• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN STRUKTUR TIGA CERPEN KARYA BUDI DARMA DALAM KUMPULAN CERPEN ORANG-ORANG BLOOMINGTON: PERSPEKTIF STRUKTURALISME NARATIF A.J.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN STRUKTUR TIGA CERPEN KARYA BUDI DARMA DALAM KUMPULAN CERPEN ORANG-ORANG BLOOMINGTON: PERSPEKTIF STRUKTURALISME NARATIF A.J."

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

i

KAJIAN STRUKTUR TIGA CERPEN KARYA BUDI DARMA DALAM KUMPULAN CERPEN ORANG-ORANG BLOOMINGTON: PERSPEKTIF

STRUKTURALISME NARATIF A.J. GREIMAS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Galih Sabdo Panuju NIM: 134114018

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

▸ Baca selengkapnya: analisis cerpen tanah air karya martin aleida

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya: Sumoro dan Sumiyati

(7)

vii MOTO

Ikhlaslah menghadapi masalah.

Jelajahilah setiap kemungkinan.

Orang lain adalah neraka. (Jean-Paul Sartre)

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat, penyertaan, dan bimbingan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Kajian Struktur Tiga Cerpen Karya Budi Darma dalam Kumpulan Cerpen Orang-orang Bloomington: Perspektif Strukturalisme Naratif A.J. Greimas”.

Skripsi ini merupakan laporan laporan yang ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu memberikan dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. yang berkenan menjadi pembimbing I penulis dalam menyusun skripsi ini. Beliau memberikan banyak masukan, pembelajaran, dan tuntunan serta dukungan moril yang bermanfaat dalam mematangkan kemampuan berpikir penulis.

2. Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum. yang berkenan menjadi pembimbing II penulis dalam menyusun skripsi ini. Terima kasih atas saran dan diskusi yang menyempurnakan skripsi.

3. Segenap dosen Program Studi Sastra Indonesia: Dr. Paulus Ari Subagyo, M. Hum., Drs. Herry Antono, M. Hum., Prof. Dr. Praptomo Baryadi Isodarus, M. Hum., S. E. Peni Adji, M.Hum., Drs. Hery Antono, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Rano Sumarno, S. Sn., M. Sn., Sony Christian

(9)
(10)

x ABSTRAK

Panuju, Galih Sabdo. 2017. “Kajian Struktur Tiga Cerpen Karya Budi Darma dalam Kumpulan Cerpen Orang-orang Bloomington: Perspektif Strukturalisme Naratif A.J. Greimas”. Skripsi Strata Satu (S1). Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini menganalisis struktur tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan makna di balik tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. Melalui pengungkapan makna tersebut, diharapkan terlihat bagaimana konsep relasi antar-manusia yang dapat menentukan gerak hidup manusia atau masyarakat itu sendiri.

Deskripsi pemaknaan cerpen diperoleh dengan menggunakan pendekatan strukturalisme naratif perspektif A.J. Greimas. Tiga masalah yang dibahas adalah sebagai berikut. (1) Bagaimana penceritaan tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. (2) Bagaimana skema aktansial dan fungsional tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington (3) Bagaimana tiga poros semantik tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. Data dikumpulkan menggunakan metode studi pustaka dan teknik catat. Analisis data menggunakan metode formal. Hasil analisis data disajikan menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Berdasarkan analisis penceritaan, cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” memiliki sembilan sekuen. Rasa kesepian untuk mendapatkan penerimaan diri merupakan motif utama penceritaan. Cerpen “Keluarga M” memiliki tujuh sekuen dan dua struktur alur penyusun cerita. Dalam alur pertama, rasa tidak nyaman dan kebencian menginginkan keluarga M celaka adalah motif utama penceritaan. Dalam alur kedua, rasa bersalah dan rasa kasihan menginginkan kedamaian batin adalah motif utama penceritaan. Cerpen “Ny. Elberhart” mempunyai delapan sekuen dan dua struktur alur penyusun cerita. Dalam skema alur pertama, rasa kesepian, rasa kasihan, dan rasa bersalah menuntut jati diri Ny. Elberhart adalah motif utama penceritaan. Dalam alur kedua, perasaan kasihan dan perasaan bersalah yang ingin membuat nama Ny. Elberhart dikenang setelah dirinya tiada adalah motif utama penceritaan.

Berdasarkan analisis skema aktansial, cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” menunjukkan bahwa tokoh saya (subjek) berhasil mendapatkan penerimaan diri (objek). Analisis skema aktansial pertama cerpen “Keluarga M” memperlihatkan bahwa tokoh saya (subjek) berhasil mencelakai keluarga M (objek). Sedangkan pada skema aktansial kedua, tokoh saya (subjek) gagal mendapatkan kedamaian batin (objek). Analisis skema aktansial pertama dalam cerpen “Ny. Elberhart” menunjukkan tokoh saya (subjek) berhasil mengetahu jati diri Ny. Elberhart (objek). Namun dalam skema aktansial kedua, tokoh saya (subjek) gagal membuat nama Ny. Elberhart dikenang (objek).

(11)

xi

Berdasarkan analisis skema fungsional, struktur alur cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” mencapai transformasi tahap utama. Tokoh saya berhasil mendapatkan objek sebagai subjek sekaligus penerima. Struktur alur skema fungsional pertama dalam cerpen “Keluarga M” mencapai transformasi tahap utama. Tokoh saya (subjek) berhasil mencelakai keluarga M. Namun dalam skema fungsional kedua, struktur alur berhenti pada transformasi tahap uji kecakapan. Tokoh saya gagal mendapatkan kedamaian batin. Struktur alur dalam skema fungsional pertama cerpen “Ny. Elberhert” mencapai transformasi tahap utama. Tokoh saya berhasil mengetahui jati diri Ny. Elberhart. Namun dalam skema fungsional kedua, tahapan alur hanya sampai kepada tahap transformasi uji kecakapan. Hal tersebut terjadi karena tokoh saya gagal menghadapi pelaku aktan penentang.

Berdasarkan analisis tiga poros semantik, cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” menceritakan tentang penerimaan diri yang didapatkan apabila seseorang memiliki hal penting bagi orang lain. Cerpen berjudul “Keluarga M” membicarakan tentang eksistensi orang lain yang membawa kegelisahan dan penemuan kedamaian batin yang bersumber dari dalam diri. Cerpen berjudul “Ny. Elberhart” menceritakan tentang pengorbanan seseorang demi kepentingan orang lain yang tidak bernilai.

Berdasarkan kajian struktur tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington, tiga cerpen tersebut mengungkapkan tentang konsep relasi manusia berdasarkan filsafat eksistensialisme. Konsep relasi tersebut menolak segala bentuk interaksi sosial antara satu individu dengan individu lain maupun antara individu dengan masyarakat. Konsep ini memandang bahwa nilai manusia sebagai entitas individu lebih penting dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk sosial. Seseorang yang berfokus dengan nilai dalam diri dapat menemukan esensi kehidupannya dan berdampak positif bagi masyarakat.

Kata kunci: penceritaan, aktansial, fungsional, tiga poros semantik, relasi manusia, Orang-orang Bloomington.

(12)

xii ABSTRACT

Panuju, Galih Sabdo. 2017. “Structure Research of Three Short Stories by Budi Darma in Orang-orang Bloomington Short Stories Collection: Narrative Structuralism by A.J. Greimas Perspective”. Undergraduate Thesis. Indonesian Letters Study Program, Faculty of Letters, Sanata Dharma University.

This research analyzes the structure of three short stories by Budi Darma in the Orang-orang Bloomington short stories collection. The purpose of this research is to describe the meaning behind the three short stories by Budi Darma in Orang-orang Bloomington short stories collection. By describing the meaning of the short stories, this research will reveal the concept of human relation which can determine the motion of human life or the society itself.

The short story description is obtained by using the Narrative Structuralism from A.J. Greimas perspective. The three issues to be discussed are: (1) How the narrative of three short stories by Budi Darma in Orang-orang Bloomington short stories collection delivers. (2) How the actancial and functional scheme of three short stories by Budi Darma in Orang-orang Bloomington short stories collection works (3) How the three semantic axis of three short stories by Budi Darma in Orang-orang Bloomington short stories collection works. The data are collected by using the literature review methods and note taking technique. The data analysis applies formal method. The result of the data analysis is presented by using qualitative descriptive method.

Based on narration analysis, “Lelaki Tua Tanpa Nama” short story has nine sequences. The feeling of loneliness in order to get the self acceptance is the main narration motive. “Keluarga M” short story has seven sequences and two narrating plots. In the first plot, the main narration motive is the feeling of inconvenience and hatred which is seen in the desire to see “keluarga M” gets harm. In the second plot, the main narration motive is the guilty and pity feeling to get the peace of mind. “Ny. Elberhart” short story has eight sequences and two plot structures. In the first schematic plot, the feeling of loneliness, guilty, and pity to claim Ny. Elberhart’s identity is the main narration motive. In the second plot, the feeling of pity and guilty to see the name of Ny. Elberhart remembered after her death is the main narration motive.

