• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Cair dan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pre Nursery

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Cair dan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pre Nursery"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK HAYATI CAIR DAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT

DI PRE NURSERY

SKRIPSI

OLEH :

EBET STEPHANUS ROMUNTA SINULINGGA 080301063

BDP-AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT DI PRE NURSERY

SKRIPSI

OLEH :

EBET STEPHANUS ROMUNTA SINULINGGA 080301063

BDP-AGRONOMI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Cair dan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pre Nursery

Nama : Ebet Stephanus Romunta Sinulingga

NIM : 080301063

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Agronomi

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir.Jonatan Ginting, M.S. Ketua

Ir. Jasmani Ginting, M.P. Anggota

Mengetahui,

(4)

EBET STEPHANUS ROMUNTA SINULINGGA: Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Cair dan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery, dibimbing oleh JONATAN GINTING dan JASMANI GINTING.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk hayati cair dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan (42 m dpl) pada bulan Februari sampai Juni 2014. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu pupuk hayati cair (0, 5, 10, 15 ml/liter air) dan pupuk NPK (0; 2,25; 4,5; 6,75 g/tanaman). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan rasio tajuk akar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk hayati cair berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan rasio tajuk akar. Perlakuan pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 10 MST, jumlah daun 6 dan 8 MST, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan rasio tajuk akar. Interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.

(5)

ABSTRACT

EBET STEPHANUS ROMUNTA SINULINGGA: The Influence of Giving Liquid Biofertilizers and Compound Fertilizer NPK on The Growth of Palm Seedling (Elaeis guineensis Jacq.) in The Pre Nursery. Supervised by JONATAN GINTING and JASMANI GINTING.

The aim of the research was to determine the influence of giving liquid biofertilizer and compound fertilizer NPK on the growth of palm oil seedling in pre nursery. The research had been conducted on the land of Agriculture Faculty, Sumatera Utara University, Medan (42 m asl) in February until June 2014, by using Randomized Block Design with two factors, i.e. liquid biofertilizer (0, 5, 10, 15 ml/litre of water) and NPK compound fertilizer (0; 2,25; 4,5; 6,75 g/seed). Parameters measured were plant’s height, steem’s diameter, number of leaves, total leaf area, wet shoot weight, wet root weight, dry shoot weight, dry root weight, and the ratio of shoot and root.

The result showed that the treatment of giving liquid biofertilizer had no significant effect on the all of parameters i.e. plant’s height, steem’s diameter, number of leaves, total leaf area, wet shoot weight, wet root weight, dry shoot weight, dry root weight, and the ratio of shoot and root. The treatment of giving NPK compound fertilizer had significant effect on plant’s height at 10 weeks after planting, number of leaves at 6 and 8 weeks after planting but had no significant effect on steem’s diameter, total leaf area, wet shoot weight, wet root weight, dry shoot weight, dry root weight, and the ratio of shoot and root. The interaction of the liquid biofertilizer and the NPK compound fertilizer had no significant effect on the all of parameters.

(6)

Ebet Stephanus Romunta Sinulingga dilahirkan di Tanjung Keriahan pada

tanggal 8 September 1989 dari pasangan Bapak Perdemun Sinulingga dan Ibu

Malemta Tarigan. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah diperoleh penulis antara lain; tahun

1996-2002 menempuh pendidikan dasar di SD Swasta Andreas, Deli Serdang; tahun

2002-2005 menempuh pendidikan di SMP Swasta Santo Thomas 3, Medan; tahun

2005-2008 menempuh pendidikan di SMA Negeri 4, Medan; tahun 2008 lulus

seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB. Penulis memilih

program studi Agronomi Departemen Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Budidaya Pertanian dan sebagai asisten praktikum di Laboratorium Agronomi

Tanaman Perkebunan dari tahun 2011 sampai tahun 2014.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTN III Aek

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Cair dan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pre Nursery ”

yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan

gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

bapak Ir. Jonatan Ginting, MS., selaku ketua komisi pembimbing dan

bapak Ir. Jasmani Ginting, MP. selaku anggota komisi pembimbing,

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

yang telah

banyak membantu dan membimbing penulis dalam menyusun dan menyelesaikan

skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua

tercinta, ayahanda Perdemun Sinulingga dan ibunda Malemta br. Tarigan atas

segala kasih sayang, perhatian, nasehat, motivasi serta doanya. Tak lupa juga

ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman MILITAN 08,

Marisi Hutahaean, Karedi Giawa, Nelson Simanjuntak, Saddam Situmorang,

Onzie Panggabean, Kristian Ginting, Anwar Koheri, Leo Richi Panjaitan dan

teman-teman MILITAN 08 lainnya yang tidak bisa penulis tuliskan satu persatu,

serta kepada teman – teman Pertanian stambuk 2008, adik-adik AET 011, AET

010, AET 012, AET 013 yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan

(8)

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2014

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR ... PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 7

Iklim ... 7

Tanah ... 8

Pupuk Hayati Cair ... 9

Pupuk NPK ... 10

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian ... 12

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Areal Pembibitan ... 15

Persiapan Naungan ... 15

Persiapan Media Tanam ... 15

Penanaman Kecambah ... 15

Aplikasi Pupuk Hayati Cair ... 15

Aplikasi Pupuk NPK ... 16

(10)

Pengendalian hama dan penyakit ... 16

Pengamatan Parameter ... 16

Tinggi Bibit (cm) ... 16

Diameter Batang (mm) ... 17

Jumlah Daun (helai) ... 17

Total Luas Daun (cm2) ... 17

Bobot Basah Tajuk (g) ... 17

Bobot Basah Akar (g) ... 18

Bobot Kering Tajuk (g) ... 18

Bobot Kering Akar (g) ... 18

Rasio Bobot Kering Tajuk Akar ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 19

Pembahasan ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 38

Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan pupuk NPK 4, 6, 8, 10, 12, 14 MST ... 19

2. Rataan tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan pupuk hayati cair 4, 6, 8, 10, 12, 14 MST ... 20

3. Rataan tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK 4, 6, 8, 10, 12, 14 MST ... 21

4. Rataan diameter batang (mm) dengan perlakuan pupuk hayati cair 4, 6, 8, 10, 12, 14 MST ... 22

5. Rataan diameter batang (mm) dengan perlakuan pupuk NPK 4, 6, 8, 10, 12, 14 MST ... 22

6. Rataan diameter batang (mm) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK 4, 6, 8, 10, 12, 14 MST ... 23

7. Rataan jumlah daun (helai) dengan perlakuan pupuk NPK 6, 8, 10, 12, 14 MST ... 24

8. Rataan jumlah daun (helai) dengan perlakuan pupuk hayati cair 6, 8, 10, 12, 14 MST ... 25

9. Rataan jumlah daun (helai) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK 6, 8, 10, 12, 14 MST ... 27

10. Rataan total luas daun (cm2) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK ... 28

11. Rataan bobot basah tajuk (g) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK ... 29

12. Rataan bobot basah akar (g) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK ... 30

13. Rataan bobot kering tajuk (g) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK ... 31

14. Rataan bobot kering akar (g) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK ... 32

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Kurva Respons Tinggi Tanaman terhadap Pemberian Pupuk NPK

10 MST ... 20

2. Kurva Respons Jumlah Daun terhadap Pemberian Pupuk NPK 6

MST ... 25

3. Kurva Respons Jumlah Daun terhadap Pemberian Pupuk NPK 8

(13)

DAFTAR LAMPIRAN TABEL

No. Hal.

1. Tabel Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST ... 41

2. Tabel Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST ... 41

3. Tabel Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 6 MST ... 42

4. Tabel Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST ... 42

5. Tabel Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 8 MST ... 43

6. Tabe Daftarl Sidik Ragam Tinggi Tanaman 8 MST ... 43

7. Tabel Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 10 MST ... 44

8. Tabel Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 10 MST ... 44

9. Tabel Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 12 MST ... 45

10. Tabel Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 12 MST ... 45

11. Tabel Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 14 MST ... 46

12. Tabel Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 14 MST ... 46

13. Tabel Data Pengamatan Diameter Batang (mm) 4 MST ... 47

14. Tabel Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 4 MST ... 47

15. Tabel Data Pengamatan Diameter Batang (mm) 6 MST ... 48

16. Tabel Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 6 MST ... 48

17. Tabel Data Pengamatan Diameter Batang (mm) 8 MST ... 49

18. Tabel Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 8 MST ... 49

19. Tabel Data Pengamatan Diameter Batang (mm) 10 MST ... 50

20. Tabel Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 10 MST ... 50

21. Tabel Data Pengamatan Diameter Batang (mm) 12 MST ... 51

22. Tabel Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 12 MST ... 51

(14)

25. Tabel Data Pengamatan Total Luas Daun (cm2) ... 53

26. Tabel Daftar Sidik Ragam Total Luas Daun... 53

27. Tabel Data Pengamatan Bobot Basah Tajuk (g) ... 54

28. Tabel Daftar Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk... 54

29. Tabel Data Pengamatan Bobot Basah Akar (g) ... 55

30. Tabel Daftar Sidik Ragam Bobot Basah Akar ... 55

31. Tabel Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk (g) ... 56

32. Tabel Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk ... 56

33. Tabel Data Pengamatan Bobot Kering Akar (g) ... 57

34. Tabel Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar... 57

35. Tabel Data Pengamatan Rasio Tajuk Akar ... 58

(15)

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR

No. Hal.

