• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Risiko Produksi Ayam Broiler pada Peternakan Bapak Maulid di Kelurahan Karang Anyar Kecamatan Bukit Baru Kota Palembang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Risiko Produksi Ayam Broiler pada Peternakan Bapak Maulid di Kelurahan Karang Anyar Kecamatan Bukit Baru Kota Palembang"

Copied!
232
0
0

Teks penuh

(1)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Subsektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang berpotensi dikembangkan di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik

menyebutkan bahwa pada tahun 2011, subsektor peternakan telah mampu memberikan kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga yang berlaku sebesar Rp 129,57 triliun atau sekitar 1,74 persen dari total PDB Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa subsektor peternakan tidak kalah dengan sektor-sektor lainnya, baik sektor migas maupun non migas, yakni mampu berperan dalam membangun perekonomian di Indonesia seperti melalui penyerapan jumlah tenaga kerja dan menambah devisa negara.

Ayam broiler merupakan salah satu jenis komoditi dari subsektor peternakan yang mampu diandalkan dalam mempercepat pembangunan perekonomian nasional. Jenis unggas ini memerlukan waktu budidaya yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan jenis ternak lain. Ayam broiler sudah dapat dipanen dalam usia rata-rata 35 hari, sehingga dapat mempercepat pengembalian modal yang telah ditanamkan oleh para investor.

Tabel 1. Konsumsi per Kapita Jenis Daging di Indonesia Tahun 2006 – 2010 No. Jenis Daging Jumlah Konsumsi per Tahun (Kg/Kapita)

2006 2007 2008 2009 2010

1. Sapi 1,11 1.02 1,17 1,29 1,41

2. Kerbau 0,11 0,10 0,09 0,08 0,08

3. Kambing 0,15 0,15 0,15 0,17 0,15

4. Domba 0,18 0,13 0,11 0,12 0,10

5. Babi 0,51 0,58 0,54 0,50 0,52

6. Ayam Buras 0,77 0,65 0,60 0,54 0,57

7. Ayam Broiler 2,08 2,26 2,39 2,52 2,68

8. Itik 0,06 0,11 0,07 0,06 0,06

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

(2)

mengalami pertumbuhan yang positif setiap tahunnya, dibandingkan jenis-jenis daging lain. Berdasarkan Tabel 1, rata-rata pertumbuhan konsumsi daging ayam broiler adalah sebesar 5,23 persen per tahun. Peningkatan konsumsi tersebut diduga karena adanya pertambahan jumlah penduduk, peningkatan income per kapita, harga daging ayam broiler yang lebih terjangkau dibandingkan jenis daging lain, dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan kebutuhan protein hewani. Pada tahun 2007, konsumsi daging ayam broiler per kapita di Indonesia berhasil mencapai pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 8,65 persen. Pertumbuhan konsumsi tersebut diduga akibat terjadinya peningkatan pendapatan nasional Indonesia per kapita atas dasar harga berlaku yakni sebesar 14,41 persen pada tahun 2007, sesuai dengan data yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik (2010).

Kecenderungan masyarakat Indonesia yang lebih memilih jenis daging ayam broiler dibandingkan jenis-jenis daging lainnya dan waktu budidaya ayam broiler yang relatif singkat, menjadikan ayam broiler sebagai komoditi unggulan bagi para peternak di Indonesia. Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia yang lebih tinggi terhadap daging ayam broiler, menuntut supply daging ayam broiler dalam jumlah yang lebih banyak di pasar. Hal ini mengindikasikan bahwa ayam broiler memiliki prospek bisnis yang cukup baik diantara komoditas peternakan lainnya.

Tabel 2. Produksi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2006 – 2011

Tahun Produksi (Ton) Pertumbuhan Produksi (%)

2006 861.262,76

-2007 942.785,67 9,46

2008 1.018.735,94 8,05

2009 1.101.765,50 8,15

2010 1.241.251,00 12,66

2011*) 1.297.447,00 4,52

Keterangan *) : Angka Sementara

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

(3)

tahun. Berdasarkan Tabel 2, rata-rata pertumbuhan produksi ayam broiler di Indonesia adalah sebesar 7,14 persen per tahun. Pertumbuhan produksi terbesar ayam broiler di Indonesia dicapai pada tahun 2010, yakni sebesar 12,66 persen. Hal ini diduga dikarenakan semakin banyak investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya pada uahaternak ayam broiler, semakin banyak peternak ayam broiler yang meningkatkan skala usahanya, dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang berimplikasi pada semakin efisiennya teknik budidaya ayam broiler.

Data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menyatakan bahwa pada tahun 2010, Provinsi Sumatera Selatan merupakan provinsi penghasil daging ayam broiler terbesar ketiga di Pulau Sumatera, setelah Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Riau. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Sumatera Selatan memiliki potensi dalam pengembangan usahaternak ayam broiler. Komoditi ayam broiler adalah jenis komoditi yang memiliki jumlah produksi tertinggi di antara jenis komoditas peternakan lain di Provinsi Sumatera Selatan.

Tabel 3. Laju Pertumbuhan Produksi Daging Ternak Sumatera Selatan Tahun 2006 – 2010

No. Jenis Daging

Ternak

Laju Pertumbuhan Produksi per Tahun (%)

2006 2007 2008 2009 2010

1. Sapi Potong 0,33 1,75 8,36 29,61 1,76

2. Kambing 32,20 1,64 10,35 18,57 2,35

3. Domba 3,86 -71,77 51,53 -51,45 35,42

4. Kerbau -17,77 1,74 -16,80 -32,60 0,11

5. Babi 0,32 1,75 -6,32 -7,29 7,01

6. Ayam Broiler 15,56 56,48 4,76 -0,31 21,83

7. Ayam Buras -28,61 -30,79 -27,03 18,19 13,70

8. Ayam Ras Petelur 19,43 -54,59 48,81 59,05 5,28

9. Itik 5,88 5,04 2,21 17,07 -27,08

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

(4)

tahun ke tahun, yaitu dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 16,39 persen per tahun. Laju pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan laju pertumbuhan produksi jenis daging ternak lain di Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan data tersebut, laju pertumbuhan produksi beberapa jenis daging ternak cenderung mengalami penurunan pada tahun 2007. Namun, pertumbuhan tertinggi produksi ayam broiler justru terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 56,48 persen. Hal ini diduga pada tahun 2007 sebagian besar peternak beralih untuk membudidayakan ayam broiler akibat pola kemitraan inti plasma yang semakin berkembang di Provinsi Sumatera Selatan.

Jumlah produksi daging ayam broiler di Provinsi Sumatera Selatan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditi ayam broiler mampu memberikan kontribusi bagi subsektor peternakan, khususnya bagi pembangunan perekonomian daerah. Perkembangan usahaternak ayam broiler di Provinsi Sumatera Selatan didukung oleh ketersediaan lahan yang masih cukup luas, kondisi alam yang cukup mendukung, serta ketersediaan sarana dan prasarana yang cukup memadai.

Kota Palembang yang merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Selatan pun ternyata masih memiliki potensi pengembangan budidaya ayam broiler. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Selatan, pada tahun 2009 Kota Palembang menempati urutan ketiga terbesar penghasil daging ayam broiler di Provinsi Sumatera Selatan, setelah Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Banyuasin. Namun pada tahun 2010 lalu, sempat mengalami penurunan sehingga Kota Palembang menempati urutan keempat sebagai penghasil daging ayam broiler terbesar setelah Kabupaten Banyuasin, Muara Enim, dan Ogan Komering Ilir.

(5)

rata-rata terbesar terhadap jumlah produksi ternak unggas di Kota Palembang yaitu sebesar 72,35 persen per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa usahaternak ayam broiler meskipun memiliki potensi untuk dikembangkan, namun masih menimbulkan risiko sehingga dapat mempengaruhi hasil produksi.

Tabel 4. Produksi Daging Ternak Unggas di Kota Palembang Tahun 2006 - 2010 No. Jenis Unggas Jumlah Produksi (Ton) Kontribusi

Rata-rata (%) 2006 2007 2008 2009 2010

1. Ayam Buras 934 1.143 1.183 1.236 1.250 22,89

2. Ayam Petelur 182 194 201 210 215 3,99

3. Ayam Broiler 3.870 3.406 3.525 3.684 3.672 72,35

4. Itik 27 38 40 42 43 0,75

Jumlah 5.013 4.781 4.949 5.172 5.180 100

Sumber : Dinas Peternakan Kota Palembang (2011)

Menurut Djohanputro (2008), adanya risiko diindikasikan oleh terjadinya fluktuasi tingkat produktivitas yang diperoleh dari setiap periode waktu tertentu. Fluktuasi tersebut dapat mempengaruhi tingkat pendapatan sehingga menyebabkan terjadinya penyimpangan terhadap tingkat pendapatan yang diharapkan (expected return) dengan tingkat pendapatan aktual yang diperoleh peternak. Menurut Kasidi (2010), risiko merupakan bagian yang tak terpisahkan dari berbagai aktivitas kehidupan, termasuk aktivitas suatu usaha. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, terkadang justru semakin berpotensi menimbulkan risiko yang lebih kompleks. Hal ini menuntut setiap pelaku usaha harus memiliki kemampuan mengelola setiap risiko yang dihadapi dengan baik untuk mencegah terganggunya keberlangsungan aktivitas usaha yang dapat menimbulkan kerugian.

(6)

Maulid masih menghadapi risiko yang ditandai dengan berfluktuasinya tingkat produktivitas dan tingkat pendapatan yang diperoleh pada setiap periode produksi.

Adanya risiko yang dihadapi pada setiap periode produksi ayam broiler harus disertai dengan kemampuan peternak dalam mengelola risiko dengan baik, agar tidak meimbulkan kerugian. Risiko yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid perlu dianalisis untuk menekan tingkat probabilitas (peluang) terjadinya risiko maupun dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut. Melalui hasil analisis ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Peternakan Bapak Maulid dalam menangani risiko yang dihadapinya, sehingga mampu memperoleh tingkat pendapatan yang optimal.

