian ini, penulis memilih Puskesmas Kecamatan

Tebet sebagai objek penelitian atas beberapa pertimbangan dan alasan.

29

(35)

Puskesmas Kecamatan Tebet merupakan salah satu bidang medis yang

menyediakan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM).

Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Tebet

yang beralamat di Jalan Prof. Supomo No. 54, Tebet, Jakarta. Waktu

penelitian dimulai pada tanggal 27 April hingga 7 Mei 2014.

3. TeknikAnalisa Data

Analisia data pada penelitian kualitatif dilakukan melalui

pengamatan data secara logis dan sistematis dan analisis data itu dilakukan

sejak awal peneliti terjun ke lokasi penelitian hingga pada akhir penelitian

(pengumpulan data). Secara umum dinyatakan bahwa analisis data

merupakan suatu pencarian, pola-pola dalam data perilaku yang muncul,

objek-objek, terkait dengan fokus penelitian.

Analisa data dilakukan dalam dua tahapan, yaitu selama proses

pengumpulan data dan pada akhir pengumpulan data. Analisa data untuk

penelitian kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan

unit yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa-apa yang penting dan apa yang dapat diceritakan

kepada orang lain.30

Pada saat menganalisa data hasil observasi penulis

menginterpretasikan hasil wawancara yang ada kemudian menyimpulkan

setelah itu menganalisa kategori-kategori yang nampak pada data tersebut.

30

(36)

Tujuan utama dari analisa data ialah untuk meringkaskan data dalam

bentuk yang mudah dipahami dan mudah ditafsirkan sehingga hubungan

antar problem penelitian dapat dipelajari dan diuji.31 Analisa data

melibatkan upaya mengidentifikasi ciri-ciri suatu objek dan kejadian.

Kategori dan analisa data diperoleh berdasarkan fenomena yang nampak

pada Program Terapi Rumatan Metadon bagi pecandu Heroin di

Puskesmas Kecamatan Tebet.

4. Teknik Pemilihan Informan

Informan penelitian di dalam penelitian kualitatif berkaitan dengan

bagaimana langkah yang ditempuh agar data atau informasi dapat

diperolehnya. Maka dalam penelitian kualitatif dimungkinkan

menggunakan tiga cara ini, yaitu prosedur purposif (purposive sampling),

prosedur kuota, dan prosedur snowball di dalam menentukan dan

menemukan informan.

Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Purposive Sampling, yakni menentukan kelompok peserta yang

menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan

masalah penelitian tertentu. Kunci dasar penggunaan prosedur ini adalah

penguasaan informasi dari informan dan secara logika bahwa tokoh-tokoh

kunci di dalam proses sosial selalu langsung menguasai informasi yang

terjadi di dalam proses sosial itu.32

31

Moh Kasiram, Metodologi Penelitian: Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian (Malang: UIN Malang Press, 2008), Cetakan ke-1, h. 128.

32

(37)

Tabel 1.2 Subjek & Informan Penelitian

NO. INFORMAN JUMLAH

(ORANG)

1. Dokter 2

2. Tenaga Medis 2

3. Kader Muda 1

5. Pasien PTRM (Subjek) 6

Tabel 1.3 Klasifikasi Pemilihan Pasien PTRM

NO.

KLASIFIKASI PASIEN PTRM LAKI-LAKI PEREMPUAN

1. Waktu menjadi

pasien PTRM > 1 tahun 4 2

2. Status perkawinan

Kawin 2 2

Belum

Kawin 2

Cerai

3. Pekerjaan

Belum

bekerja 1

Pelajar

Ibu Rumah

Tangga 1

Wiraswasta 1

Karyawan 2 1

4. Telah mengikuti

(38)

5. Teknik Keabsahan Data

Salah satu cara paling penting dan mudah dalam uji keabsahan

hasil penelitian adalah dengan melakukan triangulasi peneliti, metode,

teori, dan sumber data. Dengan mengacu kepada Denzin seperti yang

dikutip oleh M. Burhan Bungin, maka pelaksanaan teknis dari langkah

pengujian keabsahan ini akan memanfaatkan: peneliti, sumber, metode,

dan teori.

a. Triangulasi Sumber Data

Dilakukan dengan membandingkan dan mengecek baik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara

yang berbeda dalam metode kualitatif yang dilakukan menurut Paton:

