• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HISTORISITAS MENSYARAH HADIS DAN FORMASI

E. Vernakularitas Baḥr al-Mādhī; Momentum Keterputusan

Dalam proses berhadap-hadapan dengan tradisi, ada dua kemungkinan yang akan dialami subyek; antara dia yang masuk dan tenggelam dalam tradisi, atau tradisi yang justru masuk ke dalam subyektifitasnya. Proses “indimaj” dan

“tadakhul” yang terjadi antara subyek dan tradisi sama-sama mengandaikan distorsi, entah itu distorsi di level subyek, maupun distorsi di level obyek atau tradisi.306

Al-Jabiri menegaskan bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan di balik terminologi “tradisionalis” dan “bertradisi”.307 Yang pertama adalah wujud relasi yang membenamkan salah satu di antara subyek dan obyek.

Mereka yang tradisionalis sejatinya adalah subyek-subyek yang secara tidak sadar tenggelam di dalam tradisi dan menyerahkan seluruh subyektifitasnya secara tidak sadar untuk direduksi ke dalam unsur masa lalu di dalam tradisi.

Proses semacam ini bukan hanya menjadikan subyek tidak mampu mengistifadahi tradisi untuk kepentingan pengayaan subyektifitas kekiniannya, namun juga menjadikan obyek tak bergerak dan terdiam layaknya berhala.

Berbeda dengan itu, term “bertradisi” (lahu turath atau lana al-turath) justru menggambarkan satu relasi yang sadar, egaliter dan dialogis antara subyek dan tradisi. Keduanya memiliki jarak, namun tidak terputus.

Jarak diciptakan untuk menemukan titik pandang yang proporsional antara subyek dan obyek. Cara memandang dan menemukan titik pertemuan yang dimulai dengan menciptakan jarak semacam ini adalah awal bagi sebuah proses pemaknaan tempat subyek dan obyek mengidentifikasi dirinya sendiri. Proses

305 Momentum keterputusan epistemologis sejatinya adalah momentum kunci dalam setiap fase vernakularisasi. Ia yang menentukan sukses tidaknya kerja-kerja vernakularisasi. Al-Jabiri menjelaskan, bahwa yang disebut keterputusan epistemologis adalah;

لب ثارتلا عم ةعيطقلا تسيل اهيلا وعدن يتلا ةعيطقلا نإ ..."

علا نم عون عم ةعيطقلا ةقلا

ىلا يا ،ثارت اهل تانئاك ىلا ((ةيثارت ةنئاك(( نم انلوحت ىتلا ةعيطقلا ،ثارتلا عم ةيصخش يه ،معأ ةيصخش يف اهنيب عماجلا موقملا ،هتاموقم دحأ ثارتلا لكشي تايصخش

".ثارتلا ةبحاص ةملأا

“...keterputusan [epistemologi] yang kami kehendaki bukanlah keterputusan dengan tradisi, tapi keterputusan dengan model relasi yang terbentuk dengan tradisi. Sebuah proses keterputusan yang berupaya mentransformasi kita dari ‘subyek tradisionalis’

kepada ‘subyek-subyek yang memiliki tradisi’. Artinya, [bertransformasi] menjadi karakter subyek yang menjadikan tradisi sebagai salah satu unsur pembentuknya, dan dalam bentuk yang lebih umum, membentuk sebuah karakter ummat yang memiliki tradisi.” Muhammad ‘Ābid al-Jābirī, Naḥnu wa al-Turāth; Qira’āt Mu’aṣirah fī Turāthina al-Falsafī (Bayrūt: Markaz al-Thaqafī al-‘Arabī, 1993), h. 21.

306 Al-Jābirī, Naḥnu wa al-Turāth, h. 20-21.

307 Al-Jābirī, Naḥnu wa al-Turāth, h. 21.

127

dialog antara subyek dan obyek yang sama-sama sadar, kata al-Jabiri, akan melahirkan satu model pembacaan yang produktif; subyek mampu merelevansi tradisi sebagai obyek dan obyek mampu memperkaya diri subyek berdasarkan unsur-unsur orisinil yang berasal dari masa lalu.

Membaca hadis, juga mengandaikan relasi subyek-obyek semacam itu.

