Pergi Berlindung
IV. Tindakan Pergi Berlindung
Untuk memasuki pintu menuju ajaran Buddha tidaklah cukup dengan sekadar mengetahui acuan dari objek-objek-perlindungan. Pintu masuk ke ajaran ini adalah dengan pergi berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha. Untuk memahami makna dari objek-objek-perlindungan ini adalah satu hal, untuk pergi kepada mereka untuk berlindung adalah hal yang lain, dan merupakan tindakan pergi berlindung inilah yang merupakan pintu masuk sejati ke dalam ajaran.
Akan tetapi, apakah pergi berlindung itu? Pada pandangan pertama, tindakan tersebut terlihat seperti komitmen formal terhadap Tiga Permata yang diungkapkan dengan mengulang rumusan perlindungan, karena inilah tindakan yang menandakan penerimaan ajaran Buddha. Akan tetapi, pemahaman seperti itu adalah dangkal. Risalah-risalah
menyatakan dengan jelas bahwa pergi berlindung yang sejati melibatkan
jauh lebih banyak dibandingkan hanya sekadar mengulang rumusan
yang telah disusun sebelumnya. Mereka menunjukkan bahwa di bawah
pernyataan verbal mengambil perlindungan, terdapat proses lain yang berlangsung secara bersamaan yakni proses yang secara esensi adalah batin dan spiritual. Proses yang lain inilah yang merupakan komitmen mental terhadap pengambilan perlindungan.
Pergi berlindung, sebagaimana didefinisikan oleh kitab-kitab komentar, dalam kenyataannya adalah sebuah peristiwa kesadaran: “Ini adalah
tindakan kesadaran yang tanpa kekotoran batin, (dimotivasi) oleh keyakinan pada dan penghormatan terhadap (Tiga Permata), mengambil (Tiga Permata) sebagai penaungan yang tertinggi.”[3] Bahwa tindakan
ini dikatakan sebagai “tanpa kekotoran batin”, menekankan pada kebutuhan untuk ketulusan maksud. Perlindungan tidaklah murni jika diambil dengan motivasi yang terkotori – yang timbul atas dasar hasrat untuk pengakuan, harga diri, atau rasa takut disalahkan. Satu- satunya motivasi yang sahih untuk mengambil perlindungan adalah keyakinan dan penghormatan yang ditujukan kepada Tiga Permata. Tindakan kesadaran yang dimotivasi oleh keyakinan dan penghormatan menjadikan “pengambilan Tiga Permata sebagai penaungan yang
Pergi Berlindung
tertinggi,” (parayana). Bahwa Tiga Permata diambil sebagai
“penaungan yang tertinggi” berarti bahwa ia dipandang sebagai satu-
satunya sumber pembebasan. Dengan bergantung pada perlindungan beruas tiga sebagai penaungan yang tertinggi, pergi berlindung menjadi sebuah tindakan membuka dan penyerahan-diri. Kita menurunkan pertahanan-pertahanan kita di hadapan objek-objek perlindungan dan membuka diri kita kepada kapasitas mereka untuk membantu. Kita melepaskan ego kita, klaim kita terhadap kecukupan-diri, dan meraih
objek-objek-perlindungan dengan kepercayaan bahwa mereka dapat
membimbing kita untuk terlepas dari kebingungan, kegelisahan, dan penderitaan kita.
Seperti tindakan kesadaran lainnya, pergi berlindung adalah suatu proses yang kompleks yang terdiri dari banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga kemampuan dasar: kecerdasan,
kehendak, dan emosi. Untuk membawa tindakan pergi berlindung
ini ke fokus yang lebih jelas, kita akan mengambil proses mental yang berada di belakang tindakan yang berada di luar, membaginya ke dalam kemampuan-kemampuan ini, dan melihat bagaimana setiap kemampuan ini berkontribusi terhadap karakter keseluruhannya. Yaitu, kita akan memeriksa pergi berlindung sebagai tindakan kecerdasan, niat, dan emosi.
Akan tetapi, sebelum melakukan ini, satu kata peringatan diperlukan.
Fenomena tertentu apa pun mewakili sesuatu yang jauh melebihi apa
yang terlihat secara langsung bahkan bagi penyelidikan yang mendalam.