1.2. Perumusan Masalah

Sejak awal menjalankan usahanya, Peternakan Bapak Maulid sudah menjalani hubungan kemitraan pola inti-plasma dengan PT Sumber Unggas Cemerlang (PT SUC). Hubungan kerjasama ini dilakukan untuk memberikan kemudahan bagi Peternakan Bapak Maulid dalam memperoleh sarana produksi ternak, adanya bimbingan teknis budidaya, dan adanya kepastian pemasaran hasil produksi. Selain itu, alasan Bapak Maulid menerapkan sistem kemitraan ini adalah sebagai cara untuk meminimalisasi risiko-risiko yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid dalam menjalankan aktivitas budidaya ayam broiler yang dapat menyebabkan kerugian, seperti risiko harga input, risiko harga output, dan risiko produksi akibat adanya serangan wabah penyakit. Peternakan Bapak Maulid mengawali budidaya ayam broiler dengan kapasitas sebanyak 5.000 ekor. Namun pada periode produksi selanjutnya, total kapasitas budidaya ayam broiler di Peternakan Bapak Maulid adalah sebanyak 6.000 ekor. Dalam hal ini, Peternakan Bapak Maulid berperan sebagai pihak plasma sedangkan PT SUC berperan sebagai pihak inti.

(7)

plasma, berperan dalam menyiapkan lahan, kandang, perlengkapan dan peralatan budidaya, serta tenaga kerja.

Peternakan Bapak Maulid masih menghadapi risiko produksi meskipun telah menjalin kemitraan inti-plasma dengan PT SUC. Risiko produksi merupakan risiko yang dapat mengganggu aktivitas produksi usahaternak ayam broiler sehingga dapat menimbulkan kerugian berupa penurunan hasil produksi Peternakan Bapak Maulid. Sumber-sumber risiko produksi yang seringkali dihadapi oleh usaha peternakan ayam broiler antara lain adalah kualitas DOC, wabah penyakit, dan kondisi cuaca.

Kualitas DOC sangat mempengaruhi pertumbuhan dan daya tahan tubuh ayam broiler. Kualitas DOC yang rendah ditandai dengan pertambahan bobot tubuh yang lebih lambat. Selama menjalani proses budidaya, DOC yang berkualitas rendah cenderung membutuhkan pakan dalam jumlah yang lebih banyak. Namun, hal ini tidak mempengaruhi pertumbuhan maupun pertambahan bobot ayam broiler, sehingga total biaya produksi yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi. Selain itu, DOC dengan kualitas rendah akan lebih mudah terserang penyakit karena daya tahan tubuh yang lebih lemah.

Wabah penyakit seringkali melanda usahaternak ayam broiler dan berpengaruh langsung sebagai pemicu terjadinya risiko produksi. Serangan penyakit sulit terdeteksi, dapat terjadi secara tiba-tiba, dan dapat menyebabkan tingginya tingkat mortalitas. Jenis penyakit yang menyerang ayam broiler pada usaha Peternakan Bapak Maulid yaitu penyakit Gumboro dan penyakit

Kolibasilosis. Penyakit Gumboro disebabkan oleh virus Gumboro yang menyerang sistem kekebalan tubuh ayam broiler dan ditandai dengan kotoran ayam broiler yang encer, berlendir, dan berwarna putih (Santoso dan Sudaryani, 2009). Penyakit Kolibasilosis yang menyerang ayam broiler di Peternakan Bapak Maulid merupakan infeksi lanjutan akibat mengalami stress karena terjadinya perubahan kondisi cuaca yang ekstrim.

(8)

meningkatkan perkembangbiakan bibit penyakit. Selain itu, terjadinya perubahan cuaca yang ekstrim seringkali dapat menyebabkan ayam broiler menjadi stress, sehingga dapat mempengaruhi daya tahan tubuh.

Gambar 1. Grafik Fluktuasi Tingkat Mortalitas Ayam Broiler Peternakan Bapak Maulid

Tingkat produktivitas ayam broiler di Peternakan Bapak Maulid cenderung mengalami kenaikan dan berfluktuasi pada setiap periode produksi, yang dicerminkan dengan berfluktusinya tingkat mortalitas ayam broiler. Berdasarkan Gambar 1, tingkat mortalitas ayam broiler terendah di Peternakan Bapak Maulid terjadi pada periode produksi II yaitu sebesar 0,37 persen, sedangkan tingkat mortalitas tertinggi terjadi pada periode produksi VII, yaitu mencapai 7,50 persen. Tingkat mortalitas ayam broiler yang tinggi pada periode produksi VII menyebabkan Peternakan Bapak Maulid mengalami kerugian.

Gambar 2. Grafik Penyimpangan Hasil Produksi Ayam Broiler Peternakan Bapak Maulid

0 1 2 3 4 5 6 7 8

I II III IV V VI VII

Tingkat Mortalitas

(%)

Periode Produksi

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000

I II III IV V VI VII

T

o

tal Pr

oduksi

(Kg)

(9)

Berdasarkan Gambar 2, total produksi ayam broiler di Peternakan Bapak Maulid cenderung mengalami penurunan setiap periode produksi. Selain itu, telah terjadi penyimpangan antara hasil produksi aktual Peternakan Bapak Maulid dengan standar produksi PT SUC. Penyimpangan tersebut terjadi pada periode produksi III, V, VI, dan VII.

Pada periode produksi III dan V, umur rata-rata panen ayam broiler di Peternakan Bapak Maulid adalah 35 hari (Lampiran 2). Pada umur tersebut, bobot rata-rata minimal ayam broiler yang seharusnya dihasilkan berdasarkan standar dari PT SUC adalah sebesar 1,75 kilogram per ekor. Namun, pada periode produksi tersebut masing-masing bobot rata-rata aktual yang dihasilkan adalah sebesar 1,61 kilogram per ekor dan 1,70 kilogram per ekor. Pada periode produksi VI dan VII, umur rata-rata panen ayam broiler di Peternakan Bapak Maulid adalah 34 hari (Lampiran 2). Bobot rata-rata ayam broiler yang dihasilkan pada periode produksi VI berada pada standar PT SUC. Namun pada periode produksi tersebut, tingkat mortalitas ayam broiler cukup tinggi yaitu mencapai 3,58 persen. Hal ini menyebabkan hasil produksi aktual Peternakan Bapak Maulid pada periode produksi VI masih berada di bawah hasil produksi yang diharapkan. Pada periode produksi VII, bobot rata-rata minimal ayam broiler yang seharusnya dihasilkan berdasarkan standar dari PT SUC adalah sebesar 1,68 kilogram per ekor. Namun, bobot rata-rata aktual yang dihasilkan pada periode produksi

tersebut adalah sebesar 1,46 kilogram per ekor.

Berdasarkan hasil pemaparan di atas, terlihat adanya bentuk penyimpangan antara hasil yang diharapkan oleh Peternakan Bapak Maulid dengan hasil aktual yang telah dicapai. Bentuk penyimpangan tersebut mengindikasikan adanya risiko yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid dan harus dikelola, sehingga dapat mencapai tujuannya untuk memperoleh total hasil maupun tingkat pendapatan yang optimal. Berdasarkan uraian tersebut, beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini antara lain :

1. Apa saja sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid ?

(10)

3. Bagaimana tingkat probabilitas dan dampak dari sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi Peternakan Bapak Maulid ?

4. Bagaimana alternatif-alternatif strategi yang dapat diterapkan oleh Peternakan Bapak Maulid untuk menangani risiko produksi yang dihadapi ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan penelitian yang telah dikemukanan, maka tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengidentifikasi dan menganalisis sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid.

2. Menganalisis tingkat risiko produksi yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid.

3. Menganalisis tingkat probabilitas dan dampak sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid.

4. Menganalisis alternatif-alternatif strategi yang dapat diterapkan Peternakan Bapak Maulid untuk menangani risiko produksi yang dihadapi.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk membantu Peternakan Bapak Maulid dalam melakukan analisis terhadap risiko produksi yang dihadapinya, sehingga dapat membantu dalam proses pembuatan maupun pengambilan keputusan.

2. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para peternak ayam broiler yang akan memulai maupun mengembangkan usahanya, dalam menganalisis dan menangani risiko produksi guna mengoptimalkan tingkat pendapatan.

3. Sebagai bahan rujukan bagi masyarakat peneliti untuk mengembangkan penelitian selanjutnya yang sejenis dan mengembangkan kembali teori-teori yang terkait dengan risiko.

4. Dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan pemahaman penulis dalam menganalisis risiko, khususnya pada usahaternak ayam broiler yang

(11)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan milik Bapak Maulid, yang melakukan usahaternak ayam broiler dengan menerapkan hubungan kemitraan inti-plasma. Petenakan Bapak Maulid berlokasi di Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Bukit Baru, Kota Palembang. Penelitian ini dibatasi pada analisis risiko yang meliputi analisis hasil yang diharapkan (expected return), analisis varian (variance), analisis simpangan baku (standard deviation), analisis koefisien

variasi (coefficient variation), analisis metode nilai standar (z-score), dan analisis metode Value at Risk (VaR).

