• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENGAMBILAN KEPUTUSAN

TERKONTROL Harga benih tan PRG

tinggi

Besarnya biaya utk pengujian keamanan hayati

Biaya investasi teknologi yg tinggi

157 dan pelaksanaan peraturan harus dapat berjalan dengan seimbang, sehingga output yang tidak diharapkan dapat dikelola menjadi input yang dapat dikendalikan.

Secara umum, kebijakan pengelolaan PRG dapat dituangkan dalam bentuk model konseptual pengelolaan yang mengacu kepada pembangunan pertanian berkelanjutan terdiri dari kelembagaan atau aktor pelaksana, adanya dukungan pendanaan, sistem pengelolaan (management) yang berlandaskan pada peraturan dan undang-undang (Gambar 2).

Legal review

Analisis Kelayakan ekonomi (Teknologi bru vs teknolgi

konvensional) Pendidikan dan Partisipasi Masyarakat AHP - Faktor - Kriteria - Alternatif kebijakan ISM (Interpretative Structural Modelling) Content Analysis MDS Status Keberlanjutan Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Hukum& Kelembagaan

Peraturan dan Undang- undang Dukungan Pendanaan Kelembagaan & Aktor Pengelola Sistem Pengelolaan Struktur aktor Struktur kendala Struktur alternatif Pembangunan pertanian berkalanjutan

Gambar 2. Bagan alir model konseptual strategi kebijakan pengelolaan PRG Model pengelolaan diawali dengan pembentukan lembaga pengelola (institutional arrangement) yang telah diatur di dalam Perpres 39/2010, tersedianya sumber pendanaan yang memadai dalam mengelola bidang lingkungan, ekonomi, sosial dan teknologi yang berkelanjutan dengan melibatkan peran serta masyarakat, institusi pemerintah dan pihak swasta. Penanganan sektor lingkungan, teknologi, dan partisipasi masyarakat, sangat terkait dengan sistem pengelolaan, pendanaan dan peraturan yang berkelanjutan.

158

Secara lebih rinci, beberapa hambatan atau kendala terkait dengan pengelolaan PRG dan alternatif-alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasinya telah dibahas dalam analisis kebijakan pengelolaan PRG menggunakan metoda pengambilan keputusan berdasarkan justifikasi pakar dengan metoda AHP dan ISM. Dari hasil analisis diketahui bahwa kendala utama dalam pengelolaan PRG adalah keterbatasan sumber daya manusia dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaian pedoman teknis terkait keamanan hayati PRG. Tetapi pedoman teknis keamanan lingkungan PRG telah disahkan sejak tahun 2012 dalam Per Men LH 25/2012, diharapkan pedoman teknis pakan dan pedoman untuk penelitian PRG juga dapat diselesaikan secepatnya. Hambatan yang ditemukan dalam pengelolaan PRG, dapat diselesaikan jika terdapat komitmen dan koordinasi di lembaga pelaksana, sesuai dengan prioritas pembangunan pertanian yang telah ditetapkan.

Alternatif yang dipilih untuk mengatasi hambatan dalam pengelolaan PRG adalah pelaksanaan yang sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang telah ditetapkan serta meningkatkan kemampuan TTKH PRG dalam melakukan pengkajian dokumen keamanan hayati PRG. Peraturan dan undang-undang yang mengatur tentang keamanan hayati PRG telah tersedia, hanya diperlukan komitmen dan monitoring terhadap pelaksanaan dari peraturan tersebut. Demikian juga dengan keanggotaan TTKH PRG harus berdasarkan keahlian dan kepakaran yang sesuai dengan bidang keamanan hayati PRG.

159

KESIMPULAN UMUM

1. Tidak terdapat pengaruh negatif Padi Bt PRG terhadap populasi serangga non target dan musuh alami potensial yang ditemukan di LUT, berdasarkan pengujian keamanan lingkungan.

2. Berdasarkan hasil seleksi higromisin dan analisis PCR pada tanaman Padi non-PRG kultivar Rojolele, Rojolele KA, Ciherang dan Pandan Wangi generasi kesatu (T0) hasil penelitian gene flow dengan perlakuan jarak tanam yang berbeda-beda (1,2,3,5,7,9,11,13 dan 15 meter), tidak ditemukan tanaman yang positif membawa gen Cry IA(b).

3. Tanaman Padi Bt PRG tahan serangan hama penggerek batang kuning, termasuk kategori layak untuk diusahakan, berdasarkan analisis finansial ex ante, dengan metode anggaran parsial. Dengan berkurangnya penggunaan insektisida 10% sampai 50% dan asumsi harga benih tanam (benih pokok) sama dengan Padi non-PRG yakni Rp 20.000, diperoleh nilai investasi (B/C ratio) 1,02 untuk aplikasi insektisida 10% dan 1,01 untuk aplikasi insektisida 50%. Jika harga benih 50% lebih tinggi, maka diperoleh nilai investasi (B/C ratio) 1,52 untuk aplikasi insektisida 10% dan 1,50 untuk aplikasi insektisida 50%. Angka ini termasuk pada kategori usahatani dapat dilanjutkan untuk tujuan komersialisasi.

