• Tidak ada hasil yang ditemukan

Undang-Undang Administrasi yang Memuat Ketentuan Pidana

Dalam dokumen BUKU AJAR HUKUM PIDANA. Moch Choirul Rizal (Halaman 52-58)

1.5. Sumber Hukum Pidana di Indonesia

1.5.3. Undang-Undang Administrasi yang Memuat Ketentuan Pidana

Sumber hukum pidana di Indonesia yang ketiga adalah undang-undang administrasi yang memuat ketentuan pidana.

Menurut Topo Santoso, undang-undang yang demikian pada dasarnya mengatur berbagai segi administrasi, tugas dan kewenangan, persyaratan, jenis-jenis, prosedur, pelayanan, perizinan, pengadaan, tahapan pengadaan, serta hal-hal lainnya yang bukan merupakan tindak pidana. Namun, untuk memperkuat norma dan kepatuhan kepada undang-undang tersebut, pembentuk undang-undang memandang perlu untuk merumuskan suatu tindak pidana di dalamnya.150 Pada faktanya, adanya bab atau bagian “Ketentuan Pidana” sudah menjadi hal yang lazim dalam suatu undang-undang di Indonesia. Berikut adalah beberapa undang yang termasuk dalam undang-undang pidana khusus di luar KUHP:

- UU No. 8 Tahun 1999151;

149 Undang-undang ini mengatur secara komprehensif mengenai kriminalisasi tindak pidana pendanaan terorisme dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana pendanaan terorisme, penerapan prinsip mengenali pengguna jasa keuangan, pelaporan dan pengawasan kepatuhan, pengawasan kegiatan pengiriman uang melalui sistem transfer atau melalui sistem lainnya yang dilakukan oleh penyedia jasa keuangan, pengawasan pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean indonesia, mekanisme pemblokiran, pencantuman dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris, pengaturan mengenai penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, serta kerja sama, baik nasional maupun internasional, dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme. Lingkup pendanaan terorisme dalam undang-undang ini mencakup perbuatan yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana kepada pihak lain yang diketahuinya akan digunakan untuk melakukan tindak pidana terorisme. Lihat, penjelasan umum atas UU No. 9 Tahun 2013.

150 Santoso, Hukum Pidana: Suatu Pengantar, 233–234.

151 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia

47

yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945. Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 59, Pasal 61, dan Pasal 62 UU No. 8 Tahun 1999.

152 Undang-Undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat. Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa UUD NRI Tahun 1945. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 48 dan Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1999.

153 Undang-undang ini merupakan bagian atau sub-sistem dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sasaran pokok Undang-undang ini adalah para Penyelenggara Negara yang meliputi Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara, Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara, Menteri, Gubernur, Hakim pejabat negara dan atau pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 21 dan Pasal 22 UU No. 28 Tahun 1999.

154 Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 18 UU No. 40 Tahun 1999.

155 Kebutuhan akan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang sesuai pula dengan salah satu ketentuan dalam Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Ringhts (Persetujuan TRIPs) yang merupakan

48

- UU No. 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan UU No.

31 Tahun 2014156;

- UU No. 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan UU No.

19 Tahun 2016157;

lampiran dari Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994.

Adanya perlindungan tersebut akan mendorong lahirnya temuan atau invensi baru yang meskipun diperlakukan sebagai rahasia, tetap mendapat perlindungan hukum, baik dalam rangka kepemilikan, pengusaan maupun pemanfaatannya oleh penemuanya. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 16 dan Pasal 17 UU No. 30 Tahun 2000.

156 Keberadaan Saksi dan Korban merupakan hal yang sangat menentukan dalam pengungkapan tindak pidana pada proses peradilan pidana. Selain Saksi dan Korban, ada pihak lain yang juga memiliki kontribusi besar untuk mengungkap tindak pidana tertentu, yaitu Saksi Pelaku (justice collaborator), Pelapor (whistle-blower), dan ahli, termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan suatu perkara pidana meskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dan tidak ia alami sendiri, sepanjang keterangan orang itu berhubungan dengan tindak pidana, sehingga terhadap mereka perlu diberikan Perlindungan. Oleh karena itu, terhadap Saksi dan Korban diberikan Perlindungan pada semua tahap proses peradilan pidana. Ketentuan mengenai subjek hukum yang dilindungi dalam Undang- Undang ini diperluas selaras dengan perkembangan hukum di masyarakat. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 43 UU No. 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan UU No.

31 Tahun 2014.

157 kemerdekaan menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat serta hak memperoleh informasi melalui penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan komunikasi ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan Penyelenggara Sistem Elektronik. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah undang-undang pertama di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai produk legislasi yang sangat dibutuhkan dan telah menjadi pionir yang meletakkan dasar pengaturan di bidang pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Akan tetapi, dalam kenyataannya, perjalanan implementasi dari UU ITE mengalami persoalan-persoalan, sehingga perlu diubah sebagaimana dengan UU No. 19 Tahun 2016. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 UU No. 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 jo Pasal 45 sampai dengan Pasal 52 UU No. 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016.

