• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KAJIAN SKEMA AKTANSIAL DAN SKEMA FUNGSIONAL

3.1 Kajian Skema Aktansial

3.1.2 Skema Aktansial Cerpen “Keluarga M”

3.1.2.1 Skema Aktansial Pertama Cerpen “Keluarga M”

3.1.2.1.1 Tokoh Saya sebagai Subjek

Tokoh saya adalah tokoh utama dalam cerita “Keluarga M”. Ia menduduki fungsi aktan subjek. Tokoh saya sebagai subjek dipengaruhi oleh aktan pengirim berupa rasa tidak nyaman (pengirim pertama) dan rasa benci

(Pengirim)  Rasa tidak nyaman  Rasa benci (Penerima) Ø (Objek) Keluarga M celaka/ lenyap (Penentang)  Manajer gedung  Keluarga M  RA  Jerry  Dua perempuan pencabut mesin coca cola  Rasa penyesalan tokoh saya  Keadaan ramai di tempat parkir  Rasa bersalah (Subjek) Tokoh saya (Penolong) Kecelakaan

59

(pengirim kedua). Rasa tidak nyaman menuntut tokoh saya mencari kedamaian. Namun rasa benci (pengirim kedua) lebih mendominasi dan mendorong tokoh saya untuk melenyapkan atau mencelakai keluarga M (objek). Apabila tokoh saya berhasil mencelakai keluarga M, secara implisit rasa tidak nyaman dan rasa benci menjanjikan sebuah penghargaan kepada aktan penerima, yaitu kesenangan, kepuasan, dan kedamaian.

Pertama-tama digambarkan tentang kehidupan tokoh saya. Tokoh saya merasa nyaman walaupun tinggal sendiri di lingkungan yang penuh anak-anak. Kenyamanan hidup tokoh saya mulai terganggu saat muncul peristiwa beret cat mobil miliknya. Kejadian tersebut membuat tokoh saya marah, ia ingin menemukan dan mencelakai sang pelaku. Tokoh saya sempat protes kepada manajer gedung. Namun manajer gedung hanya bisa mengajukan permohonan maaf dan mengaku tidak sanggup untuk mengawasi lapangan parkir. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan (24) dan (25).

(24) “Sudah lama saya tinggal di gedung raksasa yang memuat dua ratus apartemen ini, dan mungkin sayalah satu-satunya yang hidup sendirian tanpa anak dan istri. Selama ini saya tidak pernah terganggu.” (Darma, 1980: 41)

(25) “Meskipun selama ini saya merasa tenang, akhirnya pada suatu hari saya mengalami sebuah bencana besar. Cat mobil saya beret. [...] Ingin rasanya saya membekuk batang leher penjahatnya.” (Darma, 1980: 42)

Dari serangkaian peristiwa, terlihat beberapa fungsi aktan terisi. Aktan pengirim pertama diisi oleh rasa tidak nyaman tokoh saya karena ketentramannya selama ini telah terganggu. Tokoh saya mengisi aktan subjek. Sedangkan reaksi “lepas tangan” manajer gedung terhadap bencana yang dialami tokoh saya, memepertegas rasa benci sebagai aktan pengirim.

60

Cacat baru pada mobil tokoh saya memunculkan rasa benci (pengirim kedua) terhadap sang pelaku (objek). Rasa benci itu terlampiaskan ketika tokoh saya menemukan sepasang bocah berada di dekat mobilnya. Dengan sebuah paku di tangan sang adik, tokoh saya meyakini bahwa merekalah pelaku perusakan cat mobilnya. Tokoh saya langsung mencaci maki mereka dan melabrak kedua orang tua mereka. Hal itu tterlihat dalam kutipan (26) dan (27). (26) “Dan ketika saya mendekati si adik, tahulah saya bahwa manusia kecil ini memegang sebuah paku tua. Tentu dialah penjahatnya. Saya pegang dia, dan menangislah dia meronta-ronta.” (Darma, 1980: 44) (27) “Ketika malam itu saya melabrak Melvin Meek di apartemennya, dia nampak tidak gentar menghadapi kemarahan saya.” (Darma, 1980: 45)

Dalam kejadian tersebut, tokoh saya menghadapi penyangkalan. Sang kakak mengaku tidak bersalah. Dan saat tokoh saya melabrak orang tua mereka, kedua orang tua mereka juga melakukan hal yang sama, yakni membela Mark (kakak), Martin (adik) sebagai anak yang tertuduh.

Masih dengan perasaan marah, malam itu tokoh saya menelepon RA (resident assistant) untuk memberitahukan tuduhan tokoh saya atas perbuatan kurang ajar anak Melvin Meek. Tokoh saya berharap RA menindak tegas kedua anak itu sehingga kesengsaraan yang ia alami dapat terbayarkan. Namun, RA justru menyatakan bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.

