• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

2.5.3 Tujuan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa

a. tersedianya dan meningkatnya jenis dan mutu pelayanan (medik, penunjang medik dan penunjang non medik) yang sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologikedokteran dan kebutuhan masyarakat.

b. tersedianya pelayanan yang optimal untuk masyarakat miskin.

c. berkembangnya sistem manajemen rumah sakit yang efektif dan efisien serta dapat menjamin pelaksanaan penerapan bisnis yang sehat dengan tetap menjalankan fungsi sosialnya.

d. tersedianya sumber daya manusia, sarana/prasarana dan dana yang memadai baik kuantitas dan kualitasnya.

e. terwujudnya pelayanan unggulan.

f. terbentuknya jaringan pelayanan kesehatan dan pendidikan dengan pusat-pusat pelayanan primer di wilayah Kota Langsa.

Universitas Sumatera Utara

36 2.5.4 Susunan Organisasi

Badan Pelayanan Kesehatan (BPK) RSUD Langsa terdiri dari : a. direktur.

b. sekretariat.

c. bidang pelayanan medis.

d. bidang keperawatan.

e. bidang penunjang medis.

f. kelompok jabatan fungsional.

g. instalasi.

h. satuan pengawas intern.

i. dewan penyantun.

2.6 Instalasi Farmasi RSUD Langsa

Instalasi Farmasi merupakan instalasi di RSUD Langsa yang bertanggung jawab terhadap penyelengaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian meliputi pengelolaan perbekalan farmasi mulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada pasien sampai dengan pengendalian semua perbekalan farmasi yang beredar dan digunakan di dalam rumah sakit baik untuk pasien rawat inap, rawat jalan maupun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit.

Instalasi farmasi RSUD Langsa terbagi menjadi tiga yaitu depo farmasi rawat inap, depo farmasi rawat jalan dan depo farmasi instalasi gawat darurat yang melayani selama 24 jam.

2.6.1 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi

Tugas pokok instalasi farmasi RSUD Langsa meliputi:

Universitas Sumatera Utara

37

a. melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.

b. menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.

c. melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).

d. memberi pelayanan bermutu melalui analisan dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi.

e. melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.

f. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.

g. mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.

h. memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit.

Fungsi instalasi farmasi RSUD Langsa meliputi:

a. pengelolaan perbekalan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.

b. pelayananan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan

2.6.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Langsa

Struktur organisasi instalasi farmasi RSUD Langsa disajikan pada Gambar 2.2.

Universitas Sumatera Utara

38

Gambar 2.2 Struktur organisasi instalasi farmasi RSUD Langsa

2.6.3 Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi RSUD Langsa

Instalasi farmasi RSUD Langsa memiliki jumlah tenaga kefarmasian yaitu 13 orang apoteker, 30 orang tenaga teknis kefarmasian, dan 13 orang tenaga teknis. Ketenagaan di RSUD Langsa terdiri dari

a. 1 orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi.

b. 1 orang apoteker sebagai koordinator gudang.

c. 1 orang apoteker sebagai koordinator depo rawat jalan.

d. 1 orang apoteker sebagai koordinator depo rawat inap.

e. 1 orang apoteker sebagai koordinator depo instalasi gawat darurat.

f. 8 orang apoteker sebagai apoteker masing-masing depo.

g. 3 orang tenaga teknis kefarmasian di gudang.

h. 8 orang tenaga teknis kefarmasian di depo rawat jalan.

i. 16 orang tenaga teknis kefarmasian di depo rawat inap.

j. 3 orang tenaga teknis kefarmasian di depo instalasi gawat darurat.

Universitas Sumatera Utara

39 2.7 Kerangka Teori Penelitian

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatanyang salah satu layanannya adalah pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi dua kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Sistem pengelolaan obat harus dipandang sebagai bagian dari keseluruhan sistem pelayanan di rumah sakit dan diorganisasikan dengan suatu cara yang dapat memberikan pelayanan berdasarkan aspek keamanan, efektif dan ekonomis dalam penggunaan obat, sehingga dapat dicapai efektifitas dan efisiensi pengelolaan obat. Pengelolaan obat di rumah sakit ini dibentuk di suatu instalasi farmasi rumah sakit.

