• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mempertahankan kehidupan ekonomi petani perpola di Desa Munte Kecamatan

1.3. Tinjauan Pustaka

Aren (arenga pinnata meer) merupakan jenis palma yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, penyabarannya sangat luas di Indonesia. semua bagian dari tanaman aren mulai dari daun sampai akar dapat dimanfaatkan.

Tanaman ini mudah beradaptasi pada berbagai agroklimat, mulai dari daratan rendah hingga ketinggian 1400m di atas permukaan laut. Tanaman aren sebagian besar di usahakan oleh petani dalam skala kecil. Pengelolaan tanaman belum menerapkan teknik budidaya sehingga produktifitas rendah produk tanaman utama aren adalah nira. Prospek pengembangan tanaman aren mendukung kebutuhan pangan di Indonesia adalah gula aren maupun minuman tuak, cuka dan

alkohol. Selain itu tanaman aren dapat menghasilkan makanan seperti kolangkaleng dari buah betina yang sudah masak dan tepung aren untuk bahan kue, roti, dan biskuit, yang berasal dari pengelolaan bagian empeur batang tanaman.4

Pohon arena tau enau (Arenga Pinnata) merupakan pohon yang mengasilkan bahan-bahan industry sejak lama kita kenal. Hampir semua bagian atau produk tanaman ini dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi. Namun sayang, tanama ini kurang mendapat perhatian untuk dikembangkan atau dibudidayakan secara sunggu-sungguh oleh berbagai pihak. Padahal permintaan produk-produk yang dihasilkan tanaman ini, baik untunk kebutuhan ekspor maupun kebutuhan dalam negeriterus meningkat (Sunanto 1993)5.

Sejauh ini, meskipun manfaat pohon aren cukup luas, namun sebagai besar masyarakat yang telah mengenyam keuntungan dari keberadaan sumber daya hayati ini belum membudidayakan secara baik. Sebagian masyarakat Indonesia masih mengandalkan aren yang tumbuh secara alami untuk berbagai kebutuhan.

Nilai ekonomis yang dimiliki oleh produk-produk yang dihasilkan tanaman aren tersebut sangat dibutuhkan oleh pasar internasional sehingga mampu meningkatkan nilai ekspor yang berdampak pada peningkatan perekonomian nasional. Produk yang paling besar nilai ekonomisnya adalah gula aren (Burhanudin, 2005)6.

Dalam mengelola pertanian, petani merupakan unsur penting. Sebagian orang mengartikan pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan

4 https://arenindonesia.worprees.com/budidaya-aren/maret2019

5 Dikutip dari jurnal “analisis tambah usaha pengelola gula aren di Desa Suka Maju Kecamatan Sibolangit, kabupaten deli serdang. Oleh Wenni WulandariLubis, Luhut Sihombing, dan Salmiah, Mart2019

6 Burhanuddin, 2015. Prospek pengembangan usaha koperasi dalam produksi gula aren, jakarta

menanamnya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman musiman maupun tanaman tahunan dan tanaman pangan maupun tanaman non pangan serta serta digunakan untuk memelihara ternak maupun ikan. Pengertian tersebut sangan sederhana tidak dilengkapai dengan berbagai tujuan dan alasan mengapa lahan dibuka dan diusahakan oleh manusia. Eric Wolf dalam karyanya disebutkan:

“Pertanian adalah suatu mata pencaharian dan cara hidup, bukan suatu kegiatan untuk mencari keuntungan. Kita bisa mengatakan bahwa petani-petani yang mengerjakan pertanian untuk menambah modal kembali dan usaha, melihat tanahnya sebagai modal dan komoditi.

Seseorang melihat petani sebagai seorang yang mengedalikan secara efektif sebidang tanah yang dia sendiri sudah lama terikat oleh ikatan-ikatan tradisi dan perasaan”7.

Menurut Wolf (1985) mendefenisikan petani adalah penduduk yang secara eksistensial terlibat dalam cocok tanam dan membuat keputusan yang otonom tentang proses tanam. Kategori itu dengan demikian mencakup penggarapan atau penerima bagi hasil maupun pemilik penggarap selama mereka ini berada pada posisi pembuat keputusan yang relevan tentang bagaimana pertumbuhan tanaman mereka. Namun itu tidak memasukkan nelayan atau buruh tani tak bertanam. Wolf mengatakan peasant untuk petani pedesaan atau petani tradisonal peasant adalah orang desa yang bercocok tanam dipedesaan tidak di dalam ruangan tertutup (greenhouse) ditengah-tengah kota mereka bukan farmer atau pengusaha pertanian (agricultural entrepreneur) seperti yang di Amerika8.

