Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Disusun Oleh: Ai Ida Rosdiana NIM. 102011023580
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Disusun Oleh: Ai Ida Rosdiana NIM. 102011023580
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh: Ai Ida Rosdiana
NIM. 102011023580
Di Bawah Bimbingan
Dr. Zaimuddin, MA
NIP. 19590705 199103 1 002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Pembiasaan Akhlak Karimah Siswa SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada, 3 November 2011 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
Jakarta, 3 November 2011
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan
Bahrissalim, MA
NIP. 19680307 199803 1 002 ... ………
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)
Drs. Sapiudin Shiddiq, MA
NIP. 19670328 200003 1 001 ………... ………
Penguji I
Dr. Ahmad Shodiq, MA
NIP. 19710709 199803 1 001 ………... ………
Penguji II
Drs. Rusdi Jamil, MA
NIP. 19621231 199503 1 005 ………... ………
Mengetahui,
PGS. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Ai Ida Rosdiana
Pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap Pembiasaan Akhlak Karimah Siswa SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembiasaan Akhlak Karimah Siswa SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir. Peneliti melakukan penelitian tersebut sejak bulan November sampai dengan bulan Januari 2007.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode analisa kuantitatif deskriftip yaitu analisa yang dilakukan terhadap data yang berwujud angka dengan cara menjumlahkan, mengklasifikasikan, mentabulasikan dan selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan data statistik.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir yang diambil dari kelas I, II dan kelas III Sebanyak 125 Siswa. Teknik yang digunakan dalam penarikan sampel adalah secara random (acak) karena populasi siswa yang bersifat homogen. Sedangkan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara (1). Observasi, (2). Wawancara, dan (3). Angket. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif, kemudian untuk mengetahui bagaimana pengaruh pendidikan agama Islam terhadap pembiasaan akhlak karimah siswa yaitu dengan menggunakanProduct Moment.
ii
Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain menghaturkan puji dan
syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan pencipta dan pemelihara alam, sang penentu
setiap detik kehidupan manusia, atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang
senantiasa berlimpah kepada penulis, sehingga penulis diberikan kemampuan,
kekuatan dan ketabahan hati dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Revolusioner Besar Nabi Muhammad SAW,
yang senantiasa membawa cahaya dan rahmat bagi seluruh umat manusia.
Tak pernah terbayangkan dalam diri penulis, seandainya jiwa tidak
berserah diri kepada-Nya, atas proses panjang melintasi rentang waktu sejak awal
masa orientasi MahaSiswa sampai semester sembilan merupakan detik-detik
terakhir dalam menyelesaikan kewajiban akademik yang harus dipenuhi, dengan
setitik asa yang tergantung di ujung harapan Alhamdulillah kebenaran dan janji
Allah SWT. Menunjukkan bukti-bukti-Nya, bahwa hidup dan keinginan manusia
ada yang menentukan dan mengatur, sehingga kesabaran, kegigihan dan pasrah
kepada Sang Pencipta akan menunjukkan manusia kepada kebenaran tersebut.
Segala sujud syukur hanya kepada-MuYa Rabb.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak sekali kesulitan
dan hambatan yang dihadapi, serta saat ini juga masih jauh dari kesempurnaan dan
hal ini tidak terlepas dari sifat manusia sebagai makhluk yang tidak terlepas dari
kesalahan dan lupa.
Selanjutnya penulis ingin sekali mengucapkan ribuan terima kasih tiada
tara dan tiada terhingga atas bimbingan dan pengarahan-pengarahan yang
diberikan kepada penulis, yaitu kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, beserta jajarannya, pembantu Dekan I, II, dan III. Semoga dapat membawa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan menjadi Fakultas
iii
3. Bapak Dr. Sapiudin Siddiq, MA, sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan
Agama Islam, beserta segenap Ibu/Bapak Dosen, Karyawan/i Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Zaimuddin, MA, sebagai dosen pembimbing skripsi, yang telah
meluangkan waktunya, memberikan motivasi kepada penulis serta
membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak Mochammad Abdul Basyir S.Ag, selaku Kepala Sekolah SMK
Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir Pamulang yang telah memberikan
fasilitas dan informasi yang penulis butuhkan selama dalam proses penelitian
skripsi ini.
6. Ayahanda dan ibundaku beserta Adik-adikku tercinta terima kasih atas
motivasi dan cintanya yang tulus. Cinta yang tersebar diantara untaian do’a
yang tidak pernah putus.
7. Kelurga Besar H. Iim Abdurahim dan Hj.Ema Rahmaniah di Cianjur, Akang
Alu dan teh Siti di Bandung, Salman dan Hilmi. Terima kasih atas doa dan
dukungannya, Semoga ikatan kekeluargaan kita tidak pernah putus.
8. Keluarga Besar Bapak Zindartomimi, Ibu Sari, Yesi, A’Asep dan buah hatinya
Salha, Nadzar dan Cecep. Terima kasih atas dorongan dan motivasinya.
Semoga kita dipertemukan kembali dengan keridhoan Allah SWT.
9. Kawan-kawan Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) angkatan 2002 khususnya kelas D yang selalu rame, An-an
Siti Farihah, Jannah, Aisy, Juju, Enur, Nyak, Umi, Ida, Ira, Ucum, Wiwin,
Dian, Aay, Yoyoh. Semoga ikatan tali silaturrahmi kita tidak pernah putus.
10. Kawan-kawanLS-ADIJakarta, Bang Ray Rangkuti, Mas Anick HT, Mpo Iyo,
Bang Junaedi, Bang Dani Setiawan, Dewi, Nha, Alpi di Aceh, Susan, Ima,
iv
yang telah menghadirkan kedewasaan penulis dan yang selalu mengajarkan
arti dari sebuah kehidupan, yang mengajarkan bagaimana cara menghargai
orang lain, yang menjadikan penulis tegar dalam menghadapi getir dan
pahitnya kehidupan tanpa itu semua kita tidak akan sampai pada manisnya
kehidupan ini. Semoga kebersamaan kita mendapatkan ridho dan rahmat-Nya.
Jakarta, 14 Februari 2007
Penulis
v
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
1. Tujuan Penelitian ... 6
2. Manfaat Penelitan ... 7
E. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pendidikan Agama Islam ... 9
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 9
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 12
3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ... 15
4. Metode dalam Pendidikan Agama Islam ... 15
B. Akhlak Al-Karimah ... 20
1. Pengertian Akhlak al-Karimah ... 20
2. Sendi-Sendi Akhlak ... 22
3. Muara Akhlak ... 28
4. Pembinaan Manusia Menuju Akhlak Mulia ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38
vi
3. Angket ... 40
D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 40
1. Editing ... 41
2. Skoring ... 41
3. Tabulating ... 42
E. Kerangka Penelitian ... 44
F. Hipotesis ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tentang SMK Khazanah Kebajikan ... 47
1. Sejarah Singkat ... 47
2. Visi dan Misi ... 49
3. Program Kegiatan ... 50
4. Status Siswa... 51
5. Data Guru ... 51
6. Sarana dan Prasarana Pendidikan... 51
7. Struktur Organisasi dan Dewan Pengurus ... 52
8. Dewan Pengurus ... 53
B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SMK Khazanah Kebajikan ... 53
C. Deskripsi Data... 56
1. Tabulasi Hasil Angket Pendidikan Agama Islam ... 56
2. Tabulasi Hasil Angket Pembiasaan Akhlak Karimah ... 71
D. Uji Hipotesis ... 86
E. Interpretasi Data ... 91
1. Interpretasi Secara Kasar/Sederhana ... 93
vii
DAFTAR PUSTAKA ... 98
viii
2. Skor alternative jawaban Responden dengan menggunakan skor
kumulatif ... 41
3. Interpretasi tabel Nilai “r” Product Moment secara kasar/sederhana ... 43
4. Kisi-kisi angket untuk Variabel Bebas (Pendidikan Agama Islam)... 45
5. Kisi-kisi angket untuk Variabel Terikat (Pembiasaan Akhlak Karimah) .. 45
6. Sarana dan Prasarana Pendidikan... 51
7. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kesulitan belajar
agama ... 56
8. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang perbuatan siswa
setelah mendapatkan pelajaran Agama Islam ... 57
9. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kegunaan
Pendidikan Agama Islam bagi siswa ... 57
10. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang siswa berdoa
ketika beraktivitas ... 58
11. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang perbuatan siswa
sebelum melakukan suatu pekerjaan... 58
12. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang cara siswa
menghormati orang yang lebih tua... 59
13. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang perbuatan siswa
setelah mendapatkan Pelajaran Agama Islam ... 59
14. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap Siswa
terhadap teman ... 60
15. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang siswa berdzikir
dalam satu minggu ... 60
16. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang materi yang
ix
terhadap teman yang melakukan pencurian ... 62
19. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kebiasaan siswa
setelah shalat subuh... 62
20. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap Siswa
ketika dinasehati orang tua... 63
21. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa
terhadap teman yang membuang sampah sembarangan ... 63
22. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kebiasaan siswa
ketika memasuki kelas ... 64
23. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa
terhadap teman yang membicarakan orang lain... 64
24. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa
terhadap penjelasan guru... 65
25. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa
terhadap lingkungan ... 65
26. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kebiasaan siswa
dalam mengikuti kajian mingguan ... 66
27. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa
ketika melakukan kesalahan terhadap teman ... 66
28. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa
setelah mencontek ... 67
29. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kebohongan
yang dilakukan Siswa dalam satu minggu ... 67
30. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kegiatan siswa
setelah shalat ... 68
31. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang tentang
x
sebelum berangkat sekolah ... 69
34. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam yang dilakukan siswa
sebelum keluar rumah ... 70
35. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang pelanggaran
siswa dalam satu minggu ... 70
36. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa
ketika melihat teman yang berduka... 71
37. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi kejujuran tentang perasaan
setelah shalat lima waktu ... 71
38. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi kejujuran ketika menyakiti
teman dengan perkataan buruk... 72
39. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi kejujuran terlambat shalat
subuh dalam satu minggu... 72
40. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi berbakti kepada Allah
SWT ... 73
41. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi berbakti dalam
melaksanakan perintah Allah SWT... 73
42. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi berbakti tentang perbuatan
yang dilakukan ketika mendengarkan adzan... 74
43. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi berbakti tentang sikap
siswa terhadap teman yang melalaikan shalat ... 74
44. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi ikhlas dalam memperbaiki
bantuan kepada pengemis ... 75
45. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi ikhlas siswa dalam
memberikan sumbangan... 75
46. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi ikhlas ketika menolong
xi
memperbaiki teman yang melakukan kecurangan ... 77
49. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi berani dalam kebenaran
sikap siswa terhadap teman yang merokok di dalam kelas... 77
50. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi qonaah ketika
mendapatkan cobaan ... 78
51. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi kesabaran ketika dihina
teman ... 78
52. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi kesabaran ketika
menghadapi teman yang meminta bantuan ... 79
53. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi kesabaran terhadap siswa
yang suka jahil... 79
54. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi amanah siswa ketika diberi
uang SPP ... 80
55. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi tekun tentang sikap siswa
ketika mendapatkan nilai yang tidak memuaskan... 80
56. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi disiplin siswa dalam
mengikuti kajian ... 81
57. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi disiplin tentang siswa yang
tidak izin masuk sekolah ... 81
58. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi disiplin memasuki kelas .... 82
59. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi disiplin terhadap tata tertib
yang diterapkan di sekolah... 82
60. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi tekun dalam belajar... 83
61. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi tekun dalam waktu
belajar... 83
62. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi tekun dalam memilih
xii
terhadap teman yang tidak punya uang saku... 85
65. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi amanah yang sering
dilalaikan ... 85
66. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi peduli tentang banyaknya
siswa mengajak jajan teman... 86
67. Uji Korelasi Antara Variabel X (Pendidikan Agama Islam) dan Variabel
xiii
2. Struktur organisasi SMK Khazanah Kebajikan... 52
1
A. Latar Belakang Masalah
Manusia, baik sebagai makhluk ciptaan ilahi maupun sebagai makhluk
insani mempunyai pembawaan sifat dan kedudukan secara alami atau secara
kodrati yang membedakan dirinya dengan bawaan kodrati makhluk lainnya.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan ia mempunyai pembawaan serba ganda,
dwitunggal dan serba tunggal. Dari segi pembawaan kodrati, ia terdiri dari
unsur jasmani, dan sekaligus rohani, dari sifat kodrati, ia mempunyai sifat
individual (egoisme), tetapi sekaligus sifat sosial, yakni merasa perlu tolong
menolong (ta’awun) dan kerja sama dengan orang lain. Dan dari kedudukan
kodrati, ia merupakan makhluk hamba Tuhan yang mempunyai kebebasan
berbuat (free will) namun ia tetap bergantung pada kekuatan di luar dirinya,
yakni bergantung pada batas-batas kekuatan Allah SWT (predestination).
Kemudian manusia memiliki unsur nasut (kemanusiaan) dan lahut
(ketuhanan). Namun demikian segala aspek pembawaan, sifat dan kedudukan
yang bersifat bawaan atau alamiah tersebut manunggal dan menyatu dalam
diri manusia yang begitu unik dan spesifik.
Pembawaan kodrati manusia yang terdiri dari unsur jasmani dan rohani
mempunyai berbagai kebutuhan yang perlu ia penuhi. Tubuhnya atau
sedangkan rohaninya yang bersifat immaterial mempunyai kebutuhan
spiritual. Firman Allah SWT:
ْذِإ
َلﺎَﻗ
َﻚﱡﺑَر
ِﺔَﻜِﺋَﻼَﻤْﻠِﻟ
ﱢﱐِإ
ٌﻖِﻟﺎَﺧ
اًﺮَﺸَﺑ
ْﻦﱢﻣ
اَذِﺈَﻓ.ِْﲔِﻃ
ُﻪُﺘْـﻳﱠﻮَﺳ
ُﺖْﺨَﻔَـﻧَو
ِﻪﻴِﻓ
ْﻦِﻣ
ﻲِﺣْوﱡر
اْﻮُﻌَﻘَـﻓ
ُﻪَﻟ
َﻦْﻳِﺪِﺟﺎَﺳ
)
ص
/
٣٨
:
٧۲
-٧١
(
Artinya: “(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan menusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan)-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan sujud kepadanya.”(Q.S. Shaad/38 : 71-72)
Untuk memacu dinamika kehidupannya, agar ia aktif kreatif dan
dinamis, siap berusaha dan berkerja keras, maka pada dirinya ditanamkan
berbagai pendorong (drive) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang
bermacam-macam. Untuk mendorong manusia dan menggerakkannya kearah
pemenuhan kebutuhannya, Allah SWT melengkapi jasmani dan rohaninya
dengan berbagai daya (al-quwwah) yang menurut Ibnu Maskawaih dan
al-Ghazali meliputi daya ilmu, daya ghadlab (marah), daya syahwah (makan,
minum dan seksual), dan daya‘adalah(keseimbangan).1
Semua daya tersebut jika ditumbuh kembangkan dengan prinsip
keadilan dan keseimbangan, akan lahirlah akhlak dan budi pekerti mulia
(akhlaq al-karimah). Namun jika sebaliknya terjadi misalnya dengan ilmu
dikembangkan secara tidak seimbang seperti kepintaran yang disertai
kesombongan atau sama sekali teramat bodoh dan dungu maka merupakan
akhlak yang jahat, sebaliknya hikmah arif bijaksana adalah akhlaq mulia.
Dalam hal ini akhlak mulia adalah berani (syaja’ah) dan perwira atau siap
menjaga kehormatan (‘iffah). Dengan demikian induk dari akhlak mulia itu
meliputi arif bijaksana, berani, perwira dan adil (hikmah, syaja’ah, ‘iffah dan
‘adalah) ajaran akhlak yang di dasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah tersebut
sebenarnya telah dipraktekkan dalam kehidupan manusia dari masa ke masa.
1
Tetapi untuk mewujudkan akhlak mulia dalam realitas kehidupan sehari-hari
tidaklah mudah semudah membalikkan telapak tangan.
Dalam konteks Indonesia pada masa kini, dari sudut akhlak mulia
seringkali kita mengamati fenomena yang memperihatinkan. Di hadapan mata
kita terpampang realitas yang sering tidak masuk akal. Akhlak mulia dan budi
pekerti luhur baik pada tingkat individual maupun sosial, seolah-olah
tenggelam, dan kemerosotan akhlak dipertontonkan banyak kalangan
masyarakat akhir-akhir ini. Berdasarkan gejala kemerosotan itu misalnya
semakin mudahnya masyarakat, terutama generasi muda, dalam
mengkonsumsi minuman keras, narkoba dan obat terlarang lainnya; banyak
kasus bentrokan, tawuran pelajar baik di lingkungan sekolah maupun diluar
sekolah, sehingga proses belajar mengajar terganggu.
Menurut data kepolisian, merebaknya kasus narkoba selalu diiringi
dengan merebaknya berbagai tindakan kejahatan, inilah bahaya secara sosial.
Bisa dibayangkan jika pengguna narkoba semakin banyak, berarti tingkat
kejahatan akan semakin banyak.