Pengelolaan tersebut meliputi seleksi, perencanaan dan pengadaan, penyimpanan, distribusi serta penggunaan, dimana saling terkait antara satu dengan yang lain. Ketidakterkaitan antara masing-masing tahap dan kegiatan akan berakibat sistem suplai dan penggunaan obat tidak efisien, mempengaruhi kinerja rumah sakit baik secara medik, ekonomi dan sosial, dan sekaligus mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap layanan rumah sakit. Bagan kerangka teori penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara

40 Gambar 2.3 Kerangka teori penelitian

Sistem Pelayanan RS

Pengelolaan Obat

Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Seleksi Perencanaan dan Distribusi

Pengadaan

Saling Keterkaitan

Tidak efisien sistem suplai dan penggunaan obat

yang ada

Efektif dan Efisien

Mempengaruhi kinerja RS secara medik, sosial dan

ekonomi

Mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap layanan

RS Ya

Tidak Pelayanan Farmasi

Klinik

Use

Universitas Sumatera Utara

41 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif dan prospektif untuk mengevaluasi pengelolaan obat di instalasi farmasi RSUD Langsa.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Langsa di bagian instalasi farmasi rumah sakit. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2019 untuk data prospektif dan retrospektif.

3.3 Populasi

Populasi target adalah seluruh data berupa dokumen-dokumen tahun 2018 serta data-data yang diamati dan diperoleh pada saat penelitian ini berlangsung di instalasi farmasi RSUD Langsa.

3.4 Pengumpulan Data

Data diambil secara prospektif dan retrospektif. Pengambilan data retrospektif dilakukan pada indikator kesesuaian item obat yang tersedia dengan formularium nasional, frekuensi pengadaan tiap item obat per tahun, persentase dan nilai obat kadaluarsa dan atau rusak, persentase stok mati dan tingkat ketersediaan obat, sedangkan pengambilan data prospektif dilakukan pada

Universitas Sumatera Utara

42

indikator ketepatan data jumlah obat pada kartu stok, jumlah item obat per lembar resep, persentase obat dengan nama generik, persentase peresepan obat antibiotika dan injeksi, persentase obat yang diresepkan sesuai formularium rumah sakit, rerata kecepatan pelayanan resep, persentase obat yang dapat diserahkan dan persentase obat yang dilabeli dengan lengkap.

3.4.1 Data Primer a. Wawancara

Penelitian melakukan wawancara mendalam yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan topik penelitian. Disajikan secara tekstual dalam kalimat deskriptif terutama evaluasi mengenai sistem pendukung yang terkait.

Alat yang digunakan adalah tulis dan tape recorder.

b. Pengamatan

Penelitian melakukan pengamatan langsung dan pencatatan terhadap standar penyimpanan obat, ketepatan data kartu stok, waktu pelayanan resep dan lembar resep pasien di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Langsa.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder didapat dengan telaah dokumen-dokumen tahun sebelumnya yaitu 2018 antara lain laporan pemasukan dan pengeluaran obat, laporan pengadaan obat, laporan obat rusak dan atau kadaluarsa yang ada di instalasi farmasi RSUD Langsa.

3.5 Langkah Kerja Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan langkah-langkah pada Gambar 3.1 seperti berikut:

Universitas Sumatera Utara

43 Gambar 3.1 Langkah kerja penelitian

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil observasi dokumen, pengamatan langsung dan wawancara diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu data kuantitatif dan data kualitatif.

Data kualitatif dianalisis dengan mengidentifikasi temuan yang ada dan hasilnya disajikan dalam bentuk tekstual berupa narasi. Data kuantitatif dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan yaitu indikator Depkes RI (2008), Kemenkes RI (2008), Pudjaningsih (1996) dan indikator WHO (1993) kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Data dihitung menggunakan microsoft office excel tahun 2007 dan hasil perhitungan data yang didapatkan kemudian dianalisis menggunakan descriptive statistics pada program SPSS versi 22.