Sebuah benih, sebagai contoh, memiliki signifikansi yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan sebuah biji organik yang terlihat oleh mata. Pada satu sisi, di dalam benih tersebut terkumpul seluruh sejarah dari pohon-pohon yang membentuknya; di sisi lain, ia menunjuk pada banyak pohon yang berpotensi untuk tumbuh yang terkunci di dalam kulitnya. Seperti itu pula tindakan kesadaran yang terlibat dalam pengambilan
perlindungan mewakili kristalisasi dari suatu jaringan luas kekuatan-
arah. Jaringan itu secara serentak mewakili barisan-barisan pengalaman
yang menyatu dari pembentukannya yang keluar dari ceruk suram masa lampau dan barisan perkembangannya yang potensial di masa depan yang hampir tak terbayangkan dalam kandungannya yang sekarang. Ini juga berlaku pada tindakan mengambil perlindungan secara utuh dan pada setiap faktor pembentuknya: baik yang utuh maupun bagian- bagiannya harus dilihat sebagai kristalisasi sementara dengan suatu sejarah yang membentang luas, masa lalu dan masa depan, tersembunyi dari pandangan kita. Oleh karenanya, apa yang timbul dari penelitian analitis yang cermat pada tindakan-perlindungan harus dipahami sebagai hanya sebuah pecahan tentang apa yang dinyatakan secara tidak langsung oleh tindakan tersebut dengan latar belakangnya dan evolusinya di masa depan.
Bergantung pada tindakan mengambil perlindungan itu sendiri, kami
menemukan bahwa hal tersebut pertama-tama adalah sebuah tindakan
dari pengertian. Walaupun diinspirasi oleh rasa hormat dan rasa percaya, tindakan tersebut harus dipandu dengan visi, dengan sebuah kemampuan mempersepsikan yang cerdas yang memproteksinya dari bahaya-bahaya emosi buta. Kemampuan kecerdasan mengemudikan tindakan perlindungan menuju aktualisasi dari dorongan batinnya untuk pembebasan. Kecerdasan membedakan tujuan dari gangguan- gangguan, dan menghindarkan si calon menyimpang dari pencariannya akan tujuan untuk mengejar hasil akhir yang sia-sia. Untuk alasan ini,
kita menemukan bahwa di dalam rumusan dari jalan mulia beruas
delapan, pandangan benar disebutkan pertama. Untuk mengikuti jalan tersebut, kita harus melihat menuju ke mana jalur itu, ke mana ia pergi, dan langkah-langkah yang harus diambil untuk pergi dari satu titik ke titik lainnya.
Pada bentuk awalnya, kemampuan kecerdasan yang terlibat dalam
pengambilan perlindungan, memahami ketidakpuasan dasar dari eksistensi yang membuat penyandaran pada sebuah perlindungan menjadi perlu. Penderitaan harus dilihat sebagai suatu bagian penting
Pergi Berlindung
yang bersifat menembus yang menginfeksi eksistensi kita pada akarnya, yang tidak dapat dilenyapkan dengan obat peringan rasa sakit yang dangkal namun melalui penanganan yang menyeluruh. Kita harus
kemudian melihat lebih lanjut bahwa sebab-sebab dari ketidakpuasan
dan kegelisahan kita terletak di dalam diri kita sendiri, di dalam
kemelekatan, nafsu keinginan, dan kebodohan batin kita, dan bahwa
untuk terbebas dari penderitaan, kita harus mengikuti sebuah jalan yang memadamkan sebab-sebabnya.
Pikiran juga harus memahami keandalan dari objek-objek-perlindungan. Kepastian absolut seperti kekuatan yang membebaskan dari ajaran hanya dapat datang kemudian, dengan pencapaian jalan, namun sebuah
keyakinan yang cerdas bahwa objek-objek-perlindungan adalah mampu
untuk menyediakan perlindungan sudah harus dibentuk dari permulaan. Sampai ujung akhir ini, Buddha harus diperiksa dengan menyelidiki catatan-catatan hidup dan karakternya; ajarannya diperiksa untuk mencari kontradiksi dan irasionalitas; dan Sangha didekati untuk dilihat apakah ia pantas dipercayai dan diyakini. Hanya jika mereka lolos dari tes-tes ini, barulah mereka dapat dianggap sebagai sokongan-sokongan yang dapat diandalkan untuk pencapaian tujuan tertinggi kita.
Kecerdasan berperan tidak hanya pada saat keputusan awal untuk
mengambil perlindungan, namun terus di seluruh rangkaian praktik.
Pertumbuhan pengertian membawa suatu komitmen yang lebih
dalam terhadap perlindungan-perlindungan dan bertambah dalamnya perlindungan batin memfasilitasi pertumbuhan pengertian. Klimaks dari proses perkembangan timbal balik ini adalah pencapaian dari
jalan supraduniawi. Ketika jalan ini muncul, menembus kebenaran
dari ajaran, perlindungan menjadi tidak dapat diubah lagi, karena telah dibuktikan dengan pengalaman langsung.