Saat ini menurut data kepolisian para pecandu narkoba sudah mencapai
2% dari seluruh penduduk Indonesia. Jika seluruh penduduk Indonesia
berjumlah 200 juta, berarti ada 4 juta pecandu narkoba di Indonesia yang
sebagian besar penggunanya adalah remaja. Data ini sebagaimana diakui
Kapolri hanya sebagian kecil saja yang berhasil di data, sementara data
sebenarnya jauh lebih banyak dari yang diketahui.2 Sedangkan data yang diperoleh LSM di Jabotabek ada 40% remaja yang suka sekali menonton film
porno, 28% remaja yang suka berjudi, 25% peminum alcohol dan 14%
pecandu narkoba dari jumlah responden adalah 5.860 remaja yang berusia
13-21 tahun.3
Masalah akhlak dalam kemajuan teknologi yang modern ini semakin
penting dan mendesak untuk dikaji dan diperlukan kumpulan fakta-fakta yang
menunjukkan bahwa kemajuan teknologi tersebut membawa lebih banyak
2
Abu al-Ghifari,Romantika Remaja, (Bandung: Mujahid Press, 2004), Cet. VIII, h. 69
3
dampak negatif disamping membawa dampak positif bagi peradaban manusia.
Pendidikan Agama Islam yang berfokus meliputi akhlak, aspek al-Qur'an,
aspek aqidah, syariah dan tarikh yang ada di sekolah menjadi tumpuan
pembinaan dan perbaikan moral para siswa. Namun selama ini masih saja
terdengar bahwa pendidikan agama masih cenderung pada perkembangan
aspek kognitif dan psikomotorik saja, sedangkan aspek afektif dilupakan.
Seharusnya pendidikan itu menyumbangkan ketiga ranah tersebut agar para
siswa dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji.
Pendidikan benar-benar merupakan latihan fisik, mental, dan moral bagi
individu-individu, agar mereka menjadi manusia yang berbudaya. Dengan
pendidikan, individu-individu itu diharapkan mampu memenuhi tugasnya
sebagai manusia yang diciptakan Allah, sebagai makhluk yang sempurna dan
terpilih sebagai khalifah-Nya di bumi, menjadi warga yang berarti dan
bermanfaat bagi suatu negara. Seperti yang ditegaskan Azyumardi, pendidikan
lebih daripada sekedar pengajaran. Pendidikan adalah suatu proses di mana
suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri di
antara individu-individu.4
Sekolah bukan hanya sekedar tempat belajar (transfer of knowladge),
namun sekaligus juga tempat memperoleh pendidikan termasuk pendidikan
karakter (character building). Dalam dunia pendidikan tidak hanya
semata-mata mengarahkan pengajaran pada pembinaan intelektual dan keterampilan,
tapi juga pendidikan yang berupaya membentuk kepribadian manusia yang
luhur dan mulia.
Pembentukan dan pendidikan karakter melalui Pendidikan Agama
Islam di sekolah merupakan usaha mulia. Sekolah bertanggung jawab bukan
hanya dalam menciptakan peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi, tetapi juga dalam pembentukan karakter dan kepribadian yang
sesuai dengan nilai-nilai agama. Dalam konteks ini, Zakiyah Darajat
menyatakan bahwa sekolah diharapkan dapat menjadi lapangan yang baik
4
bagi pertumbuhan kepribadian anak-anak, di samping sebagai tempat untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan yang akan memupuk kecerdasannya.5 Dengan kata lain, sekolah diharapkan menjadi lapangan sosial bagi anak-anak di mana
pertumbuhan kepribadian, moral, sosial dan segala aspek kepribadian dapat
berkembang, tidak terbatas pada aspek kognisi saja.
Di samping itu, salah satu tugas para pendidik adalah mendidik akhlak
dan jiwa para siswa, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan
mereka dengan kesopanan, mempersiapkan mereka suatu kehidupan yang
suci, ikhlas dan jujur. Anak-anak selain membutuhkan kekuatan akali atau
ilmu pengetahuan tapi ia juga membutuhkan pendidikan budi pekerti,
perasaan, kemauan dan kepribadian.
Dalam hal ini, al-Ghazali banyak mengungkapkan tentang hakikat dan
perilaku manusia. al-Ghazali memandang bahwa baik-buruk akhlak yang
ditampilkan seseorang itu adalah cerminan dari kepribadiannya, karena
manusia memiliki struktur jiwa yang terdiri dari nafsu, akal dan kalbu.
Akhlak merupakan pengalaman yang berhubungan dengan pribadi batin
manusia, dalam usahanya untuk memperoleh keutamaan-keutamaan ruhaniah,
dan menghilangkan sifat-sifat buruk yang ada di dalam diri manusia itu. Oleh
karena itu, manusia bisa dinilai baik buruknya melalui akhlaknya.
Untuk mengatasi penyakit-penyakit mental dan sosial yang terdapat
pada anak-anak sekarang ini, maka harus ada sebuah penanggulangan yang
serius dari semua kalangan seperti halnya membina, melatih, dan
membiasakan kembali mental rohani melalui aktifitas pendidikan agama yang
mampu membangun moral akhlak dan budi pekerti. Dalam kaitan ini, penulis
merasa perlu membahas masalah tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul:
“Pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap Pembiasaan Akhlak Karimah Siswa SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir.”
5
B. Identifikasi Masalah
Penulis mengidentifikasi ada beberapa masalah yang berkaitan dengan
judul skripsi penulis, yaitu
1. Bagaimana aktifitas Pendidikan Agama Islam yang diterapkan di SMK
Khazanah Kebajikan?
2. Bagaimana efektifitas Pendidikan Agama Islam di SMK Khazanah
Kebajikan?
3. Bagaimana sendi-sendi akhlak yang ada di SMK Khazanah Kebajikan?
4. Bagaimana perilaku siswa di keluarga, sekolah dan masyarakat?
5. Bagaimana pembiasaan akhlak karimah siswa dalam kehidupan
sehari-hari?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat kajian pembahasan dari identifikasi masalah dalam skripsi
ini cukup luas, dan agar penelitian ini menjadi terarah dan tidak bias, maka
penulis membatasi masalah-masalahnya pada:
1. Aktifitas Pendidikan Agama Islam di SMK Khazanah Kebajikan
2. Pembiasaan akhlak karimah siswa SMK Khazanah Kebajikan dalam
kehidupan sehari-hari
Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka
perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana
pengaruh pendidikan agama Islam terhadap pembiasaan akhlak karimah siswa
SMK Khazanah Kebajikan”.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh pendidikan agama Islam terhadap pembiasaan akhlak karimah
2. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
a. Penulis, dalam rangka menambah wawasan dan keilmuan tentang
pengaruh pendidikan agama Islam terhadap pembiasaan akhlak siswa.
b. Para praktisi pendidikan, khususnya praktisi pendidikan agama Islam,
sebagai informasi yang positif dalam rangka meningkatkan dan
membentuk akhlak karimah para siswa.
E. Sistematika Penulisan
Untuk lebih dapat memberikan penjelasan dengan lebih sistematis, dan
untuk dapat melihat persoalan dengan lebih objektif, maka penulis menyusun
skripsi ini berdasarkan urutan sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan sebuah pengantar dari penelitian yang
berjudul pengaruh pendidikan agama Islam terhadap akhlak karimah siswa
SMK Khazanah Kebajikan, yang menjelaskan latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua, merupakan landasan teori atau acuan yang digunakan
penulis pada penelitian skripsi ini, yang terdiri pembahasan mengenai
Pendidikan Agama Islam, yang meliputi, pengertian, tujuan, ruang lingkup,
dan metode Pendidikan Agama Islam. Juga membahas tentang akhlakul
karimah yang meliputi pengertian akhlakul karimah, sendi-sendi akhlak,
muara akhlak, dan pembinaan manusia menuju akhlak mulia.
Bab ketiga, akan membahas mengenai metodologi penelitian yang
meliputi tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data, kerangka penelitian,
dan hipotesis.
Bab keempat, akan membahas mengenai hasil penelitian yang meliputi
gambaran umum tentang SMK Khazanah Kebajikan, pelaksanaan pendidikan
di SMK Khazanah Kebajikan, deskripsi data, uji hipotesis, dan interpretasi
Bab kelima, merupakan bab penutup yang meliputi kesimpulan dari
sebuah penelitian yang dilakukan oleh penulis, dan saran untukstakeholders.
Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
9
A. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pengertian pendidikan berbeda dengan pengertian pengajaran,
namun sering kali diartikan sama. Secara etimologi, kata pendidikan yang
kita gunakan sekarang dalam bahasa Arab adalah ‘tarbiyah’, dengan kata
kerja ‘rabba’. Kata pengajaran dalam bahasa Arab adalah ‘ta’lim’dengan
kata kerja‘allama’.1
Setelah melihat pengertian secara etimologi di atas, maka
terlihatlah perbedaan pengertian pendidikan dengan pengajaran.