Melakukan analisis data yang diperoleh dan membuat laporan penelitian.

Melakukan pengambilan data langsung pada saat pelayanan resep oleh peneliti di instalasi RSUD Langsa tersebut

Pengumpulan dan pencatatan data yang termaksud dalam data yang akan diambil di instalasi farmasi RSUD Langsa dalam bulan Juli-Oktober 2019 di instalasi farmasi RSUD Langsa.

Mengurus surat persetujuan dari Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Langsa untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data Mengurus surat persetujuan dari Komite Etik Penelitian bidang kesehatan di

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Mengurus surat permohonan izin dari Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian di RSUD Langsa.

Universitas Sumatera Utara

44 3.7 Analisis Parameter

Langkah-langkah analisis setiap parameter dalam penelitian ini adalah:

a. seleksi

i. kesesuaian item obat yang tersedia dengan formularium Nasional Rumus: X/Y x 100%

Keterangan:

X : Jumlah obat yang sesuai dengan formularium Nasional Y : Total jumlah obat

b. perencanaan dan pengadaan (procurement) i. frekuensi pengadaan tiap item obat pertahun

Nilai frekuensi pengadaan tiap item obat per tahun diperoleh melalui pengumpulan data secara retrospektif dari laporan pengadaan tahun 2018. Total item obat disampling secara acak sebesar 30% dari keseluruhan total obat yang diadakan (Ihsan, dkk., 2014).

Rumus: Data diambil dari laporan pengadaan obat tahun 2018, berdasarkan laporan tersebut dapat diketahui berapa kali obat dipesan.

c. distribusi

i. ketepatan data jumlah obat pada kartu stok

Data diambil secara prospektif dengan cara mencocokkan jumlah sediaan yang tertera pada kartu stok dengan jumlah fisik obat yang sebenarnya. Kartu stok obat yang diambil sebagai sampel sebanyak 10% dari total kartu stok obat yang ada, dicocokkan dengan barang yang ada (Satibi, 2014).

Rumus: X/Y x 100%

Keterangan:

X: Jumlah item obat yang sesuai dengan kartu stock Y: Jumlah kartu stock yang diambil

Universitas Sumatera Utara

45

ii. persentase dan nilai obat yang kadaluarsa dan atau rusak

Data diambil secara retrospektif berupa pengamatan data obat kadaluarsa selama tahun 2018 (Djatmiko, 2008).

Rumus: X/Y x 100%

Keterangan:

X : Total nilai obat kadaluarsa dalam setahun Y : Nilai stok opname

iii. persentase stok mati

Data diambil secara retrospektif berupa pengamatan data pengeluaran obat di gudang farmasi pada tahun 2018 (Djatmiko, 2008).

Rumus: X/Y x 100%

Keterangan:

X : Jumlah jenis obat yang tidak mengalami transaksi (selama 3 bulan) Y : Jumlah item obat yang ada stoknya

iv. tingkat ketersediaan obat

Data diambil secara retrospektif berupa data stok obat per Desember 2018 dan data pemakaian obat selama tahun 2018 (Satibi, 2014).

Rumus: X+Y/Z x 1 bulan Keterangan:

X: Jumlah stock obat

Y: Jumlah pemakaian obat selama 1 tahun Z: Rerata pemakaian obat perbulan

d. penggunaan (Use)

Pengambilan data dilakukan secara prospektif dengan mengumpulkan data yang terdapat pada lembar pasien rawat jalan dan rawat inap selama 1 bulan di RSUD Langsa. Sampel yang digunakan dihitung menggunakan raosoft.com dengan tingkat kepercayaan 95% yaitu didapatkan sampel sebanyak 344 resep

Universitas Sumatera Utara

46

rawat inap dari 3.280 populasi dan sebanyak 362 lembar resep rawat jalan dari 6.240 populasi (Yuliastuti, dkk., 2013). Adapun parameter yang dihitung pada tahap penggunaan adalah sebagai berikut:

i. jumlah item obat perlembar resep Rumus: B/A

Keterangan:

A =Jumlah resep yang disurvey

B = Jumlah total produk obat yang diresepkan ii. persentase obat dengan nama generik

Rumus: X/Y x 100%

Keterangan:

X : Jumlah obat dalam nama generik Y : Jumlah total obat yang diresepkan iii. persentase peresepan obat antibiotika

Rumus: X/Y x 100%

Keterangan:

X : Jumlah resep yang mengandung satu atau lebih antibiotika Y : Jumlah total resep

iv. persentase peresepan injeksi Rumus = X/Y x 100%

Keterangan:

X : Jumlah pasien yang menerima suntikan injeksi Y : Jumlah total resep

v. persentase obat yang masuk dalam formularium rumah sakit Rumus = X/Y x 100%

Keterangan:

X: Jumlah obat yang sesuai dengan formularium Y : Total jumlah obat yang diresepkan

Universitas Sumatera Utara

47

vi. rerata kecepatan pelayanan resep (racikan dan non racikan)

Waktu pelayanan resep obat diperoleh dengan cara mengumpulkan data waktu pelayanan resep yang masuk selama satu bulan di apotek rawat jalan. Data dikumpulkan secara prospektif. Sampel resep non racikan diambil berdasarkan perhitungan rumus raosoft dengan jumlah populasi sebanyak 7.360 didapatkan sampel sebanyak 366 resep sedangkan resep non racikan diambil berdasarkan perhitungan rumus raosoft dengan jumlah populasi 45 didapatkan sampel sebanyak 41 resep (Ihsan, dkk., 2014).

Rumus: X-Y/Z x 100%

Keterangan:

X : Waktu selesai diterima pasien Y : Waktu resep masuk ke apotek Z : Total jumlah resep

vii. persentase obat yang dapat diserahkan Rumus: X/Y x 100%

Keterangan:

X : Total jumlah item obat yang diserahkan kepada pasien Y : Jumlah item obat yang diresepkan

viii. persentase obat yang dilabeli dengan lengkap Rumus: X/Y x 100%

Keterangan:

X : Jumlah obat dengan etiket yang dilabeli dengan nama pasien dan aturan pakai

Y : Jumlah total obat yang diberikan kepada pasien.

3.8 Definisi Operasional

Definsi operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Universitas Sumatera Utara

48 Tabel 3.1 Definisi operasional penelitian

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

2 Pemilihan Proses penentuan obat yang akan

4 Distribusi Proses penyimpanan dan pendistribusian

49 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Penelitian

Instalasi farmasi rumah sakit merupakan bagian yang bertanggung jawab atas pengelolaan obat pada RSUD Langsa yaitu mulai dari tahap pemilihan, perencanaan dan pengadaan, distribusi hingga penggunaan obat. Dalam menjalankan tugasnya, bagian instalasi farmasi bekerja sama dengan bagian gudang dimana penerimaan obat dan penyimpanan obat dilakukan. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi capaian pengelolaan obat meliputi pemilihan, perencanaan dan pengadaan (procurement), distribusi dan penggunaan obat yang diresepkan di RSUD Langsa.

4.2 Karakteristik Responden

Data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil observasi dan wawancara mendalam terhadap kepala instalasi farmasi, apoteker bagian perbekalan dan apoteker bagian pelayanan. Seluruh informan telah menandatangani lembar pernyataan kesediaan menjadi subjek penelitian setelah mendapat penjelasan maksud dan tujuan penelitian. Karakteristik informan wawancara mendalam disajikan dalam Tabel 4.1.

Table 4.1 Karakteristik informan Informan Jenis

Kelamin Pendidikan Jabatan

1 Perempuan Spesialis Farmasi Rumah Sakit

Kepala Instalasi Farmasi

2 Perempuan Apoteker Koordinator Gudang

Farmasi

Universitas Sumatera Utara

50 Table 4.1 (Sambungan)

Informan Jenis

Kelamin Pendidikan Jabatan

3 Perempuan Apoteker Koordinator Instalasi

Farmasi Rawat Inap

4 Laki-laki Apoteker Koordinator Instalasi

Farmasi Rawat Jalan

4.3 Pemilihan (Selection)

Pemilihan atau selection adalah proses memilih sejumlah obat di rumah sakit dengan tujuan untuk menghasilkan penyediaan/pengadaan yang lebih baik, penggunaan obat yang lebih rasional, dan harga yang lebih rendah (Satibi, 2014).

Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Tim Farmasi dan Terapi (TFT) untuk menetapkan kualitas dan efektifitas serta jaminan obat yang baik. Adapun salah satu fungsi TFT yaitu mengembangkan formularium rumah sakit dan merevisinya, juga membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional (Wati, 2013).

Formularium Nasional merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka pelaksanaan JKN. Dalam hal obat yang diperlukan tidak tercantum dalam formularium nasional maka dapat digunakan obat lain secara terbatas berdasarkan persetujuan komite medik atau direktur utama rumah sakit setempat. Formularium nasional disusun dengan tujuan untuk menjadi acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam menjamin aksesibilitas obat yang berkhasiat, bermutu, aman, dan terjangkau dalam sistem JKN, sedangkan formularium RS adalah dokumen yang selalu diperbaharui secara terus-menerus yang berisi sediaan obat yang terpilih

Universitas Sumatera Utara

51

dan informasi tambahan lainnya yang merefleksikan pertimbangan klinik mutakhir staf medik rumah sakit. Formularium RS disusun bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemakaian obat di RS (Winda, 2018). Formularium RS disusun mengacu kepada formularium nasional dimana formularium ini merupakan daftar obat yang disepakati oleh staf medis dan disusun oleh TFT yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit (Aritonang, 2017). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan koordinator gudang farmasi RSUD Langsa sebagai berikut:

Pemilihan obat di RSUD Langsa yaitu berdasarkan formularium nasional, RSUD Langsa mengikuti yang ada di formularium nasional. Namun dari formularium nasional tidak mencakupi semua obat yang dibutuhkan di RSUD Langsa, maka dibuatlah formulrium rumah sakit. Formularium rumah sakit dibuat berdasarkan formularium nasional dan usulan/permintaan dari dokter spesialis.

Obat-obat seperti piracetam, mecobalamin dan sebagainya tidak ada didalam formularium nasional, namun dokter meminta untuk diadakan di rumah sakit sehingga dijadikan acuan juga untuk dimasukkan kedalam formularium rumah sakit (Informan 2).

Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator gudang farmasi tersebut, diketahui bahwa kebijakan yang diambil oleh RSUD Langsa dalam hal pemilihan obat, yaitu pemilihan obat di instalasi farmasi RSUD Langsa dilakukan berdasarkan acuan formularium nasional, formularium rumah sakit dan permintaan atau usulan dari dokter spesialis. Jika ada obat-obat yang tidak termasuk dalam formularium nasional tetapi obat tersebut dibutuhkan dalam proses penyembuhan penyakit dan dipakai oleh dokter untuk pasien maka obat tersebut dipilih untuk diadakan seperti mecobalamin, piracetam, ambroksol dan lain-lain.

Formularium RSUD Langsa disusun sebagai acuan penggunaan obat di RSUD Langsa dan melengkapi kebutuhan obat yang tidak tercantum di

Universitas Sumatera Utara

52

formularium nasional atas dasar usulan/permintaan dari dokter spesialis di RSUD Langsa. Formularium RSUD Langsa disusun oleh TFT yang diketuai oleh dokter spesialis dan kepala instalasi farmasi sebagai sekretaris.

Indikator yang digunakan dalam tahap pemilihan/seleksi adalah kesesuaian item obat yang tersedia dengan formularium nasional yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan penggunan obat dalam formularium nasional.

Data dikumpulkan secara retrospektif dengan membandingkan jumlah obat yang sesuai dengan formularium nasional dengan total jumlah obat dalam formularium rumah sakit, dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Kesesuaian item obat yang tersedia dengan formularium nasional Keterangan Nilai (item) Nilai Standar Jumlah item obat yang

sesuai dengan formularium Nasional

585 -

Jumlah item obat formularium RSUD Langsa

662 -

Kesesuaian item obat yang tersedia dengan

formularium nasional (%)

88,37% ≥ 80%

Berdasarkan Tabel 4.2, terlihat bahwa kesesuaian obat yang tersedia di RSUD Langsa dengan formularium nasional telah memenuhi standar yaitu sebesar 88,37%.

Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan bahwa obat-obat yang tercantum dalam formularium RSUD Langsa sebagian besar sudah sesuai dengan formularium nasional sehingga sebagian besar obat yang disediakan dan diberikan kepada pasien sudah sesuai dengan obat-obat yang ada tertera dalam formularium Nasional.

Universitas Sumatera Utara

53

Formularium rumah sakit yang disusun mengacu pada formularium nasional merupakan salah satu upaya mendukung penggunaan obat rasional melalui peningkatan akses terhadap obat esensial (Mahdiyani, 2018). Namun dalam hal di rumah sakit, obat yang dibutuhkan tidak tercantum dalam formularium nasional dapat digunakan obat lain secara terbatas sepanjang mendapat persetujuan kepala atau direktur rumah sakit setempat (Menkes, 2018).

Atas dasar dapat digunakannya obat di luar formularium Nasional tersebut maka kemudian rumah sakit menyusun formularium rumah sakit yang dapat dijadikan sebagai acuan pengobatan oleh dokter kepada pasien (Winda, 2018).

4.4 Perencanaan dan Pengadaan (Procurement)

Pada tahap pengelolaan obat, proses perencanaan dan pengadaan sangat berpengaruh pada ketersediaan obat maupun segi ekonomi rumah sakit.

Terjaminnya item dan jumlah obat yang mencukupi menjadi salah satu aspek terpenting dari rumah sakit untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik.

Disamping itu, karena besarnya biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit pada pengelolaan obat terutama pada tahap perencanaan dan pengadaan, maka perlu diadakan evaluasi terhadap tahap tersebut (Mahdiyani, 2018).

Proses perencanaan terdiri dari perkiraan kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan sediaan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan sediaan farmasi di rumah sakit. Tujuan perencanaan sediaan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah sediaan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah

Universitas Sumatera Utara

54

sakit. Perencanaan sediaan farmasi merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga sediaan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan koordinator gudang farmasi RSUD Langsa terkait pengadaan sebagai berikut:

Perencanaan dilakukan berdasarkan riwayat pemakaian obat tahun sebelumnya dengan mempertimbangkan sisa persediaan obat yang ada. Setelah dibuat perencanaan obat untuk satu tahun kedepan, setiap tiga bulan sekali dilakukan permintaan pengadaan obat kepada PPK jika terdapat obat yang tidak masuk kedalam perencanaan awal dikarenakan adanya permintaan/usulan dari dokter untuk kebutuhan penggunaan obat tersebut sesuai usulan pengobatan dari dokter spesialis yang bersangkutan (Informan 2).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa metode perencanaan obat di RSUD Langsa dilakukan dengan pola pendekatan konsumsi yaitu perencanaan berdasarkan pemakaian obat tahun lalu/sebelumnya dengan mempertimbangkan sisa persediaan yang ada dan usulan permintaan obat dari dokter. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 Tahun 2014 bahwa perencanaan obat dilakukan untuk menghindari kekosongan dan atau kelebihan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan salah satunya metode konsumsi yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Perencanaan dilakukan secara optimal sehingga perbekalan farmasi dapat digunakan secara efektif dan efisien (Nesi, 2018). Apabila terjadi kelemahan dalam sistem perencanaan tersebut, maka akan mengakibatkan kekacauan dalam

Universitas Sumatera Utara

55

sistem pengelolaan obat, misalnya terjadi pemborosan anggaran, banyaknya obat tidak terpakai/terbuang, membengkaknya anggaran pengadaan dan penyimpanan (Pramukantoro, 2018).

Salah satu cara untuk menghindari pembengkakan biaya pengadaan dalam

Salah satu cara untuk menghindari pembengkakan biaya pengadaan dalam