• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : KEDUDUKAN YAYASAN DALAM PENYERTAAN MODAL

A. Yayasan sebagai Badan Hukum Nirlaba

Yayasan merupakan badan usaha dengan status badan hukum yang memiliki tujuan kemanusiaan, keagamaan, dan sosial sehingga segala kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh yayasan semata-mata hanya untuk tujuan kemanusiaan, keagamaan, dan sosial. Hal ini bukan berarti yayasan tidak dapat melakukan kegiatan usaha yang memiliki sifat komersial dengan mendapatkan keuntungan, hanya saja segala keuntungan yang didapatkan oleh yayasan hanya ditujukan untuk maksud kemanusiaan, keagamaan, dan sosial, selain untuk mengembangkan lembaga yayasan itu sendiri.73

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Yayasan, yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. Pada lalu lintas sehari-hari yayasan diperlakukan sebagai

legal entity.74 Scholten menjelaskan bahwa yayasan merupakan suatu badan hukum yang memiliki unsur-unsur badan hukum, seperti memiliki harta kekayaan sendiri, yang berasal dari suatu perbuatan pemisahan, tujuan tertentu, dan alat perlengkapan. Hal ini selaras dengan unsur-unsur yayasan sebagai berikut :75 1. Yayasan memiliki harta kekayaan yang dipisahkan dari pemiliknya semula. 2. Yayasan memiliki tujuan tertentu, baik tujuan yang bersifat keagamaan,

sosial maupun tujuan kemanusiaan.

73

Dijan Widijowati, Hukum Dagang (Yogyakarta : Andi, 2012), hlm. 89.

74

Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Op.Cit., hlm. 17.

75

3. Yayasan memiliki organisasi untuk menyelenggarakan lembaga yang didirikan.

Ada berbagai teori tentang badan hukum, salah satunya adalah teori Brinz tentang teori harta kekayaan bertujuan. Pada teori harta kekayaan Brinz dikemukakan bahwa di samping manusia sebagai subjek hukum, ada hak-hak atas suatu kekayaan yang tidak dapat dibebankan kepada manusia, melainkan kepada badan hukum dan harta kekayaan itu terikat oleh suatu tujuan atau mempunyai tujuan.76

Seperti yang telah dijelaskan bahwa menurut ketentuan UU Yayasan, yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang telah dipisahkan dari kekayaan pendiri dan pengurusnya dimana harta ini digunakan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan. Ketentuan ini sejalan dengan teori Brinz yang menyatakan bahwa harta kekayaan suatu badan hukum terikat oleh suatu tujuan tertentu.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) UU Yayasan, yayasan dapat didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal. Pada ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (5) UU Yayasan dijelaskan bahwa orang adalah orang perseorangan dan badan hukum, baik sebagai orang asing maupun bersama-sama orang asing, sehingga yayasan sebagai badan hukum dapat didirikan oleh beberapa unsur-unsur yang dapat dideskripsikan sebagai berikut:77

1. Yayasan dapat didirikan oleh 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) orang, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing.

76

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 17.

77

2. Yayasan dapat didirikan oleh 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) badan hukum, baik badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing.

Berkaitan dengan tujuan yayasan, di Indonesia terdapat yurisprudensi Mahkamah Agung dimana sebelum berlakunya UU Yayasan menjadi acuan bagi yayasan untuk penentuan tujuan yayasan. Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 8 Juli 1975 No. 476/K/Sip/1975, pertimbangan pengadilan negeri yang dibenarkan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, bahwa perubahan wakaf Al Is Af menjadi Yayasan Al Is Af dapat saja karena dalam hal ini tujuan dan maksudnya tetap, ialah untuk membantu keluarga terutama keturunan alamarhum Almuhsin bin Abubakar Alatas. Melalui putusan Mahkamah Agung tersebut jelas bahwa yayasan mempunyai tujuan untuk “membantu”. Perkataan “membantu” ini diinterpretasikan sebagai suatu kegiatan sosial. Adapun bantuan yang diberikan tersebut dapat hanya ditujukan kepada pihak tertentu saja, yakni dalam hal ini terutama kepada keturunan alamarhum Almuhsin bin Abubakar Alatas.78

Pada UU Yayasan ditentukan bahwa yayasan dapat didirikan dan disahkan sebagai badan hukum apabila maksud dan tujuan didirikannya yayasan adalah dalam kegiatan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (2) huruf b UU Yayasan, maksud dan tujuan pendirian yayasan wajib dicantumkan dalam anggaran dasar yayasan tersebut. Yayasan yang telah didirikan dan bergerak dalam kegiatan yang berada di luar dari maksud dan tujuan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan harus menyesuaikan

78

diri dengan merubah anggaran dasar yang telah ada sesuai dengan maksud dan tujuan yang diperbolehkan oleh UU Yayasan.

Pada asasnya, UU Yayasan memiliki asas nirlaba, dalam arti yayasan yang didirikan tidak ditujukan untuk mencari laba atau keuntungan. Modal yang ada tidak diolah untuk mendapat keuntungan, tetapi untuk melakukan suatu kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat.79 Menurut Soemitro, bahwa yayasan lebih tepat disebut sebagai organisasi tanpa tujuan laba (OTTL) sebagi terjemahan dari

Non-Profit Organization. Menurut Soemitro istilah OTTL lebih tepat dari pada nirlaba, karena kata “Nir” yang berasal dari bahasa Jawa berarti tanpa, sehingga nirlaba berarti tanpa laba, sedangkan yayasan adakalanya memperoleh laba atau keuntungan, tetapi hal ini tidak menjadi tujuan yang utama. Lebih jauh dijelaskan bahwa istilah OTTL ini lebih luas dari pada istilah yayasan. Yayasan adalah OTTL, tetapi sebaliknya OTTL tidak selalu merupakan yayasan. Jadi yayasan merupakan salah satu organisasi tanpa tujuan laba.80

Pengertian “nirlaba” (not-for-profit) sering disalahartikan bahwa yayasan tidak boleh mencari keuntungan, tidak boleh menjalankan usaha dan tidak boleh bersifat komersial. Makna sebenarnya dari “nirlaba” adalah bahwa yayasan tidak membagikan laba atau keuntungan yang diperolehnya baik dalam bentuk dividen, bagian laba dan sejenisnya, karena yayasan tidak mempunyai pemilik maupun anggota. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Apabila dalam kegiatannya yayasan menghasilkan surplus karena pendapatan dari suatu kegiatan melebihi pengeluaran/biaya, maka

79

Dijan Widijowati, Op.Cit., hlm. 99.

80

surplus tersebut akan menambah kekayaan yayasan yang selanjutnya akan digunakan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan, dan sama sekali bukan untuk dibagikan kepada pendiri, pengurus maupun pengawas yayasan.81