Kala hadis dibaca melalui semangat “tradisionalisme”, maka yang muncul adalah kehendak untuk menduplikasi dan merepetisi masa lalu ke masa kini.

Subyektifitas subyek luruh, berikut seluruh unsur kekinian yang membentuk entitasnya. Pembacaan yang terbentuk tak lebih dari sekedar upaya untuk membangkitkan kembali masa lalu, di masa kini, secara total. Masa lalu hadir dengan kelapukan konteks. Masa kini ditindih dan diimplan. Nabi pun akhirnya dipaksa untuk berbicara segala hal, bahkan untuk persoalan spesifik dan kasuistik yang bahkan tak sekalipun terjadi di masa Nabi hidup.

Hasilnya akan berbeda kala hadis dibaca dengan semangat

“bertradisi”. Hadis ditempatkan di ruang diskursifnya. Ia dibiarkan untuk mengurai diri dan memperjelas unsur-unsur berikut problematika apa saja yang membentuknya. Masa lalu, melalui teks-teks hadis, dijelaskan diretakkan untuk mendapatkan satu gambaran baru yang bisa dimanfaatkan subyek untuk memperkaya kekiniannya. Dalam proses semacam ini, praktek duplikasi dan repetisi tidak terjadi karena obyek atau tradisi diiris oleh unsur kekinian dalam diri subyek. Produktifitas pembacaan pun terjadi. Meskipun sekilas hasilnya tampak “mengkhianati” teks, sejatinya teks direproduksi dalam bangunan makna baru yang memiliki relasi substansional dengan wajah teks asli.

Dalam konteks membaca hadis dan mensyarahi hadis, semangat bertradisi tampak dalam tiap ulasan dan momentum-momentum vernakular dalam Baḥr al-Mādhī. Meskipun menulis di Mesir, subyektifitas al-Marbawi sebagai orang Nusantara mengisi seluruh sudut pandang dan caranya menjelaskan persoalan. Rembesan subyektifitas tersebut meluap dan mengeras dalam bentuk data-data tekstual yang tersaji dalam Baḥr al-Mādhī yang sebagian sudah diungkap oleh penelitian ini. Kosmopolitanisme kebudayaan Nusantara, komunalisme dan karakter kehidupan di Nusantara yang moderat dihadirkan oleh al-Marbawi sebagai obat yang mampu menyembuhkan penyakit konflik sektarian yang muncul serempak di Timur Tengah kala itu.308

308 Al-Marbawi, Baḥr al-Mādhī, j. 15, h. 26.

128 BAB V Penutup A. Kesimpulan

Penelitian ini secara umum telah mengurai dan menyimpulkan beberapa hal;

Al-Marbawi dan Baḥr al-Mādhī memperlihatkan kerja-kerja vernakular dalam proses mensyarah hadis di seluruh level tekstual yang ada.

Baḥr al-Mādhī sebagai sebuah kitab syarah hadis yang memiliki kekayaan data tekstual sedikit banyak telah merepresentasikan karakteristik mensyarah hadis di Nusantara abad XX. Baḥr al-Mādhī juga menunjukkan sketsa bagaimana hadis-hadis Nabi mengalami pengondisian kontekstual dalam situasi kebudayaan yang ada di Nusantara.

Berbekal subyektifitas kenusantaraan yang disadari betul oleh al-Marbawi, Baḥr al-Mādhī menampilkan sebuah sudut pandang yang khas dalam merepons situasi dan kondisi wacana sosial-keagamaan yang tengah bergejolak di abad-abad ketika kitab tersebut ditulis. Meksipun ditulis dengan Bahasa Melayu dan menggunakan media Aksara Pegon, Baḥr al-Mādhī tetap mendapatkan tempat di pasar pembaca Timur-Tengah dan internasional.

Alasan utama di balik penerimaan dan apresiasi yang diterima al-Marbawi dan Baḥr al-Mādhī adalah karena warna dan kentalnya corak kenusantaraan dalam pemahaman serta sajian syarah hadis di dalamnya. Al-Marbawi memberikan nuansa baru dalam menghadirkan hadis-hadis Nabi dalam konteks perbincangan mengenai berbagai isu, utamanya isu yang sedang ramai di tengah-tengah masyarakat.

