Tujuan riset tindakan dalam dunia pendidikan adalah sebagai berikut (Soeparno, 2008:17):
Untuk melakukan perubahan atau peningkatan praktek pendidikan yang teliti secara lebih langsung.
Untuk mendekatkan hasil penelitian dengan praktek guru di lapangan sehingga
berdasarkan hasil riset guru dapat memperbaiki kinerjanya.
Mengembangkan profesionalitas para pendidik dalam lingkup kerja.
4) Sifat Penelitian Tindakan
Riset tindakan memiliki beberapa sifat (Johnson, 2005:22-25; Kemmis, 1997:173-179; Sukardi, 2003:211-212) sebagai berikut:
Problem yang dipecahkan merupakan persoalan praktis yang dihadapi oleh
praktisi pendidikan dan riset tindakan dilakukan oleh praktisi pendidikan sendiri.
Sampelnya kecil, terbatas: siswa perorangan, kelas, beberapa kelas; kecuali bila riset menyangkut seluruh sekolah. Namun hasil riset pada satu kelas tidak dapat diterapkan pada kelas yang lain.
Riset tindakan pendidikan dilakukan secara sistematis dengan metodologi yang
jelas. Metodologi tidak perlu terlalu ketat dan tidak perlu berpikir pada efektivitasnya. Persoalannya adalah pada apa yang terjadi dan bagaimana dapat dikembangkan.
Waktu riset tindakan untuk peningkatan profesionalitas pada umumnya pendek
tidak perlu terlalu lama. Akan tetapi perlu dilakukan secara reguler dan berkali-kali.
Riset tindakan bukan riset kunatitatif. Akan tetapi dapat menggunakan metode
kuantitatif. Statistik yang digunakan lebih deskriptif:prosentase, mean (rata-rata), standar deviasi dan frekuensi.
Riset tindakan terbatas pada persoalan apa yang ingin dikembangkan dan diperbaiki.
Proses riset tindakan adalah refleksi spiral: perencanaan, tindakan, obsevasi, refleksi, rencana diperbaiki, implikasi lebih lanjut, refleksi, dst.
Riset tindakan adalah riset partisipatoris, yaitu orang aktif bekerja untuk memajukan prakteknya.
Riset tindakan adalah riset kolaboratif, semua pihak ikut di dalamnya, bukan hanya peneliti saja.
Gambar 2.4 Siklus Model McKernan
Daur 1
Hasil Identifikasi permasalahan Evaluasi tindakan1Tindakan 1
Impliksi tindakan 1 Penilaian kebutuhan Hipotesis ideDaur 1
Penetapan hasil 2 Redefinisi permasalahan Revaluasi tindakan 2 Penilaian kebutuhan Impliksi tindakan 2 Hipotesis ideTindakan 1
Daur n63
Riset tindakan dapat disebut teorisasi praktek karena menemukan teori dari praktek lapangan.
Riset tindakan membantu praktisi menjadi kritis terhadap prakteknya. Praktisi
merefleksikan dan mengevaluasi apa yang dilakukan dan mengembangkan yang perlu dimajukan.
5) Kegunaan Penelitian Tindakan
Kegunaan riset tindakan dalam lingkup pendidikan (Soeparno, 2008:22-24), antara lain:
Memecahkan persoalan pendidikan yang dihadapi guru dan sekolah.
Membantu guru untuk merefleksikan kembali pekerjaannya sehari-hari sebagai
pendidik dan pengajar.
Guru dapat menguji-coba metode-metode baru dan dapat melihat apakah efektif
membantu siswa.
Guru lebih percaya mengadakan perbaikan karena berdasarkan riset dan
mengadakan perubahan yang konkrit dan lebih yakin akan profesinya.
Melibatkan guru dalam pengajaran secara profesional di sekolah, dalam lingkup
ilmiah dan wawasan menjadi lebih luas dan mendalam.
Guru dapat terlibat dalam pengambilan keputusan & kebijakan sekolah berdasarkan riset mereka.
Guru secara nyata dapat mengembangkan mutu pendidikan dan menjadi
sumbangsi yang berguna untuk peningkatan mutu pendidikan secara lebih luas.
Model riset tindakan dapat digunakan untuk membantu siswa mengembangkan
model pendekatan problem solving.
B. MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
Pembelajaran konstruktivisme (constructivist Theories of Learning) adalah model pembelajaran yang mengutamakan siswa secara aktif membangun pembelajaran mereka sendiri secara mandiri dan memindahkan informasi yang kompleks.
Di bawah ini beberapa hal sehubungan dengan pemecahan masalah belajar sebagai implikasi dari teori konstruktivisme (Aqib:2006:131-132).
1) Belajar adalah Proses Pemaknaan Informasi Baru
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaboratif dan refleksi serta interpretasi. Implikasi terhadap pembelajaran atau evaluasi, yaitu:
Dorongan munculnya diskusi terhadap pengetahuan baru yang dipelajari.
Dorongan munculnya divergent, kaitan dan pemecahan ganda, bukan hanya ada satu jawaban yang benar.
Dorongan munculnya berbagai jenis luapan pikiran/aktivitas, seperti main peran, debat dan pemberian penjelasan kepada teman.
Tekanlah pada keterampilan berpikir kritis seperti analisis, membandingkan, generalisasi, memprediksi dan menghipotesis.
Kaitan informasi baru ke pengalaman pribadi atau ke pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa.
Gunakan informasi pada situasi baru.
2) Strategi Belajar
Strategi yang dipakai siswa dalam belajar akan menentukan proses dan hasil belajarnya. Implikasinya terhadap pembelajaran atau evaluasi, yaitu:
Berikan kesempatan untukmenerapkan cara perpikiryang paling cocok dengan dirinya.
Beri kesempatan kepada siswa melakukan evaluasi diri tentang cara berpikirnya, belajarnya dan mengapa ia menyukai tugas tertentu.
64
3) Perbedaan Model Behavioristik dan Konstruktivistik
Menurut Gedeng (2001) dalam Aqib (2001:132) terdapat komparasi mendasar antara pembelajaran model behavioristik dengan konstruktivistik. Belajar menurut model
behavioristik adalah memperoleh pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
meningkatkan pengetahuan kepada yang belajar. Belajar menurut model kosntruktivistik adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaboratif dan refleksi serta interkasi. Sedangkan mengajar adalah menata lingkungan agar pembelajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakpastian.
Skema pelaksanaan pembelajaran model konstruktivistik dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 2.2. Skema pembelajaran Model Konstruktivistik
TAHAP I TAHAP II TAHAP III
Pembelajar an kelompok
Penyampaian mater i dan masalah dar i gur u
Siswa memilih sendir i masalah untuk kelompoknya
Siswa ber diskusi dengan kelompoknya
Setiap siswa har us menguasai hasil pembahasannya
Penyampaian hasil dis kus i kelompok pada kelas
Siswa kelompok lain member i tanggapan
Dalam proses pembelajaran model konstruktivistik, guru berfungsi sebagai fasilitator yang selalu mendampingi kegiatan masing-masing kelompok sekaligus mengarahkan bila terjadi penyimpangan jalannya diskusi.
C. PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
Mata pelajaran Pendidikan Agama merupakan salah satu mata pelajaran wajib pada semua jenjang pendidikan bagi siswa. Menurut Komisi Katektik KWI ada beberap hal yang perlu diperhatikan dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik (KWI, 2007:5-9).
1) Kompetensi Dasar dalam Kurikulum PAK
Berdasarkan pandangan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maka dalam setiap pembelajaran yang menjadi perhatian bukan pada materi, akan tetap pada kompetensi. Seorang siswa dianggap berkompeten apabila:
Ia mampu menguasai ajaran imannnya, menginterpretasikan, menganalisis dan
membuat sintesis-sintesis daripadanya secara bertanggung-jawab (know how, know
why).
Ia mampu bertindak, berbuat sesuai dengan ajaran imannya (know to do).
Ia mampu berperilaku dan berkembang dalam kepribadian sesuai dengan ajaran imannya (to be).
Ia dapat hidup mengumat dan memasyarakat sesuai dengan ajaran imannya (to live
together).
Kompetensi persatuan jenjang pendidikan tingkat Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
1. Memahami diri dan lingkungan sebagai kurnia Tuhan dan mensyukurinya dengan doa, naynyian dan perbuatan-perbuatan nyata.
2. Memahami, mengimani dan mencintai Allah sebagai Bapa Pencipta dan
Penyelenggara seperti yang dikisahkan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan diwartakan oleh Yesus dalam Perjanjian Baru.