Based on the actantial scheme analysis, the short story "Lelaki Tua Tanpa Nama" indicates that the main character (subject) succeeds to gain acceptance of self (objects). The first actantial scheme analysis of "Keluarga M" short story shows that the main character (subject) succeeds to harm the M family (the object), whereas in the second actantial scheme analysis, the main character (subject) fails to obtain the inner peace (object). The first actantial scheme analysis of "Ny. Elberhart" short story shows the main character (subject) succeeds to know the identity of Ny. Elberhart (object), but in the second actantial scheme analysis, the main character (subject) fails to make Madam Elberhart’s name to be remembered by others after her death (object).

(13)

xiii

Based on the functional scheme analysis, the plot in "Lelaki Tua Tanpa Nama" short story reaches the main phase of transformation. The main character succeeds to get the object as a subject and recipient. In the first functional scheme analysis, the plot in “Keluarga M” short story reaches the main phase of transformation. The main character succeeds to harm the M family, but in the second functional scheme analysis, the plot stops at the capability trial phase of transformation. The main character fails to gain an inner peace. The plot in the first functional scheme analysis in “Ny. Elberhart” short story reaches the main phase of transformation. The main character succeeds to figure out the identity of Madam Elberhart, but in the second functional scheme analysis, the plot stops at the capability trial phase of transformation. It happens because the main character fails to deal with the actant opposite character.

Based on the three semantic axis analysis, "Lelaki Tua Tanpa Nama" short story tells the story of self-acceptance that is obtained when a person has important things to others. "Keluarga M" short story tells about the existence of others who brings anxiety and discovery of inner peace which comes from within. "Ny. Elberhart" short story tells about one's sacrifice for the sake of others which are not worth it.

Based on the reseach of three short stories structure by Budi Darma in the Orang-orang Bloomington short stories collection, those three short stories tell about the human relation concept based on the philosophy of Existentialism. This relation concept refuses all forms of social interaction between one individual with another individual or individual with the society. This concept considers that human value as individual entity is more important than human value as social beings. People who focus in the value of themselves can find the essence of their life and give positive impact for the community.

Keywords: narrative, actantial, functional, three semanctic axis, human relation, Orang-orang Bloomington.

(14)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

MOTO ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Tinjauan Pustaka ... 5

1.6 Landasan Teori ... 6

1.6.1 Strukturalisme Naratif A.J. Greimas ... 7

1.6.1.1 Analisis Penceritaan (pengaluran) ... 8

1.6.1.2 Skema Aktansial ... 10

1.6.1.3 Skema Fungsional ... 13

1.6.1.4 Tiga Poros Semantik ... 15

1.7 Metode dan Teknik Penelitian ... 17

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 17

(15)

xv

1.7.3 Metode Hasil Analisis Data ... 18

1.8. Sumber Data ... .18

1.9 Sistematika Penyajian ... 19

BAB II KAJIAN PENCERITAAN TIGA CERPEN KARYA BUDI DARMA DALAM KUMPULAN CERPEN ORANG-ORANG BLOOMINGTON ... 20

2.1 Budi Darma dan Konsep Kepengarangannya ... 20

2.2 Penceritaan Tiga Cerpen Karya Budi Darma ... 25

2.2.1 Penceritaan Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” ... 25

2.2.2 Penceritaan Cerpen “Keluarga M” ... 31

2.2.3 Penceritaan Cerpen “Ny. Elberhart” ... 38

2.3 Rangkuman ... 45

BAB III KAJIAN SKEMA AKTANSIAL DAN SKEMA FUNGSIONAL TIGA CERPEN KARYA BUDI DARMA DALAM KUMPULAN CERPEN ORANG-ORANG BLOOMINGTON ... 48

3.1 Kajian Skema Aktansial ... 48

3.1.1 Skema Aktansial Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” ... 48

3.1.1.1 Tokoh Saya sebagai Subjek dan Penerima ... 49

3.1.1.2 Penentang dan Penolong ... 53

3.1.2 Skema Aktansial Cerpen “Keluarga M” ... 58

3.1.2.1 Skema Aktansial Pertama Cerpen “Keluarga M”... 58

3.1.2.1.1 Tokoh Saya sebagai Subjek ... 58

3.1.2.1.2 Penentang dan Penolong ... 64

3.1.2.2 Skema Aktansial Kedua Cerpen “Keluarga M” ... 68

3.1.2.2.1 Tokoh Saya sebagai Subjek ... 68

3.1.2.2.2 Penentang dan Penolong ... 70

3.1.3 Skema Aktansial Cerpen “Ny. Elberhart” ... 73

3.1.3.1 Skema Aktansial Pertama Cerpen “Ny. Elberhart” ... 73

3.1.3.1.1 Tokoh Saya sebagai Subjek Dan Penerima ... 73

(16)

xvi

3.1.3.2 Skema Aktansial Kedua Cerpen “Ny. Elberhart” ... 83

3.1.3.2.1 Tokoh Saya sebagai Subjek ... 83

3.1.3.2.2 Penentang dan Penolong ... 85

3.2 Kajian Skema Fungsional ... 88

3.2.1 Skema Fungsional Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” ... 88

3.2.2 Skema Fungsional Cerpen “Keluarga M” ... 91

3.2.2.1 Skema Fungsional Pertama Cerpen “Keluarga M” ... 91

3.2.2.2 Skema Fungsional Kedua Cerpen “Keluarga M” ... 95

3.2.3 Skema Fungsional Cerpen “Ny. Elberhart” ... 97

3.2.3.1 Skema Fungsional Pertama Cerpen “Ny. Elberhart”.... 97

3.2.3.2 Skema Fungsional Kedua Cerpen “Ny. Elberhart” ... 101

3.3 Rangkuman ... 104

BAB IV KAJIAN TIGA POROS SEMANTIK TIGA CERPEN KARYA BUDI DARMA DALAM KUMPULAN CERPEN ORANG-ORANG BLOOMINGTON ... 106

4.1 Kajian Tiga Poros Semantik ... 106

4.1.1 Tiga Poros Semantik Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” ... 107

4.1.2 Tiga Poros Semantik Cerpen “Keluarga M” ... 112

4.1.2.1 Tiga Poros Semantik Pertama Cerpen “Keluarga M” .. 112

4.1.2.2 Tiga Poros Semantik Kedua Cerpen “Keluarga M” ... 118

4.1.3 Tiga Poros Semantik Cerpen Ny. Elberhart ... 122

4.1.3.1 Tiga Poros Semantik Pertama Cerpen “Ny. Elberhart” 122 4.1.3.2 Tiga Poros Semantik Kedua Cerpen “Ny. Elberhart” .. 126

4.2 Rangkuman ... 131

BAB V PENUTUP ... 134

5.1 Kesimpulan ... 134

5.2 Saran ... 138

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Pola Aktansial Greimas ... 11

Tabel 2 : Struktur Fungsional ... 14

Tabel 3 : Skema Aktansial Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” ... 48

Tabel 4 : Skema Aktansial Pertama Cerpen “Keluarga M” ... 58

Tabel 5 : Skema Aktansial Kedua Cerpen “Keluarga M” ... 68

Tabel 6 : Skema Aktansial Pertama Cerpen “Ny. Elberhart”... 73

Tabel 7 : Skema Aktansial Kedua Cerpen “Ny. Elberhart” ... 83

Tabel 8 : Skema Fungsional Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” ... 88

Tabel 9 : Skema Fungsional Pertama Cerpen “Keluarga M” ... 91

Tabel 10 : Skema Fungsional Kedua Cerpen “Keluarga M” ... 95

Tabel 11 : Skema Fungsional Pertama Cerpen “Ny. Elberhart” ... 97

Tabel 12 : Skema Fungsional Kedua Cerpen “Ny. Elberhart” ... 101

Tabel 13 : Four Terms Homology Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama” .. 107

Tabel 14 : Four Terms Homology Pertama Cerpen “Keluarga M” ... 112

Tabel 15 : Four Terms Homology Kedua Cerpen “Keluarga M” ... 118

Tabel 16 : Four Terms Homology Pertama Cerpen “Ny. Elberhart” ... 122

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berdasarkan situasi bahasa, Luxemburg dkk. (1984:110) membagi karya sastra menjadi tiga genre, antara lain puisi atau sajak (monolog), drama (dialog), dan prosa. Dalam Kamus Istilah Sastra, prosa adalah ragam sastra yang dibedakan dari puisi karena tidak terikat dengan irama, rima dan kemerduan bunyi. Genre prosa terbagi lagi atas cerita panjang dan cerita pendek. Cerita panjang dikenal dengan bentuk roman, novel. Sedangkan cerita pendek lebih dikenal dengan akronim cerpen (Sudjiman, 1990: 63).