Pendidikan bukan pengajaran karena materi pelajaran yang diajarkan tidak
semata-mata untuk diketahui saja tetapi juga untuk diamalkan.
M. Arifin mengatakan bahwa pada hakekatnya pendidikan adalah
“usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan
mengembangkan kepribadian serta kemampuan anak didik dalam bentuk
pendidikan formal dan non formal.”2
1
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet. I, h. 25.
2
Sedangkan menurut Zuhairini, dkk. bahwa mendidik adalah
menanamkan tabiat yang baik agar anak-anak mempunyai sifat yang baik
dan berpribadi utama.”3
Ahmad D. Marimba merumuskan bahwa pendidikan adalah
“Bimbingan atau pinjaman secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian utama.”4
Gagasan utama pendidikan, termasuk di dalamnya pendidikan
Agama Islam, terletak pada pandangan bahwa setiap manusia mempunyai
nilai positif tentang kecerdasan, daya kreatif, dan keluhuran budi. Peran
pendidikan adalah bagaimana nilai positif ini tumbuh menguat. Pendidikan
yang tidak melahirkan pribadi yang berperilaku positif bisa dipastikan
gagal, dan sistem pendidikan seperti ini sudah sepatutnya untuk
direformasi.
Semua yang telah dicapai para ahli pendidikan sebelum al-Ghazali
dan ahli lainnya di berbagai bidang yang berkaitan dengan manusia dan
masyarakat, dan semua yang dicapai oleh para ahli pendidikan
kontemporer setelah terpaut hampir seribu tahun dengan al-Ghazali,
tersimpul dalam ungkapan al-Ghazali5dalam sebuah ungkapan ringkas:
َﺗﺎَﺒﱠﻨﻟا ُجِﺮُْﳜَو َكْﻮﱠﺸﻟا ُﻊَﻠْﻘَـﻳ ْىِﺬﱠﻟا ِحﱠﻼَﻔْﻟا َﻞْﻌِﻓ ُﻪِﺒْﺸُﻳ ِﺔﱠﻴِﺑْﺮﱠـﺘﻟا َﲎْﻌَﻣَو
ِتﺎ
.ُﻪُﻌْـﻳَر َﻞُﻤْﻜَﻳَو ُﻪُﺗﺎَﺒَـﻧ َﻦُﺴْﺤَﻴِﻟ ِعْرﱠﺰﻟا ِْﲔَـﺑ ْﻦِﻣ ِﺔﱠﻴِﺒَﻨْﺟَﻷْا
Artinya: “Makna pendidikan (tarbiyah) sama dengan pekerjaan seorang petani yang mencabuti duri-duri dan mengeluarkan tumbuh-tumbuhan liar dari tanamannya supaya tanamannya subur dan memuaskan”.
3
Zuhairini,Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam.(Surabaya: Usaha Nasional, 1978), Cet. II, h. 27.
4
Ahmad D. Marimba,Pengantar Filsafat Pendidikan Agama.(Bandung: PT.Maaf, 1987) Cet. VIII, h. 19.
5
Dari ungkapan al-Ghazali yang ringkas tersebut mengandung
pengertian bahwa pendidikan adalah kegiatan atau usaha yang disengaja
oleh seorang pendidik untuk mengeluarkan akhlak yang buruk dari diri
anak didik dan menggantinya dengan akhlak yang mulia. Bentuk kegiatan
atau usaha tersebut meliputi bimbingan, pengajaran dan latihan atau
pembiasaan dalam rangka membersihkan jiwa dari akhlak yang buruk
sehingga terbentuk kepribadian yang utama berdasarkan ajaran Islam.
Sedangkan dalam konteks Pendidikan Agama Islam, pendidikan
dapat diartikan sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi
peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik
hasilnya di akhirat.6
Pendidikan Agama Islam merupakan bimbingan rohani
berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran-ukuran Islam. Kepribadian utama yang dimaksud
adalah kepribadian muslim.7
Hal ini senada dengan pengertian yang diungkapkan oleh
Zuhairini, dkk. bahwa Pendidikan Agama Islam adalah: “Usaha-usaha
secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka
hidup sesuai dengan ajaran Islam.”8
Direktorat Pembinaan Agama Islam pada Sekolah Umum Negeri
(Ditbinpaisun) menjelaskan bahwa Pendidikan Islam adalah:
“Suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung dalam Islam secara keseluruhan. Menghayati makna dan maksud serta manjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya sebagai
6
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), h. 944.
7
Ahmad D. Marimba,Pengantar Filsafat Pendidikan Agama.(Bandung: PT.Maaf, 1987) Cet. VIII, h. 83.
8
pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan kebahagian dunia akhirat kelak”9
Dengan adanya berbagai pendapat tentang Pendidikan Agama
Islam di atas, dapat dirumuskan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah
suatu usaha dalam membimbing dan mengembangkan kepribadian anak
didik agar selalu berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan ajaran Agama
Islam sebagai pedoman bagi kehidupannya sehingga mereka selamat dunia
dan akhirat.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Proses pendidikan pada intinya merupakan interaksi antara
pendidik (guru) dan peserta didik (murid) untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikannya yang telah ditetapkan.10 Tujuan pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena merupakan arah yang hendak
dituju oleh pendidikan itu sendiri.
Tujuan Pendidikan Agama Islam itu sendiri menurut M. Arifin.
Adalah: “Perwujudan nilai-nilai Islami dalam pribadi manusia pendidikan
yang diikhtiarkan oleh pendidikan muslim melalui proses yang terminal
pada hasil (produk) yang berkepribadian Islam yang beriman, bertaqwa
dan berilmu pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi
hamba Allah yang taat.”11
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tujuan pendidikan
bukan hanya mengisi anak didik dengan ilmu pengetahuan dan
mengembangkan keterampilannya, tetapi juga mengembangkan aspek
moral dan agamanya, dengan membersihkan jiwa dari akhlak yang buruk
dan menggantinya dengan akhlak yang mulia. Konsekuensinya,
pendidikan bertujuan untuk membentuk pribadi dan akhlak yang mulia.
9
Departemen Agama RI, Ilmu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Ditjen Binbaga Islam, 1982/1983), h. 83.
10
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), Cet. I, h. 191.
11
Dengan kata lain, tujuan pendidikan itu harus mencakup tiga aspek, yaitu
aspek kognitif, yang meliputi pembinaan nalar, seperti kecerdasan,
kepandaian dan daya pikir; aspek afektif, yang meliputi pembinaan hati,
seperti pengembangan rasa, kalbu dan rohani; dan aspek psikomotorik,
yaitu pembinaan jasmani, seperti kesehatan badan dan keterampilan.12 Sedangkan menurut al-Ghazali, tujuan akhir dari Pendidikan
Agama Islam itu ada dua, yaitu:13
a. Mencapai kesempurnaan manusia untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT. dengan sedekat-dekatnya.
b. Mencapai kesempurnaan manusia untuk meraih kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
Tujuan akhir Pendidikan Agama Islam ini tidak terlepas dari tujuan
hidup manusia dalam Islam, yakni untuk menciptakan pribadi-pribadi
hamba Allah yang selalu bertakwa kepada-Nya, dan dapat mencapai
kehidupan berbahagia di dunia dan akhirat.14 Sebagaimana yang digariskan dalam al-Qur’an:15
ﺔﻳراﺬﻟا) ِنوُﺪُﺒْﻌَـﻴِﻟ ﻻِإ َﺲْﻧﻹاَو ﱠﻦِْﳉا ُﺖْﻘَﻠَﺧ ﺎَﻣَو
/٥٦
:٥۱
(
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51] : 56)
ﱠـﺗا اﻮُﻨَﻣآ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡـﻳَأ ﺎَﻳ
َنﻮُﻤِﻠْﺴُﻣ ْﻢُﺘْـﻧَأَو ﱠﻻِإ ﱠﻦُﺗﻮَُﲤ ﻻَو ِﻪِﺗﺎَﻘُـﺗ ﱠﻖَﺣ َﷲا اﻮُﻘ
)
ناﺮﻤﻋ لآ
/۳
:۱٠٢
(
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali
12
Muhaimin dan Abdul Mujib,Pemikiran Pendidikan Islam,(Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 20.
13
Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, (Semarang: Maktabah wa Mathba’ah Toha Putera, tt), jilid I, h. 15.
14
Muhammad Natsir,Kapita Selekta, (Bandung: Van Hoeve, 1965), h. 46; Bandingkan dengan Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. I, h. 8.