4. Bagan Penelitian ... 64

5. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 65

6. Foto Lahan ... 66

(16)

EBET STEPHANUS ROMUNTA SINULINGGA: Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Cair dan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pre Nursery, dibimbing oleh JONATAN GINTING dan JASMANI GINTING.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk hayati cair dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan (42 m dpl) pada bulan Februari sampai Juni 2014. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu pupuk hayati cair (0, 5, 10, 15 ml/liter air) dan pupuk NPK (0; 2,25; 4,5; 6,75 g/tanaman). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan rasio tajuk akar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk hayati cair berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan rasio tajuk akar. Perlakuan pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 10 MST, jumlah daun 6 dan 8 MST, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan rasio tajuk akar. Interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter.

(17)

ABSTRACT

EBET STEPHANUS ROMUNTA SINULINGGA: The Influence of Giving Liquid Biofertilizers and Compound Fertilizer NPK on The Growth of Palm Seedling (Elaeis guineensis Jacq.) in The Pre Nursery. Supervised by JONATAN GINTING and JASMANI GINTING.

The aim of the research was to determine the influence of giving liquid biofertilizer and compound fertilizer NPK on the growth of palm oil seedling in pre nursery. The research had been conducted on the land of Agriculture Faculty, Sumatera Utara University, Medan (42 m asl) in February until June 2014, by using Randomized Block Design with two factors, i.e. liquid biofertilizer (0, 5, 10, 15 ml/litre of water) and NPK compound fertilizer (0; 2,25; 4,5; 6,75 g/seed). Parameters measured were plant’s height, steem’s diameter, number of leaves, total leaf area, wet shoot weight, wet root weight, dry shoot weight, dry root weight, and the ratio of shoot and root.

The result showed that the treatment of giving liquid biofertilizer had no significant effect on the all of parameters i.e. plant’s height, steem’s diameter, number of leaves, total leaf area, wet shoot weight, wet root weight, dry shoot weight, dry root weight, and the ratio of shoot and root. The treatment of giving NPK compound fertilizer had significant effect on plant’s height at 10 weeks after planting, number of leaves at 6 and 8 weeks after planting but had no significant effect on steem’s diameter, total leaf area, wet shoot weight, wet root weight, dry shoot weight, dry root weight, and the ratio of shoot and root. The interaction of the liquid biofertilizer and the NPK compound fertilizer had no significant effect on the all of parameters.

(18)

Latar Belakang

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda

pada tahun 1848. Beberapa bijinya di tanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa

benihnya di tanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara

pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak

nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian

muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari

Bogor dan Deli, maka dikenal sebagai jenis sawit “Deli Dura” ( Okvianto, 2012 ).

Seiring dengan perkembangan luas arealnya, produksi kelapa sawit dalam

wujud minyak sawit (CPO) juga cenderung meningkat selama tahun 2000 – 2011.

Jika tahun 2000 produksi minyak sawit Indonesia hanya sebesar 7,00 juta ton,

maka tahun 2011 meningkat menjadi 22,51 juta ton. Peningkatan produksi minyak

sawit terutama terjadi pada PBS dan PR, sedangkan minyak sawit yang diproduksi

oleh PBN relatif konstan, bahkan cenderung menurun. Untuk tahun 2011 produksi

minyak sawit dari PBS mencapai 11,94 juta ton (53,06%), sedangkan PBS dan PR

masing – masing menghasilkan minyak sawit sebesar 8,63 juta ton (38,33%) dan

1,94 juta ton (8,61%) (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2013).

Peningkatan imbal hasil akibat permintaan minyak nabati yang tinggi

secara global diperkirakan akan meningkatkan penanaman modal di industri

minyak sawit, yang menyebabkan pertumbuhan berkelanjutan dalam jangka

menengah, karena konsumsi dunia diperkirakan meningkat lebih dari 30 persen

(19)

minyak sawit diperkirakan sudah meningkat menjadi hampir 60 juta ton

( World Growth, 2011).

Bibit adalah tanaman yang siap untuk ditanam di lapangan. Bibit bisa

berasal dari organ reproduktif (benih) dan atau hasil perbanyakan vegetatif. Bibit

adalah benih yang sudah tumbuh (Pahan, 2011).

Masalah yang sering dihadapi oleh petani swadaya kelapa sawit adalah

ketersediaan bibit yang kurang berkualitas, yang ditunjukkan daya tumbuh yang

rendah. Hal ini disebabkan salah satunya terutama dalam hal ketersediaan unsur

hara. Sementara unsur hara merupakan hal yang sangat penting bagi media tanam,

ketersediaannya mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang berada di atasnya.

Umumnya pemenuhan unsur hara pada media tanam dilakukan dengan

pemupukan. (Budianto, 2011 dalam Khasanah, 2012).

Pemupukan memberikan kontribusi yang sangat luas dalam meningkatkan

produksi dan kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu efek pemupukan yang

sangat bermanfaat yaitu meningkatnya kesuburan tanah yang menyebabkan

tingkat produksi tanaman menjadi relatif stabil serta meningkatkan daya tahan

tanaman terhadap serangan penyakit dan pengaruh iklim yang tidak

menguntungkan (Fauzi, et.al, 2003).

Dengan kecenderungan semakin tingginya biaya produksi pupuk urea

sebagai akibat menipisnya ketersediaan serta meningkatknya harga bahan gas

alam (bahan baku pabrik Urea), serta meningkatnya kesadaran manusia akan isu

lingkungan, maka penggunaan pupuk sintetik secara perlahan akan diminimalkan

dan ditingkatkan ke penggunaan pupuk yang ramah lingkungan dan bersumber

(20)

organik (Saraswati, 2012). Hanya saja pemberian pupuk ini lambat tersedia bagi

tanaman dibanding dengan pupuk anorganik, untuk itu perlu dilakukan kombinasi

antara pupuk organik dan anorganik (Manurung,2009 dalam Khasanah, 2012).

Pupuk hayati merupakan alternatif untuk memanfaatkan mikroorganisme

tertentu dalam jumlah yang banyak untuk menyediakan hara serta menbantu

pertumbuhan tanaman. yaitu dengan cara menambat nitrogen yang cukup besar

dari udara dan membantu tersedianya fosfor dalam tanah (Sutanto, 2002).

Atas dasar beberapa informasi dan alasan di atas, maka penulis melakukan

penelitian yang menggunakan pupuk hayati (cair) dan pupuk anorganik (NPK)

dengan komoditi kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.).

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk hayati cair dan pupuk NPK

terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pre nursery.

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian pupuk hayati cair sebanyak 15 ml/liter larutan meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pre nursery.

2. Pemberian pupuk NPK sebanyak 6.75 g/tanaman meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pre nursery.

3. Ada interaksi antara pupuk hayati cair dan NPK terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pre nursery.

Kegunaan Penulisan

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan sebagai bahan informasi bagi pihak

(21)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Dalam Syakir,et.al (2010) sistematika tanaman kelapa sawit adalah :

Divisi : Embryophyta siphonagama

Kelas : Angiospermae

Ordo : Monocotyledonae

Famili : Arecaceae

Sub-famili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Akar tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) sebagai tanaman

monokotil, kelapa sawit memiliki akar serabut yang terdiri dari akar utama, akar

sekunder, akar tersier ,dan akar rambut. Akar utama (primer) merupakan akar

yang pertumbuhannya lurus vertical ke bawah, searah ke pusat bumi. Akar

sekunder dan akar tersier biasanya menyebar secara horizontal hingga radius yang

sama dengan panjang daun pada kedalaman kurang dari 150 cm, dan bahkan

sebagian muncul ke permukaan tanah (Mustafa, 2004).

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil yaitu dengan batang tidak

mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Pada tanaman muda,

batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh daun. Batang kelapa sawit berbentuk

silinder dengan diameter 20-75 cm. Pertumbuhan tinggi batang kelapa sawit

adalah 25-45 cm/tahun. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman,

(22)

Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk,

bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun – daun membentuk satu pelepah yang

panjangnya mencapai lebih dari 7,5 – 9 m. Jumlah anak daun di setiap pelepah

berkisar antara 250 – 400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning

pucat. Pada tanah yang subur daun cepat membuka sehingga semakin efektif

melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat

respirasi. Produksi daun tergantung iklim setempat (Fauzi,et.al, 2003).