Orang-orang Bloomington adalah kumpulan cerpen pertama karya Budi

Darma yang diterbitkan dalam bentuk buku (Suwondo, 2010: 3). Tidak seperti cerpen-cerpen lainnya yang tergolong absurd, kali ini Budi Darma menulis dalam aliran realistis. Dengan mengambil latar Kota Bloomington, Budi Darma mencoba menghadirkan kehidupan manusia Bloomington yang penuh dinamika. Kekerasan hidup menjadi tema pokok dalam kumpulan cerpen tersebut. Tokoh “saya” digambarkan sebagai seseorang dalam proses pencarian identitas dan mengalami banyak kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain (Darma, 1980: xii).

Kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington secara umum mengisahkan tentang kekerasan hidup yang dialami oleh seseorang. Budi Darma selalu menggunakan orang pertama, yaitu “saya” sebagai narator. Narator adalah

(19)

2

abstraksi dari tipe orang yang banyak dijumpai di mana-mana. Pada dasarnya, narator dalam Orang-orang Bloomington adalah cerminan kesengsaraan. Baik dalam tindakannya untuk bertindak baik, berbuat acuh tak acuh, maupun berbuat tidak baik, dia selalu mengalami kesengsaraan. Hubungan antara narator dengan dunia sekitarnya adalah hubungan yang berdasarkan kepentingan, dan bukannya hubungan alamiah. Dalam hubungan semacam ini, narator menjadi korban. Sebagai korban dari hubungan semacam ini, maka sadar atau tidak, setiap tindakan dan pikiran narator adalah tindakan atau pikiran yang diperhitungkan. Bahkan gerak refleks pun merupakan akibat dari sesuatu yang diperhitungkan (Darma, 1980: xvi).

Penggambaran tokoh-tokoh yang memiliki watak keras, kejam, individualis, tanpa peri-kemanusiaan, dan sebagainya, kehadiran mereka akan semakin memperjelas pula keterasingan dan kealienasian tokoh utama “saya” (Suwondo, 2010: 62). Dengan kata lain, tokoh utama “saya” mengalami kesulitan dalam menjalin relasi dengan manusia lain.

Berdasarkan penjelasan di atas, secara garis besar, kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington menceritakan tentang persoalan hidup manusia, khususnya

perihal retaknya relasi antar-manusia. Retaknya relasi tersebut merupakan sebuah tanda yang harus digali lebih dalam untuk menemukan makna hubungan manusia dengan manusia lain.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington (“Lelaki Tua Tanpa Nama”, “Keluarga M”, dan “Ny. Elberhart”) sebagai bahan penelitian karena tiga

(20)

3

cerpen tersebut tidak banyak melibatkan tokoh dan hanya memfokuskan pada gambaran mengenai kondisi keberadaan manusia di tengah-tengah masyarakat. Untuk mengetahui bagaimana pemaknaan relasi antar-manusia pada tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington, peneliti menggunakan teori stukturalisme naratif perspektif A.J. Greimas. Teori tersebut dinilai cocok karena mengungkapkan struktur permukaan dan struktur dalam cerita untuk mencari makna cerita. Triadnyani (2012: 401) mengatakan “analisis ini dilakukan untuk memberi makna suatu cerita, dengan cara melihat hubungan antar aktan. Analisis struktural Greimas terdiri dari kerangka sintaksis (struktur permukaan) dan semantik (struktur dalam)”.

Kajian struktur tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington dipilih sebagai topik pada penelitian ini didasarkan

pada alasan sebagai berikut. Pertama, kajian struktur tiga cerpen karya Budi Darma akan membawa kita kepada pemahaman tentang relasi antar-manusia, tentang esensi kehidupan dan sukma manusia. Kedua, penelitian ini bertujuan untuk memahami kondisi keberadaan manusia yang dapat menentukan arah dan gerak kehidupan manusia atau masyarakat.

Cerpen berjudul “Lelaki Tua Tanpa Nama”, “Keluarga M”, dan “Ny. Elberhart” karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington merupakan karya sastra yang akan dijadikan bahan penelitian.

Peneliti akan menganalisis struktur karya sastra yang meliputi penceritaan, skema aktansial dan skema fungsional, serta tiga poros semantik. Penceritaan digunakan untuk mengetahui bagaimana cerita dikemukakan. Sedangkan

(21)

4

skema aktansial dan skema fungsional, serta tiga poros semantik digunakan untuk mengetahui pemaknaan karya sastra tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang 1.1, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana kajian penceritaan tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington?

2. Bagaimana kajian skema aktansial dan skema fungsional tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington?

3. Bagaimana kajian tiga poros semantik tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan bagaimana penceritaan tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington.

2. Mendeskripsikan skema aktansial dan skema fungsional tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington.

3. Mendeskripsikan tiga poros semantik tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington.

(22)

5 1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian adalah pemaknaan tiga cerpen Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington menggunakan teori strukturalisme naratif perspektif A.J. Greimas. Pemaknaan tiga cerpen diperoleh dari analisis sktuktur masing-masing cerpen. Secara umum hasil penelitian tentang analisis struktur muncul karena adanya gambaran menarik mengenai manusia dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma.

Manfaat teoretis penelitian ini adalah memberikan sumbangan ilmu pengetahuan di bidang teori strukturalisme berupa contoh penerapan teori strukturalisme naratif dalam perspektif A.J. Greimas.

Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai rujukan penelitian tentang penerapan teori sktukturalisme, khususnya mengenai teori strukturalisme naratif dalam perspektif A.J. Greimas. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat membantu pembaca memahami kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma secara lebih mendalam.

1.5 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, peneliti menemukan dua buah penelitian dengan objek penelitian kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington karya Budi Darma.

Pinurbo (1987) mengangkat topik “Manusia Aneh dalam Orang-orang Bloomington karya Budi Darma” untuk skripsi S-1. Dalam penelitian tersebut,

(23)

6

gagasan-gagasan kreatif sang pengarang, Pinurbo berkesimpulan bahwa karya sastra tidak dapat dilepaskan dari pengarangnya. Menurutnya, Budi Darma telah “hadir” memberikan corak atau warna tertentu pada karya tersebut. Kehadirannya sudah ada sejak karya tersebut masih berupa benih gagasan di dalam dirinya (Pinurbo, 1987: 66).

Sedangkan Suwondo (2010) meneliti kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington menggunakan teori semiotika sastra. Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa kesan (tema) pokok yang muncul adalah egoisme-egoisme manusia. Manusia digambarkan senantiasa mengenali identitas dan mencari jati dirinya. Kehidupan manusia berisi pertentangan dan perbenturan yang membuat manusia cenderung mementingkan diri sendiri, egois, sehingga tidak segan-segan untuk saling mengorbankan dan saling menjatuhkan (Suwondo, 2010: 90-92).

Bertolak dari kedua penelitian tersebut, terungkap bahwa kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington masih diteliti menggunakan pendekatan gagasan

kreatif dan semiotika sastra. Penelitian yang akan menggunakan teori strukturalisme naratif perspektif A.J. Greimas belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji struktur tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington menggunakan teori strukturalisme naratif A.J. Greimas.

1.6 Landasan Teori

Suatu penelitian memerlukan teori-teori atau pendekatan yang tepat dan sesuai dengan objeknya. Landasan teori dalam penelitian ini memaparkan

(24)

7

penceritaan cerpen, skema aktansial, dan skema fungsional, serta tiga poros semantik.

1.6.1 Strukturalisme Naratif A.J. Greimas

Secara definitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan unsur yang lainnya, di pihak yang lain hubungan antara unsur (unsur) dengan totalitasnya (Ratna, 2015: 91).

Teeuw (1984: 135) mengatakan bahwa pada prinsipnya analisis struktural adalah tujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

Analisis naratif, menurut Greimas, meliputi dua tahapan struktur, yaitu (1) struktur lahir, yakni tataran bagaimana cerita dikemukakan (penceritaan), dan (2) struktur batin, yaitu tataran imanen, yang meliputi (a) tataran naratif analisis sintaksis naratif (skema aktan dan skema fungsional), dan (b) tataran diskursif (tiga poros semantik) (Taum, 2011: 141).

Naratologi Greimas merupakan kombinasi antara model paradigmatis Levi-Strauss dengan model Sintagmatis Propp. Dibandingkan dengan penelitian Propp, objek penelitian Greimas tidak terbatas pada dongeng tetapi diperluas pada mitos. Greimas memberikan perhatian pada relasi, menawarkan konsep yang lebih tajam, dengan tujuan yang lebih umum, yaitu membentuk sebuah tata bahasa naratif universal (Taum, 2011: 141).

(25)

8

Sebagaimana Propp, Greimas juga lebih mementingkan aksi (fungsi) dibandingkan dengan pelaku. Baginya tidak ada subjek di balik narasi. Yang ada hanyalah subjek atau manusia semu yang dibentuk oleh tindakan, yang disebut actans dan acteurs. Keduanya dapat berarti suatu tindakan tetapi tidak selalu tindakan manusia, melainkan juga nonmanusia. Greimas menyederhanakan fungsi-fungsi Propp (31 fungsi) menjadi 20 fungsi, kemudian dikelompokkan menjadi tiga struktur dalam tiga pasang oposisi biner. Demikian juga tujuh ruang tindakan disederhanakan menjadi enam aktan (peran, pelaku, para pembuat), yang dikelompokkan menjadi tiga pasangan oposisi biner, yaitu: subjek versus objek, pengirim (kekuasaan) dan penerima (orang yang dianugrahi), dan penolong versus penentang (Taum, 2011: 141-142).