4. Persepsi petani terhadap keamanan tanaman PRG masih sangat rendah, demikian juga dengan pengetahuan petani terhadap tanaman Padi Bt PRG yang ramah lingkungan. Lebih dari 65% petani menyatakan tidak tahu tentang Padi Bt, dan hanya sekitar 20% petani dari wilayah Subang yang mengetahui bahwa Padi Bt PRG lebih ramah lingkungan dibandingkan tanaman Padi non- PRG.

5. Umumnya petani bersedia menanam Padi Bt PRG (sekitar 90%) untuk wilayah Karawang dan Sukabumi, kecuali petani dari wilayah penelitian Subang, hanya 35% petani yang menyatakan bersedia menanam Padi Bt PRG. 6. Kebijakan pengelolaan PRG pada saat sekarang termasuk kategori cukup berkelanjutan dengan nilai 58.99% pada skala ordinasi 1-100%. Dari lima dimensi keberlanjutan yang dianalisis, dimensi ekologi, dimensi ekonomi,

160

dimensi sosial dan dimensi kelembagaan tergolong pada kondisi cukup berkelanjutan, kecuali untuk dimensi teknologi, tergolong pada kondisi kurang berkelanjutan.

7. Faktor-faktor sensitif sebagai pengungkit yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan PRG adalah:

a. Dimensi ekologi yaitu perpindahan (crossing) material genetik dari padi Bt PRG ke tanaman padi non PRG, dampak Padi Bt PRG terhadap organisme perairan, pengaruh Padi Bt PRG pada organisme non target potensial dan keanekaragaman hayati, potensi tanaman PRG menjadi gulma, dan keamanan PRG terhadap kesehatan manusia.

b. Dimensi ekonomi yaitu tingkat ketergantungan petani terhadap benih PRG, harga jual benih PRG yang terjangkau, peningkatan pendapatan petani, dan stabilitas produksi tanaman PRG.

c. Dimensi sosial yaitu ketersediaan informasi bagi masyarakat mengenai PRG, dan persepsi dan penerimaan masyarakat terhadap PRG.

d. Dimensi teknologi yaitu jumlah PRG yang telah dilepas dan memperoleh izin peredaran di Indonesia serta kemampuan SDM dalam riset rekombinan DNA.

e. Dimensi kelembagaan yaitu peraturan perundang-undangan tentang PRG dan pelabelan PRG.

8. Menurut analisis kebijakan dengan metode pengambilan keputusan (AHP) diperoleh 4 level hirarki yaitu tujuan, faktor, kriteria dan alternatif. Untuk faktor lingkungan, prioritas utama berdasarkan judgement pakar adalah perpindahan material genetik dari tanaman PRG ke tanaman non-PRG. Peningkatan pendapatan petani adalah prioritas utama untuk aspek ekonomi, keamanan PRG terhadap kesehatan manusia merupakan prioritas utama untuk aspek sosial dan kemampuan dalam melakukan pengujian keamanan hayati untuk aspek teknologi.

9. Pada level alternatif , disepakati bahwa law enforcement terhadap peraturan dan undang-undang merupakan prioritas dalam strategi pengelolaan PRG.

161 10.Lima lembaga yang paling berperan dalam pengelolaan PRG berdasarkan metode ISM dengan matriks driver power adalah Kementan, BPOM, KLH dan diikuti oleh KKH PRG, TTKH PRG pada level kedua.

11.Kendala utama dalam strategi pengelolaan PRG menurut hasil pengolahan data dengan ISM, diperoleh elemen belum diselesaikannya pedoman teknis pengkajian keamanan hayati dan terbatasnya jumlah pakar di bidang keamanan hayati merupakan prioritas utama yang harus diselesaikan.

SARAN-SARAN

Berdasarkan hasil analisis, pembahasan, dan kesimpulan penelitian, beberapa saran dapat disampaikan sebagai berikut:

1. Pada pengujian keamanan lingkungan yang telah dilakukan pada tanaman Padi Bt PRG, disarankan untuk melengkapi data dengan justifikasi jenis- jenis serangga non target potensial yang biasa berada di lokasi penelitian sebelum penanaman Padi Bt PRG, sehingga dapat diketahui jenis-jenis serangga yang biasa terdapat di lokasi sebelum penanaman dan setelah ditanami dengan Padi Bt PRG.

2. Komunikasi risiko dan pengelolaan risiko sebagai bagian dari analisis risiko terhadap PRG, harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan dan undang-undang yang telah ditetapkan agar pengelolaan PRG berkelanjutan dapat tercapai. Pendidikan dan pengetahuan masyarakat terkait PRG harus ditingkatkan melalui kegiatan sosialisasi dan informasi yang murah dan mudah diakses.

3. Belum diselesaikannya sejumlah pedoman teknis dalam pelaksanaan peraturan dan undang-undang terkait PRG, dapat menghambat pelaksanaan pengelolaan PRG di Indonesia, maka disarankan untuk segera menetapkan pedoman-pedoman teknis seperti pedoman keamanan pakan, pedoman pelaksanaan penelitian di Laboratorium dan FUT, dan pedoman pengawasan dan pengendalian terhadap peredaran PRG di Indonesia.

162