Analisis hasil yang diharapkan (expected return), analisis varian (variance), analisis simpangan baku (standard deviation), dan analisis koefisien variasi (coefficient variation), digunakan uuntuk mengetahui besarnya tingkat risiko produksi berdasarkan tingkat pendapatan yang diperoleh Peternakan Bapak Maulid. Analisis metode nilai standar (z-score) digunakan untuk mengetahui besarnya tingkat probabilitas (peluang) kejadian sumber-sumber risiko produksi di Peternakan Bapak Maulid. Analisis metode Value at Risk (VaR) digunakan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat adanya sumber-sumber risiko produksi di Peternakan Bapak Maulid pada tingkat kepercayaan tertentu. Hasil analisis tingkat probabilitas sumber-sumber risiko produksi dan analisis metode Value at Risk (VaR) dapat dipetakan ke dalam peta risiko sehingga dapat ditemukan alternatif manajemen risiko produksi yang dapat diterapkan oleh Peternakan Bapak Maulid.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh langsung dari Peternakan Bapak Maulid, berupa data hasil produksi ayam broiler selama tujuh periode produksi yaitu pada 7 Januari 2011 – 26 November 2011. Data sekunder tersebut merupakan data pada saat Peternakan Bapak Maulid menjalin kerjasama kemitraan inti-plasma dengan pihak PT Sumber Unggas

(12)

II TINJAUAN

PUSTAKA

2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

Usaha peternakan ayam broiler telah banyak berkembang di Indonesia. Hal ini ditandai dengan kecenderungan peningkatan jumlah produksi daging ayam broiler di berbagai daerah di Indonesia dari tahun 2006 hingga tahun 2011 (Lampiran 1). Menurut Rasyaf (2010), galur murni ayam broiler sudah ada sejak

tahun 1960. Namun, di Indonesia ayam broiler baru populer secara komersial pada tahun 1980. Perkembangan usahaternak ayam broiler didukung oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk dan total pendapatan per kapita. Selain itu, harga daging ayam broiler pun cukup terjangkau bagi masyarakat sehingga lebih banyak dikonsumsi dibandingkan jenis daging hewan lainnya.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadikan waktu pemeliharaan yang dibutuhkan dalam membudidayakan ayam broiler semakin singkat, yakni rata-rata pada umur 35 hari, ayam broiler sudah dapat dipanen. Hal ini mengakibatkan semakin banyak investor (peternak) yang berminat untuk membudidayakan ayam broiler. Waktu pemeliharaan ayam broiler yang cukup singkat, mengimplikasikan jumlah modal yang telah ditanamkan akan cepat kembali. Selain itu, peternak pun masih dapat memperoleh penerimaan tambahan dari produk sampingan ayam broiler, yaitu kotoran ayam yang dapat dijual untuk dimanfaatkan sebagai pupuk kandang.

Tabel 5. Perkembangan Performa Ayam Broiler Umur 35 Hari

No. Tahun Bobot (Kg) FCR

1. < 1980 1,0 – 1,2 1,9 – 2,0

2. 1980 1,2 – 1,4 1,8 – 1,9

3. 1990 – 2000 1,4 – 1,6 1,7 – 1,8

4. >2000 >1,6 <1,7

Sumber : Santoso dan Sudaryani (2009)

(13)

(Feed Convertion Ratio) yang dihasilkan dari tahun ke tahun pun semakin kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa usahaternak ayam broiler di Indonesia semakin efisien, yaitu untuk menghasilkan bobot rata-rata ayam broiler yang cukup besar membutuhkan penggunaan pakan yang lebih sedikit.

Sistem agribisnis ayam broiler di Indonesia melipuuti subsistem hulu, subsistem onfarm, subsistem hilir, dan subsistem penunjang. Sistem agribisnis tersebut saling terintegrasi satu sama lain secara ke depan (forward) maupun ke belakang (backward), dan ke atas (upstream) maupun ke bawah (downstream). Serangkaian sistem agribisnis ayam broiler tersebut dilakukan untuk memberikan dan atau menciptakan nilai tambah.

Subsistem agribisnis hulu ayam broiler meliputi seluruh aktivitas pengadaan sarana produksi ternak yang terdiri dari, lahan, kandang, DOC (Day Old Chick), pakan, peralatan, mesin, obat-obatan, vitamin, vaksin, bahan bakar, dan tenaga kerja. Subsistem agribisnis onfarm meliputi keseluruhan aktivitas yang berkaitan langsung dengan proses budidaya ataupun produksi ayam broiler dan menggunakan sarana produksi ternak dari subsistem agribisnis hulu. Aktivitas yang berkaitan langsung dengan proses budidaya ayam broiler meliputi aktivitas pemanasan dan pembesaran. Subsistem agribisnis hilir ayam broiler meliputi aktivitas-aktivitas distribusi dan pengolahan produk yang dihasilkan oleh subsistem onfarm. Pada subsistem agribisnis hilir, aktivitas diawali dengan proses pemanenan, pemasaran, dan pengolahan ayam broiler. Subsistem penunjang

merupakan subsistem yang mendukung dan berperan langsung terhadap seluruh kegiatan yang ada pada subsistem hulu, subsistem onfarm, dan subsistem hilir. Subsistem penunjang terdiri dari aktivitas-aktivitas yang dijalankan oleh lembaga-lembaga penunjang seperti, lembaga-lembaga keuangan, hukum, informasi dan komunikasi, transportasi, pendidikan, dan penelitian

2.2. Faktor-faktor Produksi Budidaya Ayam Broiler

Menurut Santoso dan Sudaryani (2009), faktor-faktor produksi yang perlu diperhatikan dalam pembudidayaan ayam broiler antara lain, kandang, DOC,

(14)

2.2.1. Kandang

Kandang merupakan faktor produksi pertama yang harus diperhatikan oleh peternak. Menurut Jayanata dan Harianto (2011), jenis kandang ayam broiler berdasarkan konstruksi dindingnya dibedakan menjadi kandang terbuka dan kandang tertutup. Namun, Jayanata dan Harianto (2011) menambahkan bahwa

penggunaan jenis kandang terbuka lebih banyak dipilih oleh peternak. Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh peternak dalam proses penyediaan kandang antara lain :

1. Lokasi Kandang

Lokasi kandang yang baik adalah terletak jauh dari pemukiman penduduk dan peternakan lain. Menurut Santoso dan Sudaryani (2009), jarak antara kandang dengan pemukiman penduduk adalah minimal 500 meter, sedangkan jarak dengan peternakan lain minimal 1.000 meter. Lokasi kandang yang jauh dari pemukiman penduduk dimaksudkan agar aktivitas penduduk tidak mengganggu keberlangsungan budidaya ayam broiler ataupun sebaliknya, budidaya ayam broiler tidak menimbulkan efek eksternalitas negatif kepada penduduk. Di samping itu, lokasi kandang yang jauh dari peternakan lain, merupakan salah satu upaya antisipasi penyebaran penyakit yang didatangkan dari peternakan lain. Menurut Setiawan (2010), lokasi yang berada di sekitar hutan atau yang dipenuhi oleh banyak pohon, sangat cocok untuk dijadikan sebagai tempat peternakan unggas, khususnya ayam broiler. Ketersediaan air, saluran listrik, dan kondisi infrastruktur juga harus diperhatikan oleh peternak dalam memilih lokasi pendirian kandang, guna mendukung kelancaran budidaya ayam broiler.

2. Kapasitas Kandang

Ukuran kandang sangat mempengaruhi kapasitas pemeliharaan ayam broiler. Menurut Rasyaf (2010), kapasitas pemeliharaan ayam broiler dapat disesuaikan dengan lokasi peternakan. Kapasitas pemeliharaan yang disarankan bagi peternakan ayam broiler yang berada di dataran rendah adalah sebanyak 8 –

(15)

menyesuaikan lokasi peternakan, jumlah ayam broiler yang akan dipelihara, dan luas kandang yang dimiliki.

3. Ventilasi Kandang

Menurut Rasyaf (2010), semakin tinggi suhu di dalam kandang, umur, dan bobot ayam broiler, maka semakin banyak jumlah udara segar yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pengaturan ventilasi sangat dibutuhkan untuk mengatur sirkulasi udara di dalam kandang. Rasyaf (2010) menyatakan pengaturan sirkulasi udara dapat dilakukan melalui ventilasi buatan berupa kipas angin. Kipas angin tersebut berfungsi mengeluarkan udara kotor dan beracun ke luar kandang, dan menghembuskan udara bersih dan segar masuk ke dalam kandang.

4. Peralatan Kandang

Peralatan kandang menurut Santoso dan Sudaryani (2009) antara lain meliputi, instalasi listrik, instalasi air minum, tempat pakan, alas kandang, pemanas ruangan, tirai kandang, dan pelindung indukan (brooder guard). Jenis pemanas yang seringkali digunakan oleh peternak ayam broiler yaitu pemanas listrik, pemanas gas, pemanas batu bara, dan pemanas minyak tanah.

5. Gudang

Gudang berfungsi sebagai tempat penyimpanan pakan, obat-obatan, dan peralatan serta perlengkapan kandang lainnya. Oleh karena itu, gudang sebaiknya berada dekat dengan kandang untuk memudahkan akses dalam pengangkutan

input-nput yang diperlukan. Jarak antara gudang dengan kandang menurut Santoso dan Sudaryani (2009) adalah sekitar 10 meter.

2.2.2. DOC (Day Old Chick)

DOC adalah bibit ayam atau anak ayam yang baru berusia satu hari. Kualitas DOC sangat menentukan kelangsungan dan hasil produksi usahaternak ayam broiler. Menurut Jayanata dan Harianto (2011), DOC yang berkualitas baik memiliki ciri-ciri berasal dari indukan yang berkualitas, DOC sehat, bebas dari

(16)

Dalam pemeliharaannya, DOC sangat membutuhkan keadaan yang steril, sehingga kebersihan kandang harus terjaga saat penerimaan DOC. Selain itu menurut Jayanata dan Harianto (2011), DOC juga membutuhkan suhu yang lebih hangat dibandingkan ayam broiler yang telah menginjak usia dewasa. Oleh karena itu sebelum penerimaan DOC, hendaknya pemanas ruangan telah dinyalakan terlebih dahulu.