(1) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara,

(2) membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan

apa yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang

dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang

dikatakan sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan

perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang

lain seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau

tinggi, orang berada dan orang pemerintahan, (5) membandingkan

hasil wawancara dengan isi suatudokumen yang berkaitan. 33

b. Triangulasi dengan Metode

Mengacu pendapat Patton seperti yang dikutip oleh M. Burhan

Bungin dengan menggunakan strategi; (1) pengecekan derajat

33

(39)

kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan

data, (2) pengecekan beberapa sumber data metode yang sama.34

Triangulasi ini dilakukan untuk melakukan pengecekan terhadap

penggunaan metode pengumpulan data, apakah metode yang didapat

dengan metode interview sama dengan metode observasi, atau apakah

hasil observasi sesuai dengan informasi yang diberikan ketika

di-interview.

c. Triangulasi dengan Teori

Dilakukan dengan menguraikan pola, hubungan dan

menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis untuk mencari tema

atau penjelasan pembanding. Seperti yang dikutip Burhan,

Bardiansyah secara induktif dilakukan dengan menyertakan usaha

pencarian cara lain untuk mengorganisasikan data yang dilakukan

dengan jalan memikirkan kemungkinan logis dengan melihat apakah

kemungkinan-kemungkinan ini dapat ditunjang dengan data.35

6. Teknik Penulisan

Penulisan skripsi ini dilakukan sesuai dengan buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan

oleh UIN Jakarta Press tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini maka penulis membagi dalam

lima bab, sebagai berikut:

34

M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 246-247.

35

(40)

Bab I : Pendahuluan

Dalam bab ini penulis akan memaparkan tentang latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi

penelitian, sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teoritis

Dalam bab ini penulis akan mencoba memaparkan mengenai pengertian

evaluasi program yang meliputi pengertian evaluasi, program dan evaluasi

program. Selanjutnya penulis menguraikan tentang pengertian Program Terapi

Rumatan Metadon (PTRM). Terakhir penulis menguraikan tentang pengertian

pecandu, Narkoba jenis heroin dan teori perilaku.

Bab III: Profil Lembaga

Menjelaskan tentang profil lembaga, dalam bab ini penulis menguraikan

temuan dan analisa data, pertama penulis menguraikan profil Puskesmas yang

mencakup latar belakang berdirinya, visi dan misi, sarana dan prasarana, struktur

organisasi dan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM).

Bab IV: Temuan dan Analisa Data

Pada bab ini penulis menguraikan hasil temuan dan analisis penelitian

tentang evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) sebagai subtitusi

bagi pecandu Heroin.

Bab V: Penutup

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang kesimpulan dan

saran-saran.

(41)

26

TINJAUAN TEORITIS

A. Evaluasi Program 1. Pengertian Evaluasi

Evaluasi secara etimologi dalam kamus ilmiah popular adalah

penaksiran, penilaian, perkiraan keadaan dan penentuan nilai.1 Sedangkan

secara terminologi pengertian evaluasi menurut Casley dan Kumar seperti

yang dikutip dari Freddy S. Nggao, evaluasi adalah suatu penilaian berkala

terhadap relevansi, kinerja, efisensi dan implikasi dari suatu proyek dikaitkan

dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.2 Malcom dan Provus, sebagai

pencetus Discerepancy Evaluation seperti yang dikutip Djuju Sudjana,

menjelaskan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui perbedaan

antara apa yang ada dengan suatu standar yang telah ditetapkan serta

bagaimana menyatakan perbedaan antara keduanya.3

Menurut Vendung seperti yang dikutip Wirawan, evaluasi merupakan

mekanisme untuk memonitor, mensistematikan, dan meningkatkan aktivitas

pemerintah dan hasil-hasilnya sehingga pejabat publik dalam pekerjaannya di

masa akan datang dapat bertindak serta bertanggung jawab, kreatif, dan

1

Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), h. 163.

2

Fredy S.Nggao, Evaluasi Program, (Jakarta: Nuansa Madani, 2003), h. 15.

