• Tidak ada hasil yang ditemukan

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler

2.3. Pola Usaha Budidaya Ayam Broiler

Menurut Santoso dan Sudaryani (2009), usaha budidaya ayam broiler dapat dibedakan menjadi pola usaha mandiri dan pola kemitraan.

1. Pola Usaha Mandiri

Pada pola usaha mandiri, seluruh usaha budidaya ayam broiler dilakukan sendiri (secara mandiri) oleh peternakan tersebut. Dalam hal ini, peternakan mendatangkan langsung input-input yang dibutuhkan secara langsung dan menerapkan sistem manajerialnya sendiri, sehingga total biaya produksi ditanggung langsung oleh peternak. Pada pola usaha mandiri, seluruh bentuk risiko yang terjadi harus ditanggung oleh peternak karena besarnya kuntungan maupun kerugian diterima langsusng oleh peternak, akibat tidak menjalin kerjasama dengan pihak lain. Secara umum, pola usaha mandiri lebih peka terhadap total produksi, fluktuasi harga ayam broiler dan harga input-input di pasaran.

2. Pola Usaha Kemitraan

Menurut Santoso dan Sudaryani (2009), peternak ayam broiler yang menerapkan pola usaha kemitraan, tidak perlu mengeluarkan seluruh biaya, karena pola ini merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan dengan pihak lain, seperti pabrik pakan, poultry shop, maupun peternak besar (perusahaan). Santoso dan Sudaryani (2009), membagi pola usaha kemitraan menjadi pola inti plasma, pola sewa kandang dan peralatan, dan pola investor. Pada pola inti plasma, pihak inti yaitu pabrik pakan, poultry shop, maupun peternak besar (perusahaan), wajib menyediakan berbagai sarana produksi seperti DOC (Day Old Chick), vaksin, pakan, dan manajemen budidaya. Selain itu, pihak inti berhak menjual hasil produksi peternakan dengan harga kontrak/harga pasar, sedangkan peternak (plasma) wajib menyediakan kandang beserta peralatannya, dan tenaga kerja.

Pada pola kemitraan sewa kandang dan peralatan, peternak tidak perlu mengeluarkan modal untuk menyediakan kandang dan peralatannya. Pada kemitraan pola investor, pemilik modal dapat memberikan modalnya kepada peternak untuk membeli tanah dan membuat kandang (tanah dan kandang tetap menjadi milik investor).

Menurut Christiawan (2002), pola kemitraan seperti yang dikembangkan pada penelitiannya, yaitu PT Mitra Asih Abadi melalui peternakan inti rakyat (PIR), merupakan bentuk kerjasama yang saling menguntungkan anatara pihak inti (perusahaan) dan plasma (peternak). Pola PIR yang diterapkan oleh PT Mitra Asih Abadi meliputi penyediaan sarana produksi peternakan oleh perusahaan inti, seperti DOC, pakan, obat/vaksin, pemberian jaminan pemasaran hasil produksi peternak dengan harga garansi, dan pemberian bimbingan teknis dan pengawasan secara kontinyu kepada peternak plasma. Manfaat yang dapat diperoleh dari pola usaha kemitraan adalah dapat menciptakan lapangan kerja baru, menciptakan keadilan dan pemerataan pendapatan bagi peternak plasma, dapat menciptakan harga jual ayam broiler yang ideal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dan dapat meminimalisasi risiko yang dihadapi oleh peternak, seperti risiko produksi, risiko pemerolehan dan harga beli input, dan risiko harga penjualan ayam broiler.

2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu yang Relevan

Tingkat pendapatan yang diperoleh para peternak plasma ayam broiler menurut Maulana (2008) terbagi menjadi tiga skala. Pada skala I (2.500 – 4.999 ekor), tingkat pendapatan sebesar Rp 435,85 per kilogram bobot hidup. Pada peternak dengan skala II (5.000 – 13.999 ekor) memperoleh pendapatan sebesar Rp 388,59 per kilogram bobot hidup, sedangkan pada peternak skala III (14.000 – 37.000 ekor) memperoleh pendapatan sebesar Rp 580,96 per kilogram bobot hidup. Nilai R/C tertinggi diperoleh peternak skala III, yaitu sebesar 1,07 yang mengindikasikan bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan, maka peternak akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,07. Hal ini mengindikasikan bahwa para peternak plasma memperoleh keuntungan dari usahaternak ayam broiler yang dijalankannya.