Menurut Solihin (2009), harga DOC cenderung sering mengalami kenaikan dan berfluktuasi akibat ketersediaan DOC yang tidak terkontrol serta masih minimnya regulasi yang mengatur keseimbangan antara penawaran dan permintaan DOC. Ketidakseimbangan antara jumlah permintaan dan penawaran DOC yang tersedia dapat mempengaruhi tingkat harga DOC.

2.2.3. Pakan

Keberhasilan usahaternak ayam broiler menurut Jayanata dan Harianto (2011), ditentukan oleh kualitas pakan yang diberikan, disamping sifat genetik yang dimiliki ayam broiler dan manajemen yang diterapkan oleh peternakan. Sifat khas ayam broiler yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat harus didukung oleh pemberian jenis pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup. Jenis pakan yang diberikan harus disesuaikan dengan umur ayam broiler. Hal ini dikarenakan setiap jenis pakan memiliki kandungan nutrisi yang berbeda, sesuai dengan jumlah nutrisi yang diperlukan pada setiap fase pertumbuhan ayam broiler. Adapun Santoso dan Sudaryani (2009) telah menggolongkan tiga jenis pakan berdasarkan kandungan nutrisinya.

Tabel 6. Jenis Pakan Berdasarkan Kandungan Nutrisi

No. Jenis Pakan Umur

Ayam Broiler (Hari)

Protein (%) Energi Metabolisme (kkal/kg pakan)

1. Prestarter 1 – 7 23 – 24 3.050

2. Starter 8 – 28 21 – 22 3.100

3. Finisher 29 – panen 18 – 20 3.200 – 3.300 Sumber : Santoso dan Sudaryani (2009)

(17)

saat ayam broiler berumur 29 hari hingga memasuki waktu panen. Kandungan protein tertinggi terdapat pada jenis pakan prestarter, yaitu sebesar 23 – 24 persen. Jenis pakan prestarter diberikan pada saat ayam broiler berumur 1 – 7 hari. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein lebih banyak dibutuhkan oleh ayam broiler pada usia tersebut, karena protein berperan secara langsung dalam mendukung pertumbuhan ayam broiler.

Penggunaan jumlah pakan yang tidak berimbang dengan bobot rata-rata ayam broiler dapat mengakibatkan kerugian bagi peternak. Hal ini dikarenakan biaya terbesar dari total biaya produksi bersumber dari biaya pembelian pakan. Menurut Santoso dan Sudaryani (2009), biaya untuk pakan ayam broiler menempati kontribusi terbesar, yaitu sekitar 70 persen dari total biaya produksi. Oleh karena itu, efisiensi penggunaan pakan perlu diperhatikan oleh peternak ayam broiler.

Efisiensi penggunaan pakan dapat dilakukan dengan menambahkan probiotik dan herbal. Jayanata dan Harianto (2011) juga menambahkan bahwa peternak ayam broiler dapat mencampurkan probiotik pada air minum yang diberikan, yang dapat dilakukan sejak tahap awal pemeliharaan. Menurut Jayanata dan Harianto (2011), probiotik dapat menghambat pertumbuhan patogen di dalam tubuh, meningkatkan daya cerna, dan meningkatkan pertumbuhan bobot tubuh. Pemberian probiotik dapat mengoptimalkan pertumbuhan ayam broiler sehingga

mampu mengefisiensikan penggunaan pakan.

Efisiensi penggunaan pakan diharapkan mampu mengurangi dampak dari kenaikan harga pakan yang seringkali berfluktuasi dan sangat mempengaruhi tingkat pendapatan. Menurut Solihin (2009), harga pakan yang cenderung naik dan berfluktuasi dipengaruhi oleh kondisi tingkat harga bahan baku pembuatan pakan.

2.2.4. Obat-obatan, Vaksin, dan Vitamin

(18)

vaksin, dan vitamin juga dapat mengalami kenaikan dan berfluktuasi sehingga harus digunakan seefisien mungkin dan sesuai dengan aturan penggunaan.

Pemberian obat pada peternakan ayam broiler menurut Rasyaf (2010) terdiri dari kelompok obat khusus untuk penyakit yang disebabkan oleh Salmonella sp., kelompok obat Sulfonamides, kelompok obat antibiotika, dan kelompok obat khusus untuk mengobati penyakit berak darah. Menurut Jayanata dan Harianto (2011), para perternak ayam broiler dapat melakukan pengobatan secara herbal dengan menggunakan jahe, kunyit, kencur, daun sirih, temulawak, ataupun bawang puti, sebagai alternatif pengganti obat-obatan kimia. Bahan-bahan herbal tersebut dapat dicampur pada pakan ataupun air minum ayam broiler. Jayanata dan Harianto (2011) juga menyatakan bahwa penggunaan herbal dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh ayam broiler terhadap serangan penyakit.

Menurut Santoso dan Sudaryani (2009), vaksin adalah penyakit yang telah dilemahkan dan dimasukkan ke dalam tubuh ayam broiler guna meningkatkan kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. Pemberian vaksin dapat dilakukan melalui tetes mata, penyuntikan, dan pencampuran dengan air minum. Santoso dan Sudaryani (2009) mengelompokkan vaksin menjadi dua jenis yaitu, vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif adalah vaksin yang berisi virus hidup, namun virus tersebut telah dilemahkan. Setelah tiga hari penggunaan vaksin ini, kekebalan tubuh ayam broiler dapat ditingkatkan. Vaksin inaktif adalah vaksin

yang berisi virus yang dilemahkan dan dicampur dalam emulsi minyak dan bahan stabilisator, untuk memperoleh tingkat kekebalan tubuh yang lebih lama dan stabil.

(19)

dicampur pada air minum, dapat membantu meningkatkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot tubuh ayam broiler. Menurut Kusnadi (2006), pemberian vitamin C tersebut sangat efektif pada kondisi cuaca yang panas karena pada kodisi tersebut dapat menurunkan jumlah konsumsi pakan akibat penimbunan panas yang terlalu banyak di dalam tubuh ayam broiler.

2.2.5. Tenaga Kerja

Peternakan ayam broiler memerlukan sejumlah tenaga kerja yang dapat

disesuaikan dengan banyaknya jumlah budidaya ataupun jenis teknologi yang diterapkan. Menurut Rasyaf (2010), peternakan ayam broiler terdiri dari beberapa jenis tenaga kerja, yaitu tenaga kerja tetap, tenaga kerja harian, serta tenaga kerja harian lepas dan kontrak.

1. Tenaga Kerja Tetap

Pada umumnya, tenaga kerja tetap pada peternakan skala kecil dijabat oleh peternak itu sendiri dan sekaligus berperan sebagai pemilik modal, sedangkan pada peternakan skala menengah maupun besar dijabat oleh pihak-pihak yang ahli di dalam bidangnya. Pihak-pihak tersebut terdiri dari tenaga lapang kandang yang bertugas sebagai pemberi pakan, administrasi, dan pemasaran, sehingga gaji yang mereka terima dimasukkan sebagai biaya tetap produksi. Tenagga kerja tetap terikat dengan peraturan yang diterapkan dan harus menetap di peternakan.

2. Tenaga Kerja Harian

Tenaga kerja harian biasanya terdiri dari pekerja kasar yang bertugas membersihkan kandang, membersihkan tempat pakan dan minuman, mengangkut pakan, dan membersihkan rumput di sekitar areal kandang. Pekerjaan-pekerjaan tersebut dilakukan secara rutin. Tenaga kerja harian diberi upah harian sesuai dengan jumlah hari kerja yang dijalankan. Tenaga kerja harian tidak terikat dengan aturan yang diterapkan dan tidak menetap di peternakan.

3. Tenaga Kerja harian Lepas dan Kontrak

(20)

Menurut Aziz (2009), perekrutan tenaga kerja yang berasal dari masyarakat di sekitar peternakan ayam broiler dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya risiko sosial yang muncul dari lingkungan masyarakat sekitar. Pelibatan masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja di peternakan ayam broiler dapat menjadikan masyarakat setempat merasa dihargai atas keberadaannya di dalam lingkungan usahaternak ayam broiler.

2.3. Pola Usaha Budidaya Ayam Broiler

Menurut Santoso dan Sudaryani (2009), usaha budidaya ayam broiler dapat dibedakan menjadi pola usaha mandiri dan pola kemitraan.

1. Pola Usaha Mandiri

Pada pola usaha mandiri, seluruh usaha budidaya ayam broiler dilakukan sendiri (secara mandiri) oleh peternakan tersebut. Dalam hal ini, peternakan mendatangkan langsung input-input yang dibutuhkan secara langsung dan menerapkan sistem manajerialnya sendiri, sehingga total biaya produksi ditanggung langsung oleh peternak. Pada pola usaha mandiri, seluruh bentuk risiko yang terjadi harus ditanggung oleh peternak karena besarnya kuntungan maupun kerugian diterima langsusng oleh peternak, akibat tidak menjalin kerjasama dengan pihak lain. Secara umum, pola usaha mandiri lebih peka terhadap total produksi, fluktuasi harga ayam broiler dan harga input-input di pasaran.

2. Pola Usaha Kemitraan

Menurut Santoso dan Sudaryani (2009), peternak ayam broiler yang menerapkan pola usaha kemitraan, tidak perlu mengeluarkan seluruh biaya, karena pola ini merupakan bentuk kerjasama yang dilakukan dengan pihak lain, seperti pabrik pakan, poultry shop, maupun peternak besar (perusahaan). Santoso dan Sudaryani (2009), membagi pola usaha kemitraan menjadi pola inti plasma, pola sewa kandang dan peralatan, dan pola investor. Pada pola inti plasma, pihak inti yaitu pabrik pakan, poultry shop, maupun peternak besar (perusahaan), wajib menyediakan berbagai sarana produksi seperti DOC (Day Old Chick), vaksin,

(21)

Pada pola kemitraan sewa kandang dan peralatan, peternak tidak perlu mengeluarkan modal untuk menyediakan kandang dan peralatannya. Pada kemitraan pola investor, pemilik modal dapat memberikan modalnya kepada peternak untuk membeli tanah dan membuat kandang (tanah dan kandang tetap menjadi milik investor).