Rasa tidak nyaman (pengirim pertama) dan rasa benci (pengirim kedua) menunjukkan pengaruhnya dalam menggerakkan tokoh saya (subjek) menuju objek. Kebencian tokoh saya membuatnya terus berpikir dan mencari cara agar keluarga M celaka. Hal tersebut terlihat dalam kutipan (28).

61

(28) “Alangkah baiknya andaikata mobil mereka melabrak jembatan, dan menghadiahi mereka dengan ganjaran cacat seumur hidup, pikir saya.” (Darma, 1980: 47)

Tokoh saya terus mencari masalah dengan keluarga M. Suatu ketika tokoh saya mendapati si adik berak di celana. Ia kemudian mencaci maki kakak beradik tersebut. Ia menyalahkan Jerry, seorang petugas kebersihan yang bersedia membersihkan berak Martin. Lalu melabrak Melvin karena menggelapkan kunci apartemen yang membuat kedua bocah itu tidak dapat masuk apartemen.

Ide mencelakai Mark dan Martin muncul. Ia melihat pecahan botol coca cola dan berharap suatu saat kedua kakak tersebut dapat terjatuh di atasnya. Tokoh saya meminta RA terpilih mendatangkan mesin penjual coca cola. Namun keinginan untuk mencelakai Mark dan Martin gagal terlaksana. Penyebabnya adalah kehadiran dua perempuan pengumpul tanda tangan. Tanda tangan dikumpulkan untuk meminta persetujuan pencabutan mesin coca cola dari gedung raksasa. Kutipan (29) dan (30) menjelaskan hal tersebut.

(29) “Nah, disitulah saya melihat sebuah botol coca cola pecah. Andaikata, ya, andaikata saja si abang dan si adik terjatuh dan kepalanya termakan oleh pecahan botol, pikir saya.” (Darma, 1980: 50)

(30) “Hari itu juga saya mengetahui bahwa semua mesin penjual coca cola sudah dimatikan dan menurut plakat kecil yang dipasang di masing-masing mesin, semua mesin itu dalam waktu singkat akan dikeluarkan dari gedung. Cita-cita saya longsor.” (Darma, 1980: 55)

Cara lain coba ditempuh oleh tokoh saya (subjek) untuk membuat keluarga M celaka (objek). Walau tidak membuat Mark atau Martin celaka, tokoh saya cukup puas melihat mereka berdua sengsara. Ia mengiming-imingi mereka

62

makanan karena tahu bahwa mereka kurang makan. Kutipan (31) dan (32) mendukung informasi tersebut.

(31) “Ketika saya turun lagi, saya melihat si abang dan si adik sedang memandangi makanan dalam mobil saya dengan wajah sengsara. Ketika saya mendekat, mereka memandang saya, seorang minta belas kasihan. Dan pada waktu saya membuka pintu mobil, si abang mengaku bahwa mereka lapar.” (Darma, 1980: 52)

(32) “Maka bungkus kue pun saya buka perlahan-lahan. Nampak mata mereka membinar gembira, dan berkali-kali mereka menelan ludah. Nah, setelah semua kue saya keluarkan dari bungkusnya, semua kue itu, tanpa kecuali, saya ludahi, lalu saya campakkan ke tempat sampah. Mereka mendelong.” (Darma, 1980: 53)

Suatu ketika tokoh saya menemui kesempatan untuk melampiaskan dendamnya. Ia bermaksud mencelakai Martin dengan menghantamkan batu ke arahnya. Namun justru muncul rasa penyesalan dan rasa takut setelah tokoh saya melakukan hal tersebut. Ia merasa bersalah. Hal itu terlihat pada kutipan (33) dan (34).

(33) “Baru kali inilah saya melihat si anjing buduk tanpa dikawal abangnya. Maka saya cepat menunduk dan mengambil batu besar. Setelah yakin bahwa perbuatan saya tidak bisa dilihat dari jendela-jendela apartemen, saya ambil keputusan bulat untuk menghajar anjing buduk ini.” (Darma, 1980: 54)

(34) “Lalu saa nonton bioskop. Dan saya takut. Dan saya menyesal. Dan saya ragu-ragu apakah saya akan pulang sehabis nonton ataukah menginap di tempat lain.” (Darma, 1980: 54)

Walaupun rasa penyesalan sempat muncul, keinginan untuk mencelakai keluarga M tetap menyala. Ia kemudian bermaksud menggagalkan rencana liburan Thanksgiving keluarga M dengan cara memasukkan pasir ke tangki bensin mobil mereka dan menggemboskan bannya dengan jarum kecil. Namun

63

situasi ramai di tempat parkir menjelang liburan tersebut, menjadi penentang bagi rencana yang telah disusun.