Usahaternak ayam broiler memang memiliki potensi untuk meningkatkan tingkat pendapatan para peternak. Namun, hasil analisis risiko yang dilakukan

oleh Aziz (2009) pada peternakan ayam broiler di Desa Tapos, menghasilkan nilai expected return sebesar Rp 5.768.199,00, yang menggambarkan bahwa pendapatan bersih yang diharapkan dapat diperoleh peternak pada waktu mendatang adalah sebesar Rp 5.768.199,00 (cateris paribus). Nilai standard deviation yang diperoleh adalah sebesar Rp 10.095.088,00, mencerminkan bahwa risiko yang dihadapi pada setiap periode produksi mendatang adalah sebesar Rp 10.095.088,00 (cateris paribus). Nilai coefficient variation yang diperoleh sebesar 1,75 menunjukkan bahwa risiko yang ditanggung oleh peternakan ayam broiler tersebut adalah sebesar 175 persen dari setiap return yang diterima (cateris paribus). Hal ini mengindikasikan bahwa usahaternak ayam broiler menghadapi risiko yang cukup besar sehingga harus ditangani oleh peternak.

Menurut Aziz (2009), risiko-risiko yang berpengaruh langsung terhadap pendapatan peternakan ayam broiler di Desa Tapos meliputi risiko harga, risiko produksi, dan risiko sosial. Manajemen risiko yang diterapkan oleh peternakan tersebut meliputi manajemen risiko harga, manajemen risiko produksi, dan manajemen risiko sosial. Manajemen risiko harga yang diterapkan adalah dengan melakukan proses pemanenan pada saat waktu yang tepat. Manajemen risiko produksi yang diterapkan adalah melalui proses persiapan kandang, proses budidaya, dan proses pemanenan, guna mengurangi tingkat mortalitas. Manajemen risiko sosial yang diterapkan adalah dengan melibatkan partisispasi masyarakat sekitar dalam kegiatan produksi, seperti dengan perekrutan pekerja dari masyarakat sekitar, pemberian biaya sosial, dan kontribusi dalam kegiatan sosial dalam bentuk kerja bakti.

Risiko harga seringkali terjadi pada usahaternak ayam broiler, baik yang terjadi pada harga sarana produksi ternak maupun harga jual ayam broiler. Salah satu risiko harga sarana produksi ternak yang cukup mempengaruhi kelangsungan usahaternak ayam broiler adalah terjadinya fluktuasi harga DOC. Menurut Siregar (2009), pola pergerakan harga DOC dipengaruhi oleh kondisi penawaran dan permintaan di pasar. Berdasarkan hasil analisis GARCH, risiko harga DOC ayam broiler dipengaruhi oleh volalitas dan varian harga DOC broiler pada periode sebelumnya dengan tanda positif. Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan harga DOC broiler pada periode sebelumnya, maka akan

meningkatkan risiko harga DOC broiler pada periode berikutnya. Menurut Siregar (2009), persentase besarnya risiko harga DOC yang dihadapi oleh PT Sierad Produce Tbk, selaku perusahaan penghasil DOC, adalah sebesar 14,53 persen, sedangkan risiko harga DOC layer hanya sebesar 7,70 persen. Hal ini menunjukkan bahwa PT Sierad Produce Tbk menghadapi tingkat risiko harga DOC broiler yang lebih tinggi dibandingkan dengan risiko harga DOC layer.

Siregar (2009) menyatakan, strategi yang dilakukan oleh PT Sierad Produce Tbk dalam mengatasi risiko harga DOC adalah dengan melakukan pemusnahan DOC dan telur tetas, seta menjual DOC dengan harga yang lebih murah jika terjadi kelebihan produksi. Namun, Siregar (2009) menganggap strategi ini belum tepat karena dapat menimbulkan biaya baru sihingga belum mampu menstabilkan harga jual DOC PT Sierad Produce Tbk. Menurut Siregar (2009), PT Sierad Produce Tbk dapat menerapkan strategi untuk mengatasi risiko harga DOC dengan melakukan perencanaan produksi dan penjualan dengan menganalisis pola harga jual DOC secara rutin dan menjadikan harga jual DOC pada periode sebelumnya sebagai dasar untuk memprediksi harga jual DOC pada periode selanjutnya. Selain itu, PT Sierad Produce Tbk dapat meningkatkan kemitraan dengan para peternak sehingga dapat melakukan pencatatan data permintaan DOC.