Menurut Christiawan (2002), pola kemitraan seperti yang dikembangkan pada penelitiannya, yaitu PT Mitra Asih Abadi melalui peternakan inti rakyat (PIR), merupakan bentuk kerjasama yang saling menguntungkan anatara pihak inti (perusahaan) dan plasma (peternak). Pola PIR yang diterapkan oleh PT Mitra Asih Abadi meliputi penyediaan sarana produksi peternakan oleh perusahaan inti, seperti DOC, pakan, obat/vaksin, pemberian jaminan pemasaran hasil produksi peternak dengan harga garansi, dan pemberian bimbingan teknis dan pengawasan secara kontinyu kepada peternak plasma. Manfaat yang dapat diperoleh dari pola usaha kemitraan adalah dapat menciptakan lapangan kerja baru, menciptakan keadilan dan pemerataan pendapatan bagi peternak plasma, dapat menciptakan harga jual ayam broiler yang ideal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dan dapat meminimalisasi risiko yang dihadapi oleh peternak, seperti risiko produksi, risiko pemerolehan dan harga beli input, dan risiko harga penjualan ayam broiler.

2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu yang Relevan

Tingkat pendapatan yang diperoleh para peternak plasma ayam broiler menurut Maulana (2008) terbagi menjadi tiga skala. Pada skala I (2.500 – 4.999 ekor), tingkat pendapatan sebesar Rp 435,85 per kilogram bobot hidup. Pada peternak dengan skala II (5.000 – 13.999 ekor) memperoleh pendapatan sebesar Rp 388,59 per kilogram bobot hidup, sedangkan pada peternak skala III (14.000 – 37.000 ekor) memperoleh pendapatan sebesar Rp 580,96 per kilogram bobot hidup. Nilai R/C tertinggi diperoleh peternak skala III, yaitu sebesar 1,07 yang mengindikasikan bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan, maka peternak

akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,07. Hal ini mengindikasikan bahwa para peternak plasma memperoleh keuntungan dari usahaternak ayam broiler

yang dijalankannya.

(22)

oleh Aziz (2009) pada peternakan ayam broiler di Desa Tapos, menghasilkan nilai expected return sebesar Rp 5.768.199,00, yang menggambarkan bahwa pendapatan bersih yang diharapkan dapat diperoleh peternak pada waktu mendatang adalah sebesar Rp 5.768.199,00 (cateris paribus). Nilai standard deviation yang diperoleh adalah sebesar Rp 10.095.088,00, mencerminkan bahwa risiko yang dihadapi pada setiap periode produksi mendatang adalah sebesar Rp 10.095.088,00 (cateris paribus). Nilai coefficient variation yang diperoleh sebesar 1,75 menunjukkan bahwa risiko yang ditanggung oleh peternakan ayam broiler tersebut adalah sebesar 175 persen dari setiap return yang diterima (cateris paribus). Hal ini mengindikasikan bahwa usahaternak ayam broiler menghadapi risiko yang cukup besar sehingga harus ditangani oleh peternak.

Menurut Aziz (2009), risiko-risiko yang berpengaruh langsung terhadap pendapatan peternakan ayam broiler di Desa Tapos meliputi risiko harga, risiko produksi, dan risiko sosial. Manajemen risiko yang diterapkan oleh peternakan tersebut meliputi manajemen risiko harga, manajemen risiko produksi, dan manajemen risiko sosial. Manajemen risiko harga yang diterapkan adalah dengan melakukan proses pemanenan pada saat waktu yang tepat. Manajemen risiko produksi yang diterapkan adalah melalui proses persiapan kandang, proses budidaya, dan proses pemanenan, guna mengurangi tingkat mortalitas. Manajemen risiko sosial yang diterapkan adalah dengan melibatkan partisispasi

masyarakat sekitar dalam kegiatan produksi, seperti dengan perekrutan pekerja dari masyarakat sekitar, pemberian biaya sosial, dan kontribusi dalam kegiatan sosial dalam bentuk kerja bakti.

(23)

meningkatkan risiko harga DOC broiler pada periode berikutnya. Menurut Siregar (2009), persentase besarnya risiko harga DOC yang dihadapi oleh PT Sierad Produce Tbk, selaku perusahaan penghasil DOC, adalah sebesar 14,53 persen, sedangkan risiko harga DOC layer hanya sebesar 7,70 persen. Hal ini menunjukkan bahwa PT Sierad Produce Tbk menghadapi tingkat risiko harga DOC broiler yang lebih tinggi dibandingkan dengan risiko harga DOC layer.

Siregar (2009) menyatakan, strategi yang dilakukan oleh PT Sierad Produce Tbk dalam mengatasi risiko harga DOC adalah dengan melakukan pemusnahan DOC dan telur tetas, seta menjual DOC dengan harga yang lebih murah jika terjadi kelebihan produksi. Namun, Siregar (2009) menganggap strategi ini belum tepat karena dapat menimbulkan biaya baru sihingga belum mampu menstabilkan harga jual DOC PT Sierad Produce Tbk. Menurut Siregar (2009), PT Sierad Produce Tbk dapat menerapkan strategi untuk mengatasi risiko harga DOC dengan melakukan perencanaan produksi dan penjualan dengan menganalisis pola harga jual DOC secara rutin dan menjadikan harga jual DOC pada periode sebelumnya sebagai dasar untuk memprediksi harga jual DOC pada periode selanjutnya. Selain itu, PT Sierad Produce Tbk dapat meningkatkan kemitraan dengan para peternak sehingga dapat melakukan pencatatan data permintaan DOC.

Menurut Solihin (2009), risiko produksi pada usahaternak ayam broiler

(24)

menghasilkan pendapatan sebesar –Rp 124.356.104,00, sedangkan Indeks Prestasi standar yang seharusnya diperoleh adalah sebesar 301 dengan nilai pendapatan Rp 310.615.119,00. Artinya, telah terjadi penyimpangan risiko produksi yang dihadapi CV AB Farm sebesar 98 atau 32,6 persen yang berisiko menurunkan pendapatan sebesar Rp. 342.290.546,00. Menurut Solihin (2009), manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh CV AB Farm adalah dengan memproduksi pakan secara mandiri, melakukan kontrol kandang secara ketat, melakukan konsultasi klinis, memperketat biosecurity, memperbaiki manajemen perkandangan, dan membentuk kelompok peternak sebagai sarana informasi dan diskusi.

Risiko prooduksi yang terjadi pada setiap usahaternak ayam broiler dipengaruhi oleh adanya sumber-sumber riisiko pada setiap peternakan. Menurut Pinto (2011), terdapat empat jenis sumber risiko produksi pada usahaternak ayam broiler, yaitu kepadatan ruang, perubahan cuaca, hama predator, dan penyakit. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat probabilitas dengan menggunakan metode z-score yang dilakukan oleh Pinto (2011), sumber risiko produksi hama predator memiliki tingkat probabilitas tertinggi yaitu sebesar 38,4 persen, disusul oleh probabilitas sumber risiko produksi kepadatan ruang sebesar 33,7 persen, sumber risiko penyakit sebesar 33 persen, dan perubahan cuaca sebesar 12,5 persen. Hasil perhitungan dampak dari sumber-sumber risiko dengan menggunakan metode Value at Risk (VaR) yang dilakukan oleh Pinto (2011) menghasilkan sumber risiko penyakit memberikan dampak terbesar pada tingkat keyakinan 95 persen, disusul sumber risiko kepadatan ruang, perubahan cuaca, dan hama predator.

Menurut Pinto (2011) terdapat dua strategi alternatif risiko produksi yang dapat diterapkan oleh para peternak, yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif yang diusulkan yaitu memakai ventilasi buatan, meningkatkan kedisiplinan anak kandang, menjaga perlakuan yang bersifat operasional, dan memakai jaring kawat di seluruh bagian kandang. Strategi mitigasi yang diusulkan yaitu dengan menggunakan obat dan vaksin secara selang-seling.

(25)

penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu komoditi ayam broiler. Namun, Siregar (2009) memilih DOC broiler dan layer sebagai objek penelitiannya. Perbedaan mendasar antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2008), Aziz (2009), Siregar (2009), Solihin (2009), dan Pinto (2011) adalah penelitian ini dilakukan pada lokasi dan waktu yang berbeda.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Maulana (2008) adalah kedua penelitian menganalisis pendapatan usahaternak ayam broiler. Namun, penelitian ini menambahkan analisis risiko serta pengaruhnya terhadap pendapatan yang diperoleh peternak ayam broiler. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Aziz (2009) dan Solihin (2009) yaitu dalam hal manganalisis risiko usahaternak ayam broiler. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Aziz (2009) dan Solihin (2009) terletak pada skala usaha peternak, identifikasi risiko yang dihadapi, serta metode analisis yang digunakan.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Siregar (2009) dan Pinto (2011) adalah menganalisis risiko dan menggunakan metode analisis risiko Value at Risk (VaR). Namun, terdapat perbedaan objek penelitian khususnya pada penelitian Siregar (2009) yang menganalisi DOC broiler dan layer, sedangkan penelitian ini menganalisis objek penelitian komoditi ayam broiler. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Pinto (2011) terletak pada analisis risiko produksi usahaternak ayam broiler, yang menganalisis tingkat probabilitas dan dampak dari

(26)

Tabel 7. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penulis Judul Metode Analisis Tujuan Muhammad Lucky Maulana (2008) Analisis Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan Inti-Plasma

(Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Analisis Deskriptif, Analisis Pendapatan, dan Analisis R/C Menganalisis mekanisme kemitraan inti-plasma, mengetahui manajemen pemeliharaan ternak kemitraan inti-plasma, menghitung pendapatan dan nilai R/C peternak plasma.

