• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRAUMA GI TRACT BAWAH Penelitian oleh dauterive et al: Organ

Dalam dokumen ILMU BEDAH Fk Unsoed-libre (Halaman 88-94)

CHOLESYSTITIS AKUT

G. TRAUMA GI TRACT BAWAH Penelitian oleh dauterive et al: Organ

abdomen yg plg sering terkena dampak trauma abdomen: Hepar 64%, Lien 52%, Usus halus 48%. Bila terjadi keteribatan kolon transversum tdpt kemungkinan tjd trauma pd pancreaticoduodenal. Trauma lain yg berhubungan erat dgn kerusakan organ intra abdomen: Skeletal 53%, Facial 33%, Neurologic 32%, Thoracic 10%

 Mekanisme trauma

Mekanisme yg dpt menyebabkan perforasi organ beronggga akibat trauma tumpul adl:

Tekanan yg tjd ant vertebra dan dinding abdomen anterior

Robekan tangensial pd suatu titik tertentu sepanjang us

Peningkatan tekanan intraluminal yg tiba2.

Kontusio dpt menyebabkan 16% usus halus mengalami perforasi dan 12% kolon mengalami perforasi. Bila lgs teridentifikasi lewat laparatomy segmen usus halus yg perlu dieksisi berkurang 86-60% dan pada kolon 73-27% dibanding bila pasien dirawat secara konservatif dulu.

 Trauma kolon

Insidensi:

 Kedua tersering pd luka tembak  Ketiga tersering pd luka tusuk

 Relatif tdk tll sering pd trauma

tumpul (2-5%) Morbiditas – 20-35%

Mortalitas – 3-15%

Sejarah

Colon repair br dilakukan stlh pd i 1943 – colostomy pertama dilakukan 1950’s –kemajuan dalam ‘trauma care’

1979 – stone dan fabian –melakukan

penelitian mengenai safety dan efficacy repair primer pd pasien tertentu utk pertama kali

1980’s – skrg – penelitian ttg repair

primer

Penegakkan diagnosis:

 Pemeriksaan fisik • Tanda peritoneal

• Rectal toucher – darah adl tanda

sensitif

• Dialisis peritoneal lavage  X-ray, ct

Faktor resiko dilakukan repair primer

Penundaan terapi (>12 jam) Prolonged shock

86 Kontaminasi faeces

>4-6 unit prc yg dibutuhkan

Kdg membutuhkan mesh untuk menutup dinding abdominal

Skor derajat trauma Skor menurut flint

I: segmen kolon yg terkena minimal, tak ada shock, kontaminasi minimal, penundaan operasi minimal.

II: laserasi total dgn kontaminasi moderate

III: kehilangan jaringan yg luas, devaskularisasi, kontaminasi berat. Keuntungan – simpel

Kerugian – tdk menilai trauma pd

tempat lain Pilihan terapi

 Dua tahap

 Repair dan protective-ostomy

 Reseksi dan pembentukan stoma di

proximal

• Distal hartmann’s atau mucous

fistula

 Exteriorisasi dari segmen usus – sdh

jarang dilakukan

 Satu tahap

 Simple suture repair (jahitan usus)  Reseksi dan anastamosis primer

Komplikasi

Selalu anggap sbg multiple injury.

 Perdarahan  Syok hemoragis  Peritonitis  Kematian

Penatalaksanaan

 Managemen trauma : a-b-c

 Abdominal tap dan abdominal lavage  Supportif: (iv, ngt, dc, o2)

 Antibiotik  Analgetik  Laparatomy  Konservatif Anastamosis  Stapled vs. Hand-sewn

 Brundage et al. J trauma. 1999  Multicenter retrospective cohort

design

 “kebocoran anastomosis dan abses

intraabdomen lebh sering tjd pd metode anastomosis menggunakan

87 Anastomosis

 Kesimpulan

Trauma colon mempunyai morbiditas dan mortalitas.

Pilihan utk melakukan repair primer sgt tergantung pd situasi yg terjadi.

Msh tjd kontroversi dilakukannya primer repair atau tindakan colostomy sementara. Metode repair primer dgn jahitan lbh baik dr metode stapler

Penundaan operasi dpt menyebabkan kontaminasi yg lbh luas, memperburuk luka usus yg terjadi dan juga menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik bahkan utk dilakukannya colostomy sementara.

Mortalitas dari trauma tumpul intestinal mencapai 10% - 30%. Mortalitas lebih bergantung pd derajat multiple trauma yg terjadi, bukan pd lokasi taruma usus atau management pembedahannya.

Diagnosis adanya perforasi usus yg terlambat meningkatkan mortalitas 25% - 33%.

CT scan dan laparatomy emergency dpt menegatasi tertundanya diagnosis adanya perforasi usus.