Menurut Solihin (2009), risiko produksi pada usahaternak ayam broiler disebabkan oleh adanya perubahan cuaca, wabah penyakit, dan kualitas sarana produksi ternak, sedangkan risiko harga diakibatkan adanya fluktuasi harga sarana produksi ternak yang cenderung terus meningkat pada setiap periode produksi. Fluktuasi harga juga terjadi pada harga jual ayam broiler di pasaran. Berdasarkan hasil analisis risiko yang dilakukan Solihin (2009) di CV AB Farm, nilai Coefficient Variation yang diperoleh adalah sebesar -2,63 persen. Artinya, setian Rp 1,00 return yang diperoleh CV AB Farm akan menghasilkan risiko sebesar Rp 2,63. Nilai batas bawah pendapatan yang diperoleh CV AB Farm adalah sebesar -Rp 111.107.708,00. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan risiko terendah atau kerugian terendah yang dialami CV AB Farm pada setiap periode mendatang adalah sebesar –Rp 111.107.708, cateris paribus. Indeks Prestasi Produksi rata-rata yang diperoleh selama tujuh periode produksi adalah 203 yang

menghasilkan pendapatan sebesar –Rp 124.356.104,00, sedangkan Indeks Prestasi standar yang seharusnya diperoleh adalah sebesar 301 dengan nilai pendapatan Rp 310.615.119,00. Artinya, telah terjadi penyimpangan risiko produksi yang dihadapi CV AB Farm sebesar 98 atau 32,6 persen yang berisiko menurunkan pendapatan sebesar Rp. 342.290.546,00. Menurut Solihin (2009), manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh CV AB Farm adalah dengan memproduksi pakan secara mandiri, melakukan kontrol kandang secara ketat, melakukan konsultasi klinis, memperketat biosecurity, memperbaiki manajemen perkandangan, dan membentuk kelompok peternak sebagai sarana informasi dan diskusi.

Risiko prooduksi yang terjadi pada setiap usahaternak ayam broiler dipengaruhi oleh adanya sumber-sumber riisiko pada setiap peternakan. Menurut Pinto (2011), terdapat empat jenis sumber risiko produksi pada usahaternak ayam broiler, yaitu kepadatan ruang, perubahan cuaca, hama predator, dan penyakit. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat probabilitas dengan menggunakan metode z-score yang dilakukan oleh Pinto (2011), sumber risiko produksi hama predator memiliki tingkat probabilitas tertinggi yaitu sebesar 38,4 persen, disusul oleh probabilitas sumber risiko produksi kepadatan ruang sebesar 33,7 persen, sumber risiko penyakit sebesar 33 persen, dan perubahan cuaca sebesar 12,5 persen. Hasil perhitungan dampak dari sumber-sumber risiko dengan menggunakan metode Value at Risk (VaR) yang dilakukan oleh Pinto (2011) menghasilkan sumber risiko penyakit memberikan dampak terbesar pada tingkat keyakinan 95 persen, disusul sumber risiko kepadatan ruang, perubahan cuaca, dan hama predator.

Menurut Pinto (2011) terdapat dua strategi alternatif risiko produksi yang dapat diterapkan oleh para peternak, yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif yang diusulkan yaitu memakai ventilasi buatan, meningkatkan kedisiplinan anak kandang, menjaga perlakuan yang bersifat operasional, dan memakai jaring kawat di seluruh bagian kandang. Strategi mitigasi yang diusulkan yaitu dengan menggunakan obat dan vaksin secara selang-seling.

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian Maulana (2008), Aziz (2009), Siregar (2009), Solihin (2009), dan Pinto (2011). Persamaan pada penelitian ini adalah meneliti komoditi yang sama dengan

penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu komoditi ayam broiler. Namun, Siregar (2009) memilih DOC broiler dan layer sebagai objek penelitiannya. Perbedaan mendasar antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2008), Aziz (2009), Siregar (2009), Solihin (2009), dan Pinto (2011) adalah penelitian ini dilakukan pada lokasi dan waktu yang berbeda.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Maulana (2008) adalah kedua penelitian menganalisis pendapatan usahaternak ayam broiler. Namun, penelitian ini menambahkan analisis risiko serta pengaruhnya terhadap pendapatan yang diperoleh peternak ayam broiler. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Aziz (2009) dan Solihin (2009) yaitu dalam hal manganalisis risiko usahaternak ayam broiler. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Aziz (2009) dan Solihin (2009) terletak pada skala usaha peternak, identifikasi risiko yang dihadapi, serta metode analisis yang digunakan.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Siregar (2009) dan Pinto (2011) adalah menganalisis risiko dan menggunakan metode analisis risiko Value at Risk (VaR). Namun, terdapat perbedaan objek penelitian khususnya pada penelitian Siregar (2009) yang menganalisi DOC broiler dan layer, sedangkan penelitian ini menganalisis objek penelitian komoditi ayam broiler. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Pinto (2011) terletak pada analisis risiko produksi usahaternak ayam broiler, yang menganalisis tingkat probabilitas dan dampak dari sumber-sumber risiko produksi. Namun, penelitian ini tidak hanya menganalisis tingkat probabilitas dan dampak risiko saja, melainkan juga menganalisis ukuran risiko produksi yang dihadapi yaitu dengan menggunakan analisis hasil yang diharapkan (expected return), analisis varian (variance), analisis simpangan baku (standard deviation), dan analisis koefisien variasi (coefficient variation). Beberapa penelitian terdahulu tersebut, dapat dijadikan sebagai acuan pada penelitian ini dan dirangkum dalam Tabel 7.

Tabel 7. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penulis Judul Metode Analisis Tujuan Muhammad Lucky Maulana (2008) Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan Inti-Plasma

(Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Analisis Deskriptif, Analisis Pendapatan, dan Analisis R/C Menganalisis mekanisme kemitraan inti-plasma, mengetahui manajemen pemeliharaan ternak kemitraan inti-plasma, menghitung pendapatan dan nilai R/C peternak plasma.

Faishal Abdul Aziz (2009)

Analisis Risiko dalam Usahaternak Ayam Broiler (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) Analisis Risiko dan Analisis Deskriptif Menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan, menganalisis alternatif manajemen risiko yang diterapkan.

Yusni Rahmadani Siregar (2009)

Analisis Risiko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer pada PT Sierad Produce Tbk Parung, Bogor Analisis Kualitatif dan Analisis Risiko Model ARCH- GARCH dan Perhitungan VaR (Value at Risk) Menganalisis risiko harga DOC layer dan broiler, menganalisis alternatif strategi risiko harga.

Muhamad Solihin (2009)

Risiko Prooduksi dan

Harga serta Pengaruhnya terhadap Pendapatan peternakan Ayam Broiler CV AB Farm Kecamatan Bojonggenteng- Sukabumi Analisis Risiko dan Analisis Deskriptif Menganalisis risiko produksi dan risiko harga, menganalisis tigkat pendapatan, menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan, menganalisis alternatif strategi menghadapi risiko produksi dan risiko harga. Bona Pinto (2011) Analisis Risiko Produksi pada Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Restu di Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor Analisis Deskriptif dan Analisis Risiko Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi, menganalisis besarnya probabilitas dan dampak risiko produksi,

dan menganalisis alternatif strategi yang diterapkan untuk mengatasi risiko produksi yang dihadapi.

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Risiko

Dalam menjalankan kehidupan, risiko merupakan bagian yang tidak dapat dihindari. Menurut Kountur (2004), risiko didefinisikan sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi oleh seseorang maupun perusahaan yang dapat menyebabkan kerugian. Menurut Djohanputro (2008), pengertian risiko yang paling mendasar adalah sebagai ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probabilitasnya. Djohanputro (2008) membandingkan antara risiko dan ketidakpastian. Menurut Djohanputro (2008), risiko merupakan subjek yang memiliki ukuran kuantitas yang diketahui melalui tingkat probabilitas dan data pendukung kejadiannya, sedangkan ketidakpastian merupakan subjek yang tidak memiliki ukuran kuantitas dan tidak memiliki data pendukung untuk mengukur probabilitas kejadiannya.

Beberapa definisi risiko dari para ahli, disimpulkan oleh Kasidi (2010) sebagai kemungkinan terjadinya berbagai penyimpangan dari harapan sehingga dapat menyebabkan kerugian. Menurut Darmawi (2010), para ahli statistik mendefinisikan risiko sebagai derajat penyimpangan suatu nilai yang berada di sekitar titik pusat atau titik rata-rata. Darmawi (2010) juga memberikan variasi lain dari definisi risiko yaitu sebagai probabilitas obyektif dari outcome aktual suatu kejadian yang berbeda dengan outcome yang diharapkan atau dengan kata lain, risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya kerugian yang tidak terduga. Menurut Darmawi (2010), kemungkinan tersebut menunjukkan adanya ketidakpastian yang ditimbulkan karena berbagai hal, diantaranya :

1. Jarak waktu dimulainya perencanaan suatu kegiatan hingga kegiatan tersebut berakhir.

2. Keterbatasan informasi yang tersedia.

3. Adanya keterbatasan pengetahuan, keterampilan, maupun teknik pengambilan keputusan.

Kountur (2008) menyatakan bahwa terdapat beberapa kategori risiko berdasarkan atas sudut pandang seseorang melihatnya, diantaranya berdasarkan

penyebab timbulnya risiko, akibat yang ditimbulakan, aktivitas yang dilakukan, dan kejadian yang terjadi.