15
kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran [3] : 102)
Makna dan tujuan hidup manusia dalam agama Islam juga
diperintahkan oleh Allah untuk dikemukakan dalam do’a pembukaan
(iftitah) setiap shalat.16
ﺎَﻣَو ﺎًﻔﻴِﻨَﺣ َﻢﻴِﻫاَﺮْـﺑِإ َﺔﱠﻠِﻣ ﺎًﻤَﻴِﻗ ﺎًﻨﻳِد ٍﻢﻴِﻘَﺘْﺴُﻣ ٍطاَﺮِﺻ َﱃِإ ﱢﰊَر ِﱐاَﺪَﻫ ِﲏﱠﻧِإ ْﻞُﻗ
ﱢبَر ِﷲ ِ ِﰐﺎََﳑَو َيﺎَﻴَْﳏَو ﻲِﻜُﺴُﻧَو ِﰐﻼَﺻ ﱠنِإ ْﻞُﻗ . َﲔِﻛِﺮْﺸُﻤْﻟا َﻦِﻣ َنﺎَﻛ
َﲔِﻤَﻟﺎَﻌْﻟا
مﺎﻌﻧﻷا)
/
٦
:
۱٦۲
-۱٦۱
(
Artinya: "Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik". Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”(QS. Al-An’am [6] : 161-162)
Menurut al-Ghazali, pendidikan yang benar, merupakan sarana
untuk bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Pendidikan juga
dapat mengantarkan manusia untuk menggapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Namun demikian, menurut al-Ghazali kebahagiaan di dunia yang
fana ini hanya sekedar faktor suplementer bagi pencapaian kebahagiaan
akhirat yang abadi.
Dengan demikian hubungan vertikal (hablu minallah) dan
hubungan horizontal (hablu minannas) menjadi seimbang, sebagaimana
dinyatakan oleh M. quraish Shihab bahwa:
Manusia sebagai sasaran pendidikan pada dasarnya memiliki unsur-unsur material (jasmani) dan immaterial (akal dan jiwa). Membina akalnya akan menghasilkan ilmu pengetahuan, mendidik jiwanya akan menghasilkan kesucian dan etika, sedangkan membina jasmaninya akan menghasilkan keterampilan, sehingga dengan membina seluruh unsur-unsur yang terdiri dari materi dan immateri tersebut akan menghasilkan makhluk yang dwidimensi dalam satu keseimbangan, dunia dan akhirat, ilmu dan iman.17
16
A. Malik Fadjar,Reorientasi Pendidikan Islam,(Jakarta: Fajar Dunia, 1999), Cet. I, h. 2
17
Dengan demikian, pendidikan agama Islam selain bertujuan untuk
menyiapkan segala hal untuk kehidupan akhirat, juga menyiapkan insan
yang saleh yang memenuhi syarat untuk menjadi khalifah di muka bumi.
3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Ruang lingkup bahan pelajaran Pendidikan agama Islam meliputi;
keimanan, ibadah, al-Qur’an dan akhlak. Namun, pada Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) di samping empat unsur itu, unsur pokok muamalah dan
syari’ah lebih dikembangkan lagi.
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian,
keselarasan dan keseimbangan antara :
a. Hubungan manusia dengan Allahswt.
b. Hubungan manusia dengan manusia.
c. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
d. Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.18
4. Metode dalam Pendidikan Agama Islam
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan Agama Islam yang
telah disinggung di atas, maka diperlukan metode pendidikan yang tepat
sehingga tujuan-tujuan tersebut dapat tercapai.
Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani,
metodos. Kata ini terdiri dari dua suku kata, metha yang berarti melalui
atau melewati, danhodos yang berarti jalan atau cara. Jadi metode berarti
suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.19
Dari definisi di atas, maka metode Pendidikan Agama Islam
adalah: “Suatu cara yang dilalui oleh guru agama secara sadar, teratur dan
18
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Pendidikan Dasar, (Jakarta: Dirjen Dikdasmen, 1993), h. 2.
19
bertujuan untuk menyampaikan bahan pendidikan agama Islam kepada
siswa.
Dalam dunia pendidikan, banyak dikenal metode-metode atau
cara-cara yang digunakan agar tujuan pendidikan itu dapat tercapai, diantaranya
adalah metode hafalan, metode perumpamaan, metode teladan, metode
kisah, metode nasihat, metode pembiasaan, metode hukuman dan
ganjaran.20 Sedangkan dalam Pendidikan Agama Islam, metode yang dapat dipergunakan antara lain metode ceramah, metode tanya jawab,
metode diskusi, metode pemberian tugas, metode demonstrasi, metode
latihan, dan metode dramatisasi.21
Dalam pemakaian metode-metode di atas, seorang guru dituntut
untuk dapat memilih metode yang tepat dan sesuai dengan bahan atau
materi yang disampaikan. Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang
beberapa metode yang sering dipakai dalam mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam.
a. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah suatu metode di dalam pendidikan
dengan cara menyampaikan pengertian-pengertian pada anak didik
dengan jalan menerangkan dan penuturan secara lisan.
Untuk penjelasan dan uraiannya, guru dapat mempergunakan
alat-alat bantu pengajaran, misalnya gambar, data, peta, denah, dan alat
peraga lainnya.
Penggunaan metode ceramah dalam pendidikan agama Islam,
hampir semua bahan atau materi pendidikan agama Islam dapat
mempergunakan ini, baik yang menyangkut masalah akidah, syari’ah,
maupun akhlak. Hanya saja pelaksanaan harus dilengkapi dengan
metode-metode lain yang sesuai. Metode ceramah ini banyak dipakai
oleh rasul dalam menyampaikan dakwahnya. Hal ini dapat kita lihat
20
Nur Uhbiyati,Ilmu Pendidikan Islam I,(Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 153, 226.
21
misalnya sebelum Nabi Musa menjalankan tugas dakwahnya, beliau
berdoa:
َلﺎَﻗ
ِﱏ ﺎَﺴِﻟ ْﻦِﻣ َةَﺪْﻘُﻋ ْﻞُﻠْﺣاَو ىِﺮْﻣَأ ِﱃْﺮﱢﺴَﻳَو ىِرْﺪَﺻ ِﱃ ْحَﺮْﺷا ﱢبَر
ِﱃْﻮَـﻗ اْﻮُﻬَﻘْﻔَـﻳ
Artinya: “Berkata Musa: ya Tuhan-ku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuanku dari lidahku supaya mereka mengerti dari perkataanku.”22
Selain itu hampir semua bahan atau materi dakwah Nabi
Muhammad SAW disampaikan melalui metode ceramah.
b. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang
disampaikan oleh guru dengan cara mengajukan berbagai pertanyaan
kepada murid dan murid menjawab pertanyaan guru tersebut dengan
baik.
Metode dimaksudkan untuk mengenalkan pengetahuan,
fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan dan untuk merangsang perhatian
murid-murid dengan berbagai cara sebagai appersepsi, selingan dan
evaluasi.
Metode tanya jawab banyak dipakai pada pendidikan agama
Islam dalam hubungannya dengan materi pelajaran agama yang
meliputi akidah, syari’ah dan akhlak. Bahkan ketiga inti ajaran Islam
tersebut disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad
dengan melalui Tanya jawab.
c. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu metode di dalamnya mempelajari
bahan atau menyampaikan bahan dengan jalan mendiskusikannya,
sehingga membuahkan pengertian serta perubahan tingkah laku.
22
Metode ini dimaksudkan untuk merangsang murid berpikir dan
mengeluarkan pendapat sendiri serta ikut menyumbang pikiran dalam
satu masalah bersama yang tergantung banyak
kemungkinan-kemungkinan jawabannya.
Dalam ajaran Islam banyak menunjukkan pentingnya metode
diskusi dipergunakan dalam pendidikan agama Islam. Allah
mengajarkan agar segala sesuatu dipecahkan atas dasar musyawarah,
sesuai dengan firman-Nya:
ْﻢُﻫْرِوﺎَﺷَو
ِﺮْﻣَﻷْا ِﰲ
)
:ناﺮﻤﻋ لآ
١٥۹(
Artinya: “…Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”23(QS. Ali Imran : 159)
Dalam pendidikan agama Islam, metode diskusi ini banyak
dipergunakan dalam bidang syari’ah dan akhlak. Sedangkan masalah
keimanan (aqidah) kurang sesuai apabila metode ini digunakan.
d. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah metode mengajar dengan cara
murid diberi tugas khusus oleh guru di luar jam pelajaran.
Dalam pelaksanaan metode ini anak-anak dapat mengerjakan
tugasnya di mana saja seperti di rumah, di perpustakaan, di
laboratorium, di ruang praktikum untuk dipertanggung jawabkan
kepada guru di kelas.
Dalam pendidikan agama Islam metode ini dipergunakan dalam
hal yang bersifat praktis. Misalnya, menjelang hari raya, mereka diberi
tugas untuk mengumpulkan zakat fitrah (sebagai amil). Setelah selesai
mereka harus mempertanggung jawabkan tugasnya dengan membuat
laporan kepada guru.