49 UU No. 40 Tahun 2008 ;

- UU No. 44 Tahun 2008159; - UU No. 22 Tahun 2009160;

158 Dalam sejarah kehidupan manusia, diskriminasi ras dan etnis telah mengakibatkan keresahan, perpecahan serta kekerasan fisik, mental, dan sosial yang semua itu merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang tercermin dalam sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Asas ini merupakan amanat konstitusional bahwa bangsa Indonesia bertekad untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi ras dan etnis. Penyusunan Undang-Undang ini merupakan perwujudan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 22 UU No. 40 Tahun 2008.

159 Pengaturan pornografi yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang ada, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak kurang memadai dan belum memenuhi kebutuhan hukum serta perkembangan masyarakat sehingga perlu dibuat undang-undang baru yang secara khusus mengatur pornografi. Pengaturan pornografi dalam Undang-Undang ini meliputi (1) pelarangan dan pembatasan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; (2) perlindungan anak dari pengaruh pornografi; dan (3) pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi, termasuk peran serta masyarakat dalam pencegahan.

Undang-Undang ini menetapkan secara tegas tentang bentuk hukuman dari pelanggaran pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang disesuaikan dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, yakni berat, sedang, dan ringan, serta memberikan pemberatan terhadap perbuatan pidana yang melibatkan anak. Di samping itu, pemberatan juga diberikan terhadap pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dengan melipatgandakan sanksi pokok serta pemberian hukuman tambahan. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 41 UU No. 44 Tahun 2008.

160 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara.

Dalam Undang-Undang ini, pengaturan dan penerapan sanksi pidana diatur

50

- UU No. 32 Tahun 2009161; - UU No. 35 Tahun 2009162; - UU No. 18 Tahun 2013163;

lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan. Namun, terhadap pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat. Hal ini dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu membebani masyarakat. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 273 sampai dengan Pasal 317 UU No. 22 Tahun 2009.

161 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. Penegakan hukum pidana dalam Undang-Undang ini memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi.

Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 97 sampai dengan Pasal 120 UU No. 32 Tahun 2009.

162 Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 UU No. 35 Tahun 2009.

163 Akhir-akhir ini perusakan hutan semakin meluas dan kompleks.

Perusakan itu terjadi tidak hanya di hutan produksi, tetapi juga telah merambah ke hutan lindung ataupun hutan konservasi. Perusakan hutan telah berkembang menjadi suatu tindak pidana kejahatan yang berdampak luar

51 UU No. 28 Tahun 2014 ;

- UU No. 13 Tahun 2016165; - UU No. 20 Tahun 2016166; dan

biasa dan terorganisasi serta melibatkan banyak pihak, baik nasional maupun internasional. Kerusakan yang ditimbulkan telah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Oleh karena itu, penanganan perusakan hutan harus dilakukan secara luar biasa. Ruang lingkup undang-undang ini meliputi: (i) pencegahan perusakan hutan; (ii) pemberantasan perusakan hutan; (iii) kelembagaan; (iv) peran serta masyarakat; (v) kerja sama internasional; (vi) pelindungan saksi, pelapor, dan informan; (vii) pembiayaan; dan (viii) sanksi. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 109 UU No. 18 Tahun 2013. Lihat, penjelasan atas UU No. 18 Tahun 2013.

164 Hak Cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di dalamnya mencakup pula program komputer. Perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi salah satu andalan Indonesia dan berbagai negara dan berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi mengharuskan adanya pembaruan Undang-Undang Hak Cipta, mengingat Hak Cipta menjadi basis terpenting dari ekonomi kreatif nasional. Dengan Undang-Undang Hak Cipta yang memenuhi unsur pelindungan dan pengembangan ekonomi kreatif ini maka diharapkan kontribusi sektor Hak Cipta dan Hak Terkait bagi perekonomian negara dapat lebih optimal. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 120 UU No. 28 Tahun 2014.

Lihat, penjelasan atas UU No. 28 Tahun 2014.

165 Walaupun dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, pelaksanaan Paten telah berjalan, namun terdapat substansi yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum, baik nasional maupun internasional dan belum diatur sesuai dengan standar dalam Persetujuan Tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) selanjutnya disebut persetujuan TRIPs, sehingga perlu melakukan penggantian. Pengaturan terkait hukum pidana diatur di dalam Pasal 161 sampai dengan Pasal 166 UU No. 13 Tahun 2016. Lihat, penjelasan atas UU No. 13 Tahun 2014.

166 Menjadi hal yang dapat dipahami jika ada tuntutan kebutuhan suatu pengaturan yang lebih memadai dalam rangka terciptanya suatu kepastian dan pelindungan hukum yang kuat. Apalagi beberapa negara semakin mengandalkan kegiatan ekonomi dan perdagangannya pada produk yang dihasilkan atas dasar kemampuan intelektualitas manusia. Mengingat akan kenyataan tersebut, Merek sebagai salah satu karya intelektual manusia yang erat hubungannya dengan kegiatan ekonomi dan perdagangan memegang peranan yang sangat penting. Untuk lebih memberikan pelindungan hukum terhadap pemilik Merek terdaftar dari adanya

52

- UU No. 6 Tahun 2018167.

Dalam dokumen BUKU AJAR HUKUM PIDANA. Moch Choirul Rizal (Halaman 52-58)