3

(42)

seefisien mungkin. Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh lembaga publik, akan

tetapi juga dilakukan oleh perusahaan dan lembaga swadaya masyarakat.4

Maka secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa evaluasi

merupakan kegiatan penilaian terhadap segala macam pelaksanaan program

agar dapat diketahui secara jelas bahwa apakah sasaran-sasaran yang dituju

sudah dapat tercapai atau belum. Segala bentuk program apapun baik itu

dalam hal profit dan non profit ataupun nirlaba dalam pelaksanaan

manajerialnya sangatlah diisyaratkan untuk melakukan monitoring dan

evaluasi. Fungsi pengawasan dalam suatu organisasi pada umumnya terkait

dengan proses pemantauan (monitoring) dan evaluasi (evaluation).5

Melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi adalah suatu kesatuan

yang saling mengisi satu dengan yang lainnya dan juga sesuatu yang wajib

dilakukan dalam suatu program atau organisasi. Maka sudah dapat dipastikan

bahwa melakukan evaluasi tidak lepas dari melakukan monitoring, begitu juga

sebaliknya. Jika kegiatan monitoring atau pemantauan biasa dilakukan pada

proses pelaksanaan program, maka evaluasi adalah penilaian diakhir

pelaksanaan program.

Pengertian evaluasi dilaksanakan pada akhir pelaksanaan program

tidaklah suatu yang mutlak harus dilakukan sedemikian rupanya. Melakukan

evaluasi tidak harus dilakukan sedemikan rupanya. Melakukan evaluasi tidak

4

Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 16.

5

(43)

harus dilaksanakan menunggu tahap akhir program, akan tetapi juga bisa

dilakukan pertengahan program kegiatan jikalau ditemukan indikasi-indikasi

kejanggalan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan sasaran-sasaran

yang telah ditentukan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan jika hanya

dilakukan pada akhir kegiatan, maka kesalahan-kesalahan dan

kekurangan-kekurangan pada proses pelaksanaan kegiatan makin lama menjadi besar dan

berat perbaikannya. Oleh karena itu, melalui evaluasi terhadap kekurangan

dari yang kecil ini akan lebih mudah pemecahannya dan tidak akan

mengganggu kelancaran proses dan tahapan kegiatan berikutnya.

2. Desain Evaluasi

Desain evaluasi adalah kerangka proses melaksanakan evaluasi dan

rencana menjaring dan memanfaatkan data sehingga dapat diperoleh

informasi dengan presisi yang mencukupi atau hipotesis dapat diuji secara

tepat dan tujuan evaluasi dapat dicapai. Menurut Rowley seperti yang dikutip

oleh Wirawan, desain penelitian merupakan logika yang menghubungkan data

yang akan dikumpulkan dan kesimpulan-kesimpulan yang harus ditarik ke

arah pertanyaan-pertanyaan dari studi, selain penelitian memastikan terjadinya

perpaduan. Cara lain memandang suatu desain penelitian adalah melihatnya

sebagai rencana tindakan untuk memperoleh dari pertanyaan ke kesimpulan.

Berbeda dengan riset murni dan riset terapan lainnya, desain evaluasi

terdiri dari model evaluasi dan metode penelitian. Model evaluasi menentukan

(44)

melaksanakan evaluasi tersebut. metode penelitian menentukan jenis data apa

yang akan dijaring, teknik menjaringnya, apakah akan mempergunakan

metode kuantitatif, kualitatif atau metode campuran dan instrument yang akan

menjaring data. Di samping itu, metode penelitian menentukan bagaimana

mentabulasi, menganalisis data dan kesimpulan hasil evaluasi.6

3. Model Evaluasi

Evaluasi itu sendiri terdiri dari berbagai jenis evaluasi diantaranya:

a. Evaluasi awal kegiatan, yaitu penilaian terhadap kesiapan program

kegiatan atau mendekati kelayakan program kegiatan.

b. Evaluasi formatif, yaitu penilaian terhadap hasil-hasil yang telah dicapai

selama proses kegiatan dilaksanakan. Waktu pelaksanaan secara rutin (per

bulan, triwulan, semester atau tahunan) sesuai dengan kebutuhan

informasi hasil penilaian.

c. Evaluasi sumatif, yaitu penilaian hasil-hasil yang telah dicapai secara

keseluruhan dari awal program kegiatan sampai akhir program kegiatan.