Vernakularitas yang ditunjukkan al-Marbawi dan Baḥr al-Mādhī menyebar di seluruh level semiotis yang ada. Melalui pegonisasi Bahasa Melayunya, Baḥr al-Mādhī menunjukkan proses vernakularisasi di leven penanda. Melalui beberapa istilah-istilah khasnya dalam menjelaskan unit kata dan kalimat dalam hadis Nabi, al-Marbawi dan Baḥr al-Mādhī juga menunjukkan proses vernakularisasi di level petanda. Dengan ikutserta dan terlibat dalam perbincangan seputar problematika sosial-keagamaan yang tengah bergulir, al-Marbawi dan Baḥr al-Mādhī juga menunjukkan proses vernakularisasi di level wacana.

Dalam konteks pertarungan wacana sosial-keagamaan di Nusantara pada abad XX, al-Marbawi duduk dalam posisi yang jelas. Ketika wacana puritanisme dan fundamentalisme menggerus basis otoritas dalam tradisi keberagamaan di Nusantara, al-Marbawi dan Baḥr al-Mādhī justru hadir dalam kondisi subyektifitas yang sadar tradisi. Al-Marbawi dengan tegas menolak dikotomi agama-budaya dalam konteks perdebatan wacana bidah. al-Marbawi juga dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa tradisi dan keterikatan dengan

129

masa lalu harus tetap dihargai, bukan justru diringkus karena dianggap simbol kemunduran dan kekolotan.

B. Saran dan Rekomendasi

Penelitian ini tentu saja bukanlah penelitian yang sempurna, yang mampu menggambarkan dengan kompeherensif karakteristik tradisi pensyarahan hadis di Nusantara pada abad XX. Masih banyak sekali pekerjaan rumah yang harus ditunaikan, yang tentu tidak bisa diandalkan hanya pada satu kerja penelitian saja. Penelitian dan kajian seputar naskah-naskah hadis Nusantara juga perlu dilakukan secara serentak. Bukan hanya kajian filologis dan dokumentatif, tapi penelitian analitik yang mampu mengurai isi dan jejaring wacana yang mendorong lahirnya sebuah naskah atau kitab.

Dalam konteks studi hadis dan syarah hadis di Nusantara abad XX tentu masih banyak naskah, kitab atau dokumen yang perlu diteliti. Baik naskah atau kitab yang sudah dipublikasi dan dicetak, maupun naskah-naskah yang masih tersimpan dan belum terpublikasi. Dokumen-dokumen lainnya yang berbentuk oral juga mesti diteliti. Karena sejarah, ketika hanya diacu pada dokumen yang tertulis, tentu saja tidak akan pernah menggambarkan realitas secara lengkap.

130

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Al-Mu’jam al-Wāsiṭ (Mesir: Maktabah al-Shurūq al-Dawliyah, 2011 M./1432 H).

Al-Abādī, Muḥammad Abū al-Layth al-Khayr. ‘Ulūm al-Hadīth Aṣīluhā wa Mu'āṣiruhā. (Bangi: Dār al-Shāhir, 2005).

Abdillah, Masykuri dkk. Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi Program Magister dan Doktor. (Ciputat: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2018).

Abdullah, Taufik dan Endjat Djaenuderadjat. Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia II: Tradisi, Intelektual dan Sosial. (Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, 2015).

Abdullah, Wan Mohd. Shaghir. Syeikh Ahmad al-Fathani; Pemikir Agung Melayu dan Islam jilid II. (Kuala Lumpur: Persatuan Pengkajian Khazanah Klasik Nusantara dan Khazanah Fathaniyah, 2005).

Adonis. Al-Thābit wa al-Mutahawwil; Bahthun fi al-Ibdā’ wa al-Ittibā’ ‘inda al-‘Arab. (London: Dār al-Sāqī, 2002).

Alexander, Anne. Nasser: His Live and Time. (London: Haus Publishing Limited, 2005).

Al-Husaini, Ishak Mussa. Ikhwanul Muslimun: Tinjauan Sejarah Sebuah Gerakan Islam (Bawah Tanah). (Jakarta: Grafiti Pers, 1983).

Ali, Ameer. The Spirit of Islam; A History of The Evolution and Ideals of Islam.

(London: Christopers, 1946).