Dalam pemikiran Wolf, petani (peasant) zaman dulu bersifat subsisten dengan prinsip dahulukan selamat (safety first). Peasant ditujukan kepada golongan yang mempunyai lahan pertanian dan mengerjakan lahan pertaniannya sendiri. Petani memproduksi hasil tani hanya untuk memenuhi kebutuhan

7 http://bentuk.blogspot.ci.id/2012/07/review-buku-masyarakat-petani-dan.html,Maret2019

8 Eric R. Wolf,petani. Suatu Tinjauan Antropologi, Cv Rajawali, Jakarta, 1985, halaman 2

hari saja dan tidak untuk mencari keuntungan. Tidak seperti farmer yang memproduksi hasil pertanian sebayak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri dan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari hasil tani.

Soekarwati menyebut peasant merupakan golongan terbesar dalam kelompok petani di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Soekarwati menjelaskan ciri-ciri petani sebagai peasant, yaitu:

1. Mengusahakan pertanian dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat.

2. Mempunyai sumber daya yang terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah.

3. Bergantung seluruhnya atau sebagai kepala produksi yang subsisten.

4. Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan yang lain.9

Perilaku ekonomi yang khas dari Keluarga petani yang berorientasi subsisten merupakan akibat dari kenyataan bahwa, berbeda dari suatu perusahaan kapitalis, ia sekaligus merupakan satu unit konsumsi dan unit produksi. Ekonomis petani bersumber pada kenyataan bahwa perjuangan untuk memperoleh hasil yang minimum Oleh karena mereka hidup begitu dekat dengan batas subsistensi dan menjadi sasaran permainan cuaca serta tuntutan- tuntutan dari pihak luar, maka rumah tangga petani tidak mempunyai banyak peluang untuk menerapkan ilmu hitung keuntungan maksimal menurut ilmu ekonomi neoklasik yang tradisional.

Satu hal yang khas ialah bahwa yang dilakukan oleh petani yang bercocok tanam

9 Soekarwati, dkk, Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pembangunan Petani Kecil, h. 1.

itu adalah berusaha menghindari kegagalan yang akan menghancurkan kehidupannya dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan mengambil resiko. Oleh karena itu ada 3 prinsip sikap dari petani terkait dengan pertaniannya yang dikembangkan oleh Scott, yakni sebagai berikut:

a. Dahulukan Selamat : Ekonomi Subsistensi

Prinsip “safety-first” alias dahulukan selamat inilah yang melatarbelakangi banyak sekali pengaturan teknis, sosial dan moral dalam satu tatanan agraris pra-kapitalis. Penggunaan lebih dari satu jenis bibit, cara bertani tradisional Eropa pada lahan-lahan yang terpencar-pencar, merupakan sekedar dua contoh tentang cara-cara klasik untuk menghindari resiko yang tidak perlu, seringkali dengan akibat berkurangnya hasil rata-rata.

Kaum ekonomi moral petani memandang keamanan sebagai sesuatu yang paling penting. Mengingat bahwa, petani itu miskin dan selalu dekat dengan garis bahaya, sehingga penurunan sedikit saja terhadap produksi dapat menimbulkan bencana besar bagi kelangsungan hidup rumahtangga mereka. Perhatian besar terhadap subsistensi dan keamanan ini dinamakan prinsip “dahulukan selamat”(safety first): para petani enggan mengambil resiko dan lebih memusatkan diri pada usaha menghindarkan jatuhnya produksi, bukan pada usaha memaksimumkan keuntungan-keuntungan harapan.