Waktu pelaksanaan pada saat akhir program kegiatan sesuai dengan

jangka waktu program kegiatan dilaksanakan. Untuk program kegiatan

yang memiliki jangka waktu enam bulan, maka evaluasi sumatif

dilaksanakan menjelang akhir bulan ke enam. Untuk evaluasi yang

6

(45)

menilai dampak program kegiatan dapat dilaksanakan setelah program

kegiatan berakhir dan diperhitungkan dampaknya sudah terlihat nyata.7

Dalam kegiatan dengan evaluasi Pietrizak, Ramler dan Gilbert

mengemukakan tiga model evaluasi guna mengawasi suatu program secara

lebih seksama, yaitu:

a. Evaluasi input (input) memfokuskan pada berbagai unusr yang masuk

dalam sutu pelaksanaan suatu program. Tiga unsur (variabel) utama yang

terkait dengan evaluasi input adalah klien, staf dan program. Variable

klien meliputi karakteristik demografi klien, seperti susunan (konstelasi)

keluarga dan beberapa anggota yang ditanggung. Variabel staf meliputi

aspek demografi dari staf, seperti latar belakang pendidikan staf, dan

pengalaman staf. Sedangkan variable program meliputi aspek tertentu

seperti lamanya waktu yang diberikan dan sumber-sumber rujukan yang

tersedia. Dalam kaitan dengan evaluasi input program, ada empat kriteria

yang dapat dikaji baik sendiri-sendiri maupun secara keseluruhan.

Kriteria tersebut adalah (1) Tujuan dan objektif; (2) Penilaian terhadap

kebutuhan komunitas; (3) Standar dari suatu ‘praktek yang baik’; (4)

Biaya per unit layanan.

b. Evaluasi proses (process) memfokuskan diri pada aktifitas program yang

melibatkan interaksi langsung antar klien dengan staf “terdepan” (line

7

(46)

staf) yang merupakan pusat dari pencapaian tujuan (objektif) program.

Tipe evaluasi ini diawali dengan analisis dari system pemberian layanan

dari suatu program. Dalam upaya mengkaji nilai komponen pemberian

layanan, hasil analisis harus dikaji berdasarkan criteria yang relevan

lembaga; tujuan proses (proses goals) dan kepuasan klien.

c. Evaluasi hasil (outcomes) diarahkan pada evaluasi keseluruhan dampak

(overall impac) dari suatu program terhadap penerima layanan

(recipients). Pertanyaan utama yang muncul dari evaluasi ini adalah bila

suatu program telah berhasil mencapai tujuannya, bagaimana penerima

layanan akan menjadi berbeda setelah ia menerima layanan tersebut?

Berdasarkan pertanyaan ini seorang evaluator akan mengkonstruksikan

criteria keberhasilan dari suatu program. Kriteria keberhasilan ini akan

dapat dikembangkan sesuai dengan kemajuan suatu program (berorientasi

pada program = program oriented) ataupun pada terjadinya perubahan

perilaku dari klien (berorientasi pada klien = client oriented).8

Selain itu, ada jenis model evaluasi lainnya, yaitu model evaluasi CIPP

(Context, Input, Process dan Product). Model evaluasi ini mulai

dikembangkan oleh Danile Stufflebeam pada tahun 1966. Stufflebeam

mendefinisikan seperti yang dikutip oleh Wirawan, evaluasi sebagai proses

melukiskan (delineating), memperoleh, dan menyediakan informasi yang

berguna untuk menilai alternatif-alternatif pengambilan keputusan.

8

(47)

Stufflebeam menyatakan model evaluasi CIPP merupakan kerangka yang

komperhensif untuk mengarahkan pelaksanaan evaluasi formatif dan evaluasi

sumatif terhadap objek program, proyek, personalia, produk, institusi, dan

sistem.

Model CIPP terdiri dari empat jenis evaluasi:

a. Evaluasi Konteks (Context Evaluation). Menurut Daniel Stufflebeam

seperti yang dikutip oleh Wirawan, evaluasi konteks untuk menjawab

pertanyaan: Apa yang perlu dilakukan? (What needs to be done?)

Evaluasi ini mengidentifikasi dan menilai kebutuhan-kebutuhan yang

mendasari disusunnya suatu program.9 Stufflebeam dalam Hamid Hasan

menyebutkan, tujuan evaluasi konteks yang utama adalah untuk

mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan. Dengan

mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator akan dapat

memberikan arah perbaikan yang diperlukan.10

b. Evaluasi Masukan (Input Evaluation). Evaluasi Masukan untuk mencari

jawaban atas pertanyaan: Apa yang harus dilakukan? (What should be

done?)11 Menurut Eko Putro Widyoko seperti yang dikutip oleh Dewi

Silvia, evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan

sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi

9

Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 92.

