• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5) Pe modelan pertumbuhan tanaman Shorea leprosula

5.2 Tegakan Tinggal dalam Jalur Antara

5.2.1 Pertumbuhan tegakan tinggal

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap diameter dan tinggi semua vegetasi (tegakan tinggal) berdiameter 10 cm ke atas (keliling 31,4 cm ke atas) selama 4 periode pengukuran, yaitu tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 dapat diketahui pertumbuhan pohon-pohon penyusun komunitas hutan.

Rekapitulasi pertumbuhan pohon disusun berdasarkan kelompok jenis, yaitu kelompok meranti yang terdiri dari jenis meranti (Shorea spp), bangkirai (Shorea

No Parameter penentu Parameter indikator

Riap Diameter Volume Etat volume

1 Jarak tanam ts ts ts s

2 Kerapatan ts ts ts s

3 Pertumbuhan diameter s s s

4 Pertumbuhan tinggi s s s

5 Kelerengan ts ts ts ts

leavis), kelapis (Shorea johorensis), mahusum (Shorea fatoiensis); kelompok dipterocarp non meranti terdiri dari keruing (Dipterocarpus spp), kapur (Dryobalanops spp), resak (Vatica spp), hopea (Hov ea spp), mersawa (Anisoptera

spp), pelepek (Parashorea spp); kelompok komersial lain ditebang terdiri dari kelompok rimba campuran seperti kempas (Koompassia malaccensis), nyatoh (Palaquium sp), Scapium podocarpum dan kelompok kayu indah seperti marijang (Sindora sp) dan ulin (Eusideroxylon zwagery) serta kelompok komersial lain tidak ditebang seperti keranji (Diallium sp), medang (Litsea sp), kayu arang (Diospyros

sp), tarap (Arthocarpus sp), pantung (Dyera costulata), kumpang (Myristica iners), kayu bawang (Scorodocarpus sp), jambuan (Syzigium sp) dan lain- lain (semua pohon selain kelompok di atas).

Pertumbuhan diameter tahunan rata-rata (MAI) kelompok jenis meranti, dipterocarp non meranti, komersial lain ditebang (rimba campuran dan ka yu inda h) serta komersial lain tidak ditebang disajikan dalam Tabel 15.

Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa pertumbuhan diameter pohon-pohon dalam tegakan hutan relatif kecil dan semuanya masih berada dibawah 1 cm/th. Kelompok meranti mempunyai pertumbuhan diameter antara 0,38 sampai 0,69 cm/th, kelompok dipterocarp non meranti antara 0,38 sampai 0,76 cm/th, kelompok komersial lain ditebang antara 0,22 sampai 0,41 cm/th dan kelompok komersial lain tidak ditebang antara 0,21 sampai 0,43 cm/th.

Tabel 15. MAI diameter pada empat kelompok jenis pohon di lokasi penelitian

Pola penyebaran kecepatan pertumbuhan diameter pada empat kelompok pohon berdasarkan kelas diameternya dapat dilihat pada Gambar 17. Semua kelompok pohon mempunyai pertumbuhan tahunan rata-rata (MAI) paling tinggi pada saat

Kelas MAI diameter (cm/th)

diameter Meranti Dipt n meranti Komersial lain Komersial lain

(cm) ditebang tidak ditebang

10-19 0,3809 0,3791 0,2158 0,2108 20-29 0,5839 0,6271 0,3408 0,3458 30-39 0,6869 0,7551 0,4058 0,4208 40-49 0,6899 0,7631 0,4108 0,4358 50-50 0,5929 0,6511 0,3558 0,3908 60 ke atas 0,3959 0,4191 0,2408 0,2858

telah mencapai diameter 30-40 cm, kemudian menurun kembali secara berangsur-angsur sejalan dengan pertambahan diameter pohon.

Gambar 17. Pola penyebaran kecepatan pertumbuhan diameter pada empat kelompok vegetasi

Gunawan dan Wartomo (2002) meneliti pertumbuhan diameter pohon Hopea

cernua di Kalimantan Timur berdasarkan struktur anatomi kayunya dan

mendapatka n po la pertumbuhan yang hampir sama de ngan hasil penelitian ini, yaitu pertumbuhan diameter tertinggi terjadi pada saat pohon berdiameter 30 cm, 40 cm dan 50 cm.