Faishal Abdul Aziz (2009)

Analisis Risiko dalam Usahaternak Ayam Broiler (Studi Kasus Usaha Peternakan X di

Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor) Analisis Risiko dan Analisis Deskriptif Menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan, menganalisis alternatif manajemen risiko yang diterapkan.

Yusni Rahmadani Siregar (2009)

Analisis Risiko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer pada PT Sierad Produce Tbk Parung, Bogor

Analisis Kualitatif dan Analisis Risiko Model ARCH-GARCH dan Perhitungan VaR (Value at Risk)

Menganalisis risiko harga DOC layer dan broiler, menganalisis alternatif strategi risiko harga.

Muhamad Solihin (2009)

Risiko Prooduksi dan

Harga serta Pengaruhnya terhadap

Pendapatan peternakan Ayam Broiler CV AB Farm Kecamatan Bojonggenteng-Sukabumi Analisis Risiko dan Analisis Deskriptif Menganalisis risiko produksi dan risiko harga, menganalisis tigkat pendapatan, menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan, menganalisis alternatif strategi menghadapi risiko produksi dan risiko harga. Bona Pinto (2011) Analisis Risiko Produksi pada Peternakan Ayam Broiler Milik Bapak Restu di Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor Analisis Deskriptif dan Analisis Risiko Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi, menganalisis besarnya probabilitas dan dampak risiko produksi,

dan menganalisis alternatif strategi yang diterapkan untuk mengatasi risiko produksi yang dihadapi.

(27)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Risiko

Dalam menjalankan kehidupan, risiko merupakan bagian yang tidak dapat dihindari. Menurut Kountur (2004), risiko didefinisikan sebagai suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi oleh seseorang maupun perusahaan yang dapat menyebabkan kerugian. Menurut Djohanputro (2008), pengertian risiko yang paling mendasar adalah sebagai ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probabilitasnya. Djohanputro (2008) membandingkan antara risiko dan ketidakpastian. Menurut Djohanputro (2008), risiko merupakan subjek yang memiliki ukuran kuantitas yang diketahui melalui tingkat probabilitas dan data

pendukung kejadiannya, sedangkan ketidakpastian merupakan subjek yang tidak memiliki ukuran kuantitas dan tidak memiliki data pendukung untuk mengukur probabilitas kejadiannya.

Beberapa definisi risiko dari para ahli, disimpulkan oleh Kasidi (2010) sebagai kemungkinan terjadinya berbagai penyimpangan dari harapan sehingga dapat menyebabkan kerugian. Menurut Darmawi (2010), para ahli statistik mendefinisikan risiko sebagai derajat penyimpangan suatu nilai yang berada di sekitar titik pusat atau titik rata-rata. Darmawi (2010) juga memberikan variasi lain dari definisi risiko yaitu sebagai probabilitas obyektif dari outcome aktual suatu kejadian yang berbeda dengan outcome yang diharapkan atau dengan kata lain, risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya kerugian yang tidak terduga. Menurut Darmawi (2010), kemungkinan tersebut menunjukkan adanya ketidakpastian yang ditimbulkan karena berbagai hal, diantaranya :

1. Jarak waktu dimulainya perencanaan suatu kegiatan hingga kegiatan tersebut berakhir.

2. Keterbatasan informasi yang tersedia.

3. Adanya keterbatasan pengetahuan, keterampilan, maupun teknik pengambilan keputusan.

(28)

penyebab timbulnya risiko, akibat yang ditimbulakan, aktivitas yang dilakukan, dan kejadian yang terjadi.

1. Risiko Berdasarkan Sudut Pandang Penyebabnya

Risiko yang dapat dilihat dari sudut pandang penyebab terjadinya risiko terdiri dari risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan merupakan risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan, seperti harga, tingkat suku bunga, dan fluktuasi nilai mata uang asing. Risiko operasional adalah risiko-risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non keuangan seperti, manusia, teknologi, dan alam.

2. Risiko Berdasarkan Sudut Pandang Akibat

Risiko yang dilihat berdasarkan akibat yang ditimbulkan terdiri dari risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni merupakan risiko yang hanya dapat menimbulkan kemungkinan kerugian atau kehilangan dan tidak mungkin menimbulkan kemungkinan memperoleh keuntungan. Risiko spekulatif adalah risiko yang memiliki dua kemungkinan, yaitu tidak hanya kemungkinan yang menguntungkan, namun dapat pula kemungkinan yang merugikan. Setiap kegiatan usaha akan selalu berhadapan dengan risiko murni maupun risiko spekulatif.

3. Risiko Berdasarkan Sudut Pandang Aktivitas

Berbagai jenis aktivitas yang dilakukan dapat menimbulkan risiko, seperti

aktivitas pemberian kredit. Semakin banyak jumlah aktivitas yang dijalankan, maka semakin banyak pula risiko yang dihadapi.

4. Risiko Berdasarkan Sudut Pandang Kejadian

Risiko dapat dikategorikan berdasarkan kejadiannya, seperti kebakaran dan kecelakaan. Kejadian merupakan salah satu bagian dari aktivitas karena dalam suatu aktivitas terdiri dari beberapa kejadian.

(29)

sedang berlaku pada periode waktu tertentu seperti, inflasi, resesi, tingkat suku bunga, dan nillai tukar domestik terhadap mata uang asing.

3.1.2. Sikap dalam Menghadapi Risiko

Setiap investor memiliki sikap yang berbeda dalam melakukan pengambilan keputusan terhadap usaha yang akan dijalankannya. Menurut Render dan Stair diacu dalam Fahmi (2010), terdapat tiga kelompok sikap investor dalam menghadapi risiko berdasarkan konsep marginal utilitas, diantaranya adalah Risk Averters, Risk Lovers, dan Risk Neutral.

Gambar 3. Tiga Perbedaan Sikap Pengambilan Keputusan Investor Sumber: Render dan Stair diacu dalam Fahmi (2010)

Risk Averters terdiri dari kelompok investor yang berusaha menghindari risiko atau tidak ingin menanggung risiko dalam bentuk kerugian yang timbul pada masa yang akan datang. Kelompok ini sangat berhati-hati dalam melakukan pengambilan keputusan atau biasanya cenderung melakukan tindakan yang disebut safety player. Menurut Fahmi (2010), sebagian besar investor bertipe Risk averter. Fahmi (2010) juga menyatakan bahwa Risk averter cenderung sulit menjadi pemimpin atau innovator dan lebih banyak menjadi seorang follower. Menurut Sofyan (2005), Risk averter memiliki fungsi utilitas yang berbentuk

cekung yang menggambarkan bahwa marginal utilitas (tambahan kepuasan) akan selalu menurun untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan.

Income Utility

0

Risk Averters

Risk Neutral

(30)

Risk Lovers atau Risk Seeking terdiri dari kelompok investor yang menyenangi risiko. Menurut Fahmi (2010), bagi kelompok ini semakin tinggi risiko yang dihadapi, maka keuntungan yang diperoleh akan semakin tinggi. Menurut Sofyan (2005), kelompok ini memiliki preferensi terhadap risiko yang lebih tinggi dibandingkan Risk averters dan biasanya memiliki sikap yang sangat optimis. Risk Lovers memiliki fungsi utilitas yang berbentuk cembung, yang menggambarkan bahwa marginal utilitas akan selalu meningkat untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan.

Menurut Sofyan (2005), Risk Neutral terdiri dari kelompok investor yang tidak peduli terhadap risiko. Fungsi utilitas yang dimiliki oleh kelompok Risk Neutral berupa garis tegak lurus yang sesuai dengan ekspektasi labanya.

3.1.3. Konsep Manajemen Risiko

Secara umum, manajemen risiko merupakan upaya yang dilakukan untuk mengendalikan risiko, sehingga dapat memperkecil kemungkinan maupun dampak yang ditimbulkan oleh risiko yang dihadapi. Menurut Kountur (2004), manajemen risiko merupakan berbagai cara yang digunakan oleh manajemen untuk menangani berbagai persoalan yang disebabkan oleh adanya risiko, sehingga perusahaan dapat memperoleh berbagai manfaat, yaitu menjamin pencapaian tujuan, memperkecil kemungkinan terjadinya kebangkrutan, meningkatkan keuntungan perusahaan, dan memberikan keamanan pekerjaan. Menurut Kasidi (2010), risiko tidak hanya dihindari, melainkan juga harus dihadapi dengan cara memperkecil kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Hal ini dikarenakan risiko dapat datang setiap waktu dan dapat menghalangi kegiatan usaha. Definisi manajemen risiko menurut Kasidi (2010) adalah bentuk usaha rasional yang dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian akibat dari risiko yang dihadapi. Menurut Djohanputro (2008), manajemen risiko merupakan proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur,

memetakan, mengembangkan alternatif-alternatif penanganan risiko, memonitor, dan mengidentifikasi implementasi dari penanganan risiko tersebut.

(31)

evaluasi. Proses manajemen tersebut dilakukan secara terus-menerus dalam suatu siklus waktu tertentu oleh perusahaan.

Kountur (2008) menyatakan bahwa identifikasi risiko diperlukan untuk memperoleh daftar risiko. Langkah-langkah dalam proses identifikasi risiko terdiri dari menentukan unit risiko, memahami proses bisnis dari unit tersebut, menentukan beberapa aktivitas yang krusial, menentukan barang dan orang pada aktivitas krusial tersebut, menentukan kerugian yang dapat terjadi pada aktivitas tersebut, menentukan penyebab terjadinya kerugian, dan membuat daftar risiko. Selanjutnya, risiko-risiko yang telah terdaftar tersebut diukur. Pengukuran risiko tersebut merupakan upaya untuk menghasilkan status risiko dan membuat peta risiko. Status risiko dapat menunjukkan tingkatan risiko, sehingga dapat diketahui risiko yang paling tinggi dan risiko yang paling rendah. Peta risiko menggambarkan sebaran risiko, sehingga dapat diketahui dimana risiko berada dalam suatu peta. Hasil dari pemetaan dan status risiko dapat memberikan gambaran bagi pihak menajemen dalam membuat keputusan untuk melakukan penanganan risiko.

