• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Status Gizi Dan Kasus Gigi Berjejal Pada Murid Smp Kecamatan Medan Baru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Status Gizi Dan Kasus Gigi Berjejal Pada Murid Smp Kecamatan Medan Baru"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN STATUS GIZI DAN KASUS

GIGI BERJEJAL PADA MURID

SMP KECAMATAN

MEDAN BARU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

NOVITA ZEIN HARAHAP 110600069

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ortodonsia

Tahun 2015

Novita Zein Harahap

Gambaran Status Gizi dan Kasus Gigi Berjejal pada Murid SMP Kecamatan Medan Baru.

xi+56 halaman

Gizi adalah kumpulan zat biokimia yang umumnya berasal dari makanan dan digunakan untuk proses menghasilkan energi, pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan tubuh.Status gizi secara umum berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta khususnya pada pertumbuhan dan perkembangan gigi dan mulut. Menurut penelitian, status gizi yang kurang baik akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan gigi dan mulut, salah satunya mempengaruhi terjadinya susunan gigi yang berjejal. Pada penelitian ini, status gizi sampel diperoleh dari pemeriksaan secara langsung yaitu metode antropometri dengan standar Body

Mass Index (BMI). Data BMI diperoleh dari pengukuran tinggi badan dan berat

badan, selanjutnya dilakukan perhitungan dengan rumus BMI, dan kemudian diklasifikasikan menggunakan grafik BMI for age CDC 2000. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran antara status gizi dan kasus gigi berjejal pada murid SMP di Kecamatan Medan Baru berdasarkan pengukuran BMI.

Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan metode pendekatan cross

sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 180 orang, berusia 12-15 tahun, dan

merupakan murid SMP dari 4 sekolah yang berada di Kecamatan Medan Baru (SMP Nurul Hasanah, SMP Negeri 10 Medan, SMP Swasta Al Bukhari Muslim, dan SMP Swasta Nasrani 1).

(3)

SMP di Kecamatan Medan Baru, kasus gigi berjejal dialami oleh semua kategori status gizi. Kasus gigi berjejal terdapat pada responden dengan kategori status gizi buruk sebanyak 6,7%, normal sebanyak 76,4%, gizi berlebih sebanyak 11,2%, dan obesitas sebanyak 5,6%.

(4)

GAMBARAN STATUS GIZI DAN KASUS

GIGI BERJEJAL PADA MURID

SMP KECAMATAN

MEDAN BARU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

NOVITA ZEIN HARAHAP 110600069

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 25 Maret 2015

Pembimbing: Tanda tangan

1. Erliera, drg., Sp.Ort ... NIP: 198001132008122003

(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi pada tanggal 25 Maret 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Erliera, drg., Sp.Ort

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Berbagai perjuangan yang dilakukan selama proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan doa dari orang-orang terkasih. Teristimewa untuk kedua orang tua terkasih Darwin Zein Harahap, S.Sos dan Dra Herawaty, penulis mengucapkan terimakasih atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis untuk terus berjuang menyelesaikan skripsi ini.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K)., selaku Ketua Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Erliera, drg., Sp. Ort., selaku dosen pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran serta memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Rika Mayasari A, drg., M.Kes., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran serta memberikan bimbingan, dukungan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Muslim Yusuf, drg., Sp. Ort (K)., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan yang membangun kepada penulis.

(8)

7. Drs. Marwan Zogi selaku Kepala Sekolah SMP Nurul Hasanah, Mariun Malau, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Nasrani 1 Medan, Drs. H. Rajo Batubara, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 10 Medan, dan Drs. Kodirun Sinaga selaku Kepala Sekolah SMP Al-Bukhari Muslim yang telah memberikan izin dan membantu pelaksanaan penelitian ini.

8. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara terutama staf pengajar dan pegawai di Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas bantuan yang diberikan kepada penulis.

9. Muhammad Kennedy Tarigan, S.IP, M.Si. untuk doa dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabat tersayang, Meithyra Melviana Simatupang, S.KM, Elia Maya Tarigan, S.Kom, Febryan Malinton Purba, S.Ds, dan Muhammad Adi Putra Harahap atas doa, bantuan, dan dukungan semangatnya.