Pergi berlindung juga merupakan sebuah tindakan dari kehendak. Tindakan ini merupakan hasil dari sebuah keputusan sukarela yang terbebas dari paksaan dan tekanan dari luar. Tindakan ini adalah sebuah
pilihan yang harus aparappaccaya, “tidak dipaksa oleh makhluk lain.”
Tindakan yang dipilih secara bebas ini membawa suatu restrukturisasi kehendak yang membawa banyak pengaruh. Apabila sebelumnya niat
tersebut mungkin pernah terpencar-pencar di antara berbagai minat dan urusan, ketika pengambilan perlindungan meraih kekuasaan, niat akan tersusun menjadi satu, ditetapkan oleh komitmen baru. Cita-cita spiritual menjadi pusat dari kehidupan batin, mengeluarkan urusan- urusan yang kurang krusial dan menurunkan urusan-urusan lainnya ke posisi yang lebih rendah dibandingkan arah cita-cita spiritual itu sendiri.
Dengan cara ini, tindakan perlindungan membawa sebuah harmonisasi
nilai-nilai kepada pikiran, yang kini naik dan menyatu dengan cita-cita fundamental untuk pembebasan sebagai tujuan penuntun dari semua kegiatan.
Tindakan mengambil perlindungan juga memberikan pengaruh terhadap sebuah pembalikan yang mendalam di dalam pergerakan niat. Sebelum perlindungan diambil, niat cenderung untuk bergerak
ke arah luar, mendorong perluasan tepian identitas-dirinya. Niat mencari peningkatan wilayah untuk diri, untuk memperlebar
jangkauan kepemilikan, kontrol, dan dominasi. Ketika perlindungan dicari di dalam ajaran Buddha, landasan akan disiapkan agar pola ini
dapat dilemahkan dan dibalik. Buddha mengajarkan bahwa dorongan
diri kita untuk perluasan-diri adalah akar dari ikatan kita. Itu adalah sebuah cara dari nafsu keinginan, dari cengkeraman dan kemelekatan, yang mengarah langsung kepada frustasi dan keputusasaan. Ketika ini dipahami, bahaya di dalam pencarian yang egosentris muncul ke
permukaan dan niat akan berbelok ke arah yang berlawanan, bergerak ke arah pelepasan keduniawian dan ketidakmelekatan. Objek-objek
kemelekatan akan pelan-pelan dilepaskan, rasa “Aku” dan “milikku” ditarik dari objek-objek di mana terhadapnya, mereka melekatkan dirinya sendiri. Pembebasan yang tertinggi sekarang terlihat ada, tidak di dalam perluasan dari ego sampai ke batas yang tanpa ujung, namun dalam pembasmian habis kebodohan batin-ego di dasarnya.
Pergi Berlindung
Aspek ketiga dari pergi berlindung adalah aspek emosional. Sementara pergi berlindung membutuhkan lebih dari sekadar kegairahan emosional, namun pergi berlindung juga tidak dapat berbuah sempurna tanpa tarikan ke atas yang menginspirasi dari emosi-emosi. Emosi- emosi yang masuk ke dalam tindakan berlindung pada prinsipnya ada tiga: kepercayaan, rasa hormat, dan cinta. Kepercayaan (pasada) adalah suatu perasaan percaya yang tenteram di dalam kekuatan protektif dari objek-objek-perlindungan, didasarkan pada suatu pengertian yang jelas akan kualitas-kualitas dan fungsi-fungsinya. Kepercayaan menimbulkan rasa hormat (gaurava), suatu perasaan kagum, penghargaan, dan pemujaan yang lahir dari suatu kesadaran yang semakin tumbuh akan
sifat luhur dan agung dari Tiga Permata. Namun, rasa hormat ini
tidak tetap dingin, formal, dan terpisah. Ketika kita mengalami efek yang mentransformasi dari Dhamma di dalam hidup kita, rasa hormat membangunkan (pema). Cinta menambahkan elemen kehangatan dan vitalitas pada kehidupan spiritual. Ia menyalakan api pengabdian, yang terungkapkan dalam tindakan-tindakan pelayanan penuh dedikasi yang kita cari untuk memperluas kapasitas yang sifatnya melindungi dan membebaskan dari perlindungan beruas tiga ini kepada makhluk lain.