Bunga kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12 bulan. Pembungaan

kelapa sawit termasuk monoceious artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat

pada satu pohon tetapi tidak pada satu tandan yang sama. Bunga jantan keluar dari

ketiak pelepah daun. Satu tandan bunga jantan terdiri sampai 200 spiklet. Dalam

satu spiklet hanya terdapat kurang lebih 20 bunga. Dalam satu tandan bunga

betina terdapat kurang lebih 3000 bunga betina. Bentuk bunga betina seperti

bunga cengkeh (Risza, 1994).

Buah terbentuk setelah terjadi penyebukan dan pembuahan. Waktu yang

diperlukan mulai dari penyerbukan dan pembuahan matang dan siap panen kurang

lebih 5-6 bulan. Warna buah tergantung varietas dan umurnya. Buah anatomi

terdiri dari 2 bagian utama yaitu perikarpium yang terdiri dari epikarpium dan

mesokarpium. Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20-22

tandan/tahun. Untuk tanaman yang semakin tua produktivitasnya menurun 12-14

tandan/ tahun. Pada tahun pertama tanaman berbuah sekitar 3-6 kg. Jumlah buah

per tandan pada tanaman cukup tua mencapai 1600 buah

(23)

Buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama

adalah perikarpium yang terdiri dari eksokarpium (kulit buah) dan mesokarpium

(daging buah berserabut), sedangkan bagian yang kedua adalah biji, terdiri dari

endokarpium (tempurung), endosperm (karnel), dan embrio ( Silomba, 2006).

Syarat Tumbuh Iklim

Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi

tandan kelapa sawit. Beberapa unsur iklim yang penting dan saling mempengaruhi

adalah curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembaban udara,dan angin. Curah

hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2000-2500

mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun bulan kering yang

berkepanjangan (Fauzi,et.al, 2003).

Tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang optimum sekitar 24 - 280 C

untuk tumbuh dengan baik. Meskipun demikian, tanaman masih bisa tumbuh pada

suhu terendah 180C dan tertinggi 320C. Suhu berpengaruh terhadap masa

pembungaan dan kematangan buah (Fauzi,et.al, 2003).

Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang umumnya dapat

tumbuh pada daerah dengan lintang 120 LU - 120 LS. Curah hujan optimal yang

dikehendaki antara 2000mm – 2500 mm per tahun dengan pembagian yang

merata sepanjang tahun. Lamanya penyinaran matahari optimum antara 5 – 7

jam/hari. Angin dengan kecepatan rata-rata 5-6 km/jam.

Jadi daerah pertanaman yang ideal adalah dataran rendah yakni 200 m dpl,

(24)

tumbuh baik dengan laju pertumbuhan yang lambat lebih dari 600 m, tidak

dianjurkan lagi sebagai perkebunan kelapa sawit ( Sianturi, 1991).

Tanah

Dalam hal tanah, tanaman kelapa sawit tidak menuntut persyaratan terlalu

banyak karena dapat tumbuh di berbagai jenis tanah (podsolik, latosol,

hidromorfik, kelabu, alluvial, dan regosol). Meskipun demikian kemampuan

produksi kelapa sawit pada masing-masing tanah tidaklah sama

( Tim Penulis, 1997).

Kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi di hampir semua jenis tanah,

mulai dari andosol, latosol, podsolik, regosol(pasir), hingga organosol (gambut).

Namun, sebagai acuan kelapa sawit hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut:

keasaman tanah (pH) 5,0 – 6,5 ; kemiringan lahan 0 - 150 ; solum 80 cm,

ketinggian lahan 0 – 400 m dpl, kedalaman air tanah 80 – 150 cm dari permukaan,

drainase baik ( Mustafa, 2004).

Pupuk Hayati Cair

Salah satu teknologi alternatif yang perlu dikembangkan adalah teknologi

pupuk hayati dalam bentuk pupuk organik (kompos, sari limbah, dan sebagainya)

dan inokulan jasad renik tanah (bakteri pelarut fosfat, bakteri penyemat nitrogen,

mikoriza, dan sebagainya. Peranan pupuk organik diantaranya adalah dalam

pembenahan sifat – sifat tanah ,dan peningkatan produktivitas tanaman, dan

peningkatan efisiensi pemupukan sudah terbukti (Bertham, 2002).

Secara defenisi pupuk hayati adalah mikroorganisme hidup yang

ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk inokulan atau bentuk lain untuk

(25)

mikroba yang dipakai untuk perbaikan kesuburan tanah, misalnya Rhizobium,

mikroba pelarut fosfat, Azospirilium, cendawan mikoriza dan lain – lain.

. Pupuk hayati berbeda dari pupuk kimia buatan, misalnya urea, TSP dan

lain-lain,karena dalam pupuk hayati komponen utamanya adalah jasad hidup yang

pada umumnya diperoleh dari alam tanpa ada penambahan bahan kimia, kecuali

bahan kimia yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan jasad hidupnya

selama dalam penyimpanan.( Damanik et.al, 2010)

Keberhasilan penggunaan jasad hidup yang menguntungkan di bidang

pertanian tidak hanya dipengaruhi oleh kuantitas sel yang ada di dalam inokulan,

tetapi jugadipengaruhi oleh sumber energi, pengaplikasian inokulan, faktor

lingkungan (suhu, curah hujan) dan metode penyimpanan produk sebelum pakai

(Suba, 1982,Nifal & Fao, dalam Sumihar, 2013). Aktivitas kehidupan organisme

tanah sangat dipengaruhi oleh faktor iklim, tanah dan vegetasi

(Hakim et al.,1986)

Biomassa mikroorganisme tanah mewakili sebagian kecil fraksi total

karbon dan nitrogen tanah, tetapi secara relatif mudah berubah sehingga, jumlah,

aktivitas, dan kualitas biomassa mikroorganisme merupakan factor kunci dalam

mengendalikan jumlah C dan M yang dimineralisasi (Hassink, 1994).

Pupuk hayati cair Feng Shou adalah pupuk hayati formula terbaru yang

mengandung beragam jenis mikroba khusus yang dapat membantu menguraikan

senyawa fosfat (P), kalium (K), dan menambat senyawa nitrogen (N), tiga unsur

yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman.

(26)

Pupuk NPK

Pupuk NPK adalah suatu jenis pupuk majemuk yang mengandung lebih

dari satu unsur hara yang digunakan untuk menambah kesuburan tanah. Pupuk

majemuk yang sering digunakan adalah pupuk NPK karena mengandung senyawa

ammonium nitrat (NHang 4NO), ammonium dihidrogenfosfat (NH4H2PO4), dan

kalium klorida (KCl).Kadar unsur hara N, P, dan K dalam pupuk majemuk

dinyatakan dengan komposisi angka tertentu.Misalnya pupuk NPK 10-20-15

berarti bahwa dalam pupuk itu terdapat 10% nitrogen, 20% fosfor, dan 15%

kalium.

Penggunaan pupuk majemuk harus disesuaikan dengan kebutuhan dari

jenis tanaman yang akan dipupuk karena setiap jenis tanaman memerlukan

perbandingan N, P, dan K tertentu. Di Indonesia beredar beberapa jenis pupuk

majemuk dengan komposisi N, P, dan K yang beragam (Chandra, 2011). Untuk

memperoleh efisiensi yang tinggi dari suatu pemupukan perlu diperhatikan

beberapa faktor salah satunya adalah sifat dan ciri tanah (Damanik, et.al, 2010)

Pemberian pupuk pada bibit sangat jelas memberikan pengaruh terhadap

pertumbuhan namun jika pemberian berlebihan akan berpengaruh menekan

pertumbuhan (Lubis, 2008).

Pemupukan pembibitan kelapa sawit dianjurkan dilakukan setiap bulan,

hal ini menunjukkan dalam efektifitas pemupukan. Hasil penelitian Manurung

(2009) bahwa aplikasi pupuk NPK setiap bulan selama enam bulan bibit kelapa

sawit dipembibitan utama akan lebih baik terhadap pertumbuhan apabila

(27)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat 42 meter di atas

permukaan laut. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juni 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kecambah kelapa sawit,

polibag 5 kg, pupuk hayati cair formula FS01, NPK 15-15-15, dan air. Jenis –

jenis mikroba feng shou atau komposisi yang terdapat dalam pupuk feng shou

antara lain : mikroba pelarut fosfat (1,52 x 109 Cfu/ml), Azospirillum Sp. (8 x 107

Cfu/ml), Azotobacter Sp. (9 x 107 Cfu/ml), Pseudomonas Sp. (1,9 x 105 Cfu/ml),

bakteri selulotik (2,5 x 104 Cfu/ml) dengan pH 6,5.