Strategi “dahulukan selamat” menurut petani dapat mengesampingkan pilihan-pilihan yang mengandung resiko-resiko kerugian yang besar yang dapat membahayakan subsistensinya.

b. Etika Subsitensi

Scott menjelaskan “etika subsitensi”. Yaitu etika yang terdapat di kalangan petani yang merupakan konsekuensi dari satu kehidupan yang begitu dekat dengan garis batas. Misalnya, sekali panen yang buruk hanya tidak akan berarti kurang makan. Agar dapat makan, petani mungkin terpaksa mengorbankan rasa harga dirinya dan menjadi beban orang lain, atau menjual sebahagian dari tanah atau ternak sehingga memperkecil bagi petani untuk mencapai subsistensi yang memadai tahun berikutnya. Secara kasarnya dapat dikatakan bahwa masalah yang dihadapi keluarga petani adalah bagaimana dapat menghasilkan beras yangcukup untuk makan keluarga, untuk membeli beberapa barang kebutuhan seperti garam dan kain, dan untuk memenuhi tagihan-tagihan yang tak dapat ditawar-tawar lagi dari pihak-pihak luar. Perilaku ekonomis petani bersumber pada kenyataan bahwa perjuangan untuk memperoleh hasil yang minimum bagi subsistensi berlangsung dalam konteks kekurangan tanah, modal, dan lapangan kerja diluar.

c. Distribusi Resiko dalam Masyarakat petani

Dengan resiko menjelaskan tentang dua tuntutan yang tipikal idealnya dari pihak luar atas sumberdaya petani. Sikap menghindari resiko dari petani ini, juga dikemukakan untuk menjelaskan mengapa petani lebih suka menanam tanaman subsistensi dari pada tanaman bukan pangan yang hasilnya untuk dijual. Misalnya pemutusan dalam tanaman “komersil”. Peralihan dari produksi subsistensi ke produksi komersil hampir selalu memperbesar resiko. Tanaman subsitensi yang berhasil sedikit-banyaknya menjamin persediaan pangan keluarga, sedangkan nilai tanaman komersil yang tidak dapat dimakan tergantung kepada harga pasarnya.

Scott memandang wajar sekali bahwa petani yang setiap musim bergulat dengan lapar dan segala konsekuensinya. Petani seperti ini mempunyai pandangan yang agak berbeda tentang soal mengambil resiko dibandingkan dengan penanaman modal yang main “ditingkat atas”. Sikap menghindari resiko juga dikemukakan untuk menjelaskan mengapa petani lebih suka menanam tanaman subsistensi dari pada tanaman bukan pengan yang hasilnya untuk di jual. Hal tersebut dilakukan petani dengan alasan rasionalnya ialah, jika petani menanam tanaman subsistensi maka hasil produksi tanaman dapat di memenuhi kebutuhan dasar keluarga atau sedikit banyaknya dapat menjamin kebutuhan pangan keluarga. Berbeda dengan jenis tanaman komersil, jika petani menanam tanaman komersil petani akan bergantung dengan harga pasar yang terkadang tidak stabil.

James C. Scott, menambahakan bahwa para petani adalah manusia yang terikat sangat statis dan aktivitas ekonominya. Mereka dalam aktivitasnya sangat tergantung pada norma-norma yang ada.

Penekanan utama adalah pada moral ekonomi petani yang dikemukakan Scott yang menekankan bahwa petani cenderung menghindari resiko dan rasionalitas. pertama kalinya teorinya tentang bagaimana “etika subsistensi” (etika untuk bertahan hidupdalam kondisi minimal) melandasi segala perilaku kaum tani dalam hubungan sosial mereka di pedesaan, termasuk pembangkangan mereka terhadap inovasi yang datang dari penguasa mereka. Itulah yang disebut sebagai

“moral ekonomi” yang membimbing mereka sebagai warga desa dalam mengelola kelanjutan kehidupan kolektif dan hubungan sosial resiprokal saat menghadapi tekanan-tekanan struktural dari hubungan kekuasaan baru yang mencengkam.

Ekonomi moral dengan ciri khas “desa” dan “ ikatan patron-klien”

pendekatan ekonomi moral menunjuk “desa” dan “ ikatan patron-klien” sebagai dua institusi kunci yang berperan dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan anggota komunitas. Fungsi operasional desa yang menjamin suatu pendapatn minimum, dan meratakan kesempatan serta resiko hidup warganya dengan jalan memaksimumkan keamanan dan meminimalkan resiko warganya.