3. Memahami, mengaggumi dan meneladan Yesus Kristus seperti yang dikisahkan
dalam Kitab Suci Perjanjian Baru.
4. Memahami dan mengimani Roh kudus yang diutus oleh Yesus sebagai jiwa gereja.
5. Memahami dan menghayati hidup menggereja dan merayakan
sakramen-sakramennya dengan benar.
2) Pola atau Pendekatan PAK
Kurikulum Pendidikan Agama Katolik adalah kurikulum yang berbasis kompetensi dasar siswa. Maka pendekatan yang dipakai hendaknya menunjang kompetensi siswa itu sendiri, yakni:
65
Memungkinkan siswa untuk aktif. Dia menjadi partisipan aktif dalam proses PAK.
Kalau siswa menjadi partisipan, maka diandaikan dalam proses PAK ada interaksi
antarsiswa serta antara siswa dan guru.
Interkasi yang terjadi hendaknya terarah, sehingga diandaikan ada suatu proses yang berkesinambungan.
Interkasi yang berkesinambungan bertujuan untuk menginterpretasikan dan
mengapliasikan ajaran iman dalam hidup nyata sehingga ia menjadi semakin beriman.
Pendekatan atau pola yang dipakai dapat dikatakan pendekatan atau pola interkasi (komunikasi) aktif untuk menginterpretasikan dan mengaplikasikan ajaran imannya dalam hidup nyata. Dapat disebut juga pola eksploratif atau inquiry (discovery method).
Pendekatan/pola ini hendaknya dijabarkan dalam pelbagai metode di mana siswa sungguh-sungguh berpartisipasi aktif. Metode-metode itu antara lain:
1. Metode dialog-partisipatif. Metode ini mendorong siswa untuk kreatif, kritis, amndiri dan terampil berkomunikasi. Metode ini dapat dijabarkan/dikonkretkan dalam kegiatan-kegiatan seperti: diskusi kelompok dan pleno, sharing pengalaman iman, wawancara, dramatisasi, dinamika kelompok, dan sebagainya.
2. Metode Naratif (eksperiential). Metode naratif eksperiential merupakan metode yang memakai cerita sebagai bahan utama yang dapat berbentuk cerita rakyat, cerita sufi, cerita kehidupan dan cerita kanonik.
3) Materi PAK
Materi Pendidikan Agama Katolik mengandung empat dimensi atau aspek ajaran iman, yaitu:
a. Dimensi atau aspek pribadi siswa, termasuk relasinya dengan sesasma dan lingkungan
hidupnya. Materi PAK mau tidak mau harus menyentuh pribadi siswa dan pengalaman hidupnya.
b. Dimensi diri dan pribadi Yesus Kristus. Dia adalah pribadi penentu dalam ajaran iman
Kristiani. Kekhasan ajaran iman Kristiani diwarnai oleh pribadi Yesus Kristus.
c. Dimensi gereja. Gereja sebagai persekutuan murid-murid Yesus yang melanjutkan karya Yesus Kristus. Ajaran dan iman Gereja tumbuh dan berkembang dalam persekutuan ini.
d. Dimensi kemasyarakatan. Kehidupasn Yesus dan Gerejan-Nya bukan untuk diri-Nya, tetapi untuk dunia. Maka, dimensi kemasyarakatan hendaknya menjadi materi pendidikan agama Katolik.
D. MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
Media pembelajaran PAK adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyampaikan nilai-nilai ajaran iman Katolik oleh guru dan siswa sehingga dapat semakin dipahami, dihayati dan diwujudkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Media pembelajaran PAK dapat digolongkan dalam tiga bentuk yakni: media visual, audio dan audioisual. Media visual antara lain: gambar (gambar diam, cerita bergambar, gambar bergerak, foto, sketsa, peta). Media audio antara lain: tape recorder, piringan hitam, pita kaset, rekaman suara, radio). Media audio visual antara lain: televisi, video, komputer, CD/LCD, film.
BAB III METODOLOGI A. OBJEK TINDAKAN
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan kelas. Adapun jenis tindakan yang diteliti adalah sebagai berikut:
- Minat siswa untuk belajar menemukan sendiri.
- Kerja-sama dalam mengkomunikasikan hasil belajaranya, dan
- Keaktifan dan sikap kooperatif siswa selama mengikuti pembelajaran.