Alat yang digunakan adalah cangkul, tugal, label sampel, plank blok, tali

plastik, ember, pisau, plakat nama, meteran, timbangan analitik, gembor, selang

air, alat tulis dan kalkulator serta peralatan lain yang mendukung pelaksanaan

penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua

faktor perlakuan dan 3 ulangan, yaitu :

Faktor I : Pupuk Hayati (F) dengan 4 taraf perlakuan konsentrasi, yaitu :

F0 = tanpa pupuk hayati

F1 = pupuk hayati 5 ml/liter larutan

F2 = pupuk hayati 10 ml/liter larutan

(28)

Faktor II : Pupuk NPK (N) dengan 4 taraf perlakuan dosis, yaitu :

N0 = tanpa pupuk NPK

N1 = Pupuk NPK 2,25 g/tanaman

N2 = Pupuk NPK 4,5 g/tanaman

N3 = Pupuk NPK 6,75 g/tanaman

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 16 kombinasi, yaitu :

F0N0 F1N0 F2N0 F3N0

F0N1 F1N1 F2N1 F3N1 `

F0N2 F1N2 F2N2 F3N2

F0N3 F1N3 F2N3 F3N3

Jumlah ulangan = 3

Jumlah kombinasi = 16

Jumlah petak penelitian = 48

Jumlah sampel/ petak penelitian = 3

Jumlah tanaman / petak penelitian = 5

Jumlah sampel seluruhnya = 144 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya = 240 tanaman

Jarak antar blok = 50 cm

Jarak antar petak penelitian = 30 cm

Ukuran petak penelitian = 100 cm x 100 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

berdasarkan model linier sebagai berikut:

(29)

i = 1, 2, 3 (r) ; j = 1, 2, 3, 4 (t) ; k = 1, 2, 3, 4 (t)

dimana: Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi pemberian

pupuk hayati cair pada taraf ke- j dan pupuk NPK pada taraf

ke-k

µ = Nilai tengah

ρi = Pengaruh blok ke-i

αj = Pengaruh pemberian pupuk hayati cair pada taraf ke- j

βk = Pengaruh pemberian pupuk NPK pada taraf ke-k

(αβ)jk = Pengaruh interaksi pemberian pupuk hayati cair pada taraf

ke- j dan pupuk NPK pada taraf ke-k

εijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan

pemberian pupuk hayati cair pada taraf ke- j dan pupuk NPK

pada taraf ke-k

Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata

dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5%.

(30)

Persiapan Areal

Areal penelitian dibersihkan. Lahan diukur dan dilakukan pembuatan

petak penelitian dengan ukuran 100 cm x 100 cm dengan jarak antar petak

penelitian 30 cm dan jarak antar blok 50 cm.

Persiapan Naungan

Dibuat naungan dari bambu sebagai tiang dan daun nipah sebagai atap

memanjang utara-selatan dengan ukuran panjang 22 m, lebar 5 m, dan tinggi 1,5

m.

Persiapan Media Tanam

Dimasukkan media tanam yaitu tanah top soil ke dalam polybeg yang

telah ditetapkan di atas.

Penanaman Kecambah

Penanaman kecambah ke dalam polibag dilakukan setelah media tanam

siap. Setiap polibag ditanam satu kecambah. Polibag yang telah ditanami

kecambah disusun rapi/teratur di atas lahan penelitian sesuai perlakuan.

Aplikasi Pupuk Hayati Cair

Pupuk hayati cair diaplikasikan sebagai perlakuan mulai 2 MST sampai 14

MST. Aplikasi dilakukan dengan mencampurkan pupuk sesuai taraf perlakuan

dengan 1 liter air. Aplikasi dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan pupuk

ke tanah (media tanam ). Aplikasi dilakukan setiap 2 minggu sekali.

Aplikasi Pupuk NPK

Pupuk NPK diaplikasikan pada 4 MST dan 8 MST. Aplikasi dilakukan

(31)

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari atau

sesuai dengan kondisi hujan di lapangan.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang

tumbuh dalam polibag dan menggunakan cangkul untuk gulma yang tumbuh di

plot dan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara manual.

Pengendalian hama dilakukan secara fisik dengan mengambil dan membuang

hama yang terdapat di areal penelitian. Pengendalian penyakit tidak dilakukan

karena tidak terdapat bibit yang terkena penyakit.

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi bibit diukur mulai dari garis permukaan tanah hingga ujung daun

yang terpanjang dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman

dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 14 MST dengan interval

pengamatan dua minggu sekali.

Diameter Batang (mm)

Diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran

dilakukan pada dua bagian sisi batang yang diukur diameternya yang kemudian

dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 14

MST dengan interval pengamatan dua minggu sekali.

(32)

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang telah membuka

sempurna dengan ciri-ciri helaian daun dalam posisi terbuka ditandai telah

terlihatnya tulang-tulang daun seluruhnya bila diamati dari atas daun. Pengukuran

jumlah daun dilakukan sejak tanaman berumur 6 MST hingga 14 MST dengan

interval pengamatan dua minggu sekali.

Total Luas Daun (cm2)

Pengukuran total luas daun dilakukan pada akhir penelitian dengan

menggunakan cara manual yaitu dengan mengalikan panjang dan lebar daun

kemudian dikalikan dengan konstanta luas daun kelapa sawit yaitu 0,57 . Luas

seluruh daun dari satu bibit kemudian ditotalkan sehingga diperoleh total luas

daun yang dimaksud didalam pengamatan terakhir.

Bobot Basah Tajuk (g)

Pengukuran bobot basah tajuk dilakukan pada akhir penelitian dengan

mengambil bagian atas tanaman yang terdiri dari batang dan daun-daun pada

tanaman sawit. Kemudian tajuk dibersihkan dan ditimbang dengan timbangan

analitik.

Bobot Basah Akar (g)

Bobot basah akar diukur pada akhir penelitian, dibersihkan dan kemudian

ditimbang dengan timbangan analitik.

Bobot Kering Tajuk (g)

Bobot kering tajuk diukur pada akhir penelitian. Tajuk dibersihkan

(33)

dan telah dilubangi, kemudian dikeringkan pada suhu 75°C di dalam oven hingga

bobot keringnya konstan.

Bobot Kering Akar (g)

Bobot kering akar diukur pada akhir penelitian. Setelah dibersihkan bahan

kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang diberi label sesuai perlakuan

dan telah dilubangi, kemudian dikeringkan pada suhu 75°C di dalam oven hingga

bobot keringnya konstan saat penimbangan.

Rasio Tajuk Akar

Ratio tajuk akar ( shoot / root ratio ) diperoleh dengan membagi bobot

kering tajuk dengan bobot kering akar.

Nisbah : Berat kering tajuk Berat kering akar

(34)

Hasil

Tinggi Tanaman (cm)

Hasil pengamatan tinggi tanaman pada umur 4 - 14 MST dapat dilihat pada

lampiran 1 - 11 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada lampiran 2 - 12.

Berdasarkan sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pupuk NPK berpengaruh

nyata terhadap tinggi tanaman pada 10 MST, sedangkan pada perlakuan pupuk

hayati cair serta interaksi antara keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap

[image:34.595.112.491.347.439.2]

parameter tinggi tanaman (4 - 14 MST).

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan pupuk NPK

Perlakuan Rataan Tinggi Tanaman Umur (MST)

4 6 8 10 12 14

N0 6,60 11,91 15,63 19,47a 23,96 26,55

N1 6,43 11,20 14,94 18,67ab 22,91 25,77

N2 5,97 10,64 14,11 17,46b 22,31 24,84

N3 6,36 11,27 14,59 18,43ab 22,87 25,51

Keterangan: Data yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5%.

Tabel 1 menunjukkan tinggi tanaman paling tinggi diperoleh pada

perlakuan pemberian pupuk NPK pada 14 MST (N0) yaitu 26,55 yang berbeda

tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan tinggi tanaman paling rendah

(35)

Pengaruh perlakuan pemberian pupuk NPK terhadap tinggi tanaman 10

[image:35.595.163.502.148.335.2]

MST digambarkan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Hubungan Dosis Pupuk NPK dan Tinggi Tanaman pada Umur 10 MST

Pada Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa dosis pupuk NPK optimum

[image:35.595.114.488.452.544.2]

sebesar 0 g dengan tinggi tanaman sebesar 19,47 cm.