USG adalah salah satu alat bantu penegakkan diagnosis, tp mempunyai keterbatasan dlm hal deteksi dini adanya perforasi

H. PERITONITIS

• Definisi

Proses peradangan pada peritonium baik peritonium viscerale maupun parietale

Terdapat suatu gejala yang disebut peritonism, yaitu akibat rangsangan peritonium tanpa adanya proses radang, misalnya perdarhan intra abdominal

• Pembagian

Menurut peradangannya:

– Lokal: peradangan msh terlokalisir. – Difusa: peradangan sdh menyebar.

Ada tidaknya bakteri yg terlibat : septik dan aseptik

Menurut perjalanannya: primer dan sekunder

88

• Peritonitis primer

Bila sumber infeksi intra abdominal tidak jelas dan infeksi bersifat blood borne (dari sumber lain lewat darah ke peritonium)

• Peritonitis sekunder

Bila ditemukan sumber mikro organisme yang terkontaminasi di peritonium, dikaitkan dengan defek anatomi yang membutuhkan kontrol mekanis.

• Kholesistitis, appendiksitis dan

perforasi gastrointestinal merupakan sumber peritonitis yang plg banyak

• Etiologi

Appendiks yang ruptur Perforatsi usus krn pud Diverticulitis

Gangrenous gall bladder Ulcerative colitis

Trauma

Peritoneal dialysis

– Patofisiologi

Terjadi krn terkontaminasinya cavum peritonium yang normalnya steril dgn infeksi atau bahan kimiawi (asam lambung).

Infeksi biasanya disebabkan oleh flora normal usus escherichia coli, klebsiella, proteus, pseudomonas. Proses inflamasi menyebabkan pergeseran cairan ke ruang peritoneal (third spacing); menyebabkan hipovolemia, lalu septikemia.

• Patogen

Patogen terbanyak yg ditemukan dalam usus

– Gram negatif : e. Colli – Gram positif : enterococcus – Anaerob : bacteriodes fragillis

Gram positif sensitif penicillin, gram negatif sensitif

aminoglikosida, anaerob sensitif metronidazole

• Diagnosis

Gambaran klinis tergantung dari penyebabnya, perluasan, peradangan, kondisi penderita dan waktu mulai timbulnya:

1. Nyeri perut merupakan gejala yg

khas. Tiba-tiba, makin lama makin hebat, terus menerus dan dirasakan di seluruh perut.

2. Mual dan muntah

3. Diare atau konstipasi dpt terjadi • Tanda

Syok: dpt terjadi pd penderita peritonitis (septik, hipovolemia atau neurogenik).

Biasanya demam.

Distensi abdomen, scr cepat melemah smp hilang.

Nyeri tekan dan rigiditas (defans muskular) seluruh dinding perut. Pd usia lanjut atau keadaan umum yg jelek dpt tdk begitu jelas

• Manifestasi

Bergantung pd derajat dan luas infeksi, usia dan keadaan umum pasien.

Biasanya dtg dgn keluhan akut abdomen yg difus dan berat. Bertambah sakit bila bergerak. Nyeri biasanya dpt dilokalisir dekat lokasi infeksi.

Otot abdomen biasanya sgt kaku spt papan.

Menurunnya peristaltik usus menyebabkan ileus paralitik.

Suara usus menghilang dengan distensi abdomen yg progresif. Menyebabkan meningkatnya sekresi tract gastrointestinal shg tjd nausea and vomitus.

Sistemik  Demam, Malaise,

Takikardia dan takipnea Enggan bergerak dan disorientasi, Oliguria dgn tanda2 dehidrasi dan shock

89

• Laboratorium Lekositosis,

Hematokrit meningkat, Asidosis metabolic. Bila telah lanjut: gagal nafas, gagal ginjal, gagal hati

• Radiologis

X-ray  Terlihat gambaran ileus

paralitik, dinding usus tampak menebal

• Penatalaksanaan  Penegakkan

diagnosis, Identifikasi penyebab, Pencegahan komplikasi lanjut

• Terapi  Atasi syok, koreksi cairan

dan elektolit terapi; Antibiotik spektrum luas diberikan secara empirik, kemungkinan diubah setelah ada hasil kultur dan tes sensitifitas; Support nutrisi; Pembedahan. Jalur iv utk mempertahankan volume vascular dan keseimbangan elektrolit. Posisi

berbaring secara fowler’s utk

melokalisir infeksi dan mempertahankan ventilasi paru. Dekompresi usus dgn pemasangan ngt atau rectal tube, berfungsi utk:

– 1.mengurangi distensi abdomen krn

ileus paralitik

– 2.npo

• Terapi pembedahan

Menutup atau menjahit sumber infeksi

Menghilangkan/ membersihkan kontaminan di rongga perut

Antibiotika dosis tinggi tidak dpt menggantikan peran pembedahan. Pembedahan tanpa antibiotika akan terjadi infeksi pasca operasi.