23
e. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah suatu metode mengajar dengan cara
seorang guru atau orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri
memperlihatkan pada seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu
kaifiyah melakukan sesuatu, misalnya cara mengambil wudhu, cara
mengerjakan salat jenazah dan sebagainya.
Di dalam pendidikan agama Islam metode demonstrasi banyak
digunakan terutama dalam menerangkan tentang cara mengerjakan
suatu ibadah, misalnya shalat, haji, tayamum, dan sebagainya.
f. Metode Latihan
Metode latihan adalah suatu metode dalam pendidikan dan
pengajaran dengan jalan melatih anak-anak terhadap bahan pelajaran
yang sudah diberikan.
Metode latihan biasanya digunakan dalam pelajaran-pelajaran
yang bersifat motoris seperti pelajaran menulis, pelajaran bahasa dan
pelajaran keterampilan, dan pelajaran-pelajaran yang bersifat
kecakapan mental dalam arti melatih anak-anak berpikir cepat.
Dalam pendidikan agama Islam, metode ini sering dipakai
untuk melatih ulangan pelajaran al-Qur’an dan praktek ibadah.
g. Metode Dramatisasi
Metode dramatisasi adalah suatu metode mengajar dengan cara
siswa memerankan atau mendramakan sesuatu dalam hubungannya
dengan kehidupan
Metode ini digunakan dalam pendidikan agama Islam, terutama
dalam bidang akhlak dan sejarah Islam. Dengan metode ini anak-anak
akan lebih bisa menghayati tentang pelajaran yang diberikan, misalnya
dalam menerangkan sikap seseorang muslim terhadap fakir miskin
atau dalam merekonstruksikan peristiwa sejarah Islam, umpamanya
tentang peristiwa awal mulanya Umar bin Khattab memeluk agama
Menurut penulis agama Islam sangatlah mementingkan pendidikan
kebiasaan, dengan pembiasaan itulah diharapkan peserta didik
mengamalkan ajaran agamanya secara berkelanjutan. Beberapa metode
pengajaran dalam Pendidikan Agama Islam diatas, yang perlu untuk
dipilih dan lebih banyak digunakan dalam pembiasaan antara lain: metode
latihan (Drill), metode pemberian tugas, metode demonstrasi dan metode
eksperimen.
B. Akhlak Karimah
1. Pengertian Akhlak Karimah
Kata akhlak secara etimologi (lughatan) adalah bentuk jamak dari
khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.24Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata “akhlak memiliki arti yang sama
dengan budi pekerti, watak, dan tabi’at.25
Sinonim dari budi pekerti adalah etika dan moral. Etika berasal dari
bahasa Itali ‘etos’ yang berarti kebiasaan, dan moral juga berasal dari bahasa
Latin ’mores’ yang berarti kebiasaan.26
Adapun pengertian akhlak secara terminologi menurut Ibnu
Miskawaih dalam bukunyaTahdzibu al-Akhlak wa That-hirul A’raqialah:
َﻌْـﻓَأ ﺎََﳍ ٌﺔَﻴِﻋاَد ِﺲْﻔﱠـﻨﻠِﻟ ٌلﺎَﺣ : ﻖﻠﳋا
ٍﺔَﻳِوُرَوٍﺮْﻜِﻓِْﲑَﻏ ْﻦِﻣ ﺎََﳍﺎ
Artinya: “Akhlak itu adalah keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”27
Sedangkan al-Ghazali dalam bukunya Ihya ‘Ulumuddin
menyatakan :
24
Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-I’lam,(Beirut: Dar al-Masyriq, 1989), Cet. XXVIII, h. 164
25
Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta: Pusat Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa Indonesia. PN. Balai Pustaka, 1985), h. 8.
26
Rahmat Djatmika,Sistem Etika Islami,(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), h. 26.
27
ٍﺔَﻟْﻮُﻬُﺴِﺑ ُلﺎَﻌْـﻓَﻷاُرُﺪْﺼَﺗﺎَﻬْـﻨَﻋ ٍﺔَﺨَﺳاَر ِﺲْﻔﱠـﻨﻟا ِﰱ ٍﺔَﺌْﻴَﻫ ْﻦَﻋ ٌةَرﺎَﺒِﻋ ُﻖُﻠُْﳋﺎَﻓ
ٍﺮْﺴُﻳَو
ٍﺔَﻳِوُرَو ٍﺮْﻜَﻓ َﱃِإ ٍﺔَﺟﺎَﺣِْﲑَﻏ ْﻦِﻣ
Artinya: “Akhlak Adalah suatu sikap (hay’ah) yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”28
Dari keterangan diatas, jelaslah bahwa akhlak itu harus bersifat
konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan
pertimbangan serta dorongan dari luar.29
Akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang
mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga norma yang
mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam
semesta sekalipun.30
Baik kata akhlak atau khuluq kedua-duanya dijumpai pemakaiannya
di dalam al-Qur’an maupun Hadits sebagai mana terlihat di dalam ayat dan
hadits berikut ini:
َﻚﱠﻧِإَو
ﻠَﻌَﻟ
َﻰ
ٍﻖُﻠُﺧ
ٍﻢﻴِﻈَﻋ
ا)
ﻢﻠﻘﻟ
/
٦٨
:
٤
(
Artinya: “Dan sesunguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(Q.S. al-Qalam/68 : 4)
ُﻞَﻤْﻛأ
َْﲔِﻨِﻣْﺆُﳌا
ﺎًﻧﺎَْﳝِإ
ْﻢُﻬُـﻨَﺴْﺣَأ
ﺎًﻘُﻠُﺧ
)
ﻩاور
ـﻣﱰﻟا
ﺬ
ى
(
Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna budi pekerti.”(H.R. Turmuzi)
28
Abu Hamid Muhammad al-Ghazali,Ihya’ ‘Ulum ad-Din, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1989), jilid III, h. 58
29
Yunahar Ilyas,Kuliah Akhlak,(Yogyakarta: LPPI, 1999), Cet. I, h. 8
30
al-Ghazali memberikan definisiakhlaksebagai berikut:
ٌةَرﺎَﺒِﻋ
ْﻦَﻋ
ٍﺔَﺌْﻴَﻫ
ِﰲ
ِﺲْﻔﱠـﻨﻟا
ٌﺔَﺨِﺳاَر
,ﺎَﻬْـﻨَﻋ
ُرُﺪْﺼَﺗ
َلﺎَﻌْـﻓَﻷا
ْﻮُﻬُﺴِﺑ
ٍﺔَﻟ
ٍﺮْﺴُﻳَو
ْﻦِﻣ
ٍﺔَﺟﺎَﺣِْﲑَﻏ
َﱃِإ
ٍﺮْﻜِﻓ
ٍﺔﱠﻳِوَرَو
,ْنِﺈَﻓ
ْﺖَﻧﺎَﻛ
ُﺔَﺌْﻴَﳍا
ُﺚْﻴَِﲝ
ُرُﺪْﺼَﺗ
ﺎَﻬْـﻨَﻋ
ُلﺎَﻌْـﻓَﻷا
ُﺔَﻠْـﻴِﻤَﳉا
ُةَﺪُﻤْﺤَﳌا
ًﻼْﻘَﻋ
ﺎًﻋْﺮَﺷَو
ْﺖَﻴُِﲰ
َﻚْﻠِﺗ
ُﺔَﺌْﻴَﳍا
َوﺎًﻨَﺴَﺣﺎًﻘُﻠُﺧ
ْنِإ
َنﺎَﻛ
ُرِدﺎﱠﺼﻟا
ﺎَﻬْـﻨَﻋ
ُلﺎَﻌْـﻓَﻷا
ُﺔَﺤْﻴِﺒَﻘﻟا
ْﺖَﻴُِﲰ
ُﺔَﺌْﻴَﳍا
ِﱴﱠﻟا
َﻲِﻫ
ُرَﺪْﺼَﳌا
ًﻘْﻠُﺣ
ﺎ
ًﺎﺌْﻴَﺳ
Artinya: “Adalah suatu sikap (hay’ah) yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.”31
Berdasarkan definisi akhlak diatas, maka akhlak yang mulia ( al-Akhlak al-Karimah/al-Mahmudah), yaitu kondisi kejiwaan seseorang yang
senantiasa berada dalam kontrol ilahiyah yang dapat membawa nilai-nilai
positif dan kondusif bagi kemaslahatan umat. Dengan demikian maka setiap
perbuatan positif yang dilakukan seseorang secara sadar menyangkut
pertanggung jawabannya dengan Tuhan.