Tabel 2. Rataan tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan pupuk hayati cair

Perlakuan Rataan Tinggi Tanaman Umur (MST)

4 6 8 10 12 14

F0 6,28 11,19 14,72 18,31 22,76 25,26

F1 6,18 11,20 14,55 18,24 22,91 25,53

F2 6,37 11,00 14,79 18,60 23,19 25,92

F3 6,54 11,63 15,22 18,86 23,19 25,96

Tabel 2 menunjukkan tinggi tanaman paling tinggi diperoleh pada 14

MST, yaitu 25,96 dengan taraf N3 (15ml/liter air) yang berbeda tidak nyata

dengan taraf perlakuan lainnya. Sedangkan tinggi tanaman paling rendah terdapat

pada perlakuan F0 yaitu 25,26

y = 0,091x2- 0,788x + 19,59

R² = 0,809

17 17,5 18 18,5 19 19,5 20

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00

T in g g i T a n a ma n ( cm)

Dosis Pupuk NPK (g)

(36)

Tabel 3. Rataan tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan

pupuk NPK

Perlakuan Rataan Tinggi Tanaman Umur (MST)

4 6 8 10 12 14

F0N0 6.68 12.17 15.36 18.92 22.86 25.39

F0N1 6.80 12.04 15.82 19.41 23.97 26.60

F0N2 5.46 9.43 13.08 16.79 21.60 24.11

F0N3 6.17 11.13 14.62 18.12 22.60 24.93

F1N0 5.93 11.14 15.21 19.31 23.34 25.77

F1N1 6.69 11.80 14.96 18.16 22.70 25.64

F1N2 5.74 10.94 14.50 17.44 22.71 25.37

F1N3 6.36 10.91 13.52 18.06 22.89 25.34

F2N0 6.62 11.61 15.47 19.34 24.67 27.53

F2N1 6.03 10.32 14.74 19.20 22.82 25.64

F2N2 6.51 11.43 14.98 18.54 22.73 25.01

F2N3 6.30 10.64 13.96 17.31 22.52 25.49

F3N0 7.18 12.71 16.48 20.29 24.96 27.52

F3N1 6.18 10.64 14.24 17.90 22.17 25.20

F3N2 6.18 10.74 13.87 17.06 22.18 24.86

F3N3 6.63 12.40 16.28 20.21 23.46 26.27

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk hayati cair dan

pupuk NPK berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman kelapa sawit.

Biarpun demikian, dapat dilihat bahwa tanaman paling tinggi terdapat pada

perlakuan F2N0 pada 14 MST, yaitu 27,53 yang berpengaruh tidak nyata terhadap

perlakuan lainnya. Sedangkan tinggi tanaman paling rendah terdapat pada

perlakuan F0N2 yaitu 24,11.

Diameter Batang (mm)

Hasil pengamatan diameter batang pada umur 4 - 14 MST dapat dilihat

pada Lampiran 13 - 23 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada

[image:36.595.114.515.140.428.2]
(37)

hayati cair dan pupuk NPK serta interaksi antara keduanya berpengaruh tidak

[image:37.595.112.492.170.259.2]

nyata terhadap diameter batang (4 - 14 MST).

Tabel 4. Rataan diameter batang (mm) dengan perlakuan pupuk hayati cair

Perlakuan Rataan Diameter Batang Umur (MST)

4 6 8 10 12 14

F0 3,47 4,22 5,32 6,43 7,54 8,63

F1 3,47 4,24 5,32 6,42 7,51 8,60

F2 3,41 4,17 5,18 6,20 7,21 8,23

F3 3,48 4,36 5,44 6,54 7,63 8,73

Tabel 4 menunjukkan diameter batang terbesar terdapat pada taraf

perlakuan F3 (15 ml/liter air) pada 14 MST, yaitu 8,73 yang berbeda tidak nyata

dengan taraf perlakuan lainnya. Sedangkan diameter batang terkecil terdapat pada

[image:37.595.110.489.428.517.2]

perlakuan F2 yaitu 8,23.

Tabel 5. Rataan diameter batang (mm) dengan perlakuan pupuk NPK

Perlakuan Rataan Diameter Batang Umur (MST)

4 6 8 10 12 14

N0 3,51 4,25 5,32 6,39 7,47 8,54

N1 3,42 4,21 5,29 6,38 7,47 8,55

N2 3,45 4,26 5,28 6,31 7,34 8,37

N3 3,44 4,27 5,38 6,50 7,61 8,73

Tabel 5 menunjukkan diameter batang terbesar terdapat pada taraf

perlakuan N3 (6,25 g/tanaman) pada 14 MST, yaitu 8,73 yang berbeda tidak nyata

dengan perlakuan lainnya. Sedangkan diameter batang terkecil terdapat pada

perlakuan N2 yaitu 8,37.

(38)

Tabel 6. Rataan diameter batang (mm) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK

Perlakuan Rataan Diameter Batang Umur (MST)

4 6 8 10 12 14

F0N0 3.42 4.31 5.43 6.56 7.69 8.82

F0N1 3.41 4.17 5.29 6.42 7.55 8.63

F0N2 3.50 4.25 5.34 6.44 7.53 8.63

F0N3 3.53 4.17 5.24 6.31 7.37 8.45

F1N0 3.51 4.18 5.24 6.30 7.36 8.43

F1N1 3.58 4.22 5.39 6.56 7.73 8.90

F1N2 3.50 4.22 5.21 6.20 7.19 8.18

F1N3 3.29 4.32 5.46 6.60 7.75 8.89

F2N0 3.63 4.32 5.36 6.41 7.46 8.51

F2N1 3.30 4.17 5.19 6.23 7.26 8.29

F2N2 3.41 4.19 5.19 6.21 7.22 8.23

F2N3 3.29 4.01 4.98 5.95 6.92 7.89

F3N0 3.50 4.19 5.24 6.30 7.36 8.42

F3N1 3.39 4.28 5.30 6.32 7.35 8.37

F3N2 3.38 4.38 5.39 6.40 7.41 8.44

F3N3 3.66 4.58 5.85 7.13 8.40 9.68

Perlakuan pemberian pupuk hayati cair dan pupuk NPK menunjukkan

perbedaan yang tidak signifikan, namun dapat dilihat diameter batang paling besar

diperoleh pada perlakuan pemberian pupuk hayati cair 15ml/liter air (F3) dan

perlakuan pupuk NPK 6,25 g/tanaman (N3) pada pengamatan 14 MST.

Sedangkan diameter batang terkecil terdapat pada perlakuan F2N3 yaitu 7,89.

Jumlah Daun (helai)

Hasil pengamatan jumlah daun dapat dilihat pada Lampiran 25 - 33

sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 26 - 34. Berdasarkan

sidik ragam diketahui bahwa perlakuan pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap

jumlah daun pada 6 dan 8 MST, sedangkan perlakuan pupuk hayati cair serta

interaksi antara pemberian pupuk hayati cair dan pupuk NPK berpengaruh tidak

[image:38.595.114.516.120.399.2]
(39)

Hasil uji beda rataan jumlah daun dengan pemberian pupuk NPK dapat

[image:39.595.110.513.152.248.2]

dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan jumlah daun (helai) dengan perlakuan pupuk NPK

Perlakuan Rataan Jumlah Daun Umur (MST)

6 8 10 12 14

N0 0,89ab 1,53a 1,97 3,39 4,00

N1 0,64b 1,22b 1,83 3,31 4,00

N2 1,00a 1,53a 2,03 3,25 3,97

N3 0,94a 1,69a 2,11 3,28 4,03

Keterangan: Data yang diikuti notasi yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5%.

Tabel 7 menunjukkan bahwa pada 6 MST jumlah daun terbanyak terdapat

pada taraf perlakuan N2 (4,5 g/tanaman) yaitu 1,00 yang berbeda nyata dengan

N1 tetapi berbeda tidak nyata dengan N0 dan N3.

Pada 8 MST jumlah daun terbanyak terdapat pada taraf perlakuan N3

(6,25 g/tanaman) yaitu 1,69 yang berbeda nyata dengan N1 tetapi berbeda tidak

nyata dengan N0 dan N2.

Perlakuan pemberian pupuk NPK menunjukkan perbedaan yang

signifikan, namun dapat dilihat jumlah daun terbanyak diperoleh pada perlakuan

N3 (6,25 g/tanaman) pada 14 MST yaitu 4,03.

(40)

Pengaruh perlakuan pemberian pupuk NPK terhadap jumlah daun 6 MST

[image:40.595.127.470.149.334.2]

digambarkan pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Hubungan Dosisi Pupuk NPK dan Jumlah Daun pada Umur 6 MST

Pada Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa dosis pupuk NPK maksimum

sebesar 4,5 g dengan jumlah daun sebesar 1 helai sedangkan dosis pupuk

minimum sebesar 2,25 g dengan jumlah daun 0,64 helai.