1.6.1.1 Analisis Penceritaan (pengaluran)

Analisis pengaluran dilakukan atas identifikasi sekuen atau urutan satuan teks. Cakupan fungsi cerita mensyaratkan adanya tatanan satuan-satuan yang saling bergantian, yang satuan dasarnya merupakan kelompok-kelompok kecil yang disebut sekuen (sequence). Barthes (1966) dalam Sunendar (2005: 71) mendefinisikan sekuen sebagai satuan satuan kecil yang bermakna (ia meminjam istilah sekuen dari Bremond); sekelompok peristiwa yang berurutan; yang dapat digabung menjadi satu satuan cerita yang hadir bersama. Sekuen ini biasa disebut nomina, karena logika tindakan dilihat sebagai nomina. Sekuen dapat menjadi bagian dari sekuen lain yang lebih besar, sehingga semuanya terbentuk dari unsur-unsur terkecil (micro-sequence)

(26)

9

sampai fungsi terbesar (macro-sequence), membentuk cerita (Sunendar, 2005: 71-72).

Mengenai batasan sekuen yang kompleks, Zaimar (1990: 33) mendefinisikan pendapat Barthes, Schmitt, dan Viala (1982: 27) dalam beberapa kriteria/syarat sebagai berikut.

1) Sekuen haruslah terpusat pada satu titik perhatian (atau fokalisasi), yang diamati merupakan objek yang tunggal dan yang sama: peristiwa yang sama, tokoh yang sama, gagasan yang sama, bidang pemikiran yang sama.

2) Sekuen harus mengurung suatu kurun waktu dan ruang yang kaheren: sesuatu terjadi pada suatu tempat atau waktu tertentu. Dapat juga merupakan gabungan dari beberapa tempat dan waktu yang tercakup dalam satu tahapan. Misalnya satu periode dalam kehidupan seorang tokoh, atau serangkaian contoh atau pembuktian untuk mendukung suatu gagasan.

3) Adakalanya sekuen dapat ditandai oleh hal-hal di luar bahasa: kertas kosong di tengah teks, tulisan, tata letak dalam penulisan teks, dan lain-lain.

Lebih jauh Zaimar (1990: 35) mengungkapkan bahwa analisis urutan sekuen penting karena urutan itu mengemukakan fakta-fakta yang disampaikan oleh teks. Sedangkan Schmitt dan Viala dalam Sunendar (2005: 72) mendefinisikan sekuen (sequence) sebagai suatu cara umum, sebuah segmen teks, yang membentuk koherensi dari keseluruhan cerita.

(27)

10 1.6.1.2 Skema Aktansial A.J. Greimas

Teori AJ Greimas sebenarnya merupakan penghalusan atas teori Propp. Sebelumnya, Propp telah memperkenalkan unsur naratif terkecil yang sifatnya tetap dalam sebuah karya sastra yang disebutnya sebagai fungsi (Todorov, 1985: 48). Berdasarkan penelitiannya tentang dongeng Rusia, Propp merumuskan fungsi cerita sebanyak 31 buah. Semua fungsi tersebut sifatnya tetap serta urutannya sama dalam setiap dongeng (Hutomo, 1991: 25 dalam Taum, 2011: 142). Berdasarkan teori Propp inilah Greimas mengemukakan teori aktan yang menjadi dasar sebuah analisis naratif yang universal (Teeuw, 1988: 293 dalam Taum, 2011: 142-143).

Greimas tidak hanya berhenti pada satu jenis fungsi tunggal melainkan sampai pada perumusan sebuah tata bahasa naratif (narrative grammar) yang universal dengan menerapkan analisis semantik atas struktur kalimat. Sebagai ganti tujuh jenis pelaku Propp, Greimas mengemukakan model tiga pasang oposisi biner yang meliputi enam aktan atau peran, yaitu: subjek versus objek, pengirim versus penerima, dan penolong versus penentang. Di antara ketiga pasangan oposisi biner ini, pasangan oposisi subjek-objek adalah yang terpenting. Pada umumnya subjek terdiri atas pelaku sebagai manusia, sedangkan objek terdiri atas berbagai kehendak yang mesti dicapai, seperti kebebasan, keadilan, kekayaan dan sebagainya. Suatu perjuangan umumnya diinginkan oleh kekuasaan (pengirim), tetapi bila berhasil maka pelaku (penerima) menerimanya sebagai hadiah. Kekuasaan dapat bersifat kongkret seperti raja, dan penguasa lain. Kekuasaan juga dapat bersifat abstrak seperti masyarakat, nasib, dan waktu (Taum, 2011: 143).

(28)

11

Ketiga pasangan oposisi biner itu merupakan pola dasar yang selalu berulang dalam semua cerita yang membentuk tata bahasa penceritaan (narrative grammar) (Taum, 2011: 143).

Jika disusun ke dalam sebuah tabel pola peranan aktansial, ketiga pasangan oposisi fungsi aktan yang terdiri dari enam aktan tersebut tampak dalam sebuah bagan alur (flow chart) sebagai berikut (Taum, 2011: 143).

Tabel 1. Pola Aktansial Greimas

Yang dimaksud dengan aktan adalah satuan naratif terkecil, berupa unsur sintaksis yang mempunyai fungsi tertentu. Aktan tidak identik dengan aktor. Aktan merupakan peran-peran abstrak yang dimainkan oleh seorang atau sejumlah pelaku, sedangkan aktor merupakan manifestasi konkret dari aktan. Seperti terlihat dalam keenam pola aktansial di atas, aktan dapat berupa tokoh, dapat juga berupa sesuatu yang abstrak seperti cinta, kebebasan, pembunuhan. Satu tokoh dapat memiliki beberapa fungsi aktan. Sebaliknya beberapa tokoh

PENGIRIM (sender)

OBJEK (object) PENERIMA (receiver) SUBJEK (subject) PEMBANTU (helper) PENENTANG (opponent)

(29)

12

bisa menempati satu aktan. Setiap aktan dalam sebuah skema dapat mempunyai fungsi ganda. Pengirim dapat berfungsi sekaligus sebagai subjek atau penerima. Seorang tokoh dapat menempati fungsi aktan yang berbeda. Jika tidak ada aktan yang tidak terisi oleh sebuah fungsi atau tokoh maka digunakan tanda Ø dan disebut fungsi zero dalam aktan (Taum, 2011: 144).

Kajian terhadap sebuah cerita tidak harus terpaku pada satu skema aktan saja, karena sebuah cerita dapat saja memiliki beberapa skema aktan. Fungsi adalah satuan dasar cerita yang menerangkan tindakan logis dan bermakna yang membentuk narasi (Taum, 2011: 144-145).

Tanda panah dalam skema merupakan unsur penting yang menghubungkan fungsi sintaksis naratif masing-masing aktan. Tanda panah dari pengirim yang mengarah ke objek berarti ada keinginan dari pengirim untuk mendapatkan, menemukan, atau memiliki objek. Tanda panah dari objek ke penerima berarti objek yang diusahakan oleh subjek dan diinginkan oleh pengirim diserahkan atau ditujukan kepada penerima. Tanda panah dari pembantu menunjukkan bahwa pembantu memudahkan subjek untuk mendapatkan objek. Sebaliknya, tanda panah dari penentang menuju subjek berarti penentang mempunyai kedudukan untuk menentang, menghalangi, mengganggu, merusak atau menolak usaha subjek. Tanda panah dari subjek menuju objek berarti subjek bertugas menemukan atau mendapatkan objek yang dibebankan oleh pengirim. Adapun fungsi atau kedudukan masing-masing aktan adalah sebagai berikut (Taum, 2011: 145).

(30)

13

(1) Pengirim (sender) adalah aktan (seseorang atau sesuatu) yang menjadi sumber ide dan berfungsi sebagai penggerak cerita. Pengirim memberikan karsa atau keinginan kepada subjek untuk mencapai atau mendapatkan objek.

(2) Objek (object) adalah aktan (sesuatu atau seseorang) yang dituju, dicari, diburu atau diinginkan oleh subjek atas ide dari pengirim.

(3) Subjek (subject) adalah aktan pahlawan (sesuatu atau seseorang) yang ditugasi pengirim untuk mencari dan mendapatkan objek.

(4) Penolong (helper) adalah aktan (sesuatu atau seseorang) yang membantu atau mempermudah usaha subjek atau pahlawan untuk mendapatkan objek.

(5) Penentang (opponent) adalah aktan (seseorang atau sesuatu) yang menghalangi usaha subjek atau pahlawan dalam mencapai objek.

(6) Penerima (receiver) adalah aktan (sesuatu atau seseorang) yang menerima objek yang diusahakan atau dicari oleh subjek (Zaimar, 1992: 19; Suwondo, 2003: 52-54 dalam Taum, 2011: 145).