Āmīn, Aḥmad. Ḍuhā al-Islām. (Lajnah al-Talīf, 1933).

____________. Fajr al-Islām. (Singapore: Sulaymān Mar’i, 1965).

Amirin, Tatang M. Menyusun Rencana Penelitian. (Jakarta: Rajawali Press, 1990).

Ashcroft, Bill Gareth Griffiths and Helen Tiffin. The Empire Writes Back:

Theory and Practice in Post-Colonial Literatures. (London and New York: Routledge, 2002).

Al-Athār, ‘Abd al-Naṣr Tawfīq. Dustūr al-Lammah wa ‘Ulūm al-Sunnah.

(Kairo: Maktabah Wahhāb, t.t.).

Athoillah, Ahmad. Pandangan Sayyid Usman bin Yahya al-Alawi Penasihat Kehormatan Bangsa Arab Terhadap Kehidupan Masyarakat Arab di Jakarta 1870-1914-an. (Tesis: Universitas Gajah Mada, 2015).

131

Atjeh, Aboebakar (terj). Mawa’izhul Badi’ah MSS 3565. Perpustakaan Negara Malaysia; Voorhoeve. Bayan Tajalli (Bahan-bahan untuk mengadakan penyelidikan lebih mendalam tentang Abdurrauf Singkel). (Banda Aceh: Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh, 1980).

Azami, Muhammad Mustafa. Studies in Hadith Methodology and Literature.

(Indianapolis: American Trust Publication, 1977).

Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepualuan Abad XVII dan XVIII. (Jakarta: Kencana Pustaka Prenada Media Group, 2013).

Bakar, Aboe. Sedjarah al-Qur’an. (Jakarta: Sinar Pudjangga, 1952).

Barthes, Roland. Elements of Semiology (Ney York: Hill and Wang, 1994).

Baso, Ahmad. NU Studies: Pergolakan Pemikiran antara Fundamentalisme Islam dan Fundamentalisme Neo-Liberal. (Jakarta: Erlangga, 2006).

___________. Pesantren Studies 4A: Akar Historis dan Fondasi Normatif Ilmu Politik-Kenegaraan Pesantren, Jaringan dan Pergerakannya se-Nusantara Abad 17 dan 18. (Tangerang Selatan: Pustaka Afid, 2012).

___________. Al-Jabiri, Eropa dan Kita: Dialog Metodologi Islam Nusantara Untuk Dunia. (Tangerang Selatan: Pustaka Afid, 2018).

___________. Islam Pasca-Kolonial: Perselingkuhan Reformisme Agama, Kolonialisme dan Liberalisme. (Tangerang Selatan: Pustaka Afid, 2016).

___________. Islamisasi Nusantara: Dari Era Khalifah Usman bin Affan hingga Wali Songo [Studi tentang Asal-Usul Intelektual Islam Nusantara]. (Tangerang Selatan: Pustaka Afid, 2018).

___________. Pesantren Studies 2a: Pesantren, Jaringan Pengetahuan dan Karakter Kosmopolitanisme Kebangsaannya (Tangerang Selatan:

Pustaka Afid, 2012).

___________. Pesantren Studies 2A; Pesantren Jaringan Pengetahuan dan Karakter Kosmopolitan-Kebangsaannya (Tangerang Selatan: Pustaka Afid, 2012), h. 1-2.

Benda, Harry J. The Crescent and The Rising Sun. (The Hague, 1958).

Bhabha, Homi K. The Location of Culture. (London & New York: Routledge, 1994).

Brown, Daniel W., Rethinking Tradition in Modern Islamic Thought. Terj.

Charles Kurzman. (New York: Cambridge University Press, 1966).

Brown, Jonathan. Hadith: Muhammad’s Legacy in the Medieval and Modern World. (Oxford: One World, 2009).

132

Brown, L. Carl. Wajah Islam Politik: Pergulatan Agama dan Negara Sepanjang Sejarah Umat. (Jakarta: Serambi, 2003).

Bruinessen. Martin van. “Studies of Sufism and Sufi Orders in Indonesia”. Die Welt des Islams, 38, 2 (1998).

Al-Bukhārī, Muḥammad bin ‘Ismā’īl bin Ibrāhim. Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. (Bayrūt:

Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2009/1430).