11. Sahabat-sahabat seperjuangan, Aida Violiny, Raeesa Shafiqa, Deasy Faradita Putri, Cut Nirza Amanda, Augina Era Pangestika, Hafizah, Monica Nindia, Ulfa Fitria A, Yunishara Pratiwi, dan Elfiza Fetrianis atas doa, bantuan, dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

12. Teman-teman yang mendukung dalam terlaksananya penelitian ini, Agnes, Palma, Indah, Ayesha, Febrina, Lulu, dan Monica.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya departemen ortodonti dan masyarakat.

Medan, Maret 2015 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nutrisi ... 5

2.2.2 Penilaian Status Gizi Menurut KEMENKES RI ... 14

2.2.3 Penilaian Status Gizi Menurut IDAI ... 15

2.3 Perkembangan Gigi Anak ... 19

2.3.1 Perkembangan Gigi di Dalam Kandungan ... 19

2.3.2 Perkembangan Gigi Desidui ... 20

2.3.3 Masa Gigi Bercampur ... 22

(10)

2.4 Gigi Berjejal... 25

2.5 Kerangka Teori ... 29

2.6 Kerangka Konsep... 30

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 31

3.4 Variabel dan Definisi Operasional... 34

3.4.1 Variabel Independen ... 34

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Sampel ... 42

4.2 Prevalensi Status Gizi (IMT) ... 43

4.2.1 Distribusi Status Gizi (IMT) Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

4.2.2 Distribusi Status Gizi (IMT) Berdasarkan Usia... 44

4.3 Prevalensi Kasus Gigi Berjejal ... 45

4.3.1 Prevalensi Kasus Gigi Berjejal Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

4.3.2 Prevalensi Kasus Gigi Berjejal Berdasarkan Usia ... 46

4.4 Gambaran Status Gizi (IMT) dengan Kasus Gigi Berjejal ... 46

BAB 5 PEMBAHASAN ... 47

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 50

6.2 Saran ... 50

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kelompok vitamin yang larut dalam lemak ... 7

2. Kelompok vitamin yang larut dalam air ... 8

3. Defisiensi nutrisi dan perkembangan gigi ... 10

4. Waktu kalsifikasi dan erupsi gigi desidui ... 20

5. Kronologi perkembangan gigi permanen (rahang atas) ... 24

6. Kronologi perkembangan gigi permanen (rahang bawah) ... 25

7. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan usia ... 43

8. Kategori status gizi (IMT) responden ... 43

9. Kategori status gizi (IMT) responden berdasarkan jenis kelamin ... 44

10. Kategori status gizi (IMT) responden berdasarkan usia ... 44

11. Prevalensi kasus gigi berjejal pada responden ... 45

12. Prevalensi kasus gigi berjejal berdasarkan jenis kelamin ... 45

13. Prevalensi kasus gigi berjejal berdasarkan usia ... 46

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Grafik pertumbuhan CDC 2000 untuk BMI for age pada anak laki-laki

usia 2-20 tahun ... 17

2. Grafik pertumbuhan CDC 2000 untuk BMI for age pada anak perem- puan usia 2-20 tahun ... 18

3. Spacing pada gigi desidui ... 21

4. Primate space ... 21

5. Penurunan tingkatan overjet dan overbite ... 21

6. (A) Hubungan molar flush terminal plane, (B) Hubungan molar mesial step, dan (C) Hubungan molar distal step ... 22

7. Erupsi gigi premolar ... 23

8. Alat Penelitian ... 38

9. Pengukuran tinggi badan dan berat badan ... 40

10. Foto gigi berjejal dengan menggunakan cheeck retractor ... 40

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar penjelasan subjek/orangtua calon subjek penelitian 2. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent)

3. Lembar pemeriksaan hubungan status gizi dengan kasus gigi berjejal pada murid SMP Kecamatan Medan Baru

4. Surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Medan

5. Surat persetujuan komite etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan 6. Surat keterangan izin peneltian dari Kepala Sekolah SMP Nurul Hasanah, SMP

