• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KAJIAN TIGA POROS SEMANTIK TIGA CERPEN KARYA

4.1 Kajian Tiga Poros Semantik

4.1.1 Tiga Poros Semantik Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”

Berdasarkan tabel nomor 3 atau pembahasan skema aktansial cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”, hirarki oposisi nilai dalam gerak pencarian subjek kepada objek adalah sebagai berikut.

Tabel. 13 Four terms homology cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”

kesepian >< keramaian : tidak sepi >< tidak ramai kesendirian >< kebersamaan : tidak sendiri >< tidak bersama penerimaan >< penolakan : bukan penerimaan >< bukan penolakan

peduli >< acuh : tidak peduli >< tidak acuh penting >< tidak penting

kenal >< tidak kenal penasaran >< tidak penasaran

Dari pemaparan beberapa hirarki oposisi nilai dalam cerpen, terdapat sebuah transformasi dasariah nilai yang dipertaruhkan dalam cerpen “Lekali Tua Tanpa Nama”, yakni rasa kesepian x rasa keramaian : rasa tidak sepi x rasa tidak ramai.

I. Poros Pencarian

Poros pencarian melibatkan relasi antara aktan pengirim, subjek, dan objek. Dalam cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”, tokoh saya bertindak sebagai subjek yang didorong oleh rasa kesepian (pengirim) untuk meraih objek. Objek yang ingin didapatkan adalah penerimaan diri. Pengirim menjanjikan nilai kebersamaan (sebagai oposisi dari nilai kesendirian)

108

apabila tokoh saya (subjek) berhasil mendapatkan penerimaan diri dari orang lain (objek pertama).

Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial adalah makhluk yang selalu hendak berinteraksi dengan sesamanya, berkumpul, bahkan lebih jauh, hanya dengan kebersamaan itulah ia dapat meraih kebahagiaan hidup (Nugroho, 2013: 1). Hal itulah yang menjadi ciri tokoh saya dalam cerita. Tokoh saya merupakan sosok yang berusaha mencari kebahagiaan hidup melalui interaksi dengan orang lain. Namun keadaan lingkungan yang membatasi interaksi sosial, membuat dirinya merasa kesepian. Interaksi sosial yang ia inginkan tidak dapat ia temukan.

Tokoh saya melakukan berbagai macam usaha untuk mendapatkan objek (penerimaan diri dari orang lain). Salah satu yang paling dominan adalah ia peduli, tokoh saya melakukan kebaikan kepada orang-orang di sekitarnya. Usaha tersebut dimaksudkan supaya tokoh saya dianggap penting dan mendapatkan penerimaan diri dari orang lain. Karena bagi tokoh saya sebagai makhluk sosial, manusia harus bekerja sama dan hidup secara kooperatif. Hal tersebut ditegaskan oleh pernyataan Karl Marx, ia mengatakan bahwa “secara kodrat manusia adalah makhluk sosial. Dengan kata lain, seharusnya manusia hidup secara “kooperatif” dan saling bekerja sama” (Nugroho, 2013: 2).

109

Poros komunikasi melibatkan relasi antara aktan pengirim, aktan objek, dan aktan penerima. Dalam cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”, rasa kesepian adalah pengirim yang ingin mendapatkan penerimaan diri dari orang lain (objek). Sedangkan tokoh saya sebagai penerima akan menerima hadiah jika ia berhasil mendapatkan objek.

Rasa kesepian sebagai pengirim muncul karena lingkungan tempat tinggal tokoh saya merupakan lingkungan yang membatasi interaksi sosial. Walaupun Budi Darma tidak terlalu mementingkan aspek latar, namun latar Kota Bloomington yang ada dalam cerita “Lelaki Tua Tanpa Nama” dapat menjadi petunjuk mengapa lingkungan yang ceritakan adalah lingkungan yang membatasi interaksi sosial.