Setelah banyak mobil meninggalkan gedung raksasa tempat tinggal tokoh saya. Tokoh saya merasa kesepian. Berita tentang keluarga M yang mengalami kecelakaan parah tidak membuat tokoh saya merasa bahagia. Walaupun objek (mencelakai keluarga M) telah didapatkan, tokoh saya justru merasa bersalah dan kasihan. Ia bimbang dan mengalami konflik batin. Pertemuan dirinya dengan anak kecil korban salah sasaran yang ia hantam dengan batu menambah rasa bersalah yang ada dalam diri tokoh saya. Rangkaian kejadian tersebut membuat batin tokoh saya tidak tenang. Kegundahan tersebut mengubah cara pandang tokoh saya dalam menyikapi keberadaan keluarga M. Kutipan (35), (36), dan (37) menjelaskan hal tersebut.

(35) “Saya kesepian. Memang saya tidak mempunyai teman, dan memang saya sering merasa kesepian, tapi tidak pernah merasa sesepi ini.” (Darma, 1980: 56)

(36) “Bagaimana perasaan saya, saya sendiri tidak tahu dengan pasti. Ketika saya membuka kotak, saya lihat banyak lembaran uang besar di dalamnya. Dengan perasaan yang tidak jelas bagi saya sendiri, saya memasukkan uang tiga puluh lima dolar.” (Darma, 1980: 56) (37) “Dan lebih kurang seminggu kemudian, ketika saya sedang

menunggu elevator, ada seorang anak laki-laki berjalan sendirian menuju elevator. [...] Ketika orang ini menanyai anak itu, tahulah saya bahwa luka di pipinya adalah hasil perbuatan saya dulu.” (Darma,1980: 57)

64 3.1.2.1.2 Penentang dan Penolong

Dalam usaha mendapatkan objek, tokoh saya sebagai subjek banyak menemui dinamika. Tokoh saya mendapatkan halangan dan kemudahan. Halangan muncul dari para pelaku aktan penentang, yakni manajer gedung, keluarga M, resident assistant (RA), Jerry, dua perempuan pencabut mesin coca-cola, rasa penyesalan tokoh saya, keadaan ramai di tempat parkir, dan rasa bersalah. Sedangkan kemudahan muncul dari para pelaku aktan penolong yang ditempati oleh oleh peristiwa kecelakaan.

Peristiwa perselisihan dengan keluarga M memunculkan pelaku aktan penentang. Aktan penentang tersebut adalah anggota keluarga M, yang terdiri dari Martin, Mark, Melvin, dan Marion. Mereka menyatakan penyangkalan atas tuduhan yang dialamatkan tokoh saya. Sang kakak mengaku tidak bersalah. Dan kedua orang tua mereka mengeluarkan argumen yang bersifat melawan. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan (38) dan (39).

(38) “Katanya mereka berada di lapangan parkir mula-mula hanya untuk bermain, kemudian mereka menengok ke mobil saya untuk melihat jam berapa. [...] Dan waktu menengok jam itulah, si adik menemukan paku tua dekat mobil saya. Meskipun saya tuduh mereka berkali-kali, si abang tetap mangkir.” (Darma, 1980: 45) (39) “Ketika malam itu saya melabrak Melvin Meek di apartemennya, dia

nampak tidak gentar menghadapi kemarahan saya. Katanya anaknya sudah melaporkan peristiwa di lapangan parkir. Dan katanya Mark lupa mengatakan kepada saya, bahwa dia melihat jam di mobil saya dan bukan di mobil lain karena mobil sayalah yang terbagus. Andaikan benar anaknya telah berbuat durjana, sambungnya, dia mengajukan permohonan maaf. Tapi menurut akal sehatnya, katanya, tidak mungkin anaknya berbuat sembarangan.” (Darma, 1980: 45)

65

Setelah kejadian tersebut, pelaku aktan penentang lain hadir. RA (resident assistant) menunjukkan sikap melawan usaha tokoh saya. Ia berkata tidak

dapat berbuat apa-apa saat mendapatkan aduan terkait perbuatan anak Melvin Meek. Peristiwa Martin berak di celana juga memunculkan beberapa pelaku aktan penentang. Mark (penentang) membela diri dan adiknya dari caci-makian tokoh saya. Jerry (penentang) merasa tidak keberatan membersihkan berak Martin. Serta Melvin Meek (penentang) yang menyatakan sudah meminta maaf kepada berbagai pihak yang merasa dirugikan akibat perbuatan anaknya. Kutipan (40), (41), dan (42) memperkuat pernyataan tersebut.