Perlu dicatat bahwa di antara subjek dan objek ada tujuan, di antara pengirim dan penerima ada komunikasi, sedangkan di antara penolong dan penentang ada bantuan atau pertentangan (Taum, 2011: 145-146).

1.6.1.3 Skema Fungsional

Selain menunjukkan struktur aktansial, Greimas juga mengemukakan model cerita yang tetap sebagai alur. Model itu dinyatakan dalam berbagai tindakan yang disebut fungsi sehingga dinamakan struktur fungsional. Model

(31)

14

fungsional berfungsi untuk menguraikan peran subjek dalam melaksanakan tugas dari pengirim yang terdapat dalam fungsi aktan. Model fungsional terbangun oleh berbagai peristiwa yang dinyatakan dalam kata benda seperti, keberangkatan, perkawinan, kematian, pembunuhan, dan sebagainya.

Model fungsional dibagi menjadi tiga bagian yaitu situasi awal (1), transformasi (2), dan situasi akhir (3) (lihat Zaimar: 1990; Suwondo, 2003: 54-55 dalam Taum, 2011: 146). Model Fungsional dibentuk dalam bagan sebagai berikut:

Tabel 2. Struktur Fungsional

Situasi awal cerita menggambarkan keadaan sebelum ada suatu peristiwa yang menggangu keseimbangan (harmoni). Dalam tahap cobaan awal, subjek mulai mencari objek. Terdapat berbagai rintangan, di situlah subjek mengalami uji kecakapan. Transformasi meliputi tiga tahap cobaan. Ketiga tahapan cobaan ini menunjukkan usaha subjek untuk mendapatkan objek. Dalam tahap ini pula muncul pembantu dan penentang. Tahap cobaan utama berisi gambaran hasil usaha subjek dalam mendapatkan objek. Dalam tahap utama ini sang pahlawan berhasil mengatasi tantangan dan melakukan perjalanan pulang. Tahap cobaan membawa kegemilangan merupakan bagian subjek dalam menghadapi pahlawan palsu, misalnya musuh dalam selimut, atau seseorang yang

berpura-I II III

Situasi Awal

Transformasi Situasi Akhir Tahap Uji Kecakapan Tahap Utama Tahap Kegemilangan

(32)

15

pura baik padahal jahat dan tabir pahlawan palsu terbongkar. Bila tidak ada pahlawan palsu maka subjek adalah pahlawan. Sedangkan situasi akhir berarti keseimbangan, situasi telah kembali ke keadaan semula. Semua konflik telah berakhir. Di sinilah cerita berakhir dengan subjek yang berhasil atau gagal mencapai objek (Taum, 2011: 147).

1.6.1.4 Tiga Poros Semantik

Dalam struktur aktansial terdapat tiga poros hubungan, yaitu 1) Poros pencarian adalah hubungan subjek dan objek. Subjek mengingingkan objek dalam mencari objek. 2) Poros komunikasi, yaitu pengirim menyampaikan objek kepada penerima. 3) Poros kekuatan yang mempertentangkan penolong dan penghalang (Ricoeur, 1981 dalam Triadnyani, 2012: 401).

Masing-masing poros membentuk oposisi biner yang merupakan ciri khas analisi struktural. Pengirim adalah yang memotivasi tindakan atau yang menyebabkan sesuatu terjadi (pribadi/gagasan). Pengirim tidak hanya menetapkan nilai yang dituju, tapi juga menyampaikan kehendak/kewajiban kepada subjek. Dalam upayanya mencari objek, subjek mendapatkan dukungan dari penolong, tapi ada yang merintangi. Setiap pencarian dimulai dengan kontrak awal antara pengirim-subjek dan berakhir dengan sanksi atau pujian terhadap tindakan subjek (Ricoeur, 1981 dalam Triadnyani, 2012: 401).

Tiga poros relasi sintaksis tersebut mengimplikasikan relasi semantik. Dengan kata lain, secara struktural, semantik terlekatkan pada relasi itu dan dengan demikian muncullah suatu tata bahasa narasi (Setyawan, 2015).

(33)

16

Dalam jurnalnya, Karnata (2015) menuliskan tentang perlunya isotopi dalam menemukan organisasi tema dalam teks. Greimas (dalam Schelefier, :xxvi) mendefinisikan isotopi adalah wilayah makna terbuka yang terdapat di sepanjang wacana di mana “a bundle of redudant semantic categories subjacent to discourse under consideratio.” Artinya, isotopi merupakan suatu

kesatuan semantik yang terbentuk dari redudansi kategori semantik yang memungkinkan adanya pembacaan searah. Isotopi membentuk hirarki semantik karena isotopi membentuk motif dan motif-motif tersebut dapat mengerucut pada satu tema tertentu; motif dan tema menampilkan pengulangan makna di dalam teks. Greimas memberi penjelasan bahwa isotopi tidak terlepas dari segi empat-semiotik (semiotic square yang di dalamnya terdapat four terms homology. Dengan demikian, analisis isotopi harus didahului dengan

identifikasi four terms homology yang terdapat dalam teks (Karnata, 2015: 24). Dengan menggunakan four terms homology akan didapatkan hirarki oposisi nilai berdasarkan gerak pencarian subjek kepada objek. Kemudian dilihat manakah transformasi dasariah nilai yang dipertaruhkan dalam kisah. Akhirnya, dirumuskan suatu makna semantik yang dapat digali dari kisah dengan mempertimbangkan terutama pada poros pencarian, komunikasi, dan kekuatan (Setyawan, 2015).

Kesimpulan : Analasis penceritaan digunakan untuk mengetahui runtutan aksi yang memberikan dampak langsung kepada cerita. Melalui pengungkapan tersebut akan ditemukan motif utama penggerak cerita. Skema aktansial dan skema fungsional digunakan untuk menunjukkan bagaimana peran aktan dan fungsi-fungsi berpengaruh dalam cerita. Terakhir, tiga poros semantik

(34)

17

berusaha mengungkapkan makna dibalik narasi tiga cerpen dengan mempertimbangkan aktan dan fungsi yang ada dalam cerita.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu (i) pengumpulan data, (ii) analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisis data.

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menganalisis struktur naratif untuk menemukan pemaknaan relasi antar-manusia dalam tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington.

Teknik dalam penelitian ini meliputi dua hal, yaitu teknik catat, dan studi pustaka. Teknik catat digunakan penulis untuk membaca tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington dan semua teori yang berkaitan dengan penelitian lalu dicatat untuk mendapatkan data.

Teknik studi pustaka digunakan untuk mendapatkan data serta refrensi yang akurat dalam menganalisis teks sesuai dengan teori yang digunakan.

1.7.2 Metode dan Analisis Data

Metode analisis data merupakan tahap ketika data diberi arti atau makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian (Nazir, 1985: 405). Dalam penelitian ini digunakan metode formal.

(35)

18

Metode formal menganalisis unsur-unsur karya sastra dengan totalitasnya. Metode formal bertugas menganalisis unsur-unsur sesuai dengan peralatan yang terkandung dalam karya sastra (Ratna, 2015:49-51).

Metode analisis isi mengungkapkan isi karya sastra sebagai bentuk komunikasi antara pengarang dan pembaca. (Ratna, 2015: 48). Metode ini digunakan untuk menganalisis makna setiap cerpen.

1.7.3 Metode Hasil Analisis Data

Analisis data disajikam menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu hasil analisis berupa pemaknaan karya sastra yang disajikan secara deskriptif (Ratna, 2015: 46-48). Hasil analisis ini berupa penjelasan kajian struktur tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington dalam bentuk deskriptif.

1.8 Sumber Data

Data merupakan bahan penelitian. Karya sastra yang menjadi objek penelitian adalah kumpulan cerpen dengan identitas sebagai berikut:

Judul : Orang-orang Bloomington

Pengarang : Budi Darma

Tahun Terbit : 1980

Penerbit : Sinar Harapan

(36)

19 1.9 Sistematika Penyajian

Penelitian ini dibagi menjadi empat bab. Sistematika penelitian dirinci sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini dibagi menjadi delapan sub-bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penilitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

Bab II berisi deskripsi analisis (penceritaan) tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. Bab ini berfungsi untuk mengetahui runtutan aksi yang memberikan pengaruh kepada narasi. Hal tersebut akan mengungkapkan motif utama yang ada dalam cerita.

Bab III berisi deskripsi analisis skema aktansial dan skema fungsional tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. Bab ini berfungsi untuk mengetahui peran masing-masing aktan dan fungsi penceritaan.

Bab IV berisi deskripsi analisis tiga poros semantik tiga cerpen karya Budi Darma dalam kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington. Bab ini menjelaskan pemaknaan cerpen yang diperoleh dari hubungan antar aktan dan fungsi-fungsi yang ada dalam cerita.