2. Sendi-Sendi Akhlak
Dalam wujud pengamalannya, akhlak dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Jika sesuai dengan perintah
Allah SWT dan Rasul-Nya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik,
maka itulah yang dinamakan akhlak tepuji. Sedangkan jika ia sesuai dengan
apa yang dilarang Allah SWT dan Rasul-Nya dan melahirkan
perbuatan-31
perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak tercela.32Berikut penjelasan mengenai kedua akhlak tersebut:
a) Akhlak Terpuji
Mengenai akhlak yang terpuji ada empat sendi yang cukup
mendasar dan menjadi induk seluruh akhlak. al-Ghazali dalam hubungan
ini mengatakan:
…Seperti demikian pula pada batiniah itu ada empat sendi. Tidak boleh tidak, harus bagus semuanya, sehingga sempurnalah kebagusan akhlak. Apabila sendi yang empat itu lurus, betul dan sesuai, niscaya berhasillah kebagusan akhlak. Yaitu: kekuatan ilmu, kekuatan marah, kekuatan nafsu syahwat, dan kekuatan keseimbangan diantara kekuatan yang tiga tersebut.33
Induk-induk akhlak yang baik (ummahat mahasin al-akhlak)
adalah sebagai berikut:
1) Kekuatan ilmu, yaitu kebaikannya terletak pada kekuatan ilmu.
Dengan kekuatan ilmu itu akan mudah untuk mengetahui perbedaan
kondisi jiwa seseorang antara yang jujur dan yang berdusta dalam
perkataan, antara yang benar dan yang bathil dalam beri’tikad dan
diantara yang baik dan yang buruk dalam perbuatan.34 Maka apabila kekuatan ilmu ini baik niscaya akan menuai hikmah dari padanya,
hikmah inilah merupakan pokok dari pada budi pekerti yang baik.
Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT:
ِﰐْﺆُـﻳ
َﺔَﻤْﻜِْﳊا
ﻦَﻣ
ُءﺂَﺸَﻳ
ﻦَﻣَو
َتْﺆُـﻳ
َﺔَﻤْﻜِْﳊا
ْﺪَﻘَـﻓ
َِﰐوُأ
اًﺮْـﻴَﺧ
اًﲑِﺜَﻛ
ُﺮﱠﻛﱠﺬَﻳﺎَﻣَو
ﱠﻻِإ
اﻮُﻟْوُأ
ِبﺎَﺒْﻟَﻷْا
)
: ةﺮﻘﺒﻟا
۲٦٩
(
Artinya: “Barang siapa yang dianugrahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia banyak.” (Q.S. al-Baqarah: 269)
32
Dewan Redaksi, Ensiklopedi al-Qur’an Dunia Islam Modern,(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2002), h. 135
33
Imam al-Ghazali,Ihya’ ‘Ulumiddin(Terj). (Semarang: CV. Asy Syifa’ 2003), jilid. V, h. 53
34
2) Kekuatan marah wujudnya adalah syaja’ah (keberanian), maka
kebaikannya berada pada keadaan jiwa yang dapat menundukkan
amarah untuk patuh kepada akal pada waktu dilahirkan atau
dikekang.
3) Kekuatan nafsu syahwat wujudnya adalah ‘iffah (perwira),
kebaikannya ketika syahwat dalam keadaan terdidik oleh akal dan
syariat agama atau (situasi jiwa yang mampu menertibkan nafsu atas
dasar pertimbangan akal dan syariat agama.
4) Kekuatan keseimbangan diantara kekuatan yang tiga diatas wujudnya
ialah adil, yaitu kondisi jiwa yang dapat mengendalikan amarah dan
syahwat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh akal dan syara’,
posisi akal disini diumpamakan seperti orang yang memberikan
nasehat dan menunjukkan jalan, kekuatan keadilan itu merupakan
suatu kekuasaan. Perumpamaannya seperti anjing buruan yang
memerlukan pendidikan, sehingga lari dan berhentinya itu menurut
isyarat. Tidak menurut kehebatan nafsu syahwatnya sendiri. Nafsu
syahwat itu perumpamaannya seperti kuda yang dinaiki untuk
mencari buruan, sekali waktu kuda itu terlatih dan terdidik dan sekali
waktu kuda itu tidak patuh pada majikannya.35
Dengan demikian, maka pokok-pokok akhlak dan dasar-dasarnya
itu ada empat, yaitu: hikmah, keberanian, menjaga kehormatan diri dan
keadilan. Yang dimaksud hikmah adalah suatu keadaan jiwa yang dapat
dipergunakan untuk mengatur marah dan nafsu syahwat dan
mendorongnya menurut kehendak hikmah.36
Yang dimaksudkan dengan keberanian adalah kekuatan sifat
kemarahan itu dapat ditundukkan. Adapun menjaga kehormatan diri
adalah mendidik kekuatan syahwat dengan didikan akal dan syara’.
35
Imam al-Ghazali,Ihya’ ‘Ulumiddin(Terj). (Semarang: CV. Asy Syifa, 2003), jilid. V, h. 110-111.
36
Maka apabila keempat pokok ini lurus sesuai dengan akal dan
syara’ akan memunculkan budi pekerti yang baik. Karena dari lurusnya
kekuatan akal bisa menghasilkan penalaran yang baik, sehat, kejernihan
hati, kecerdasan berfikir, kebenaran dugaan, kecerdasan berfikir terhadap
perbuatan-perbuatan yang halus dan bahaya-bahaya jiwaa yang
tersembunyi.
Dari penggunaan akal yang berlebih-lebihan akan menimbulkan
sifat cerdik, jahat, suka menipu, mengicuh dan panjang akal, jika
berkurangnya akal akan menimbulakn kebodohan, tidak punya
kepandaian, dungu dan gila. Yang dimaksudkan dengan tidak punya
kepandaian adalah karena sedikitnya pengalaman dalam segala urusan,
kadang-kadang manusia itu tidak pengalaman dalam satu urusan dan
tidak pada urusan lain. Perbedaan antara dungu dan gila yaitu bilamana
orang yang dungu bermaksudnya benar, tetapi dalam menempuh
kebenarannya itu dengan jalan salah. Maka tidak ada satu pemikiran pun
yang benar dalam menempuh jalan untuk bisa menyampaikan pada apa
yang dimaksudkannya. Adapun gila, yaitu orang yang memilih apa yang
tidak seharusnya ia pilih.
Dari empat sendi akhlak terpuji itu, akan lahirlah suatu
perbuatan-perbuatan baik seperti jujur, suka memberi kepada sesama, berani dalam
kebenaran, menghormati orang lain, sabar, malu, pemurah, memelihara
rahasia, qana’ah (menerima hasil usaha dengan senang hati), menjaga
diri dari hal-hal yang haram dan sebagainya.
Di dalam agama Islam, hal-hal yang terpuji ini betul-betul
mendapat perhatian yang istimewa, sehingga dapat disimpulkan bahwa
Islam itu berisi akhlak terpuji saja, sebagaimana sabda Nabi SAW:
ِإ ﱠن
َﷲا
َﺺَﻠْﺤَﺘْﺳإ
اَﺬَﻫ
َﻦْﻳﱢﺪﻟا
ِﻪِﺴْﻔَـﻨِﻟ
َو َﻻ
ُﻪُﻠْﺴَﻳ
ْﻳِﺪِﺑ
ِﻨ
ْﻢُﻜ
ﱠﻻِإ
ُءﺎَﺨﱠﺴﻟا
)
ﻩاور
ﲎﻄﻗراﺪﻟا
ﻦﻋ
Artinya: “Sesungguhnya Allah Ta’ala menerima dengan ikhlas agama ini (agama Islam) bagi dirinya. Dan tidak patut bagi agamamu selain kemurahan hati dan kebagusan budi. Dari itu ketauhilah! Maka hiasilah agamamu dengan keduanya.” (H.R. Ad-Duruqutni dari Abi Sa’id al-Khudri)
Sabda Nabi yang lain:
ﱠنِإ
َﷲا
ﱠﻖَﺣ
َمَﻼﺳِﻹا
ِقَﻼْﺧَﻷﺎﺑ
ِﺔَﻨَﺴَﳊاَو
ِلﺎَﻤْﻋَﻷاو
ِتَﺎﳊﺎﱠﺼﻟا
Artinya: “Bahwasanya Allah telah menyelubungi Islam dengan budi-budi mulia dan dengan amal-amal yang baik.”
Selanjutnya kebahagiaan yang abadi pun hanya akan dapat dicapai
atau diraih dengan akhlak yang baik, sabda Nabi mengenai hal itu:
ىِﺬﱠﻟاَو
ﻰ ِﺴْﻔَـﻧ
ِﻩِﺪَﻴِﺑ
,
َﻻ
ُﻞُﺧْﺪَﻳ
َﺔﱠﻨَﳉا
ﱠﻻإ
ُﻦْﺴُﺣ
ِﻖُﻠُﳋا
Artinya: “Demi Tuhan yang diriku ditangan-Nya, tiada masuk surga melainkan orang yang baik akhlak tinggi budi.”37
b) Akhlak Tercela
Pembahasan selanjutnya ialah akhlak yang tercela, untuk akhlak ini
pun ada sendi-sendi yang patut diketahui, yang menjadi sumber
timbulnya perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Sendi-sendi akhlak yang
tercela tersebut merupakan kebalikan dari sendi-sendi akhlak yang
terpuji, yaitu:
1) Khubtsan wa Jarbazah (pura-pura bodoh) danbalhan (bodoh), yaitu
keadaan jiwa yang terlalu pintar sehingga tidak bisa menentukan
mana yang benar dan mana yang salah atau berpura-pura bodoh/tidak
tahu dalam urusanikhtiariah.