Carey, Peter. Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855). (Jakarta:

Kompas, 2014).

Ekajati Edi S. dkk. Empat Sastrawan Sunda Lama. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995).

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. (Yogyakarta:

LKiS, 2008).

Esposito, John L. Agama dan Perubahan Sosiopolitik. (Aksara Persada Press, 1985).

_____________. Dunia Islam Modern. Jilid II (Bandung: Mizan, 2001).

Fanon, Frantz. The Wretched of The Earth. (New York: Grove Press, 2004 [1963]).

Farhūn Mālikī, Ibn. Al-Dībāj Madhhab fī Ma’rifah ‘Ulamā’ A’yān al-Madhhab. (Dār al-Turāth li al-Tab’ wa al-Nashr, 2011).

Al-Fārisī, ‘Alā’uddin Alī bin Balabbā. Ṣaḥīḥ Ibn Hibbān bi Tartīb Ibn al-Balabbān. Shu’ayb Arnauṭ (ed.(. (Bayrūt: Mu’assasah al-Risālah, 1414/1993).

Fatkhi, Rifqi Muhammad. Popularitas Tafsir Hadis Indonesia di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (Ciputat: HIPIUS, 2012).

________________. Sahih Ibn Hibban dalam al-Kutub al-Sittah: Sebuah Tawaran Alternatif. (Tesis, SPs UIn Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).

Fattah, Rohadi Abdul dkk. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan: Dari Tradisional, Modern, Hingga Post Modern. (Jakarta, Listafariska Putra, 2005).

Ferdiansyah, Hengky. Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda. (Tangerang Selatan: Yayasan Pengkajian Hadis el-Bukhari, 2017).

Foucault, Michel. The Archeology of Knowledge and The Discourse an Language. A.M. Sheridan Smith (terj.) (New York: Pantheon Books, 1972).

133

Gobee, E. dan C. Adriaanse. Nasihat-Nasihat C. Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1936. Seri Khusus INIS XI, terj. Sukarsi. (Jakarta: Indonesia-Netherlands Cooperation in Islamic Studies, 1995).

Gusmian, Islah. “Bahasa dan Aksara Tafsir Al-Qur’an di Indonesia: dari Tradisi, Hierarki hingga Kepentingan Pembaca”. Jurnal Tsaqafah, vol.

6, No. 1, 2010.

Al-Ḥaddād, ‘Abd 'Azīz Qāsim. Imām Nawawī wa Athāruhu fī al-Hadīth wa 'Ulūmuh. (Bayrūt: Dār al-Bashā'ir al-Islāmiyyah, 1992).

Haji Salleh, Abdullah al-Qari. Tuk Kenali Penggerak Ummah. (Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka, 2009).

Al-Hajjāj, Muslim bin. Saḥīḥ Muslim. (Bayrūt: Dār Ihyā’ al-Turāth, tt.).

Al-Hamdānī, Abū Bakar Muhammad bin Hāzim. I’tibār fī Nāsikh wa al-Mansūkh min al-Āthār. (Ḥimṣ: Rātib Hākimī, 1966 M./ 1386 H.).

Hamzah, Abd Rahman. Khat dan Jawi Mutiara Kesenian Islam Sejagat.

(Skudai: Universiti Teknologi Malaysia, 2008).

Al-Ḥanafī, Musṭafā ibn ‘Abdillah al-Qusṭanṭīnī al-Rūmī. Kashf al-Ẓunūn ‘an Asmā’ al-Kutub wa al-Funūn. (Bayrūt: Dār al-Fikr, 1994).

Hārūn, Dawūd Rāshid. Juhūd ‘Ulamā Indūnīsiyya fī al-Sunnah. Risālah Muqaddimah li-Nayli Darajah Duktūrah fī Sharī’ah al-Islāmiyyah (Jāmi’ah al-Qāhirah, 1996).

Hasbi, Rusli. al-Madkhal Iā Dirāsah Uṣūl al-Fiqh. (Jakarta: FDI Press, 2009).

Hashim, Ahmad 'Umar. al-Muhaddithūn fī Miṣr wa al-Azhar wa Dawruhum fi Ihyā' al-Sunnah al-Nabawiyyah al-Sharifah. (Mesir: Maktabah Gharīb, tt.).