(37)

20 BAB II

KAJIAN PENCERITAAN TIGA CERPEN KARYA BUDI DARMA DALAM KUMPULAN CERPEN ORANG-ORANG BLOOMINGTON

Dalam Bab II ini akan dipaparkan analisis penceritaan tiga cerpen karya Budi Darma, yaitu “Lelaki Tua Tanpa Nama”, “Keluarga M”, dan “Ny. Elberhart”. Paparan tentang analisis penceritaan dilakukan menurut perspektif strukturalisme naratif A.J. Greimas. Ada dua pokok persoalan yang dikaji pada bab ini, yaitu 1) Uraian tentang penulis cerita. 2) Sekuen-sekuen tiga cerita. Uraian dalam bab ini akan dibagi ke dalam tiga sub-bab, yaitu 1) Budi Darma dan Konsep Kepengarangannya 2) Penceritaan Tiga Cerpen Karya Budi Darma dalam Kumpulan Cerpen Orang-orang Bloomington 3) Rangkuman.

Tujuan menjelaskan tentang penulis cerita adalah mengetahui latar belakang penulis sebagai pemilik cerita. Sedangkan tujuan pemaparan sekuen-sekuen cerita adalah memahami motif penceritaan untuk mengetahui aktan dan fungsi yang akan dikaji lebih dalam pada Bab III.

2.1 Budi Darma dan Konsep Kepengarangannya

Budi Darma dilahirkan pada tanggal 25 April 1937 di Rembang, Jawa Tengah. Beliau menyelesaikan studi di Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada dengan menerima Bintang Bhakti Wisuda (1963) (Pinurbo, 1987: 17). Berkat beasiswa yang diterima dari East

West Centre, pada tahun 1970 sampai 1971 dirinya bersama Sapardi Djoko

Damono belajar ilmu budaya dasar di University of Hawai, Honolulu, Amerika Serikat (Suwondo, 2010: 11). Budi Darma meraih M.A. dari Univesitas

(38)

21

Indiana, Bloomington, AS (1976), dan terakhir meraih Ph. D. di universitas yang sama, dengan disertasi berjudul Character and Moral Judgment in Jane Austen’s Novel. Selain itu, pernah memangku jabatan Visiting Research

Associate di Universitas Indiana (Pinurbo, 1987: 17).

Mulai menulis sejak di Sekolah Lanjutan Atas; tulisan-tulisan Budi Darma terbit dalam majalah Budaya. Setelah menjadi mahasiswa, tulisan-tulisannya banyak dimuat di beberapa majalah budaya, antara lain Indonesia, Basis, dan Cerita. Ketika menjadi mahasiswa, ia pun aktif dalam kegiatan organisasi,

antara lain duduk sebagai pimpinan Dewan Mahasiswa UGM. Mulai serius menulis sekitar tahun 1968 setelah ia menikah dan memiliki mesin tulis sendiri (Pinurbo, 1987: 17).

Novelnya, Olenka memenangkan Hadiah Pertama Sayembara Nove Dewan Kesenian Jakarta, 1980, dan diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1983. Sebelum menulis Orang-orang Bloomington, dia telah banyak menulis cerpen absurd dan dimuat dalam majalah Horison pada periode tahub 1970-an.

Kumpulan eseinya: Solilokui (1984) dan sejumlah Sejumlah Esei Sastra (1984) (Pinurbo, 1987: 17).

Dalam kancah sastra Indonesia kiprah Budi Darma mula-mula dikenal lewat cerpen-cerpen absud-nya. Kemunculannya segera menarik perhatian pengamat sastra; bahkan ia dianggap telah membawa corak baru dalam dunia penulisan cerpen di Indonesia (Erneste,1981: 22), baik dari segi tematik maupun stalistik (Erneste, 1983: vi). Pengarang yang boleh dikatakan satu trend Budi Darma

(39)

22

adalah Danarto dan Putu Wijaya, di samping tentu saja tidak boleh dilupakan Iwan Simatupang yang muncul lebih dulu dari mereka (Pinurbo, 1987: 18).

Tentang corak baru tersebut, Ajip Rosidi menyebutkan adanya kecenderungan umum pada mereka untuk tidak terikat lagi pada cara dan bentuk konvensional seperti logika, plot, perwatakan, bakan tema; batas antara impian dan kenyataan menjadi kabur dan ceria menjadi rentetan imaji yang tempel-menempel – bukan sambung menyambung – seperti mosaik (Rosidi, 1977: 10 dalam Pinurbo, 1987: 18). Pendapat serupa dikemukakan oleh Korrie Layun Rampan. Dikatakannya bahwa kadang-kadang sebuah cerita tidak bercerita, plotnya tidak jelas, dunia yang tampil serba kacau, latarnya juga tidak jelas, tokoh-tokohnya serba aneh, dan ceritanya irasional (Rampan, 1982: 19 dalam Pinurbo, 1987: 18).

Khusus tentang Budi Darma baik Ajip maupun Korrie melontarkan nada yang kurang-lebih sama. Ajip: “Cerita pendeknya pada umumnya sangat keras dan dingin, seakan-akan tidak menghiraukan nilai moral kemasyarakatan yang ada.” (Rosidi, 1977: 387 dalam Pinurbo, 1987: 18-19). Korrie : “Pada Budi Darma manusia itu serba aneh. Manusia begitu keras dan kejam, tak berperikemanusiaan... (Rampan, 1982: 20 dalam Pinurbo, 1987: 19).

Namun yang paling tandas melukiskan dunia cerpen Budi Darma adalah Harry Aveling, seorang pengamat dan penerjemah sastra Indonesia dari Australia. Dalam sebuah eseinya terus terang dia mengakui : “Cerita-cerita Budi Darma menakutkan saya” – “Kebanyakan orang dalam cerita-cerita Budi Darma tidak saling mencintai” – “Dunia dalam cerpen-cerpen Budi Darma

(40)

23

adalah dunia yang gerai, sangat kejam, tanpa kemanusiaan... (Rampan, 1982: 209, 206, 204 dalam Pinurbo, 1987: 19).

Corak cerpen Budi Darma yang “menakutkan” tidak terlepas dari pandangan-pandangannya yang tegas dan jelas. Dalam salah satu tulisannya Budi Darma berpendapat bahwa bagaimanapun juga karya sastra lahir dari kekayaan batin dan untuk memperkaya batin, bukan untuk kepentingan sosial. Baginya, pandangan mengenai sastra untuk memperbaiki keadaan sosial adalah sia-sia belaka, sebab keadaan sosial hanya dapat diatasi dengan perencanaan dan tindakan nyata (Suwondo, 2010: 15).

Kendati berpendapat demikian, bukan berarti Budi Darma tidak peduli dengan masalah-masalah sosial. Ketika bertindak sebagai manusia biasa ia tetap komit terhadap masalah sosial, tetapi ketika bertindak sebagai pengarang ia bekerja dengan bawah sadarnya dan melupakan masalah-masalah sosial, politik, dan ekonomi. Karena itu, pada waktu mengarang ia memasuki jiwa manusia sebagai manusia, bukan manusia sebagai makhluk sosial (Suwondo, 2010: 15).

Budi Darma juga berpandangan bahwa “takdir” merupakan sesuatu yang berpengaruh besar dalam kehidupan manusia. Itulah sebabnya, dalam mengarang Budi Darma cenderung menggarap persoalan manusia berdasarkan takdirnya, bukan berdasarkan lingkungan sosialnya. Dirinya menegaskan bahwa pengarang yang baik adalah pengarang yang mampu mengebor sukma, mampu menggali hal-hal yang fundamental, hal-hal yang berkaitan dengan

(41)

24

jiwa dan batin manusia, yang semua itu ditentukan oleh takdir (Suwondo, 2010: 15-16) .

Dalam penjelasannya mengenai takdir, Budi Darma mengaitkan hal tersebut dengan dinamika kehidupan manusia.

“Sebenarnya, ketika lahir manusia sudah membawa tanggal kematiannya, hanya saja manusia tidak mengetahuinya. Manusia juga tidak dapat menentukan kapan ia harus bahagia, kapan harus sengsara, karena semua itu sudah kehendak takdir. Memang manusia oleh Tuhan dikaruniai otak, insting, persepsi, dan kekuatan-kekuatan lain sehingga ia dapat berpikir dan terlibat dalam berbagai kehidupan, tetapi semua itu takdirlah yang menentukan”. (Suwondo, 2010: 17).

Konsep di ataslah yang dipegang oleh Budi Darma sehingga tidak aneh jika dalam karya-karyanya ia menggarap persoalan-persoalan manusia sebagai individu yang senantiasa mencari identitas atau jati dirinya. Identitas serta jati diri yang dicari itu pun tidak pernah ditemukan karena semua itu adalah misteri. Dan tidak aneh pula apabila manusia-manusia yang digarap Budi Darma semuanya misterius. Barangkali memang sudah ditakdirkan demikian (Suwondo, 2010: 18).

Faktor manusia berdasarkan takdir dinilai lebih universal, lebih esensial, dan lebih human, karena faktor sosial dan sebagainya hanya bersifat semu dan sementara. Oleh karena itu, Budi Darma menganggap bahwa karya sastra yang baik adalah karya yang mengungkapkan esensi kehidupan dan sukma manusia; sementara karya yang mengungkapkan persoalan masyarakat dinilai cepat lapuk dan cepat ditinggalkan orang. Persoalan esensial manusia yang memang sudah kehendak takdir itulah yang agaknya mewarnai seluruh karya kreatif Budi Darma (Suwondo, 2010: 18-19).