Kota Bloomington adalah sebuah kota yang terletak di Negara Bagian Indiana, Amerika Serikat. Sebagai sebuah negara, Amerika Serikat menganut sistem ekonomi kapitalisme. Terkait dengan kapitalisme, Marx menganggap bahwa abad ke-15 sebagai tonggak kelahiran kapitalisme di mana terdapat pergeseran kegiatan ekonomi, “produksi untuk kegunaan” (baca: subsisten) menjadi “produksi untuk pertukaran”. Hal tersebut menandai tercerabutnya manusia sebagai makhluk sosial. Manusia atau masyarakat yang pada awalnya hidup secara subsisten dan harmonis, kemudian dipaksa bekerja dalam berbagai pabrik feodalis-kapitalis dengan iklim kerja kental dengan persaingan, perasaan sengit, dan saling menjatuhkan yang kesemua hal tersebut kian menjauhkan manusia dari kodratnya, yakni sebagai makhluk sosial yang seharusnya hidup secra kooperatif dan saling menolong antar sesamanya (Nugroho, 2013: 3).

110

Pengirim menjanjikan kebersamaan (oposisi nilai kesendirian) sebagai hadiah jika tokoh saya (subjek) berhasil mendapatkan objek. Dengan kata lain, tokoh saya harus memangkas jarak yang diciptakan akibat tercabutnya hakikat manusia sebagai makhluk sosial.

Penerimaan diri akhirnya didapatkan oleh subjek (tokoh saya). Subjek menyerahkan objek kepada pengirim dan dirinya pun berhak mendapatkan hadiah (rasa keramaian atau rasa kebersamaan) dari pengirim.

III. Poros Kekuatan

Poros kekuatan melibatkan relasi antara aktan penolong, aktan subjek, dan aktan penghalang. Aktan penolong berfungsi untuk memudahkan subjek mendapatkan objek. Aktan penghalang berfungsi untuk menghalangi, menentang, dan mengganggu usaha subjek memiliki objek. Dalam cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”, sikap tidak peduli Ny. MacMillan, Ny. Nolan, dan Ny. Casper menjadi penghalang setiap usaha subjek mendapatkan objek. Aktan penolong yang diisi oleh Ny. Casper, pemilik Toko Marsh dan supir taksi membantu tokoh saya mendapatkan objek yang ia inginkan.

Usaha tokoh saya (subjek) dalam mendapatkan objek menemui berbagai macam kemudahan dan kesulitan. Kesulitan dialami tokoh saya ketika berusaha mendapatkan penerimaan diri dari orang lain. Sikap tidak peduli dari tokoh Ny. MacMillan, Ny. Nolan, dan Ny. Casper merupakan kekuatan yang menghalang-halangi usaha subjek tersebut. Ketidakpedulian para tokoh merupakan bentuk tercabutnya manusia sebagai makhluk sosial.

111

Prinsip yang dimiliki seluruhnya bersifat egois. “Saya hanya akan memenuhi kebutuhan orang lain sejauh saya sendiri memperoleh keuntungan darinya” (Magnis-Suseno, 1999: 99). Oleh karena itu, para pelaku aktan penentang adalah orang yang akan melakukan interaksi atau membantu jika ia juga mendapatkan keuntungan dari interaksi tersebut.

Kemudahan diterima tokoh saya dalam bentuk informasi mengenai lelaki tua tanpa nama yang ia terima dari pemilik Toko Marsh dan supir taksi. Ny. Casper juga sempat mencoba menghubungkan tokoh saya dengan lelaki tua tanpa nama. Serta sebuah kepentingan yang justru sangat membantu subjek mendapatkan objek. Pelaku kepentingan yang mengisi aktan penolong inilah yang menggerakkan manusia lain untuk bertindak kooperatif karena geraknya yang mendasarkan kepada keuntungan.

Dari pemaparan ketiga poros semantik di atas, cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” mengisahkan tentang seorang individu yang kesepian akhirnya mendapatkan penerimaan diri dari orang lain. Penerimaan diri dari orang lain tidak ia dapatkan dengan cara berbuat baik kepada orang lain. Berbuat kebaikan kepada orang lain justru dapat dianggap mengganggu apabila kebaikan tersebut merupakan hal yang tidak penting atau tidak diinginkan oleh mereka. Bahkan campur tangan terhadap urusan pribadi orang lain tidak jarang akan membawa kepada kesulitan-kesulitan. Penerimaan diri dari orang lain justru dapat terwujud jika kita memiliki hal penting yang dibutuhkan oleh orang lain.