Pengaruh perlakuan pemberian pupuk NPK terhadap jumlah daun 8 MST

digambarkan pada Gambar 3 berikut.

y = -0,017x3+ 0,177x2- 0,422x + 0,888

R² = 1

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00

Ju ml a h D a u n T a n a ma n ( h e la i)

Dosis Pupuk NPK (g)

y = 0,030x2- 0,153x + 1,499

R² = 0,829

0 0,5 1 1,5 2

0 1 2 3 4 5 6 7

Ju ml a h D a u n T a n a ma n ( h e la i)

[image:40.595.164.499.532.730.2]
(41)

Pada Gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa dosis pupuk NPK optimum

[image:41.595.113.451.158.246.2]

sebesar 6,25 g dengan jumlah daun sebesar 1,69 helai.

Tabel 8. Rataan jumlah daun (helai) dengan perlakuan pupuk hayati cair

Perlakuan Rataan Jumlah Daun Umur (MST)

6 8 10 12 14

F0 0,89 1,56 1,97 3,28 3,92

F1 0,72 1,47 1,94 3,39 4,11

F2 0,92 1,53 2,03 3,28 3,92

F3 0,94 1,42 2,00 3,28 4,06

Tabel 8 menunjukkan jumlah daun terbanyak terdapat pada taraf perlakuan

F1 (5 ml/liter air) pada 14 MST yaitu 4,11 yang berbeda tidak nyata dengan

perlakuan lainnya. Sedangkan jumlah daun tersedikit terdapat pada perlakuan F0

[image:41.595.113.511.401.685.2]

dan F2 yaitu 3,92.

Tabel 9. Rataan jumlah daun (helai) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK

Perlakuan Rataan Jumlah Daun Umur (MST)

6 8 10 12 14

F0N0 1.11 1.67 2.00 3.44 3.78

F0N1 0.78 1.33 1.78 3.11 3.89

F0N2 0.89 1.67 2.00 3.11 4.00

F0N3 0.78 1.56 2.11 3.44 4.00

F1N0 0.56 1.44 1.89 3.22 3.89

F1N1 0.56 1.33 1.78 3.67 4.44

F1N2 1.11 1.56 2.11 3.33 4.00

F1N3 0.67 1.56 2.00 3.33 4.11

F2N0 0.89 1.56 2.00 3.44 4.22

F2N1 0.56 1.11 1.89 3.11 3.78

F2N2 1.11 1.67 2.11 3.44 3.89

F2N3 1.11 1.78 2.11 3.11 3.78

F3N0 1.00 1.44 2.00 3.44 4.11

F3N1 0.67 1.11 1.89 3.33 3.89

F3N2 0.89 1.22 1.89 3.11 4.00

F3N3 1.22 1.89 2.22 3.22 4.22

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pupuk hayati cair dan

(42)

daun. Namun ada kecenderungan jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan

F1N1 pada 14 MST yaitu 4,44 yang berbeda tidak nyata dengan perlakuan

lainnya. Sedangkan jumlah daun tersedikit terdapat pada perlakuan F0N0, F2N1,

dan F2N3 yaitu 3,78.

Total Luas Daun (cm2)

Hasil pengamatan total luas daun dapat dilihat pada Lampiran 35

sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 36. Berdasarkan sidik

ragam diketahui bahwa perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK serta

interaksi antara pemberian pupuk hayati cair dan pupuk NPK berpengaruh tidak

nyata terhadap parameter total luas daun. Hasil uji beda rataan total luas daun

dengan pemberian pupuk hayati cair dan pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan total luas daun (cm2) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK

Pupuk hayati cair (ml/liter larutan)

Pupuk NPK (g/tanaman) Rataan

N0 = 0 N1 = 2,25 N2 = 4,5 N3 = 6,25

F0 = 0 454,86 563,19 512,60 499,30 507,49

F1 = 5 427,49 650,91 519,25 590,14 546,95

F2 = 10 527,44 463,96 508,72 464,86 491,25

F3 = 15 555,70 455,15 499,03 569,19 519,77

Rataan 491,37 533,30 509,90 530,87 516,36

Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk hayati cair dan pupuk

NPK menunjukkan perbedaan yang tidak nyata antar level perlakuan. Meskipun

demikian pada perlakuan pupuk hayati cair data total luas daun terbesar terdapat

pada F3 yaitu 519,77 dan total luas daun terkecil terdapat pada F2 yaitu 491,25.

Pada perlakuan pupuk NPK total luas daun terbesar terdapat pada N1

yaitu 533,30 dan terkecil terdapat pada N0 yaitu 491,37. Interaksi antara kedua

[image:42.595.113.520.417.530.2]
(43)

yaitu 650,91 dan total luas daun terkecil terdapat pada perlakuan F1N0 yaitu

427,49.

Bobot Basah Tajuk ( g )

Hasil pengamatan bobot basah tajuk dapat dilihat pada Lampiran 37

sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 38. Berdasarkan sidik

ragam diketahui bahwa perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK serta

interaksi antara pemberian pupuk hayati cair dan pupuk NPK berpengaruh tidak

nyata terhadap parameter bobot basah tajuk.

Hasil uji beda rataan bobot basah tajuk dengan pemberian pupuk hayati

[image:43.595.112.522.389.504.2]

cair dan pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan bobot basah tajuk (g) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK

Pupuk hayati cair (ml/liter larutan)

Pupuk NPK (g/tanaman) Rataan

N0 = 0 N1 = 2,25 N2 = 4,5 N3 = 6,25

F0 = 0 14,45 17,63 15,36 14,79 15,56

F1 = 5 18,84 19,44 16,26 19,87 18,60

F2 = 10 17,68 13,73 15,57 13,71 15,17

F3 = 15 16,36 12,95 13,98 22,60 16,47

Rataan 16,83 15,94 15,29 17,74 16,45

Parameter bobot basah tajuk secara statistik berbeda tidak nyata namun

ada kecenderungan bobot terbesar diperoleh pada pemberian pupuk hayati cair 5

ml/liter air (F1) yaitu 18,60 dan terkecil terdapat pada F2 yaitu 15,17. Pada

perlakuan pupuk NPK bobot basah tajuk terbesar terdapat pada N3 yaitu 17,74

dan bobot terkecil terdapat pada perlakuan N2 yaitu 15,29. Interaksi antara kedua

perlakuan menunjukkan hasil bobot tertinggi terdapat pada perlakuan F3N3 yaitu

22,60 dan bobot terendah terdapat pada perlakuan F2N3 yaitu 13,71.

(44)

Bobot Basah Akar (g)

Hasil pengamatan bobot basah akar dapat dilihat pada Lampiran 39

sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 40. Berdasarkan sidik

ragam diketahui bahwa perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK serta

interaksi antara pemberian pupuk hayati cair dan pupuk NPK berpengaruh tidak

nyata terhadap parameter bobot basah akar.

Hasil uji beda rataan bobot basah akar dengan pemberian pupuk hayati

cair dan pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan bobot basah akar (g) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK

Pupuk hayati cair (ml/liter larutan)

Pupuk NPK (g/tanaman) Rataan

N0 = 0 N1 = 2,25 N2 = 4,5 N3 = 6,25

F0 = 0 4,03 5,49 4,52 3,29 4,33

F1 = 5 4,74 4,56 4,35 4,49 4,54

F2 = 10 3,29 3,33 4,85 4,01 3,87

F3 = 15 3,54 3,74 4,15 5,08 4,13

Rataan 3,90 4,28 4,47 4,22 4,22

Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk hayati cair dan

pupuk NPK berbeda tidak nyata antar level perlakuan. Meskipun demikian pada

perlakuan pupuk hayati cair dapat dilihat bahwa bobot basah akar tertinggi

terdapat pada perlakuan F1 yaitu 4,54 dan bobot terendah terdapat pada perlakuan

F2 yaitu 3,87. Pada perlakuan pupuk NPK terdapat bobot tertinggi pada perlakuan

N2 yaitu 4,47 dan terendah terdapat pada perlakuan N0 yaitu 3,90. Interaksi

antara kedua perlakuan menunjukkan data bobot tertinggi terdapat pada perlakuan

F0N1 yaitu 5,49 dan data terendah terdapat pada perlakuan F0N3 dan F2N0 yaitu

[image:44.595.113.498.335.447.2]
(45)

Bobot Kering Tajuk (g)

Hasil pengamatan bobot kering tajuk dapat dilihat pada Lampiran 41

sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 42. Berdasarkan sidik

ragam diketahui bahwa perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK serta

interaksi antara pemberian pupuk hayati cair dan pupuk NPK berpengaruh tidak

nyata terhadap parameter bobot kering tajuk.