10

Dewi Silvia, “Evaluasi Program,” artikel diakses pada 07 April 2014 dari

http://yudistiadewisilvia.wordpress.com/2013/04/24/evaluasi-program/

11

(48)

untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk

mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi: 1) Sumber Daya

Manusia; 2) Saran dan Prasarana; 3) Dana atau anggaran, dan 4) Berbagai

prosedur dan aturan yang diperlukan.

c. Evaluasi Proses (Process Evaluation). Evaluasi Proses berupaya untuk

mencari jawaban atas pertanyaan: Apakah program sedang dilaksanakan?

(Is it being done?)12 Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui

sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang

perlu diperbaiki.13

d. Evaluasi Produk (Product Evaluation). Evaluasi Produk diarahkan untuk

mencari jawaban pertanyaan: Did it succed? Evaluasi ini berupaya

mengidentifikasi dan mengakses keluaran dan manfaat, baik yang

direncanakan atau tidak direncanakan, baik jangka pendek maupun jangka

panjang.14

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model evaluasi CIPP

karena model ini lebih komprehensif diantara model evaluasi lainnya karena

objek evaluasi tidak hanya pada hasil semata tetapi juga mencakup konteks,

masukan, proses dan hasil.

12

Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 94.

13

DewiSilvia, “Evaluasi Program.”

14

(49)

4. Indikator Keberhasilan

Dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang digunakan untuk

suatu proses evaluasi, Feurstein seperti yang dikutip oleh Isbandi Rukminto

Adi mengajukan beberapa indikator yang perlu untuk dipertimbangkan,

diantaranya:

1. Indikator Ketersediaan (Indicator of Availability). Indikator ini melihat

apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu prose situ benar-benar ada.

2. Indikator Relevansi (Indicator of Relevance). Indikator ini menunjukkan

seberapa relevan ataupun tepatnya sesuatu yang teknologi atau layanan

yang ditawarkan.

3. Indikator Keterjangkauan (Indicators of Accessibility). Indikator ini

melihat apakah layanan yang ditawarkan masih berada dalam ‘jangkauan’

pihak-pihak yang membutuhkan.

4. Indikator Cakupan (Indicators of Coverage). Indikator ini menunjukkan

proporsi orang-orang yang membutuhkan sesuatu dan menerima layanan

tersebut.

5. Indikator Upaya (Indicators of Efforts). Indikator ini menggambarkan

berapa banyak upaya yang sudah ‘ditanamkan’ dalam rangka mencapai

(50)

6. Indikator Efisiensi (Indicators of Efficiency). Indikator ini menunjukkan

apakah sumber daya dan aktivitas yang dilaksanakan guna mencapai

tujuan dimanfaaatkan secara tepat guna (efisien) atau tidak memboroskan

sumber daya yang ada dalam upaya mencapai tujuan.

7. Indikator Dampak (Indicators of Impact). Indikator ini melihat apakah

sesuatu yang kita lakukan benar-benar memberikan suatu perubahan di

masyarakat.15

5. Tujuan Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai dengan

objek evaluasinya. Tujuan melaksanakan evaluasi antara lain:

a. Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat. Program dirancang

dan dilaksanakan sebagai layanan atau intervensi sosial untuk

menyelesaikan masalah, problem, situasi, keadaan yang dihadapi

masyarakat. Program juga diadakan untuk mengubah keadaan masyarakat

yang dilayani.

b. Menilai apakah program telah direncanakan sesuai dengan rencana.

Setiap program direncanakan dengan teliti dan pelaksanaannya harus

sesuai dengan rencana tersebut.

15

(51)

c. Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai dengan standar. Setiap

program dirancang dan dilaksanakan berdasarkan standar tertentu.

d. Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan dimensi

program yang jalan, mana yang tidak berjalan.16

e. Pengembangan staf program. Evaluasi dapat dipergunakan

mengembangkan kemampuan staf garis depan yang langsung menyajikan

layanan kepada klien dan para pemangku kepentingan lainnya. Evaluasi

memberikan masukan kepada manajer program mengenai kinerja staf

dalam melayani masyarakat.

f. Memenuhi ketentuan undang-undang. Seiring suatu program disusun

untuk melaksanakan undang-undang tertentu. Suatu program dirancang

dan dilaksanakan berdasarkan ketentuan undang-undang untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat.

g. Akreditasi program. Lembaga-lembaga yang melayani keburuhan

masyarakat, seperti sekolah, universitas, hotel, rumah sakit, pusat

kesehatan, dan perusahaan biro perjalanan perlu dievaluasi untuk

menentukan apakah telah menyajikan layanan kepada masyarakat sesuai

dengan standar yang telah ditentukan.