(40) “Si abang mengaku terus terang bahwa si adik sakit perut dan terpaksa berak disitu sebelum sempat mencapai kakus umum di lobby, tingkat satu.” (Darma, 1980: 48)

(41) “Dengan tenang Jerry menjawab, bahwa kemarin sore tokh dia belum pulang apa salahnya dia dibebani sedikit pekerjaan tambahan. Lagi pula, katanya, Meek adalah sahabatnya semenjak kecil.” (Darma, 1980: 48)

(42) “Setelah berkali-kali mengakui kesalahannya, dia mengatakan bahwa dia juga sudah menelepon manajer dan Ra untuk minta maaf, dan mereka sudah memaafkannya. Selanjutnya dia juga menyatakan bahwa dia sudah menelepon Jerry untuk minta maaf dan mengucapkan terima kasih, dan Jerry juga sudah memberinya maaf.” (Darma, 1980: 43)

Dua perempuan pencabut mesin coca cola adalah salah satu pelaku aktan penentang. Mereka secara tidak langsung menghalangi usaha tokoh saya (subjek) untuk mencelakai keluarga M (objek). Mereka mengumpulkan tanda tangan persetujuan dari sebagian besar penghuni apartemen untuk mematikan dan mengeluarkan mesin coca cola dari gedung. Kedua perempuan dan sebagian besar penghuni gedung sepakat bahwa mesin tersebut hanya mendatangkan bencana bagi anak-anak mereka. Dan usaha kedua perempuan

66

tersebut berlawanan dengan keinginan tokoh saya yang memimpikan Martin dan Mark jatuh tepat di atas pecahan botol coca cola. Hal itu terlihat dalam kutipan (43) dan (44).

(43) “Dua orang perempuan berdiri dekat pintu, yang satu membawa kertas, kemudian yang lain berbicara panjang lebar dengan nada pidato. Katanya mesin penjual coca cola telah mendatangkan wabah penderitaan yang luar biasa bagi orang tua anak-anak.” (Darma, 1980: 53)

(44) “Hari itu juga saya mengetahui bahwa semua mesin penjual coca cola sudah dimatikan dan menurut plakat kecil yang dipasang di masing-masing mesin, semua mesin itu dalam waktu singkat akan dikeluarkan dari gedung. Cita-cita saya longsor.” (Darma, 1980: 55)

Suatu ketika tokoh saya menghantamkan batu kepada seorang bocah yang ia kira Martin. Setelah kejadian tersebut, tokoh saya justru merasa menyesal dan takut. Rasa menyesal sedikit menghambat usahanya dalam mencelakai keluarga M. Kutipan (45) memperkuat pernyataan tersebut.

(45) “Saya lari terus, lalu membelok ke jalan setapak, dan sampailah saya ke Jalan Gourley Pike. Lalu saya menyelinap ke sekian banyak jalan sepi, dan akhirnya saya mencapai kota bawah. Lalu saya nonton bioskop. Dan saya takut. Dan saya menyesal.” (Darma, 1980: 55) Situasi ramai di parkiran menjelang liburan Thanksgiving menjadi penentang bagi rencana yang telah disusun tokoh saya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan (46).

(46) “Tapi dasar sial, menjelang liburan Thanksgiving lapangan parkir selalu ramai siang malam. Banyak orang memeriksa mobilnya, membetulkan bannya, membetulkan remnya, membetulkan lampunya, dan lain-lain.” (Darma, 1980: 55-56)

Setelah melalui berbagai macam hambatan, tokoh saya (subjek) akhirnya mendapatkan objek. Ia mendengar berita kecelakaan yang menimpa keluarga

67

M. Peristiwa kecelakaan tersebut merupakan aktan penolong. Peristiwa tersebut berhasil membantu tokoh saya sebagai subjek mendapatkan objek yang selama ini ia harapkan, yakni mencelakai keluarga M.

Walaupun objek (mencelakai keluarga M) telah tercapai, tokoh tidak merasa bahagia. Ia justru merasa bersalah dan kasihan (penentang). Lalu dirinya bimbang dan mengalami konflik batin. Pertemuan dirinya dengan anak kecil yang dulu ia hantam menggunakan batu menambah rasa bersalah (penentang) tokoh saya. Rangkaian kejadian tersebut membuat batin tokoh saya tidak tenang. Kegundahan tersebut mengubah cara pandang tokoh saya dalam menyikapi keberadaan keluarga M. Kutipan (47) dan (48) menunjukkan hal tersebut.

(47) “Bagaimana perasaan saya, saya sendiri tidak tahu dengan pasti. Ketika saya membuka kotak, saya lihat banyak lembaran uang besar di dalamnya. Dengan perasaan yang tidak jelas bagi saya sendiri, saya memasukkan uang tiga puluh lima dolar.” (Darma, 1980: 56) (48) “Dan lebih kurang seminggu kemudian, ketika saya sedang

menunggu elevator, ada seorang anak laki-laki berjalan sendirian menuju elevator. [...] Ketika orang ini menanyai anak itu, tahulah saya bahwa luka di pipinya adalah hasil perbuatan saya dulu.” (Darma,1980: 57)

68