Hasil uji beda rataan bobot kering tajuk dengan perlakuan pupuk hayati

cair dan pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan bobot kering tajuk (g) dengan perlakuan pemberian pupuk hayati cair dan pupuk NPK

Pupuk hayati cair (ml/liter larutan)

Pupuk NPK (g/tanaman) Rataan

N0 = 0 N1 = 2,25 N2 = 4,5 N3 = 6,25

F0 = 0 7,77 7,94 7,46 6,65 7,46

F1 = 5 6,89 9,70 7,70 7,16 7,86

F2 = 10 7,30 6,77 7,35 6,95 7,09

F3 = 15 7,62 6,79 6,86 9,48 7,69

Rataan 7,39 7,80 7,34 7,56 7,52

Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan dosis pupuk hayati cair dan

pupuk NPK menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan pada parameter bobot

kering tajuk. Meskipun demikian pada perlakuan pupuk hayati cair dapat dilihat

data bobot kering tajuk tertinggi terdapat pada perlakuan F1 yaitu 7,86 dan bobot

terendah terdapat pada perlakuan F2 yaitu 7,09. Pada perlakuan pupuk NPK data

bobot tertinggi terdapat pada perlakuna N1 yaitu 7,80 dan bobot terendah terdapat

pada perlakuan N2 yaitu 7,34. Interaksi antara kedua perlakuan menunjukkan

bobot kering tajuk tertinggi terdapat pada perlakuan F1N1 yaitu 9,70 dan bobot

terendah terdapat pada perlakuan F0N3 yaitu 6,65.

[image:45.595.112.530.357.474.2]
(46)

Bobot Kering Akar (g)

Hasil pengamatan bobot kering akar dapat dilihat pada Lampiran 43

sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 44. Berdasarkan sidik

ragam diketahui bahwa perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK serta

interaksi antara pemberian pupuk hayati cair dan pupuk NPK berpengaruh tidak

nyata terhadap parameter bobot kering akar.

Hasil uji beda rataan bobot kering akar dengan pemberian pupuk hayati

[image:46.595.114.502.360.476.2]

cair dan pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Rataan bobot kering akar (g) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK

Pupuk hayati cair (ml/liter larutan)

Pupuk NPK (g/tanaman) Rataan

N0 = 0 N1 = 2,25 N2 = 4,5 N3 = 6,25

F0 = 0 2,63 3,16 2,85 1,88 2,63

F1 = 5 2,48 3,08 2,81 2,24 2,65

F2 = 10 1,99 2,36 2,60 2,53 2,37

F3 = 15 2,31 2,64 2,69 2,82 2,61

Rataan 2,35 2,81 2,74 2,37 2,57

Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa perlakuan dosis pupuk hayati cair dan

pupuk NPK menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan pada parameter bobot

kering akar. Meskipun demikian perlakuan pupuk hayati cair dapat dilihat bahwa

bobot kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan F1 yaitu 2,65 dan bobot

terendah pada perlakuan F2 yaitu 2,37. Pada perlakuan pupuk NPK dapat dilihat

data bobot tertinggi terdapat pada perlakuan N1 yaitu 2,81 dan bobot terendah

terdapat pada perlakuan N0 yaitu 2,35. Interaksi antara kedua perlakuan

menunjukkan bahwa bobot kering akar tertinggi terdapat pada perlakuan F0N1

(47)

Rasio Tajuk Akar

Data pengamatan dan sidik ragam rasio tajuk akar dicantumkan pada

Lampiran 45 sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 46, yang

menunjukkan perlakuan pemberian pupuk hayati cair dan pupuk NPK serta

interaksi antara pupuk hayati cair dan pupuk NPK berpengaruh tidak nyata

terhadap rasio tajuk akar. Hasil uji beda rataan rasio tajuk akar pada perlakuan

[image:47.595.113.516.347.460.2]

pupuk hayati cair dan pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Rataan rasio tajuk akar dengan perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK

Pupuk hayati cair (ml/liter larutan)

Pupuk NPK (g/tanaman) Rataan

N0 = 0 N1 = 2,25 N2 = 4,5 N3 = 6,25

F0 = 0 3,25 3,26 2,71 3,70 3,23

F1 = 5 3,31 3,17 2,83 3,57 3,22

F2 = 10 3,72 3,11 2,80 2,89 3,13

F3 = 15 3,45 2,95 2,90 3,26 3,14

Rataan 3,43 3,12 2,81 3,35 3,18

Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk

NPK berpengaruh tidak nyata terhadap rasio tajuk akar. Walaupun demikian

terlihat bahwa perlakuan F2N0 menyebabkan rasio tajuk akar tertinggi yaitu 3,72

dan terendah terdapat pada perlakuan F0N2 yaitu 2,71. Perlakuan pupuk hayati

cair pada rasio tajuk akar tertinggi terdapat pada perlakuan F0 yaitu 3,23 dan

terendah terdapat pada perlakuan F2 yaitu 3,13. Sedangkan perlakuan pupuk NPK

pada rasio tajuk akar tertinggi terdapat pada perlakuan N3 yaitu 3,35 dan terendah

terdapat pada perlakuan N2 yaitu 2,81.

(48)

Pembahasan

Pengaruh Pemberian Pupuk Hayati Cair terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pre Nursery

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan pupuk

hayati cair berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang,

jumlah daun, total luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering

tajuk, bobot kering akar, dan rasio tajuk akar. Walaupun perlakuan berbagai taraf

pupuk hayati cair belum menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap semua

parameter, namun tampak adanya peningkatan yang lebih baik pada perlakuan F1

(5 ml/liter air) yang ditunjukkan pada parameter jumlah daun, total luas daun,

bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan

rasio tajuk akar. Peningkatan lain tampak pada perlakuan F3 (15 ml/liter air) yang

ditunjukkan padan parameter tinggi tanaman dan diameter batang. Hal tersebut

diduga karena keberhasilan penggunaan jasad hidup yang menguntungkan di

bidang pertanian tidak hanya dipengaruhi oleh kuantitas sel yang ada di dalam

inokulan, tetapi juga dipengaruhi oleh sumber energi, pengaplikasian inokulan,

faktor lingkungan (suhu, curah hujan) dan metode penyimpanan produk sebelum

pakai (Suba, 1982,Nifal & Fao, dalam Hanafiah, 1995). Hal ini sesuai dengan

pendapat Hakim et al.,(1986) bahwa aktivitas kehidupan organisme tanah sangat

dipengaruhi oleh faktor iklim, tanah dan vegetasi. Pengaruh pupuk hayati cair

berpengaruh tidak nyata pada tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun,

bobot basah tajuk, bobot basah akar , bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan

rasio tajuk akar karena penguraian bahan organik dan unsur hara di dalam tanah

(49)

Dugaan lain yang sedikit berlawanan yang menyebabkan pemberian pupuk

hayati cair berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter dapat juga

disebabkan karena penggunaan dosis yang masih terlalu rendah sehingga

menyebabkan pengaruh yang diberikan kepada tanaman tidak maksimal karena

jumlah mikroorganisme belum cukup untuk secara nyata meningkatkan

produktivitas media tanam yang berdampak kepada pertumbuhan tanaman. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Hassink (1994) yang menyatakan bahwa jumlah,

aktivitas, dan kualitas biomassa mikroorganisme merupakan faktor kunci dalam

mengendalikan jumlah C dan M untuk dimineralisasi yang mempengaruhi

kesuburan tanah. Iswandi et.al juga mengatakan bahwa tingginya populasi

mikroorganisme dan beragamnya mikroorganisme akan berpengaruh terhadap

kesuburan tanah yang berdampak pada pertumbuhan tanaman. Hal ini juga

diperkuat oleh hasil penelitian Susilawati et.al (2013) yang mendapati bahwa

banyaknya populasi mikroorganisme dalam tanah mempengaruhi secara nyata

kesuburan tanah tersebut.

Pengaruh Pemberian Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pre Nursery

Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan pupuk

NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 10 MST, jumlah daun 6 dan 8

MST, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang, total luas daun,

bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan

rasio bobot kering tajuk akar.

Dari tabel rataan tinggi bibit 10 MST diperoleh bahwa tinggi bibit

tertinggi terdapat pada perlakuan N0 (0 g) yaitu 19,47 cm dan terendah pada

(50)

berbeda tidak nyata dengan N1 dan N3. Dari tabel rataan jumlah daun 6 MST

diperoleh bahwa jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan N2 (4,5 g) yaitu

1,00 dan terendah terdapat pada perlakuan N1 (2,25 g) yaitu 0,64. Perlakuan N2

berbeda nyata dengan N1 tetapi berbeda tidak nyata dengan N0 dan N3.