16

(52)

h. Mengukur cost effectiveness dan cost-efficiency. Untuk melaksanakan

suatu program diperlukan anggaran yang setiap organisasi mempunyai

keterbatasan jumlahnya.

i. Mengambil keputusan mengenai program. Salah satu tujuan evaluasi

program adalah untuk mengambil keputusan mengenai program.17

j. Accountabilitas. Evaluasi dilakukan juga untuk pertanggungjawaban

pimpinan dan pelaksana program. Apakah program telah dilaksanakan

sesuai rencana, sesuai dengan standar atau tolak ukur keberhasilan atau

tidak. Apakah dalam pelaksanaan program terjadi penyimpangan

anggaran, prosedur dan waktu atau tidak. Semua hal tersebut perlu

dipertanggungjawabkan oleh para penyelenggara program.

k. Memberikan balikan kepada pimpinan dan staf program. seperti yang

dikutip Wirawan, Poscav dan Carey mengemukakan bahwa evaluasi

merupakan loop balikan untuk layanan program sosial. Loop tersebut

merupakan proses mengakses kebutuhan, mengukur pelaksanaan program

untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mengevaluasi prestasi pencapaian

tujuan program, membandingkan pengaruh keluaran program dengan

biaya serta perubahan yang diciptakan oleh layanan program.

l. Memperkuat posisi politik. Jika evaluasi menghasilkan nilai yang positif,

kebijakan, program atau proyek akan mendapat dukungan dari para

17

(53)

pengambil keputusan-legislatif dan eksekutif-dan anggota masyarakat

yang mendapatkan layanan atau perlakuan.

m. Mengembangkan teori ilmu evaluasi atau riset evaluasi. Pada awalnya

evaluasi dilaksanakan tanpa landasan teori, hanya merasa suatu program

perlu dievaluasi untuk mencari kebenaran mengenai program sosial.

Praktik melaksanakan evaluasi yang berulang-ulang, mengembangkan

asumsi bahwa evaluasi dilaksanakan untuk mengukur apakah tujuan

program dapat dicapai atau tidak.18

6. Pengertian Program

Program adalah kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk

melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan untuk waktu yang tidak terbatas.19

Program adalah sederetan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh

seseorang atau sekelompok organisasi, lembaga bahkan negara. Seorang

kelompok organisasi, lembaga bahkan negara mempunyai suatu program.

Suharsimi Arikunto mengemukakan program sebagai berikut: “Program

adalah sederetan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai

suatu kegiatan tertentu”.20

7. Macam-macam Program

Macam atau jenis program dapat bermacam-macam wujud, jika

ditinjau dari berbagai aspek. Program ditinjau dari:

18

Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 24-25.

19

Wirawan, Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi dan Profesi, h. 17.

20

(54)

a. Tujuan

b. Jenis

c. Jangka waktu

d. Keluasan

e. Pelaksanaannya

f. Sifatnya

8. Tujuan Program

Tujuan program adalah sasaran atau maksud yang harus dicapai dalam

proses pelaksanaan kegiatan yang direncanakan. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto sebagai berikut, “Tujuan program

merupakan suatu yang pokok dan harus dijadikan pusat perhatian oleh

evaluator. Jika suatu program tidak mempunyai tujuan yang tidak

bermanfaat, maka program tersebut tidak perlu dilaksankan tujuan

menentukan apa yang akan diraih.”21

9. Evaluasi Program

Evaluasi program adalah metode sistematik untuk mengumpulkan,

menganalisis, dan memakai informasi untuk menjawab pertanyaan dasar

mengenai program.22

21

Fredy S. Nggao, Evaluasi Program, h. 23.