Berdasarkan hasil uji LSD seperti terlihat pada Lampiran 9, kelompok meranti dan kelompok dipterocarp non meranti mempunyai pola dan kecepatan pertumbuhan diameter tahunan rata-rata yang relatif sama dan keduanya berbeda nyata (baca: mempunyai pertumbuhan lebih tinggi) dibanding kelompok komersial lain ditebang dan komersial lain tidak ditebang.

Pertumbuhan diameter yang kecil pada pohon-pohon penyusun tegakan hutan menyebabkan produktifitas tegakan hutan sangat kecil pula. Menurut Santoso (2008) dan Wahjono dan Anwar (2008) riap diameter rata-rata jenis kayu komersial pada hutan alam bekas tebangan hanya 0,6 cm/th. Data ini diambil berdasarkan hasil rekapitulasi Petak Ukur Permanen pada 199 IUPHHK yang dilakukan sejak tahun

Meranti………. Y= -0,0005X2 + 0,0353X + 0,0779 R2= 0,6611

Dip non meranti……… Y= -0,0006X2 + 0,0428X + 0,0111 R2=0,9051

Kom lain ditebang……. Y= -0,0003X2 + 0,0215X + 0,0308 R2=0,9287

Kom lain tdk ditebang… Y= -0,0003X2 + 0,0225X + 0,0158 R2=0,9001

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0 5 10 20 30 40 50 60 Diameter (cm) M A I ( cm /th )

1995. Menurut Ditjen BPK (2010b) pertumbuhan tegaka n hutan alam prod uks i sampai tahun 2003 hanya sebesar 1,1-1,4 m3/ha/th dan pada tahun 2007 turun menjadi 0,46 m3/ha/th.

Berdasarkan data tahun 2009, jumlah produksi kayu bulat dari hutan alam produksi yang dikelola IUPHHK hanya sebesar 5 juta m3. Dengan memperhatikan luas areal IUPHHK yang aktif sebesar 20 juta ha, Suparna (2010) menyimpulkan bahwa produktifitas hutan alam produksi hanya sebesar 0,25 m3/ha/th, jauh lebih kecil dibanding produktifitas hutan tanaman yang mencapai 15 m3/ha/th atau 60 kali lipat dari hutan alam.

5.2.2 Faktor lingkungan

Pertumbuhan pohon dipengaruhi oleh jenis dan genetik individu pohon, faktor lingkungan dan perlakuan silvikultur. Faktor lingk ungan terdiri dari faktor klimatis (seperti suhu, cahaya, kelembaban, curah hujan, angin) dan faktor edapis (seperti sifat fisik, kimia dan biologi tanah, air tanah, kelerengan, arah lereng dan ketinggian). Pada hutan bekas tebangan, perkembangan pohon juga dipengaruhi pula efek tebangan yang besarnya bervariasi tergantung pada tingkat pertumbuhan tegakan tinggal dan kelerengan.

a. Kelerengan

Penelitian ini berada pada areal dengan kelerengan datar- landai (0-15%) dan kelerengan agak curam-curam (15-30%). Untuk membuktikan apakah kelerengan berpengaruh terhadap pertumbuhan tegakan tinggal dilakukan uji z terhadap riap diameter dan tinggi pohon pada kelerengan datar- landai dan agak curam-curam. Hasil uji z memberikan nilai z hitung sebesar 0.8728 untuk riap diameter dan -0,9183 untuk riap tinggi, sedangkan nilai t tabel (α/2: 0,025) untuk n-1>120 sebesar 1,96. Dengan demikian, pada kasus riap diameter maupun riap tinggi pohon nilai z hitung> - z tabel (α/2:0,025) sehingga memenuhi kaidah terima Ho atau tidak berbeda nyata. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10.