Dalam fungsinya itu desa menerapkan aturan dan prosedur bagi terciptanya sebuah kondisi dimana warga desa yang miskin ( siapa mendapat apa) akan tetap memperoleh jaminan pemenuhan kebutuhan subsisten minimum dengan cara menciptakan mekanisme kedermawanan dan bantuan dari warga desa yang kaya ( siapa meberi apa). Desa akan memberikan jaminan kebutuhan subsisten minimum kepada seluruh warga desa, sejauh sumber-sumber kehidupan yang dimiliki desa memungkinkan untuk melakukan itu. Institusi yang menjadi pasangan desa adalah ikatan patron-klien. Intitusi ini tercipta dalam kondisi-sosial ekonomi yang timpang: ada sebagian orang yang menguasai sumber-sumber kehidupan, sementara yang lainnya tidak.

Ikatan patron-klien bersifat rangkap yang meliputi hubungan timbal-balik antara dua orang yang di jalin secara khusus (pribadi) atas dasar saling menguntungkan, serta saling memberi dan menerima (legg, 1983). Dalam ikatan ini pihak patron memiliki kewajiban untuk memberi perhatian kepada kliennya layaknya seorang bapak kepada anaknya. Dia juga harus tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan kliennya. Sebaliknya, pihak klien memiliki kewajiban untuk menunjukkan perhatian dan kesetian kepada patronnya layaknya seorang anak kepada bapaknya. Langgeng tidaknya sebuah ikatan patron-klien bergantung pada

keselarasan antara patron dan klien dalam menjalankan hak dan kewajiban yang melekat pada masing-masing pihak dengan terjalinnya hubungan yang saling menguntungkan,serta saling memberi dan menerima. Desa dan ikatan patron-klien ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Desa berperan dalam mengatur distribusi sumber-sumber kehidupan yang tersedia di dalam desa untuk menjamin tersedianya sumber-sumber kehidupan yang dibutuhkan warganya, sementara ikatan patron-klien menjadi institusi yang memungkinkan terjadinya distribusi kekayaan, sumber-sumber kehidupan di dalam desa, dari si kaya kepada si miskin melalui praktik-praktik ekonomi dan pertukaran sosial diantara warga desa.

Jaminan yang diberikan desa dan ikatan patron-klien tertuju pada pemenuhan kebuthan subsisten warga desa.

Pada intinya berdasarkan perilaku ekonomi subsisten yang dikemukakan oleh Scott ini hanya diarahkan kepada sikap petani dalam memenuhi kebutuhan hidup paling minimal. Perilaku petani ini bukan terlahir sendirinya atau sudah demikian adanya, yang terbentuk berdasarkan kondisi kehidupan, lingkungan alam, dan sosial-budaya, yang menempatkan petani berada dalam garis antara hidup dan mati, makan dan kelaparan.

Kondisi yang membentuk etika subsistensi sebagai kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber agraria, kondisi petani sangat rentan terhadap gangguan yang berasal dari alam, bencana, ancaman hama, cuaca dan sebagainya. Sementara sebagai warga komunitas desa, hal tersebut memberikan arah terhadap petani tentang bagaimana mensiasati pertaniannya, dan bukan mengubah kondisi dan tekanan yang datang dari lingkungan alam dan sosialnya. Melalui prinsip dan cara hidup yang berorientasi pada keselamatan

prinsip mengutamakan selamat dalam menghindari setiap resiko yang dapat menghancurkan hidupnya. Kondisi inilah yanga dimaksud Scott telah melahirkan

“etika subsistensi”, yakni kaidah tentang benar atau salah”, kondisi yang membimbing petani unutk mengatur dan mengelola sumber-sumber kehidupan (agraria).

Dalam pilihan tindakan secara kolektif, prinsip moral ini menekankan petani untuk bersikap: pengorbanan yang harus dikeluarkan termasuk resikonya, hasil yang mungkin diterima, bila menguntungkan mereka akan ikut dan bila tidak mereka akan pasif, proses yang pertimbangkan petani apakah bermanfaat kolektif atau tidak, dan terakhir kepercayaan pada kemampuan pemimpin, dalam hal ini ialah tuan tanah. Situasi yang krisis, untuk tetap bisa mempertahankan subsistensinya, para petani harus memiliki strategi untuk mempertahankannya, strategi tersebut dalam scott (1983) dinamakan dengan mekanisme survival, terdapat 3 mekanisme survival:

1. Menggunakan relasi atau jaringan sosial, meminta bantuan relasi atau jaringan sosial seperti sanak saudara, kawan-kawan sedesa atau memanfaatkan hubungan dengan perlindungan patron. Dimana hubungan patron-klien merupakan bentuk pertolongan asuransi dikalangan petani.