22

(55)

Evaluasi program dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan dan standar minimum yang telah disepakati guna mengukur

efekrivitas, kesesuaian dan dampak. 23

Paulson bukunya “A Strategy for Evaluation Design”, yang dikutip

oleh Grotelueschen mengemukakan bahwa evaluasi program adalah proses

pengujian berbagai objek atau peristiwa tertentu dengan menggunakan

ukuran-ukuran nilai khusus dengan tujuan untuk menentukan

keputusan-keputusan yang sesuai. Berdasarkan pengertian ini, maka evaluasi program

adalah kegiatan pengujian terhadap suatu fakta atau kenyataan sebagai bahan

untuk pengambilan keputusan.

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa evaluasi program kita dapat

mengukur dan menilai sesuatu program sehingga kita mengetahui nilai

program tersebut. Dengan demikian, evaluasi program merupakan kegiatan

yang teratur dan berkelanjutan dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk

memperoleh data yang berguna bagi pengambilan keputusan.

B. Terapi

Terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit,

pengobatan penyakit, perawatan penyakit.24 Dalam kamus kedokteran terapi diartikan

23

Pusat Studi Kebijakan Kesehatan dan Sosial Indonesia, ed., Pengelolaan Kesehatan Masyarakat dalam Kondisi Bencana (Yogyakarta: GRHA Yudistira, t.t), h. 78.

24

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

(56)

sebagai pemberian pertolongan kepada orang sakit, usaha menyembuhkan orang sakit

atau bisa juga diartikan sebagai cara pengobatan.25

Sedangkan dalam kamus lengkap psikologi dikatakan bahwa terapi

merupakan suatu bentuk perlakuan dan pengobatan yang ditujukan kepada

penyembuhan suatu kondisi yang menyimpang (patologis) pada diri seseorang.26

Menurut Dadang Hawari, prinsip terapi adalah berobat dan bertobat, berobat

artinya membersihkan NAPZA dari tubuh pasien, bertobat artinya si pasien memohon

petunjuk Allah SWT, berjanji tidak akan mengulanginya dan memohon kekuatan

iman agar tidak lagi untuk mengkonsumsi NAPZA karena disamping perawatan

medis, maka solat, doa dan zikir merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan.

Sesuai dengan firman Allah SWT surah al-Baqarah ayat 186 yang artinya: “Aku

mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila berdoa kepadaKu.”

Hadist Nabi Muhammad SAW bersabda: “Setiap penyakit ada obatnya, jika

obat itu tepat mengenai sasarannya maka dengan izin Allah, penyakit itu sembuh.”

(H.R. Muslim dan Ahmad).27

C. Terapi Rumatan

Terapi rumatan atau yang biasa disebut Maintenance Therapy adalah

penggunaan obat terus-menerus untuk waktu tertentu setelah infeksi dionati, untuk

mencegah kekambuhan atau pemburukan.28

25

Ahmad Ramli, Kamus Kedokteran, (Jakarta: Djambatan, 1999), h. 354.

26

J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, penerjemah: Kartini Kartono, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 507.

27

Gambar

Gambaran PTRM di PKC. Tebet ............................
TABEL 1.1 : Sumber Data Primer……………………………………………
GAMBAR 2.1 : Alur Layanan PTRM…………………………………………… 47
Tabel 1.1 Sumber Data Primer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan model evaluasi program CIPP (Context, Input, Pro- cess, dan Product). Model evaluasi CIPP dil- akukan secara komprehensif untuk mema- hami

Dari gambar tabel ini dapat dilihat bahwa pasien narkoba yang mengikuti Program Rumatan Metadon yang terdaftar di Puskesmas Kecamatan Tebet adalah pasien

Penelitian ini menggunakan model evaluasi CIPP (Context, Input, Proccess, Product). Context mendeskripsikan tentang program, Input menjelaskan tentang komponen Sumber

Evaluasi ini dilakukan dengan model evaluasi CIPP (Context, input, process, product) dan dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode observasi,

Penelitian ini termasuk penelitian evaluative kualitatif dengan model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) yang dikembangkan oleh Stufflebeam (1967).

Simpulan penelitian ini adalah hasil evaluasi program dengan menggunakan model context , input , process , dan product (CIPP) pada program kelas Bilingual

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka penelitian evaluasi dengan model Context (konteks), Input (masukan), Process (proses), Product (hasil) (CIPP) dapat ditarik

yang digunakan dalam penelitian ini adalah model evaluasi CIPP ( context, input, process dan product ), namun demikian kegiatan evaluasi yang dilaksanakan terhadap