• Pembedahan

Laparotomy emergency utk menghilangkan penyebab (menutup perforasi, menghilangkan jaringan yg terinflamasi)

Peritoneal lavage: mencuci cavum peritonium dgn cairan isotonis hangat selama pembedahan utk mencairkan sisa bakterial dan menghilangkan kontaminan

Dilakukan pemasangan drain utk meneruskan proses drainage post op

• Keadaan khusus

Pasien lansia atau dgn imunosupresi 1.tanda klasik minimal

2.disorientasi berlebihan 3.menurunnya urin output

4.keluhan abdominal yg tdk jelas 5.beresiko salah diagnosis dan meningkatkan mortalitas

• Komplikasi

Mengancam jiwa, tingkat kematian mencapai 40% dari seluruh kasus Abses

Adhesi Septikemia Septik syok

90 I. APP AKUT

 Epidemiologi

Kondisi tersering yg membutuhkan tindakan pembedahan pd anak. 1 dari 15 populasi normal (7%) mengalami appendicitis.

Insidensi puncak 10 - 30 tahun. Perbandingan pria:wanita = 2:1. 1/3 kasus mengalami ruptur.

Angka mortalitas <1%, meningkat smp ~5% pd pasien anak dan lansia. Sampai sekitar 30% letak appendiks bervariasi  Retroperitoneal;

Pelvical, retroileal atau retrocolical

 Definisi

Peradangan akut dari appendiks vermiformis

Variasi letak app

 Patofisiologi

Obstruksi lumen

Appendicoliths, parasit (ascaris, enterobius), benda asing, carcinoid, lymphoid hyperplasia (pd anak) Produksi mukos distal & pertumbuhan berlebihan dari bakteri

Distensi  perfusi berkurang 

ischemia  perforasi  Manifestasi klinis klasik

Nyeri periumbilical yg tersamar vague periumbilical pain 

anoreksia, nausea, vomitus 

migrasi nyeri ke rlq  demam  Gejala umum Neri abdomen ~100% Anorexia ~100% Nausea ~90% Vomitus ~75% Migrasi nyeri ~50%

Perjalanan gejala klasik ~50% Gejala yg berlangsung selama 24-36 jam jarang pd appendiks yg non perforasi

 Pemeriksaan Fisik

Nyeri Tekan Kuadran Kanan Bawah

Demam – Biasanya Low Grade

38.0ºC

 Tanda peritoneal:

Nyeri tekan rebound – plg baik

dimunculkan lewat perkusi Kekakuan otot perut

Tanda inflamasi peritoneal lain: Psoas sign

Nyeri pada ekstensi dari tungkai kanan

 Pd apendiks yg letaknya

retroperitoneal retrocecal Obturator sign

Nyeri pd saat rotasi internal dari tungkai kanan

 Pd letak appendik yg pelvical Rovsing’s sign

 Nyeri Di RLQ Saat Palpasi Pd LLQ  Pemeriksaan laboratorium

Lekosit > 10,000  Ditemukan

Pada 80% kasus appendicitis; ditemukan pd 70% kasus dgn nyeri di RLQ

Urine analisis  Dpt terlihat pyuria

ringan, proteinuria & hematuria; Biasanya digunakan utk menyingkirkan kasus kelainan traktus urinarius

Pemeriksaan radiologis  Foto

polos abdomen; Non-specifik

 Ultrasound  Sensitivitas 85%  Specificitas 92%  CT SCAN  Sensitivitas 90 – 100%  Specificitas 95 – 97%

91  Ultrasound  Keuntungan  Non invasif  Terjangkau  Dpt mendiagnosis kelainan sistem reproduksi wanita  Kerugian  Bergantung pd keahlian operator

 Dikacaukan oleh adanya

gas dlm usus  Menimbulkan nyeri  CT SCAN  Keuntungan  Lebih akurat  Dpt mengidentifikasi

plegmon dan abses lebih baik  Dpt mengidentifikasi appendiks normal  Kerugian  Mahal  Radiasi  Kontras  Diagnosis banding Acute cholecystitis

 Obstruksi duktus sistikus

 Nyeri kuadran kanan atas atau

nyeri daerah epigastrik yg menjalar ke scapula kanan nausea-vomitus, demam.

 Murphy’s sign atau pembesaran

kantung empedu

 Peningkatan lft, amylase  Diagnosis banding

Obstruksi usus halus

 Disebabkan oleh adhesi, hernia  Kram, nyeri periumbilical,

nause-vomitus, suara peristaltik yg keras

 Xray- segmen usus membesar

dgn air fluid level

 Obstruksi partial vs total  Diagnosis banding

Perforasi ulkus duodenum

 Biasanya di anterior bulbus duodenum  Acute abdomen dgn peritonitis  Cxr dgn udara bebas intraperitoneal di bawah diafragma

 Diagnosis banding gynekologi

Kehamilan ektopik terganggu Torsi ovarium Pid/toa  Penatalaksanaan  Tanpa perforasi  Appendectomy  Angka negative appendectomies yg tinggi ~20%  Dgn perforasi  Pembedahan – segera  Managemen non operatif  Antibiotik  Observasi  Ct guided drainage

Dalam dokumen ILMU BEDAH Fk Unsoed-libre (Halaman 88-94)