(42)

25

2.2 Penceritaan Tiga Cerpen Karya Budi Darma dalam Kumpulan Cerpen Orang-orang Bloomington

Analisis pengaluran dilakukan atas identifikasi sekuen atau urutan satuan teks. Cakupan fungsi cerita mensyaratkan adanya tatanan satuan-satuan yang saling bergantian, yang satuan dasarnya merupakan kelompok-kelompok kecil yang disebut sekuen (sequence). Barthes (1966) dalam Sunendar (2005: 71) mendefinisikan sekuen sebagai satuan-satuan kecil yang bermakna (ia meminjam istilah sekuen dari Bremond); sekelompok peristiwa yang berurutan; yang dapat digabung menjadi satu satuan cerita yang hadir bersama. 2.2.1 Penceritaan Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”

Sekuen 1: Lingkungan yang Membatasi Interaksi Sosial

1) Fess adalah sebuah jalan yang hanya memiliki beberapa rumah. Di salah satu rumah tersebut, tokoh saya tinggal. Orang-orang yang tinggal di lingkungan sekitar Jalan Fess memiliki prinsip untuk membatasi segala bentuk interaksi sosial.

2) Pembatasan terhadap interaksi sosial tercermin dari sikap tidak peduli Ny. MacMillan selaku pemilik loteng yang disewa tokoh saya, Ny. Nolan dan Ny. Casper sebagai tetangga tokoh saya, dan seorang lelaki pemilik Toko Marsh.

Sekuen 2 : Tokoh Saya Memerangi Rasa Kesepiannya

1) Akibat pembatasan segala bentuk interaksi sosial, tokoh saya merasa kesepian. Untuk menghilangkan rasa kesepiannya, ia berusaha

(43)

26

berhubungan dengan orang lain menggunakan alasan yang ia ada-adakan. Pertama, ia menelepon rekaman yang menjelaskan waktu, temperatur, dan ramalan cuaca. Kedua, ia menelepon beberapa teman kuliah. Ketiga, ia menelepon Toko Marsh. Terakhir, tokoh saya menelepon Ny. MacMillan dan Ny. Nolan.

Sekuen 3 : Tokoh Saya Berusaha Mengenal Lelaki Tua Tanpa Nama

1) Tokoh saya menyadari keberadaan seseorang di loteng Ny. Casper, yakni lelaki tua tanpa nama. Keberadaan sosok lelaki tua membuat tokoh saya merasa penasaran. Tokoh saya mencoba memancing informasi melalui pemilik Toko Marsh, Ny. MacMillan dan Ny. Nolan.

2) Karena selalu mendapatkan masalah saat berinteraksi dengan tokoh-tokoh sebelumnya, tokoh saya mencoba menjalin relasi dengan lelaki tua tanpa nama. Selain memancing informasi dari tokoh lain, tokoh saya berterusterang kepada Ny. Casper tentang niatnya berteman dengan sosok lelaki tua tanpa nama. Ia juga meminta bantuan Ny. Casper untuk menghubungkan dirinya dengan lelaki tua tanpa nama.

3) Suatu hari tokoh saya meminta informasi tentang lelaki tua tanpa nama kepada pegawai kantor telepon dan pemilik Toko Marsh. Malam harinya tokoh saya menuliskan sebuah surat yang berisi ajakan berkenalan yang ditujukan kepada lelaki tua tanpa nama. Ia kirimkan surat tersebut ke alamat rumah Ny. Casper.

4) Di lain kesempatan, tokoh saya selalu mengawasi dan membuntuti lelaki tua tanpa nama, ia berharap suatu ketika dapat berhubungan dengan sosok lelaki tua tanpa sengaja.

(44)

27

5) Pada suatu malam tokoh saya menelepon Ny. Casper. Ia meminta kepastian tentang apakah pesan untuk berkenalan dengan lelaki tua tanpa nama sudah disampaikan atau belum. Ia pun menanyakan dan memberikan informasi terkait lelaki tua tanpa nama yang membawa pestol.

6) Tokoh saya menemukan suratnya tergeletak di pinggir jalan dekat got. Suratnya basah kuyup terkena sisa air hujan.

7) Tokoh saya mendapat informasi dari pemilik Toko Marsh mengenai lelaki tua tanpa nama. Ia mengatakan bahwa lelaki tua tanpa nama ingin bergaul dengan anak-anak muda sekitar dua puluh tahunan, sehat jiwa dan raganya, untuk memanggul senjata.

Sekuen 6 : Tokoh Saya Berusaha Mendapatkan Penerimaan Diri

1) Suatu ketika tokoh saya mendengar suara tembakan pestol. Karena ingin berinteraksi dengan orang lain dan menganggap hal tersebut penting untuk disampaikan, ia memberitakan tentang suara tembakan itu kepada Ny. MacMillan. Tokoh saya sedikit mengarang informasi untuk membuat Ny. MacMillan tertarik dan terus berbicara dengannya. Namun Ny. MacMillan hanya menanggapinya dengan acuh, tidak menganggap hal tersebut penting bagi dirinya.

2) Lalu tokoh saya menelepon Ny. Nolan dan menginformasikan hal yang sama. Tokoh saya juga meminta saran kepada Ny. Nolan untuk melaporkan suara tembakan tersebut kepada polisi. Namun sikap dingin Ny. Nolan mengakhiri pembicaraan singkat di antara keduanya.

(45)

28

Sekuen 7 : Tokoh Saya Mendapatkan Informasi Mengenai Lelaki Tua Tanpa Nama

1) Tokoh saya melihat lelaki tua tanpa nama berkeliaran di lingkungan Gedung Union. Lalu tokoh saya membuntutinya sampai ke dalam ruang kamar kecil. Tokoh saya tidak dapat bertemu lelaki tua tanpa nama karena sang lelaki tua sudah masuk ke dalam salah satu bilik kakus. Tokoh saya tidak dapat menunggu. Akhirnya ia pergi karena harus mengikuti ujian. 2) Setelah menyelesaikan ujian, tokoh saya merasa tidak enak badan. Ia

memutuskan untuk pulang menaiki taksi. Dalam perjalanan pulang, tokoh saya melihat lelaki tua tanpa nama menjadi tontonan.

3) Supir taksi mengatakan kepada tokoh saya bahwa lelaki tua tanpa nama mengaku sebagai pilot bomber perang dunia II. Dan kedua anak lelaki tua tanpa nama beserta istrinya telah mati.

4) Ny. MacMillan mengatakan bahwa Ny. Nolan pernah mengancam laki-laki tua tanpa nama untuk melaporkannya ke kantor polisi atas tindakannya menakut-nakuti Ny. Nolan dengan pestolnya. Ny. Casper sendiri juga mengatakan kurang senang dengan sosok lelaki tersebut karena laki-laki tersebut kadang-kadang berangasan.

Sekuen 8 : Kematian Lelaki Tua Tanpa Nama

1) Tokoh saya melihat Ny. Casper dikejar-kejar oleh lelaki tua tanpa nama yang meneriakkan kata ancaman dan mengacung-acungkan pestolnya. Tokoh saya mencoba menolong Ny. Casper dengan cara menubruk lelaki tua. Namun dirinya justru jatuh terpental dan kepalanya terasa pening.

(46)

29

2) Tokoh saya mendengar suara letupan senjata api. Suara itu sama persis dengan suara tembakan yang ia dengar pada suatu malam setelah Ny. Casper pergi. Samar-samar ia melihat tubuh laki-laki tua tanpa nama dan tubuh Ny. Casper tergeletak.

3) Tokoh saya menyadari bahwa lelaki tua tanpa nama mati. Dirinya menangis dan merasa bersedih karena harapan untuk berhubungan dengan lelaki tua tanpa nama lenyap.

4) Ny. Nolan mengatakan bahwa dirinyalah yang membunuh lelaki tua tanpa nama. Dengan nada tidak ingin disalahkan, ia mengaku terpaksa melakukan hal tersebut karena sosok lelaki tua tanpa nama telah beberapa kali mengancam akan menghabisi nyawanya.

5) Tokoh saya meyakini bahwa suara tembakan yang ia dengar pada malam itu, bukan berasal dari pestol lelaki tua tanpa nama, tetapi muncul dari senapan pendek bermoncong dua milik Ny. Nolan.

Sekuen 9 : Penerimaan Diri Tokoh Saya

1) Tokoh saya bersikeras menolak untuk dibawa ke kantor polisi. Akhirnya mereka menuruti permintaan tokoh saya untuk membawanya ke rumah sakit.

2) Malam itu tokoh saya tidak dapat tidur. Ia tidak dapat menghilangkan bayangan peristiwa kematian lelaki tua tanpa nama. Dan ia merengungkan bagaimana kejamnya Ny Nolan.