Kountur (2008) menyatakan bahwa penanganan risiko dapat memberikan usulan yang akan dilakukan untuk menangani risiko-risiko yang telah dipetakan. Setelah dilakukan penanganan risiko, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan evaluasi. Bentuk evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi dari

pelaksanaan manajemen risiko yang telah dilakukan.

Gambar 4. Proses Pengelolaan Risiko Sumber: Kountur (2008)

Proses Output

Pengukuran Risiko Evaluasi

Penanganan Risiko

Identifikasi Risiko Daftar Risiko

1. Peta Risiko 2. Status Risiko

(32)

Kasidi (2010) menyatakan bahwa pengelolaan risiko dapat dilakukan melalui pengendalian risiko (risk control) dan pembiayaan risiko (risk financing). Pengendalian risiko dapat diljalankan dengan menghindari risiko, mengendalikan risiko, pemisahan, pooling atau kombinasi, dan pemindahan risiko. Pembiayaan risiko dapat dilakukan dengan pemindahan risiko melalui asuransi atau dengan menanggung risiko sendiri (retention).

3.1.4. Ukuran Risiko

Risiko memiliki keterkaitan yang erat dengan kemungkinan terjadinya suatu kejadian dan dampak yang merugikan sebagai akibat dari kejadian tersebut. Menurut Kountur (2004), karakteristik dari risiko adalah mengandung unsur kemungkinan yang dapat diukur, sehingga besarnya kemungkinan terjadinya satu risiko dengan risko lain akan berbeda. Menurut Darmawi (2010), perlunya mengukur risiko antara lain untuk mengetahui tingkat relatif dan kepentingannya, serta untuk memperoleh informasi guna menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang sesuai.

Kountur (2004) menyatakan bahwa pengukuran risiko terdiri dari pengukuran kemungkinan terjadinya suatu risiko, pengukuran dampak (konsekuensi) yang ditimbulkan oleh suatu risiko, dan mengetahui status dan peta risiko. Besar kecilnya kemungkinan terjadinya suatu risiko dapat ditentukan dengan menggunakan metode distribusi ataupun metode aproksimasi. Kountur (2004) pun menyatakan bahwa dampak (konsekuensi) yang ditimbulkan oleh suatu risiko umumnya bersifat merugikan, sehingga dapat diukur berdasarkan jenis kerugiannya yaitu kerugian langsung dan kerugian tidak langsung. Kerugian langsung merupakan dampak yang langsung diderita akibat terjadinya suatu risiko, sedangkan kerugian tidak langsung merupakan dampak yang secara tidak langsung diderita akibat terjadinya suatu risiko.

Menurut Djohanputro (2008), pengukuran suatu risiko terdiri dari

(33)

dengan skala kecil maupun akibat dari perubahan lain yang memberikan dampak yang berbeda. Volalitas merupakan analisis yang mengukur seberapa besar tingkat harga, tingkat pengembalian, ataupun variabel lain dari suatu aset dapat berfluktuasi. Semakin tinggi fluktuasi yang terjadi, maka akan semakin tinggi pula tingkat risikonya. Penyimpangan bawah memiliki dua pengertian yaitu berupa besarnya dampak negatif yang berupa tidak tercapainya hasil yang diharapakan (expected return), maupun sebagai Value at Risk (VaR) yang mengukur kerugian maksimum yang dapat terjadi dengan tingkat keyakinan tertentu.

Menurut Sunaryo (2009), salah satu ukuran risiko yang lazim adalah simpangan baku (standard deviation). Simpangan baku merupakan akar kuadrat dari varian (variance), dari tingkat keuntungan/kerugian yang diperoleh. Selain itu, Fahmi (2010) menyatakan bahwa untuk melengkapai perhitungan risiko agar lebih komperhensif khususnya jika penyebaran hasil yang diharapkan (expected return) sangat besar, maka perlu digunakan perhitungan tambahan yaitu koefisien variasi (coefficient variation). Koefisien variasi dapat dihitung dengan membagi angka perolehan dari standar deviasi dengan hasil yang diharapkan.

3.1.5. Analisis Pendapatan Usahaternak Ayam Broiler

Pendapatan usahatani dibedakan atas pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Menurut Soekartawi et al (1986), pendapatan kotor usahatani merupakan nilai produk total usahatani yang dijual ataupun yang tidak dijual dalam jangka waktu tertentu, sedangkan pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani. Soekartawi et al (1986) juga mendefinisikan pengeluaran total usahatani sebagai nilai semua masukan yang dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga yang digunakan oleh petani.

Pendapatan usahaternak ayam broiler dapat diukur dari tingkat produktivitas, yang tercermin dari tingkat mortalitas ayam broiler yang dihasilkan pada setiap periode produksi. Tinggi rendahnya tingkat mortalitas ayam broiler

(34)

lain prestasi produksi, harga sarana produksi peternakan, harga jual ayam broiler, dan pencurian.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Usahaternak ayam broiler cukup diminati di kalangan peternak karena memiliki waktu budidaya yang relatif singkat dibandingkan jenis usahaternak lain. Selain itu, konsumsi daging ayam broiler di kalangan masyarakat pun cenderung

mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Peternakan Bapak Maulid adalah sebuah peternakan plasma yang membudidayakan ayam broiler di Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Bukit Baru, Kota Palembang. Peternakan Bapak Maulid baru berdiri pada bulan Desember tahun 2010 lalu. Dalam menjalankan usahaternak ayam broiler, Peternakan Bapak Maulid mengalami fluktuasi tingkat mortalitas ayam broiler sehingga terjadi penyimpangan antara hasil produksi aktual dengan standar hasil produksi yang seharusnya dapat dicapai pada setiap periode produksi. Bentuk penyimpangan tersebut mengindikasikan bahwa Peternakan Bapak Maulid menghadapi risiko produksi dalam menjalankan usahaternak ayam broiler. Risiko-risiko produksi tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil produksi ayam broiler Peternakan Bapak Maulid pada setiap periode produksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis risiko produksi yang dihadapi, sehingga dapat dihasilkan alternatif strategi bagi Peternakan Bapak Maulid dalam menghadapi risiko.

Risiko produksi yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis risiko. Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi. Analisis risiko produksi yang digunakan pada penelitian ini meliputi analisis hasil yang diharapkan (expected return), analisis varian (variance), analisis simpangan baku (standard deviation), analisis koefisien variasi (coefficient variation), analisis metode nilai standar (z-score), dan analisis metode Value at Risk (VaR). Analisis

(35)

produksi di Peternakan Bapak Maulid. Analisis metode Value at Risk (VaR) digunakan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat adanya sumber-sumber risiko produksi di Peternakan Bapak Maulid pada tingkat kepercayaan tertentu.

[image:35.595.103.510.153.806.2]

Hasil analisis metode nilai standar (z-score) dan analisis metode Value at Risk (VaR) dapat dipetakan ke dalam peta risiko. Hasil analisis tersebut selanjutnya dianalisis kembali secara deskriptif melalui observasi, wawancara, dan diskusi dengan pihak pengelola Peternakan Bapak Maulid. Hasil analisis risiko yang diperoleh digunakan untuk menentukan alternatif manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh Peternakan Bapak Maulid, sehingga dapat membantu dalam mencapai tujuannya yaitu memperoleh hasil produksi dan pendapatan yang optimal. Alur kerangka pemikiran operasional disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional

Fluktuasi Tingkat Mortalitas Ayam Broiler

Alternatif Manajemen Risiko Produksi Peternakan Bapak Maulid

Analisis Risiko Produksi

Identifikasi Sumber-sumber Risiko

Produksi

(36)

IV METODE PENELITIAN

4.1. Pemilihan Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Peternakan Bapak Maulid yang terletak di

Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Bukit Baru, Kota Palembang, Provinsi

Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, yakni atas dasar pertimbangan Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi

penghasil daging ayam broiler terbesar di Pulau Sumatera dan Peternakan Bapak Maulid merupakan peternakan yang menerapkan hubungan kemitraan inti plasma

dengan PT Sumber Unggas Cemerlang (SUC), yang dilakukan untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya risiko yang dapat menyebabkan kerugian. Di samping itu,

Peternakan Bapak Maulid adalah salah satu peternakan yang cukup berpotensi

untuk dikembangkan pada masa yang akan datang karena berada pada lokasi yang

cukup strategis dibandingkan dengan peternakan-peternakan ayam broiler lain, yaitu didukung dengan kondisi lingkungan yang masih asri, cukup jauh dari

pemukiman penduduk, dan dekat dengan akses jalan raya lintas provinsi yang

menghubungkan antara Provinsi Sumatera Selatan dengan Provinsi Jambi.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11 Februari 2012 hingga tanggal 28

Maret 2012.

4.2. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan Bapak

Maulid selaku pemilik peternakan, yang berperan dalam mengatur sistem

manajemen peternakan yang meliputi manajemen produksi, manajemen keuangan,

dan manajemen sumberdaya manusia. Selain itu, data primer juga diperoleh dari

karyawan-karyawan di Peternakan Bapak Maulid, yang berperan langsung dalam

membudidayakan dan melakukan kegiatan pemanenan ayam broiler, dan pengawas lapangan (field controller) dari PT SUC yang bertugas mengawasi kegiatan budidaya ayam broiler di Peternakan Bapak Maulid. Data primer yang diperoleh meliputi keadaan umum Peternakan Bapak Maulid, kegiatan

(37)

telah diterapkan oleh Peternakan Bapak Maulid. Data primer tersebut diperoleh

dari hasil wawancara, diskusi, dan observasi selama berada di lokasi penelitian.