1. Risiko Berdasarkan Sudut Pandang Penyebabnya

Risiko yang dapat dilihat dari sudut pandang penyebab terjadinya risiko terdiri dari risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan merupakan risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan, seperti harga, tingkat suku bunga, dan fluktuasi nilai mata uang asing. Risiko operasional adalah risiko-risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non keuangan seperti, manusia, teknologi, dan alam.

2. Risiko Berdasarkan Sudut Pandang Akibat

Risiko yang dilihat berdasarkan akibat yang ditimbulkan terdiri dari risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni merupakan risiko yang hanya dapat menimbulkan kemungkinan kerugian atau kehilangan dan tidak mungkin menimbulkan kemungkinan memperoleh keuntungan. Risiko spekulatif adalah risiko yang memiliki dua kemungkinan, yaitu tidak hanya kemungkinan yang menguntungkan, namun dapat pula kemungkinan yang merugikan. Setiap kegiatan usaha akan selalu berhadapan dengan risiko murni maupun risiko spekulatif.

3. Risiko Berdasarkan Sudut Pandang Aktivitas

Berbagai jenis aktivitas yang dilakukan dapat menimbulkan risiko, seperti aktivitas pemberian kredit. Semakin banyak jumlah aktivitas yang dijalankan, maka semakin banyak pula risiko yang dihadapi.

4. Risiko Berdasarkan Sudut Pandang Kejadian

Risiko dapat dikategorikan berdasarkan kejadiannya, seperti kebakaran dan kecelakaan. Kejadian merupakan salah satu bagian dari aktivitas karena dalam suatu aktivitas terdiri dari beberapa kejadian.

Darmawi (2010) mengklasifikasikan sumber risiko menjadi risiko sosial, risiko fisik, dan risiko ekonomi. Risiko sosial pada umumnya bersumber dari masyarakat. Risiko sosial ditunjukkan oleh terjadinya tindakan oleh masyarakat yang dapat menimbulkan kerugian seperti, pencurian, peperangan, huru-hara, dan aksi perusakan. Risiko fisik dapat bersumber dari fenomena alam dan tingkah laku manusia. Risiko ekonomi dapat bersumber dari situasi dari keadaan ekonomi yang

sedang berlaku pada periode waktu tertentu seperti, inflasi, resesi, tingkat suku bunga, dan nillai tukar domestik terhadap mata uang asing.

3.1.2. Sikap dalam Menghadapi Risiko

Setiap investor memiliki sikap yang berbeda dalam melakukan pengambilan keputusan terhadap usaha yang akan dijalankannya. Menurut Render dan Stair diacu dalam Fahmi (2010), terdapat tiga kelompok sikap investor dalam menghadapi risiko berdasarkan konsep marginal utilitas, diantaranya adalah Risk Averters, Risk Lovers, dan Risk Neutral.

Gambar 3. Tiga Perbedaan Sikap Pengambilan Keputusan Investor Sumber: Render dan Stair diacu dalam Fahmi (2010)

Risk Averters terdiri dari kelompok investor yang berusaha menghindari risiko atau tidak ingin menanggung risiko dalam bentuk kerugian yang timbul pada masa yang akan datang. Kelompok ini sangat berhati-hati dalam melakukan pengambilan keputusan atau biasanya cenderung melakukan tindakan yang disebut safety player. Menurut Fahmi (2010), sebagian besar investor bertipe Risk averter. Fahmi (2010) juga menyatakan bahwa Risk averter cenderung sulit menjadi pemimpin atau innovator dan lebih banyak menjadi seorang follower. Menurut Sofyan (2005), Risk averter memiliki fungsi utilitas yang berbentuk cekung yang menggambarkan bahwa marginal utilitas (tambahan kepuasan) akan selalu menurun untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan.