Al-Hāshimī, ‘Abd al-Hāq bin ‘Abd al-Wāhid. ‘Ādāt al-Imām al-Bukhārī fī Ṣaḥīḥihi (Kuwayt: Maktāb al-Shu’ūn al-Fanniyyah, 1428 H./ 2007 M.).

Hassan, Ahmad Rifa’i. Warisan Intelektual Islam Indonesia: Telaah Atas Karya-Karya Klasik. (Bandung, Mizan, 1992).

Hasyim, Arrazy. Teologi Muslim Puritan: Genealogi dan Ajaran Salafi.

(Tangerang Selatan: Maktabah Darus-Sunnah, 2017).

Hellwig, C.M.S. and S.O. Robson (ed.). A Man of Indonesian Letters: Essays in Honour of Professor A. Teeuw (Seri VKI No. 121) (Dordrecht: Foris, 1986).

Ibn ‘Asākir, Abū al-Qāsim. Tārīkh Madīnah Dimashq. (Bayrūt: Dār al-Fikr, 1997).

134

Ibn al-Ṣalāḥ, ‘Uthmān bin Abdirrahman. Muqaddimah Ibn al-Ṣalāḥ. (Bayrūt:

Dār al-Fikr al-Mu’āṣir, 1986 M./1406 H.).

Imarah, Muhammad (ed.). al-A’māl al-Kāmilah li Jamāluddīn al-Afghānī.

(Bayrūt: al-Mu’assasah al-‘Arabiyah li al-Dirāsāt wa al-Nashr, 1979).

Al-Jābirī, Muḥammad ‘Ābid. al-Aql al-Siyāsi al-Arabī: Muhaddidātuhu wa Tajliyātuhu, cet. III. (Bayrūt: Markaz Dirāsāt Wiḥdah

al-‘Arabiyyah, 1995).

____________________. Ishkāliyyāt al-Fikr al-Arabī al-Mu’āṣir (Bayrut:

Markaz Dirāsāt al-Wiḥdah al-Arabiyyah, 1990).

____________________. al-Turāth wa al-Hadāthah: Dirāsāt wa Munāqashāt.

(Bayrūt: Markaz Dirāsāt al-Wiḥdah al-‘Arabiyyah, 1991).

____________________. Naḥnu wa al-Turāth; Qira’āt Mu’āṣirah fī Turāthina al-Falsafī. (Bayrūt: Markaz al-Thaqāfī al-‘Arabī, 1993).

____________________. Takwīn ‘Aql ‘Arabī. (Bayrūt: Markaz al-Thaqāfī al-‘Arabī, 1991).

________________________. Mashrū’ al-Nahḍawī al-Arabi; Murāja’ah Naqdiyyah. (Bayrūt: Markaz Dirāsāt al-Wiḥdah al-Arabiyyah, 1996).

Jahroni, Jajang. Informan Sunda Masa Kolonial: Surat-Surat Haji Hasan Mustapa untuk C. Snouck Hurgronje dalam Kurun 1894-1923.

(Yogyakarta: Octopus Publishing, 2018).

____________. The Life and Mystical Thought of Haji Hasan Mustafa (1852-1930). (MA Thesis. Leiden University, 1999).

Johns, Anthony H. “Qur’anic Exegesis in The Malay World”. dalam Andrew Rippin (ed.). Approaches to The History of The Interpretation of The Qur’an (Oxford: Clarendon Press, 1988).

Junus, Umar. Resepsi Sastra: Sebuah Pengantar (Jakarta: Gramedia, 1985).

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional dan Gramedia, 2013),

Al-Kāndahlawī, Muhammad Zakariyā. Awjaz Al-Masālik Ilā Muwaṭṭa’ Mālik.

(Bayrūt: Dār al-Fikr, 1980).

Kaptein, Nico J.G. Islam, Kolonialisme dan Zaman Modern di Hindia-Belanda: Biografi Sayid Usman (1822-1914). (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2017).

Kartodirdjo, Sartono. Pemberontakan Petani Banten 1888. (Depok: Komunitas Bambu, 2015).

135

Kedourie, Elle. Afghani and Abduh; An Essay on Religious Unbelief and Political Activism in Modern Islam. (London: Frank Class, 1997).