2. Alternatif subsistensi, menggunakan alternatif subsisten yaitu swadaya yang mencakup kegiatan seperti berjualan kecil-kecilan, bekerja sebagai tukang, sebagai buruh lepas, atau melakukan migrasi untuk mencari pekerjaan. Cara ini dapat melibatkan seluruh sumber daya yang ada di dalam rumah tangga miskin, terutama istri sebagai pencari nafkah tambahan bagi suami.

3. Mengikat sabuk lebih kencang, mengurangi pengeluaran untuk pangan dengan jalan makan hanya sekali sehari dan beralih ke makanan yang mutunya lebih rendah, seperti beralih makan jewawut atau umbi-umbian.10 Petani dan lahan merupakan dua sisi yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Lahan merupakan sarana yang dimiliki petani untuk beraktifitas dalam mempertahankan keberlangsungan kehidupan keluarganya, dengan terbatasnya lahan yang petani miliki maka mereka harus menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut. Bagi petani, alam dan manusia memiliki keterkaitan hubungan yang erat, sebagai aset penting yang dimiliki oleh mereka. Masyarakat pedesaan merupakan masyarakat yang pekerja keras dan dinamis. Nilai kerja merupakan perilaku manusia yang dapat terjadi sebagai bagian dari sistem norma masyarakat. Maka dengan mudah mereka dapat beradaptasi dengan keadaan. Hal itu terjadi karena individu bebas memilih alternatif tertentu secara rasional untuk mencapai tujuan.

Dalam kehidupannya, manusia hidup dengan alam secara timbal balik, yakni bagaimana manusia beradapatasi dengan alam agar dapat bertahan demi keberlangsungan hidupnya dengan mengalihkan energi dari alam pada dirinya.

Adaptasi merupakan sifat sosial dari setiap manusia yang akan muncul akibat adanya kebutuhan tujuan, dan hasrat para individu.

Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian individu, kelompok terhadap norma-norma, perubahan agar dapat disesuaikan dengan kondisi yang diciptakan. Lebih lanjut tentang proses

10 James C. Scott: Moral Ekonomi Petani”pergolakan dan subsistensi di Asia Tenggara. 1982

penyesuaian tersebut Aminuddin (dalam Rabanta, 2009:18) menyebutkan bahwa penyesuaian dilakukan demi tujuan-tujuan tertentu, diantaranya:

1. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan 2. Menyalurkan ketegangan sosial

3. Mempertahankan kelangsungan keluarga/unit sosial 4. Bertahan hidup11

Kebudayaan sebagai suatu kesatuan yang holistik memfokuskan pada watak khas atau etos yang dipancarkan oleh kebudayaan itu sendiri. Dalam penelitian etos (etos kebudayaan) yang berarti watak khas yang dipancarkan oleh suatu kebudayaan suatu budaya atau komuniti. Seseorang ahli dapat mendiskripsikan etos dari suatu kebudayaan terutama mengamati tingkah laku dan gaya hidup dari warga suatu kebudayaan dan juga menganalisis sifat-sifat dari berbagai unsur-unsur dalam kebudayaan, seperti unsur-unsur sistem mata pencarian hidup.

Sistem ekonomi misalanya mempunyai wujud sebagai konsep, rencana, kebijakan, adat-istiadat yang terhubung dengan ekonomi, tetapi mempunyai juga wujudnya yang berupa tindakan dan interaksi berpola antara produsen, tengkulak, pedagang, ahli transportasi, pengecer dan konsumen, dan selain itu dalam sistem ekonomi terdapat juga unsur-unsurnya yang berupa peralatan, komoditi, dan benda ekonomi12. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya individu tersebut melakukan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dimaksud adalah kegiatan ekonomi dalam usaha memperoleh sumber daya yang merupakan kebutuhan hidup dari individu tersebut. untuk memperoleh sumber daya maka perlu

11 James C. Scott: Moral Ekonomi Petani”pergolakan dan subsistensi di Asia Tenggara. 1982

12 Sejarah teori antropologi II, Koenjaraningrat.—cet.1. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Perss),1990hal45

dilakukan suatu usaha baik usaha kecil maupun usaha besar makan perlu dilakukan suatu usaha kecil maupun usaha besar dan juga melaukan suatu pekerjaan baik pekerjaan sektor formal dan sektor informal. Seperti yang dikatan Damsar dan indrayani (2016) mengatakan:

“… Ekonomi merupakan suatu usaha dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaan yang berhubungan dengan pengalokasian sumber daya masyarakat (rumah tangga dan pebisnis/perusahaan) yang terbatas diantara bervagai anggotanya, dengan mempertimbangkan kemanpuan, usaha, dan keinginan masing-masing. Dengan kata lain bagaimana masyarakat termasuk rumah tangga dan pebisnis/perusahaan mengelola sumber daya yang langka melalui suatu pembuatan kebijakan dan pelaksanaannya. Masyarakat sebagai realitas eksternal-objektif akan menuntut individu dalam melakukan kegiatan ekonomi seperti yang diproduksi, bagaimana memproduksi, dan dimana memproduksi nya yang mana tuntutan tersebut biasaya dipengaruhi oleh budaya. Tindakan ekonomi biasanya tidak berada di ruang hampa, suatu ruangan yang tidak melibatkan hubungan sosial dengan orang atau kelompok lain tetapi pada umumnya sebuah tindakan ekonomi terjadi dalam konteks hubungan sosial dengan orang lain sehingga tindakan ekonomi dapat berlangsung dengan melibatkan kerjasama, kepercayaan dan jaringan, atau sebaliknya suatu tindakan ekonomi dapat menghasilkan perselisihan, ketidakpercayaan dan pemutusan hubungan…”13

Dari penjelasan Damsar dan Indrayani tersebut dikatakan bahwa suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu merupakan usaha yang dilakukan individu atau kelompok dalam mengelola sumber daya. Apa yang boleh danbagaimana memproduksi serta mengola sumber daya tersebut, dan kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak bersifat individualis melain kan melibatkan kerjasama dengan orang lain dalam masyarakat.

Petani itu hidup di dunia sosial, dimana mereka secara ekonomis maupun politik dirugikan. Mereka tidak memiliki cukup capital atau kekuasaan untuk mempegaruhi masyarakat kota. Akan tetapi mereka tidak berkhayal tentang

13 Damsar , Indrayani. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi.. Halm9

kedudukan mereka. Memang, mereka sering tidak mengerti sama sekali tentang dunia angan-angan mobilitas sosial, pengasuh-pengasuh….. dan kemungkinan akan adanya pertumbuhan ekonomi, dan bukan suatu stabilitas yang berkisar di sepanjang pembatasan bencana (Diaz, 197:56)14.

Penelitian sebelumnya pernah dilakukan pada tahun April 2013, yakni tentang kondisi sosial ekonomi petani pernah dilakukan oleh Wenny Wulandari Lubis, Luhut Sihombing, dan Salmiah. Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Dengan Judul Analisis Nilai Tambah Usaha Pengolahan Gula Aren Di Desa Suka Maju Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Hasil dari penelitin tersebut adalah Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang potensial untuk usaha pengolahan gula aren di Provinsi Sumatera Utara, tepatnya di Kecamatan Sibolangit, Desa Suka Maju. Pengolahan gula aren yang berasal dari bahan baku nira ini ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah dari nira tersebut.

Dalam penelitian tersebut fokus permasalahan yaitu: 1. Berapa besar pendapatan yang diperoleh petani dari usaha pengolahan gula aren di daerah penelitian? 2. Berapa besar nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan gula aren di daerah penelitian? 3. Apa saja masalah yang dihadapi petani dalam usaha pengolahan gula aren di daerah penelitian? Pada rumusan masalah nomor tiga ada kesamaan dalam penelitian yang akan saya lakukan, yaitu apasaja masalah yang dihadipi petani dalam usaha pengelolahan gula aren. untuk rumusan masalah yang nomor satu hanya berfokus pada berapa besar pendapatan yang diperoleh petani dari usaha pengolahan gula aren dan rumusan masalah nomor dua berfokus pada

14 Antropologi budaya “suatu perspektif kontemporer” edisi kedua. Keesing M. Roger. Halm198

berapa besar nilai tambah yang dari usaha pengolahan gula aren. Sedangkan penelitian yang akan saya lakukan focus penelitian tidak hanya pada nilai

berapa besar nilai tambah yang dari usaha pengolahan gula aren. Sedangkan penelitian yang akan saya lakukan focus penelitian tidak hanya pada nilai

Dokumen terkait