Income Utility 0 Risk Averters Risk Neutral Risk Lovers

Risk Lovers atau Risk Seeking terdiri dari kelompok investor yang menyenangi risiko. Menurut Fahmi (2010), bagi kelompok ini semakin tinggi risiko yang dihadapi, maka keuntungan yang diperoleh akan semakin tinggi. Menurut Sofyan (2005), kelompok ini memiliki preferensi terhadap risiko yang lebih tinggi dibandingkan Risk averters dan biasanya memiliki sikap yang sangat optimis. Risk Lovers memiliki fungsi utilitas yang berbentuk cembung, yang menggambarkan bahwa marginal utilitas akan selalu meningkat untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan.

Menurut Sofyan (2005), Risk Neutral terdiri dari kelompok investor yang tidak peduli terhadap risiko. Fungsi utilitas yang dimiliki oleh kelompok Risk Neutral berupa garis tegak lurus yang sesuai dengan ekspektasi labanya.

3.1.3. Konsep Manajemen Risiko

Secara umum, manajemen risiko merupakan upaya yang dilakukan untuk mengendalikan risiko, sehingga dapat memperkecil kemungkinan maupun dampak yang ditimbulkan oleh risiko yang dihadapi. Menurut Kountur (2004), manajemen risiko merupakan berbagai cara yang digunakan oleh manajemen untuk menangani berbagai persoalan yang disebabkan oleh adanya risiko, sehingga perusahaan dapat memperoleh berbagai manfaat, yaitu menjamin pencapaian tujuan, memperkecil kemungkinan terjadinya kebangkrutan, meningkatkan keuntungan perusahaan, dan memberikan keamanan pekerjaan. Menurut Kasidi (2010), risiko tidak hanya dihindari, melainkan juga harus dihadapi dengan cara memperkecil kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Hal ini dikarenakan risiko dapat datang setiap waktu dan dapat menghalangi kegiatan usaha. Definisi manajemen risiko menurut Kasidi (2010) adalah bentuk usaha rasional yang dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian akibat dari risiko yang dihadapi. Menurut Djohanputro (2008), manajemen risiko merupakan proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif-alternatif penanganan risiko, memonitor, dan mengidentifikasi implementasi dari penanganan risiko tersebut.

Menurut Kountur (2008), proses manajemen atau pengelolaan risiko dimulai dengan identifikasi risiko, pengukuran risiko, penanganan risiko, dan

evaluasi. Proses manajemen tersebut dilakukan secara terus-menerus dalam suatu siklus waktu tertentu oleh perusahaan.

Kountur (2008) menyatakan bahwa identifikasi risiko diperlukan untuk memperoleh daftar risiko. Langkah-langkah dalam proses identifikasi risiko terdiri dari menentukan unit risiko, memahami proses bisnis dari unit tersebut, menentukan beberapa aktivitas yang krusial, menentukan barang dan orang pada aktivitas krusial tersebut, menentukan kerugian yang dapat terjadi pada aktivitas tersebut, menentukan penyebab terjadinya kerugian, dan membuat daftar risiko. Selanjutnya, risiko-risiko yang telah terdaftar tersebut diukur. Pengukuran risiko tersebut merupakan upaya untuk menghasilkan status risiko dan membuat peta risiko. Status risiko dapat menunjukkan tingkatan risiko, sehingga dapat diketahui risiko yang paling tinggi dan risiko yang paling rendah. Peta risiko menggambarkan sebaran risiko, sehingga dapat diketahui dimana risiko berada dalam suatu peta. Hasil dari pemetaan dan status risiko dapat memberikan gambaran bagi pihak menajemen dalam membuat keputusan untuk melakukan penanganan risiko.

Kountur (2008) menyatakan bahwa penanganan risiko dapat memberikan usulan yang akan dilakukan untuk menangani risiko-risiko yang telah dipetakan. Setelah dilakukan penanganan risiko, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan evaluasi. Bentuk evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi dari pelaksanaan manajemen risiko yang telah dilakukan.

Gambar 4. Proses Pengelolaan Risiko Sumber: Kountur (2008)

Proses Output

Pengukuran Risiko Evaluasi

Penanganan Risiko

Identifikasi Risiko Daftar Risiko

1. Peta Risiko 2. Status Risiko

Kasidi (2010) menyatakan bahwa pengelolaan risiko dapat dilakukan melalui pengendalian risiko (risk control) dan pembiayaan risiko (risk financing). Pengendalian risiko dapat diljalankan dengan menghindari risiko, mengendalikan risiko, pemisahan, pooling atau kombinasi, dan pemindahan risiko. Pembiayaan risiko dapat dilakukan dengan pemindahan risiko melalui asuransi atau dengan