Data primer juga diperoleh dari PT SUC sebagai pihak inti, melalui

observasi terhadap mekanisme pengawasan produksi oleh pihak PT SUC di

Peternakan Bapak Maulid. Selain melakukan observasi, peneliti juga melakukan

wawancara dan diskusi dengan bantuan kuesioner kepada pihak PT SUC, terkait

dengan mekanisme pengawasan yang telah dilakukan di Peternakan Bapak

Maulid.

Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah data produksi

ayam broiler di Peternakan Bapak Maulid yang meliputi data upah dan gaji karyawan, data penggunaan pakan dan obat-obatan, data kematian ayam broiler dan data penjualan. Data sekunder pun diperoleh dari PT SUC berupa data standar

bobot ayam broiler, data standar FCR (Food Convertion Ratio) dan data harga garansi. Data sekunder yang digunakan merupakan data yang terkumpul selama

tujuh periode produksi pengamatan yaitu pada tanggal 7 Januari 2011 – 26

November 2011.

4.3. Metode Analisis

Data primer dan sekunder yang diperoleh dijadikan sebagai ukuran pada

penelitian ini. Data primer dan sekunder tersebut diolah dengan menggunakan

beberapa metode analisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Berdasarkan Tabel 8, metode analisis yang digunakan pada penelitian ini

adalah analisis deskriptif, analisis pendapatan, dan analisis risiko. Analisis

deskriptif digunakan untuk menjawab tujuan penelitian pertama dan keempat,

yaitu mengidentifikasi dan menganalisis sumber-sumber risiko produksi, serta

menganalisis alternatif-alternatif strategi risiko produksi yang dapat diterapkan

oleh Peternakan Bapak Maulid. Analisis pendapatan dan analisis risiko digunakan

untuk menjawab tujuan penelitian kedua, yaitu menganalisis tingkat risiko

produksi yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid. Selain itu, analisis risiko

juga digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ketiga yaitu menganalisis

tingkat probabilitas dan dampak sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi

oleh Peternakan Bapak Maulid. Jenis data yang diperoleh pada penelitian ini yaitu

(38)

wawancara, dan diskusi dengan menggunakan kuesioner. Data kuantitatif

diperoleh dari laporan produksi ayam broiler yang terdiri dari laporan jumlah

kematian, laporan pengeluaran biaya dan penerimaan hasil di Peternakan Bapak

Maulid selama tujuh periode produksi pengamatan. Data kuantitatif tersebut

digunakan untuk melakukan penilaian risiko yang dilakukan dengan mengukur

[image:38.595.105.514.157.722.2]

nilai penyimpangan terhadap hasil (return) yang diperoleh. Pada penelitian ini, return dihitung dari nilai rata-rata pendapatan bersih yang diterima Peternakan Bapak Maulid selama tujuh periode produksi pengamatan.

Tabel 8. Metode Analisis untuk Menjawab Tujuan Penelitian

No. Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data Metode

Analisis

1. Mengidentifikasi dan menganalisis sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid Kualitatif Wawancara, diskusi, kuesioner, observasi Analisis Deskriptif

2. Menganalisis tingkat risiko produksi yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid Kuantitatif   Laporan biaya dan penerimaan selama tujuh periode produksi pengamatan Analisis Risiko

3. Menganalisis tingkat probabilitas dan dampak sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid Kuantitatif Laporan produksi periode pengamatan Analisis Risiko

4. Menganalisis alternatif-alternatif strategi yang dapat diterapkan Peternakan Bapak Maulid untuk menangani risiko produksi yang dihadapi

Kualitattif Wawancara, diskusi, kuesioner, observasi Analisis Deskriptif

4.3.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis

(39)

yang dapat diterapkan oleh Peternakan Bapak Maulid. Selain itu, analisis

deskriptif juga digunakan untuk mengetahui gambaran umum Peternakan Bapak

Maulid dan menganalisis manajemen risiko produksi yang telah diterapkan.

Identifikasi dan analisis risiko produksi dilakukan untuk mengetahui

sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Peternakan Bapak Maulid. Analisis

manajemen risiko produksi dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas dari

manajemen produksi yang telah diterapkan oleh Peternakan Bapak Maulid.

Evaluasi tersebut dilakukan dengan membandingkan tingkat mortalitas ayam

broiler pada setiap periode produksi. Analisis alternatif-alternatif strategi manajemen risiko produksi dilakukan berdasarkan hasil dari pemetaan risiko dan

disesuaikan dengan manajemen risiko produksi yang telah diterapkan oleh

Peternakan Bapak Maulid.

4.3.2. Analisis Pendapatan

Soekartawi (2006) menyatakan bahwa analisis pendapatan usahatani dapat

dilakukan secara parsial maupun keseluruhan (whole-farm analysis). Analisis parsial dilakukan pada satu cabang usahatani, sedangkan analisis secara

keseluruhan dilakukan pada semua cabang usahatani. Analisis parsial terdiri dari

analisis tabel, analisis R/C, B/C, NPV, dan IRR, serta analisis Biaya Sumberdaya

Domestik (BSD). Analisis pendapatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu

analisis Return Cost Ratio (R/C), karena jenis analisis ini dapat menggambarkan tingkat pendapatan Peternakan Bapak Maulid yang sesuai dengan kebutuhan

penelitian. Analisis pendapatan R/C digunakan untuk mengetahui tingkat

pendapatan yang diperoleh Peternakan Bapak Maulid selama tujuh periode

produksi pengamatan.

Menurut Soekartawi (2006), analisis R/C merupakan perbandingan antara

total penerimaan dan total biaya. Secara matematis, analisis R/C dapat

dirumuskan sebagai berikut :

R C

TotalPenerimaanProduksi TotalBiayaProduksi Keterangan:

(40)

Menurut Soekartawi (2006), jika dihasilkan nilai R/C = 1, maka kegiatan

usahatani dikatakan tidak mengalami keuntungan ataupun kerugian, atau dengan

kata lain total penerimaan yang diperoleh sama besarnya dengan total biaya

produksi yang dikeluarkan. Jika R/C > 1, maka total penerimaan yang diperoleh

lebih besar dari total biaya produksi yang dikeluarkan sehingga kegiatan usahatani

mengalami keuntungan. Jika R/C < 1, maka total penerimaan yang diperoleh lebih

kecil dari total biaya produksi yang dikeluarkan, sehingga kegiatan usahatani yang

dijalankan mengalami kerugian.

4.3.3. Analisis Risiko

Analisis risiko yang digunakan meliputi analisis varian (variance), simpangan baku (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation) untuk mengetahui besarnya ukuran risiko produksi yang dihadapi oleh Peternakan

Bapak Maulid berdasarkan tingkat pendapatan yang diperoleh, analisis metode

nilai standar (z-score) untuk menghitung tingkat probabilitas, serta analisis Value at Risk (VaR) yang dapat memberikan gambaran tingkat kerugian maksimum yang diderita oleh Peternakan Bapak Maulid pada tingkat kepercayaan tertentu.

Hasil yang diperoleh dari perhitungan tingkat probabilitas dan dampak dari

sumber-sumber risiko produksi selanjutnya dipetakan ke dalam peta risiko.

1. Analisis Hasil yang Diharapkan (Expected Return)

Menurut Siahaan (2009), expected return merupakan tingkat pengembalian atau hasil yang diharapkan oleh investor atas aset atau investasinya.

Expected return diperoleh dari jumlah perkalian antara peluang kejadian dengan hasil (return) dalam bentuk total pendapatan bersih yang diperoleh Peternakan Bapak Maulid setiap periode produksi. Satu periode produksi adalah waktu yang

dibutuhkan oleh Peternakan Bapak Maulid untuk melakukan budidaya ayam

broiler, yaitu pada saat DOC broiler tiba hingga ayam broiler siap untuk dipanen. Jumlah periode produksi yang diamati adalah sebanyak tujuh periode, yaitu pada

bulan tanggal 7 Januari 2011 – 26 November 2011. Secara matematis, expected ret

Gambar

Tabel 1.  Konsumsi per Kapita Jenis Daging di Indonesia Tahun 2006 – 2010
Tabel 3.   Laju Pertumbuhan Produksi Daging Ternak Sumatera Selatan Tahun
Gambar 1. Grafik Fluktuasi Tingkat Mortalitas Ayam Broiler Peternakan
Tabel 7.  Penelitian Terdahulu yang Relevan
+7

Referensi

Dokumen terkait

T api saya lebih cenderung melakukan cara dakwahnya nabi Muhammad dengan ceramah yang membangun.. orang-orang sukses, agar siswa terpancing. Manusia kan

dilampiri salinan Material Safety Data Sheet- nya. Pihak kebun hanya membawa ke area produksi sejumlah agrokimia yang perlu untuk kerja hari itu saja. Barang- barang kimia

masyarakat, dari nilai-nilai itulah etika menjadi pedoman perilaku manusia (etiket), kemudian di dalami sebagai ilmu (pengetahuan), namun juga etika dapat menjadi

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian bahwa : 1) Implementasi Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun

Demikian juga Helmut Nolker (1988; 14) praktek permesinan dibagi menjadi empat tahap, yaitu: (1) persiapan oleh instruktur yang berisi pemaparan sasaran-sasaran kerja,

pemberdayaan keluarga Kitri Asih di Desa Sindangasih Kecamatan Banjarsari dapat bekerja secara maksimal. Hal ini tampak dari pelaksanaan aktivitas tidak dapat

Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sikat gigi khusus ortodonti dengan sikat gigi konvensional bulu lembut dalam menurunkan indeks

The trial results of wall clocks as health media promotion for DHF prevention, suggested that there were differences in the housewives PSN-DBD action and differences also in