Berdasarkan hasil uji z dapat diterangkan bahwa faktor kelerengan tidak berpengaruh nyata terhadap riap diameter dan riap tinggi pohon. Hal ini disebabkan adanya faktor pembatas berupa cahaya sebagai faktor yang paling sensitif dalam menentukan besaran riap pohon dalam hutan alam yang cukup rapat. Faktor-faktor

lain yang mempengaruhi pertumbuhan pohon seperti kelerengan, aspek, ketinggian tempat, kelembaban dan lain- lain menjadi kurang menonjol manakala faktor cahaya belum tersedia secara optimal.

Melalui interaksi yang komplek pada komponen hayati (keanekaragaman jenis, kerapatan, genetik, asosiasi jenis, hama dan penyakit, gulma dan lain- lain) dan non hayati (edapis, klimatis, kelerengan, aspek, ketinggian) serta interaksi keduanya, tegakan tinggal mampu menghasilkan pertumbuhan setiap tahunnya.

b. I ntensitas cahaya

Hasil pengukuran tingkat penutupan tajuk menggunakan densiometer (Stuckle

et al. 2001) menunjukkan bahwa pada jalur antara mempunyai tingkat penutupan tajuk berkisar antara 80 sampai 87 densiometer scale (ds) pada kelerengan datar-landai dan 80-86 ds pada kelerengan agak curam-curam. Hasil pengukuran tingkat pembukaan kanopi pada jalur tanam dan jalur antara selengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Dengan demikian pada jalur antara hanya mendapatkan intensitas cahaya sebesar 9,37% sampai 16,67% pada kelerengan datar-landai dan 10,42% sampai 16,67% pada kelerengan agak curam-curam. Tegakan tinggal dalam jalur antara masih mempunyai tingkat kerapatan tajuk dengan kriteria sangat rapat. Fenomena ini sejalan dengan karakteristik hutan alam yang lebat dan rapat sehingga keberadaan celah (gap) merupaka n kebutuhan paling penting untuk pertumbuhan setiap pohon (Coates & Philip 1997; Mori 2001; Numata et al. 2006).

Pengukuran tingkat penutupan tajuk di jalur antara dilakukan pada setiap petak ukur tingkat semai sehingga lokasi pengukuran dilakukan secara sistimatis dengan interval 20 m. Beberapa lokasi pengukuran ada yang terletak pada areal terbuka bekas penebangan pohon sehingga pada tempat seperti ini lantai hutan mendapatkan intensitas cahaya yang sangat tinggi, namun sebagian besar merupakan daerah yang tertutup tajuk pohon dengan kriteria sangat rapat. Pada jalur antara intensitas cahaya yang sampai ke lantai hutan sangat kecil berkisar antara 9,37% sampai 16,67% sehingga ketersediaan cahaya yang sampai ke lantai hutan merupakan faktor pembatas yang nyata terhadap pertumbuhan permudaan alami.

c. Tanah

Berdasarkan hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah, seperti terlihat pada Lampiran 13, tekstur tanah di areal penelitian umumnya geluh, lempung pasiran

(sandy clay loam) pada permukaan (lapisan A) dan lempung (caly) pada lapisan AB dan B. Sedangkan struktur tanah berbentul gumpal dengan agregat kurang stabil dan pada lapisan bawah (AB dan B) mempunyai permeabilitas yang rendah.

Secara umum kondisi tanah di jalur antara masih lebih baik dibanding jalur tanam dengan KTK yang lebih tinggi serta kandungan beberapa unsur makro dan mikro yang lebih baik. Hal ini mudah dipahami karena kondisi tanah masih terlindungi oleh tegakan yang cukup rapat. Namun demikian tanah podsolik merah kuning di lokasi penelitian tergolong tanah marginal yang memiliki kesuburan dan pH tanah yang rendah dengan kandungan Fe and Al yang relatif tinggi sehingga keberadaan P menjadi tidak tersedia (MacKinnon, 2000). Keberadaan tegakan hutan yang rapat mampu membentuk siklus hara tertutup de ngan ka ndungan serasah da n hum us yang cukup teba l unt uk mendukung kehidupa n vegetasi di atasnya.

Meskipun lapisan kanopi masih rapat namun erosi pada jalur antara sistem TPTJ masih terjadi sebesar 15,75 ton/ha/th namun masih berada dalam katagori ringan (Ditjen BPK, 2010b).