Al-Kattānī, Abū ‘Abdillah Muḥammad bin Ja’far. Naẓm Mutanāthir min al-Hadīth al-Mutawātir. (Mesir: Dār al-Kutub al-Salafiyyah, t.t.).

Al-Khātib, Muhammad ‘Ajjāj. Al-Sunnah Qablā Tadwīn. (Bayrūt: Dār al-Fikr, 1981).

_____________________. Uṣūl al-Hadīth ‘Ulūmuhu wa Musṭalaḥuhu.

(Bayrūt: Dār al-Fikr, 2009/1430).

Al-Khaṭṭābī, Abū Sulaymān Ḥammad bin Muḥammad. A’lām al-Hadīth fī Sharh Saḥīḥ al-Bukhārī. (Jami’ah Umm al-Qurā, 1408 H./1988 M.).

Kipp, Rita S. and Susan Rodgers. Indonesian Religions in Transition. (Tuscon:

University of Arizona Press, 1987.).

Koster, G. L. and H. M. J. Maier. “A Medicine of Sweetmeats: On the Power of Malay Narrative” dalam BKI, vol. 141, no. 4 (1985).

Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003).

Lombard, Denys. Nusa Jawa: Silang Budaya II Jaringan Asia. (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2018).

Al-Mālikī, Ibn Farhūn. Al-Dībāj Madhhab fī Ma’rifah ‘Ulamā’ A’yān al-Madhhab. (Dār al-Turāth li al-Tab’ wa al-Nashr, 2011).

Mansfield, Peter. A History of The Middle East. (Harmondsworth: Penguin Books, 1991).

Al-Marbawī, Muhammad Idrīs. Baḥr al-Mādhī Sharah Bagi Mukhtaṣar Ṣaḥīḥ al-Tirmidhī. (Mesir: Shirkah Maktabah wa Maṭba’ah Musṭafā al-Bāb al-Ḥalabī, 1353 H/1933 M).

__________________. Bulugh al-Maram Serta Terjemah Melayu (Mesir:

Matba’ah al-Anwar al-Muhammadiyyah, tt.).

__________________. Mukhtaṣar Ṣaḥīḥ al-Tirmidhī wa Sharhuhu bi Lughah al-Jāwī al-Malāyū al-Musammā Baḥr al-Mādhī (Bayrūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah li al-Nashr wa al-Tawzī’, 2003).

__________________. Mukhtaṣar Ṣaḥīḥ al-Tirmidhī wa Sharhuhu bi Lughah al-Jāwī al-Malāyū al-Musammā Baḥr al-Mādhī (Bayrūt: Dār al-Fikr al-Islāmī al-Hadīth, 2001).

__________________. Kamus Idris al-Marbawi Arabi-Melayu. (Bayrut: Dâr al-Fikr, t.t.).

Millie, Julian (ed.). Hasan Mustapa: Ethnicity and Islam in Indonesia.

(Australia: Monash University, 2017).

136

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006).

Al-Mubārakfūri, Muhammad Abdurrahman. Tuḥfah al-Ahwadhi bi Sharh Jāmi’ al-Tirmidhī. (Mesir: Dar al-Hadith, 2001).

Mulyono, Sri. Wayang: Asal-Usul, Filsafat dan Masa Depannya. (Jakarta:

Alda, 1975).

Munirah. Metodologi Syarah Hadis Indonesia Awal Abad ke-20: Studi Kitab al-Khil’ah al-Fikriyyah Syarh al-Minhah al-Khairiyyah karya Muhammad Mahfudz al-Tirmasi dan Kitab al-Tabyin al-Rawi Syarh Arba’in Nawawi karya Kasyf al-Anwar al-Banjari. (Tesis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarya 2015).

Musa, Hashim. Sejarah Perkembangan Tulisan Jawi (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa Dan Pustaka, 2006).

Nasr, Seyyed Hossein. Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan Untuk Kaum Muda Muslim. (Bandung: Mizan. 1994).

Al-Nawawī, Abū Zakariyā Yaḥyā bin Sharaf. al-Minhāj Sharh Saḥīḥ Muslim bin al-Hajjāj. (Bayrūt: Dār Ihyā’ al-Turāth, 1392 H.).