3) Ny. Nolan dan Ny. MacMillan menjadi saksi kunci dalam peristiwa tersebut. Karena telah membunuh lelaki tua tanpa nama, Ny. Nolan

(47)

30

menjadi satu-satunya orang yang tersudut untuk dijadikan tersangka. Namun Ny. Nolan dibantu dengan Ny. MacMillan berusaha membela diri. 4) Ny. Nolan dan Ny. MacMillan memberitahukan informasi tentang lelaki tua tanpa nama yang disampaikan oleh tokoh saya. Diharapkan informasi tersebut dapat membantu mereka keluar dari masalah. Mereka mengatakan bahwa tokoh saya sering melihat lelaki tua itu memain-mainkan pestolnya, bahkan pernah meletupkan pestolnya pada suatu malam.

Dari paparan di atas, terdapat sembilan sekuen. Tujuan utama pemaparan sekuen-sekuen cerita adalah memahami motif penceritaan untuk mengetahui aktan dan fungsi cerita. Rasa kesepian menempati aktan pengirim. Rasa kesepian mendorong tokoh saya untuk mendapatkan penerimaan diri (objek) adalah motif utama penceritaan. Tokoh saya menduduki aktan subjek dan penerima. Tokoh saya merupakan tokoh utama dalam cerita tersebut. Sedangkan sikap tidak peduli Ny. MacMillan, Ny. Nolan, Ny. Casper, pemilik Toko Marsh, serta tokoh Ny. Nolan menduduki aktan penentang. Dan terakhir, pemilik Toko Marsh, supir taksi, dan kepentingan mengisi aktan penolong.

(48)

31 2.2.2 Penceritaan Cerpen “Keluarga M”

Sekuen 1 : Kenyamanan Hidup Tokoh Saya

1) Tokoh saya sudah lama tinggal di gedung raksasa yang memuat dua ratus apartemen. Tokoh saya merasa nyaman hidup sendiri dan tidak pernah terganggu dengan keberadaan anak-anak di lingkungan sekitarnya.

2) Kenyamanan hidup tokoh saya terusik. Ia mendapatkan sebuah bencana, cat mobilnya beret akibat paku yang sengaja digoreskan. Karena kejadian tersebut, tokoh saya marah dan dendam terhadap pelaku perusakan. 3) Ia kemudian protes kepada manajer gedung. Usaha protes yang tidak

membuahkan hasil membuat perasaan benci tokoh saya terhadap sang pelaku semakin kuat. Ia bertekad menemukan pelaku perusakan dan membalas dendam. Hal tersebut akan membuatnya merasa puas dan dapat membawa kenyamanannya kembali.

Sekuen 2 : Tokoh Saya Berselisih dengan Keluarga M

1) Tokoh saya sering ke lapangan parkir untuk menemukan sang pelaku. Ia lantas mencurigai sepasang kakak beradik yang selalu bersama. Kedua anak tersebut ternyata memiliki sikap yang tidak terpuji. Si adik (Martin) suka memonopoli mainan yang dipinjamkan kepadanya sedangkan si abang (Mark) sering berindak agresif dan terlibat dalam perkelahian. 2) Suatu ketika, tokoh saya menemukan mobilnya mengalami cacat baru. Ia

mendapati Martin dan Mark berada di dekat mobilnya. Dengan sebuah paku di tangan sang adik, tokoh saya menjadi semakin yakin bahwa merekalah pelaku perusakan cat mobilnya.

(49)

32

3) Tokoh saya menindak mereka. Sang kakak membela diri karena merasa tidak bersalah. Dirinya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada tokoh saya. Tokoh saya terus berusaha menindak dan ingin dipertemukan dengan kedua orang tua mereka (Martin dan Mark).

4) Melvin dan Marion (kedua orang tua Melvin dan Mark) tidak gentar menghadapi kemarahan tokoh saya. Mereka membela diri dan meminta maaf apabila anaknya berbuat durjana. Melvin tetap meyakini bahwa anaknya tidak mungkin berbuat sembarangan.

5) Tokoh saya menyanggah bahwa kedua anak tersebut memiliki sikap yang tidak baik. Sang adik sering memonopoli mainan yang dipijamkan kepadanya sedangkan sang abang sering terlibat dalam perkelahian. 6) Melvin menambahkan bahwa kelakuan kedua anaknya tersebut pasti

disebabkan oleh suatu hal. Mark terlibat dalam sebuah perkelahian karena Mark membela diri akibat sering direndahkan orang lain. Dan tentang sang adik yang sering memonopoli mainan hal tersebut dikarenakan Melvin dan Marion tidak memiliki banyak uang untuk membelikan Martin mainan. 7) Tokoh saya menelepon RA (Resident Assistant, yang mengurus kalau ada

apa-apa setelah kantor manajer tutup jam lima sore), memberitahukan tuduhan atas kekurangajaran anak Melvin Meek. RA menyatakan bahwa dia tidak dapat berbuat apa-apa. Paginya, tokoh saya mendatangi manajer, dan ia menemukan jawaban yang sama dengan jawaban RA.

8) Semenjak saat itu, setiap saya melihat Mark dan Martin bermain-main, ingin rasanya saya memiliki senapan, menembak kaki dan tangan mereka, membuat mereka cacat untuk selama-lamanya.

(50)

33

Sekuen 3 : Tokoh Saya Semakin Membenci Keluarga M

1) Tokoh semakin benci terhadap keluarga M. Dirinya berharap dapat membuat keluarga M cacat. Ia memanfaatkan celah sekecil apapun untuk bisa mewujudkan keinginanannya tersebut.

2) Peristiwa Martin berak di celana dimanfaatkan tokoh saya untuk mencari masalah dengan keluarga M. Ia memarahi Martin dan Mark karena kejadian tersebut. Walaupun menerima sanggahan dari kedua bocah, tokoh saya merasa perlu mengadukan kejadian tersebut kepada manajer.

3) Manajer gedung justru memaklumi dan menyuruh petugas kebersihan gedung bernama Jerry membantu membersihkan berak Martin.

4) Karena reaksi manajer yang tidak sesuai harapannya, tokoh saya lantas menelpon Melvin untuk mengutuk perbuatannya yang menggelapkan kunci apartemen dan anaknya yang berak sembarangan

5) Melalui perbincangan lewat telepon, Melvin mengakui kesalahannya. Ia mengatakan telah mengucapkan terima kasih serta maaf kepada berbagai pihak yang membantu dan yang dirugikan .

6) Tokoh saya mengutuk kesedian Jerry membersihkan berak anak Melvin. Namun Jerry menjawab bahwa hal tersebut sudah menjadi tugasnya. Dirinya balik menegur tokoh saya karena meludah sembarangan.

7) Tokoh saya melabrak Martin karena mengadu kepada Jerry. Lalu menghadiahi kedua bocah tersebut dengan caci maki.

Sekuen 4 : Tokoh Saya Berusaha Mencelakai Keluarga M

1) Suatu ketika tokoh saya mendapatkan ide mencelakai Martin dan Mark. Ia berandai-andai mengenai kemungkinan kedua bocah tersebut jatuh di atas

(51)

34

pecahan botol coca-cola. Tokoh saya meminta kepada RA terpilih untuk mendatangkan mesin coca-cola.

2) Setelah mesin datang, apa yang diharapkan tokoh saya tidak terkabul. Tetapi dirinya sedikit senang karena dapat melihat Martin dan Mark sengsara akibat tidak mempunyai uang untuk membeli minuman tersebut. 3) Tokoh saya mencoba membuat Martin dan Mark sengsara. Ia mengetahui bahwa mereka lapar kemudian mengiming-imingi kedua bocah tersebut dengan roti yang ia miliki.

4) Akhirnya mesin coca-cola dicabut setelah adanya kesepakatan dari sebagian besar penghuni apartemen. Mesin tersebut dinilai menjadi menjadi wabah bencana bagi para orang tua anak.

5) Tokoh saya melihat anak yang ia kira sebagai Martin lari menuju ke dekat lapangan bermain. Lantas ia bersembunyi di semak-semak, menunggu waktu yang tepat untuk bertindak. Setelah dirasa keadaan sekitar sepi, ia menghajar, melempar batu besar ke arah anak tersebut.

Sekuen 5 : Konflik Batin Tokoh Saya

1) Setelah menghajar anak kecil tadi dengan batu, tokoh saya ketakutan. Tokoh saya merasa bersalah dan menyesali perbuatannya.

2) Usaha tokoh saya mencelakai keluarga M tidak memudar. Tokoh saya berencana memasukkan pasir ke tangki bensin mobil keluarga M agar mereka tidak dapat merayakan liburan Thanksgiving. Namun rencana tersebut gagal akibat suasana tempat parkir yang ramai.

Gambar

Tabel 1. Pola Aktansial Greimas
Tabel 2. Struktur Fungsional
Tabel 3. Skema Aktansial Cerpen “Lelaki Tua Tanpa Nama”
Gambar 4. Skema Aktansial Pertama Cerpen “Keluarga M”
+7

Referensi

Dokumen terkait