Sedangkan pada pengamatan 8 MST jumlah daun terbanyak terdapat pada

perlakuan N3 (6,25 g) yaitu 1,69 dan terendah terdapat pada perlakuan N1 yaitu

1,22. Perlakuan N3 berbeda nyata dengan perlakuan N1 tetapi berbeda tidak nyata

dengan N0 dan N2. Adanya pengaruh nyata terhadap bibit pada pertumbuhan

diduga karena adanya unsur hara essensial seperti nitrogen, fosfor, dan kalium

yang terkandung di dalam pupuk yang digunakan, yang sangat diperlukan

tanaman untuk pertumbuhan. Namun apabila diberikan dalam jumlah yang

berlebihan akan menghambat pertumbuhan tanaman tersebut. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Lubis (2008) yang menyatakan pemberian pupuk pada bibit

sangat jelas memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan namun jika pemberian

berlebihan akan berpengaruh menekan pertumbuhan.

Adanya pengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan bibit diduga

disebabkan karena pemberian pupuk sudah tidak berpengaruh lagi terhadap

pertumbuhan tanaman terutama pada tahap akhir pembibitan di pre nursery. Hal

ini disebabkan karena media tanam (tanah) yang dipakai pada penelitian ini

adalah tanah top soil andisol yang diketahui memiliki tingkat kesuburan tanah

yang baik, sehingga menyebabkan pupuk NPK yang diberikan tidak efektif dalam

tanah karena jumlah unsur hara yang tersedia di tanah sudah cukup tinggi. Hal ini

(51)

efisiensi yang tinggi dari suatu pemupukan perlu diperhatikan beberapa faktor

salah satunya adalah sifat dan ciri tanah.

Interaksi Antara Perlakuan Pemberian Pupuk Hayati Cair dan Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pre Nursery

Dari hasil analisis secara statistik diperoleh bahwa interaksi antara

perlakuan pupuk hayati cair dan pupuk NPK berpengaruh tidak nyata terhadap

parameter tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, total luas daun, bobot

basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan rasio

tajuk akar. Adanya pengaruh yang tidak nyata pada pertumbuhan bibit diduga

disebabkan oleh kinerja kedua faktor perlakuan yang tidak saling mendukung

karena memiliki fungsi masing – masing.

(52)

Kesimpulan

1. Perlakuan pemberian pupuk hayati cair berpengaruh tidak nyata terhadap

semua parameter. Ada kecenderungan perlakuan terbaik untuk pertumbuhan

terdapat pada F1 yaitu pemberian pupuk hayati cair 5 ml/liter larutan.

2. Perlakuan pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman

pada 10 MST dengan dosis 0 g/tanaman dan terhadap jumlah daun pada 6

MST dengan dosis 4,5 g/tanaman dan pada 8 MST dengan dosis 6,25

g/tanaman. Pada 14 MST perlakuan pupuk NPK berpengaruh tidak nyata

terhadap semua parameter.

3. Interaksi antara pupuk hayati cair dan pupuk NPK berpengaruh tidak nyata

terhadap semua parameter.

Saran

Kondisi media tanam yang sudah termasuk dalam kategori subur

menyebabkan pengaruh pemupukan menjadi tidak efektif. Perlu dilakukan

penambahan dosis pupuk dari dosis normal untuk tanah/media tanam seperti

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Bertham, Y. H. 2002. Potensi Pupuk Hayati Dalam Peningkatan Produktivitas Kacang Tanah Dan Kedelai Pada Tanah Seri Kandanglimun Bengkulu. Jurnal Ilmu – Ilmu Pertanian Indonesia, Volume 4, No.1,2002, Hlm 18 – 26. Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Budianto, 2011 dalam Khasanah (2012). Pengaruh Pupuk NPK Tablet dan Pupuk Nutrisi Organik Cair Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama. Skripsi Program Studi Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Riau.

Chandra, Oska Ade. 2011. Pengaruh Panjang Gelombang Terhadap Daya Serap Pupuk NPK Dengan Menggunakan Alat Spektrofotometer. Tugas Akhir Program Studi Diploma III Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Semarang.

Damanik, M. M. B., Bachtiar, E. H., Fauzi, Sarifuddin, Hamidah Hanum. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.

Fauzi, Y., Yustina E. W., Iman S., dan Rudi H. 2003. Kelapa Sawit (Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisa Usaha, dan Pemasaran). Penebar Swadaya. Jakarta.

Hakim, N.M., Nyapka, Y., Lubis A.M., Nugroho, S.G., Rusdi S.M. Hong,G., H.H.ailey.1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung Press. Lampung.

Hassink, J. 1994. Effects of soil texture on the size of microbial biomass and on the amount of C and N mineralized per unit of microbial biomass in Dutch grassland soils. Soil Biol. Biochem. 26:1573-1581.

Lubis, A. U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Indonesia. Edisi 2. PPKS RISPA. Medan.

Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun. 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. UGM Press. Yogyakarta.

Manurung 2009 dlm Khasanah (2012). Pengaruh Pupuk NPK Tablet dan Pupuk Nutrisi Organik Cair Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama. Skripsi Program Studi Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Riau.

Mustafa, H, N. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Karya Nusa. Yogyakarta.

Okvianto,2012. Pengukuran GPS Geodetik Metode Post Processing Kinematik Dalam Sensus Pohon Sawit Milik PT. Anugerah Energitama Bengalon Kutai Timur. repository.upi.edu. Bandung.

(54)

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Informasi Ringkas Komoditi Perkebunan. Diakses dari http:// pusdatin. setjen. deptan. go. id. Pada tanggal 26 November 2013.

Risza, S. 1994. Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta.

Saraswati, Rasti. 2012. Teknologi Pupuk Hayati untuk Efisiensi Pemupukan dan Berkelanjutan Sistem Produksi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor

Sianturi, H, S. D 1991. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. USU Press. Medan.

Silomba, S.D.A. 2006. Pengaruh Lama Perendaman dan Pemanasan Terhadap Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensisJacq.). IPB. Bogor.

Suba, 1982,Nifal & Fao, dalam Sumihar. 2013. Respon Bibit Kelapa Sawit terhadap Aplikasi Pupuk Hayati dan Tandan Kosong Sawit. Diunduh pada tanggal 7 November 2014 pukul 13.00 WIB.

Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.

Sutedjo, M. M. dan Kartasapoetra. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Syakir, M.et.al. 2010. Budidaya Kelapa Sawit. ASKA MEDIA. Bogor.

Tiensfengshou.blogspot.com. 2013. Diunduh padan tanggal 10 September 2013 pukul 15.10 WIB

Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.

(55)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Data Pengamatan Tinggi Bibit (cm) 4 MST

Perlakuan Blok Total Rataan

1 2 3

FON0 5.37 8.10 6.57 20.03 6.68

F0N1 7.17 6.87 6.37 20.40 6.80

F0N2 5.07 5.63 5.67 16.37 5.46

F0N3 6.43 6.37 5.70 18.50 6.17

F1N0 5.33 6.37 6.10 17.80 5.9

Gambar

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan pupuk NPK
Tabel 2. Rataan tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan pupuk hayati cair
Tabel 3. Rataan tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan pupuk hayati cair dan
Tabel 4. Rataan diameter batang (mm) dengan perlakuan pupuk hayati cair
+7

Referensi

Dokumen terkait

gagasan besar dalam politik dan ekono- mi internasional yang semula kita ang-. gap netral, alamiah dan objektif Kcdua, aliran post positivist membantu kita untuk sadar

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Biologi. Sekolah

Dari hasil pengujian didapat bahwa makin banyak jumlah node hidden layer yang digunakan maka akan menghasilkan error yang kecil dalam iterasi yang makin singkat,

yang digunakan pada fermentasi tempe mulai berkurang. Salah satu jenis Rhizopus yang langka ditemukan pada tempe adalah R. delemar pada tempe yang diambil dari

Saya mahu meneruskan perusahaan bapa di kampung selepas tamat pengajian di universiti.. Saya mahu bapa meneruskan perusahaannya di kampung selepas saya tamat pengajian

Berdasarkan hasil validasi ahli media pembelajaran dan uji coba kepada kelompok mahasiswa, didapat kesimpulan bahwa media ini memberikan manfaat bagi mahasiswa

Sesungguhnya pendidikan akhlak merupakan bagian yang penting dalam substansi pendidikan Islam. diutus oleh Allah swt. untuk menjadi rasul dengan tugas menyempurnakan

Apabila jumlah malai per rumpun atau hasil gabah berkurang 1,33 kali atau lebih (lebih kecil atau sama dengan 3/4 kali hasil tegel) karena jarak tanam yang rapat, misalnya dari