2) Tahawwur (sembrono atau berani tapi tanpa perhitungan dan
pemikiran), Jubun (penakut) dan khauran (lemah), yaitu kekuatan
amarah yang tidak bisa dikendalikan walaupun sesuai dengan yang
dikehendaki akal.
37
3) Syarhan(rakus) danJumud(beku), yaitu keadaan syahwat yang tidak
terdidik oleh akal dan syariat agama, yang mengakibatkan kebekuan.
4) Zalim, yaitu kekuatan syahwat dan amarah yang tidak terbimbing
oleh hikmah, sekaligus kebalikan dari adil.
Keempat sendi-sendi akhlak tercela ini akan melahirkan berbagai
perbuatan buruk yang di kendalikan oleh hawa nafsu seperti congkak,
riya’, mencaci maki, khianat, dusta, dengki, keji, serakah, ‘ujub,
pemarah, malas, membukakan rahasia orang lain, kikir, dan sebagainya
yang kesemuanya akan mendatangkan mudharat dan kerugian bagi
individu dan masyarakat.
Keadaan akhlak ini adalah pangkal yang menentukan corak hidup
manusia, manusia akan mengetahui mana yang baik dan yang buruk,
dapat membedakan yang patut dan tak patut, yang hak dan yang bathil,
boleh dan tidak boleh untuk dilakukan, meskipun ia kuasa atau mampu
untuk melakukannya. Inilah suatu hal yang khusus untuk manusia.
Lain halnya bagi hewan, dalam dunia hewan tidak ada pekerjaan
yang baik dan buruk atau patut dan tak patut. Manusia dengan kelebihan
akalnya dapat mengerti dan menginsyafi dirinya sendiri dan segala
perbuatan yang baik sebelum maupun sesudah ia lakukan sehingga ia
dapat dimintai pertanggung jawaban atas segala tindakannya. Akal pada
manusia inilah yang mewujudkan adanya akhlak, yang sekaligus
merupakan faktor utama pembeda antara hewan dan manusia. Dengan
demikian akal adalah sesuatu yang istimewa pada manusia yang amat
berperan bagi pembinaan akhlak.
Dalam kaitannya dengan besarnya keistimewaan akal itu,
al-Ghazali mengatakan:
manusia itu akan menggagahinya lantaran keistimewaan manusia memperoleh helah dan daya upaya.”38
Pendapat al-Ghazali tersebut di atas menunjukkan bahwa manusia
mempunyai kelebihan dari hewan karena akalnya, yang kemudian karena
akhlaknya. Jika tanpa akhlak, manusia akan lebih buas dan lebih jahat
daripada hewan, kehidupannya akan kacau. Seperti di ketahui akhlak
adalah suatu ukuran tentang segala perbuatan manusia yang baik maupun
yang buruk untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dalam segala
lingkungan pergaulan. Sekalipun rasa moral yang mendasari akhlak itu
merupakan naluri yang dibawa manusia sejak lahir, namun tidak jarang
setelah ia melihat kenyataan dalam kehidupan, manusia menjadi bimbang
untuk memilih yang baik, hal mana memerlukan petunjuk wahyu.
3. Muara Akhlak
Al-Qur’an dan al-Hadits mendasari seluruh ajaran al-Ghazali dan
menjadi sumber utama inspirasi dari nilai-nilai pribadi dan sikap dalam
kehidupannya, begitu juga mengenai konsep akhlak yang dikemukakan
beliau.39
Berbicara mengenai akhlak tidak akan terlepas dari sendi-sendi akhlak
sebagaimana telah dikemukakan diatas yaitu akhlak mulia dan akhlak
tercela, Baik Akhlak mulia ataupun akhlak tercela tersebut tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Adapun akhlak yang dipandang tinggi
nilainya dan dicita-citakan oleh segenap lapisan masyarakat adalah akhlak
mulia.
Akhlak selalu merujuk kepada keadaan atau suasana jiwa seseorang.
Bila seseorang melakukan suatu perbuatan, bukan hasil atau perbuatannya
yang dilihat melainkan suasana kejiwaannya, tetapi bagaimana mungkin
38
Moh. Ardani, Nilai-Nilai Akhlak/Budi Pekerti Dalam Ibadat, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001), Cet. I, h. 58.
39
Ali Issa Othman,Manusia Menurut al-Ghazali,(terj.), Anas Mahyuddin dari judul asli
keadaan jiwa seseorang itu bisa diketahui. Kejiwaan seseorang bisa dilihat
dari segi sikap atau kesungguhannya, karena dalam akhlak (akhlak mulia)
yang didasari sifat ke-Tuhan-an tidak akan bersikap hipokrit dan
kepura-puraan. Akhlak mestilah dilakukan tanpa rekayasa yang benar-benar muncul
dari dalam diri seseorang. Oleh karena itu persoalan akhlak merupakan
persoalan batin seseorang yang tidak mudah untuk ditebak.40
Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa al-Khalqu (ciptaan, makhluk)
dan al-Khuluqu (budi pekerti) itu adalah dua ibarat yang dipergunakan
bersama-sama. Seperti diucapkan bahwa Fulan itu bagus tingkah laku atau
perangainya. Yang dimaksud al-Khalqu adalah tingkah laku lahiriyah dan
yang dimaksudkan denganal-Khuluquadalah tingkah laku batiniyah. Karena
manusia terdiri dari jasad yang dapat dilihat oleh mata dan dari ruh serta jiwa
yang dapat dilihat dengan penglihatan hati. Masing-masing dari keduanya
mempunyai eksistensi dan bentuk, ada kalanya buruk dan ada kalanya baik.
Adapun jiwa yang dapat dilihat dengan penglihatan hati itu lebih besar
tingkatannya dari pada jasad yang dapat dilihat dengan mata.41
Karena ruh(roh atau jiwa) menunjukan kelembutan Ilahi, dan seperti
halnya Si “hati”, ia juga berada di dalam hati badaniah roh di masukkan ke
dalam tubuh melalui “saringan yang halus”. Pengaruhnya terhadap tubuh
ialah seperti lilin di dalam kamar. Tanpa meninggalkan tempatnya,
cahayanya memancarkan sinar kehidupan bagi seluruh tubuh.
Pada dasarnya, roh merupakan lathifah dan oleh karenanya ia
merupakan suatu unsur Ilahi. Sebagai sesuatu yang halus, ia merupakan
kelengkapan pengetahuan yang tertinggi dari manusia, yang
bertanggungjawab terhadap sinar dari penglihatan yang murni, apabila
manusia bebas seluruhnya dari kesadaran fenomenal.42
40
http: //www. Mubarok. Institute. Blogspot. com
41
Imam al-Ghazali,c,(Terj). (Semarang: CV. Asy Syifa’ 2003), Jilid. ke-5. h. 107-108
42
Ali Issa Othman,Manusia Menurut al-Ghazali,(terj.), Anas Mahyuddin dari judul asli
Allah mengagungkan urusan jiwa dengan disandarkan kepada-Nya.
Allah berfirman:
اَذِﺈَﻓ
ُﻪُﺘْـﻳﱠﻮَﺳ
ُﺖْﺨَﻔَـﻧَو
ِﻪﻴِﻓ
ﻦِﻣ
ﻲِﺣوﱡر
اﻮُﻌَﻘَـﻓ
ُﻪَﻟ
َﻦﻳِﺪِﺟﺎَﺳ
)
ص
/
۳٨
:
٧٢
(
Artinya:
“Sesungguhnya Aku menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan kepadanya ruh ciptaan-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan sujud kepadanya.”(Q.S. Shaad/38 : 71-72)
Berdasarkan ayat diatas, al-Ghazali menyatakan bahwa manusia
mempunyai dua unsur: yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani berupa
tubuh yang dihubungkan atau disandarkan dengan tanah (thin), sedangkan
unsur Ruhani berupa jiwa dihubungkan dengan Allah SWT.43
Yang dimaksudkan dengan ruh dan jiwa pada tempat ini adalah satu.
Makaal-Khuluqu (budi pekerti) itu suatu ibarat tentang keadaan dalam jiwa
yang menetap di dalamnya. Dari keadaan dalam jiwa itu muncul perbuatan-perbuatan dengan mud