Nikmah, Shofiatun. Sejarah Perkembangan Syarah Hadis di Indonesia Akhir Abad XX: Studi Kitab Misbah al-Zolam Sharh Bulugh al-Maram karya KH. Muhajirin Amsar al-Dary. (Tesis UIN Sunan Ampel Surabaya, 2017).

Noupal, Muhammad. Pemikiran Keagamaan Sayyid Usman bin Yahya (1822-1914): Respons dan Kritik Terhadap Kondisi Sosial Keagamaan di Indonesia. (Disertasi SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).

Al-Qārī, Alī bin Sulṭān Muhammad. Mirqāt Mafātīh Sharh Mishkāt al-Maṣābīh. (Bayrūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1422 H./ 2001 M.).

Rahman, Fazlur. Wacana Studi Hadis Kontemporer. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002).

Rayyah, Mahmūd Abū. Aḍwā’ ‘alā Sunnah Nabawiyyah. cet. I. (Dār al-Ta’līf, 1377/1958).

Ricoeur, Paul. Hermeneutics and the Human Sciences: Essays on Language, Action and Interpretation. John B. Thompson (terj.). (Cambridge:

Cambridge University Press, 1984).

Rippin, Andrew (ed.). Approaches to The History of The Interpretation of The Qur’an. (Oxford: Clarendon Press, 1988).

Rivkin, Julian dan Michel Ryan (ed). Literary Theory: An Anthology. (Oxford:

Blackwell, 2004).

137

Sastronaryono, Moelyono (alih bahasa dan aksara). Serat Babad Tembayad.

(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan [Proyek Pengkajian Dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya], 1986).

Al-Shāfi’ī, Muḥammad bin Idrīs. al-Risālah. (Bayrūt: Dār al-Nafā’is, 1431/2010).

Al-Shahrāwarzī, Ibrāhīm Amīn Jāf. Manāhīj Muḥaddithīn; fī Naqd al-Riwāyah al-Tārikhiyyah li al-Qurūn al-Hijriyah al-Thalāthah al-Ūlā.

(Dubay: Dār al-Qalam, 2014).

Al-Shiddiqie, Hasbi. Sejarah Perkembangan Hadis. (Jakarta: Bulan Bintang, 1988).

Shukri, Abdul Salam Muhamad. “Al-Sheikh Dr. Muhammad Idris al-Marbawi’s Contribution to Islamic Studies in The Malay World”.

Mohamad Som Sujimon (ed.). Monograph on Selected Malay Intellectuals. (Kuala Lumpur: Research Centre International Islamic University Malaysia, 2003).

Soekarno. Dibawah Bendera Revolusi, jilid I. (Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, 1959).

Steenberink, Karel A. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen. (Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1986).

Suminto, Aqib. Politik Islam Hindia Belanda. (Jakarta: LP3ES, 1985).

Sunardi, ST. Semiotika Negativa. (Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 2004).

Suryadilaga, M. Alfatih. Metodologi Syarah Hadis Era Klasik hingga Kontemporer. (Yogyakarta: Suka-Press UIN Sunan Kalijaga, 2012).

Al-Suyūṭī, Jalāluddīn. Asbāb Wurūd Hadīth aw Lummā’ fi Asbāb al-Hadīth. (Bayrūt: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1984 M./1404 H.).

Al-Ṭaḥāwī, Abū Ja'far Aḥmad bin Muḥammad bin 'Abd al-Mālik. Sharah Ma’āni al-Athār. (Bayrūt: Dār al-Kutub, 1979).

Ṭahhān, Mahmūd .Uṣūl al-Takhrīj wa Dirāsah al-Asānīd. (Riyāḍ: Maktabah al-Ma’ārif li al-Nashr wa al-Tawzī’,1996 M./1417 H.).

Tasrif, Muhammad. Pemikiran Hadis di Indonesia; Wacana Tentang Kedudukan Hadis dan Pendekatan Pemahaman Terhadapnya. (Tesis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2002).

Thayib, Anshari dan Anas Sadaruwan. Anwar Sadat: Di Tengah Teror dan Damai (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1981).

Al-Tirmidhī, Muhammad bin Isā. Sunan al-Tirmidhi. (Mesir: Shirkah Maktabah wa Maṭba’ah Muṣṭafā al-Babi al-Halabī, 1975 M./1395 H.).