Nasrani 1 Medan, SMP Negeri 10 Medan, dan SMP Al-Bukhari Muslim 7. Surat keterangan peneltian dari Kepala Sekolah SMP Nurul Hasanah, SMP

Nasrani 1 Medan, SMP Negeri 10 Medan, dan SMP Al-Bukhari Muslim 8. Data hasil penelitian

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Maloklusi merupakan keadaan yang menyimpang dari oklusi normal, meliputi ketidakteraturan gigi-geligi dalam lengkung rahang.1 Di Indonesia, prevalensi mal-oklusi mencapai 80% dan menduduki urutan ketiga setelah karies serta penyakit periodontal. Hal ini cukup memprihatinkan karena walaupun maloklusi bukan merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme, bakteri, maupun virus tetapi kelainan ini dapat mengganggu keadaan rongga mulut.2 Maloklusi dapat menyebabkan gangguan pada fungsi pengunyahan, gangguan fungsi bicara, meng-ganggu estetis wajah, bahkan dapat memicu terjadinya penyakit. Salah satu kondisi maloklusi yang dapat memicu terjadinya penyakit gigi dan periodontal adalah keadaan susunan gigi-geligi yang berjejal.3

Gigi berjejal (dental crowding) merupakan kasus ortodonti yang paling sering terjadi bahkan hampir 2/3 dari populasi manusia mengalami kondisi ini.4 Gigi berjejaldidefinisikan sebagai suatu keadaan ketidakseimbangan antara ruangan yang dibutuhkan gigi-geligi dengan ruangan yang tersedia pada lengkung rahang sehingga gigi-geligi akan saling bertimpa dan mengalami rotasi.5Diagnosa crowding pada gigi permanen dapat ditentukan pada usia sekitar 12–14 tahun karena pada usia tersebut diperkirakan gigi permanen telah tumbuh lengkap sejumlah 28 gigi sampai pada gigi molar kedua di masing-masing kuadran.4

(15)

Selain faktor yang disebutkan diatas, faktor gizi juga diduga dapat mempengaruhi terjadinya kasus gigi berjejal. Gizi adalah kumpulan zat biokimia yang dihasilkan oleh beberapa sumber, yang umumnya berasal dari makanan dan digunakan untuk proses menghasilkan energi, pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan tubuh.8Kecukupan gizi individu untuk tumbuh dan berkembang dapat dicapai dengan mengkonsumsi makanan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman.Penilaian kecukupan gizi seorang anak biasanya diukur melalui skala status gizi.9

Status gizi secara umum berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta khususnya pada pertumbuhan dan perkembangan gigi dan mulut. Awal perkembangan gigi telah dimulai sejak 6 minggu usia kehamilan. Pada gigi susu, kalsifikasi dimulai pada sekitar 12 minggu usia kehamilan dan gigi susu pertama sekali erupsi pada bayi berumur 6 sampai 7 bulan. Sedangkan pada gigi permanen, kalsifikasi dimulai pada bulan ke-3 sampai ke-4 usia kehamilan dan gigi permanen pertama sekali erupsi pada anak berumur 6 sampai 7 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan gigi dan mulut seorang anak secara optimal akan tercapai apabila kebutuhan gizi terpenuhi dengan baik.4,8

Menurut beberapa penelitian, status gizi yang kurang baik akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan gigi dan mulut seperti, terjadinya malformasi gigi, tingginya prevalensi karies, mudahnya terjadi cedera pada jaringan lunak, maloklusi pada gigi, terhambatnya perkembangan tulang wajah dan rahang, serta terdapatnya susunan gigi yang berjejal.10-12Thomaz dkk., melakukan penelitian tentang hubungan malnutrisi dengan kasus gigi berjejal pada gigi desidui pada sampel 794 anak, dengan landasan pengukuran status gizi secara antropometri yaitu membagikan antara berat badan dan usia anak (Weight/Age). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara rendahnya status gizi anak secara antropometri dengan banyaknya kasus gigi berjejal pada gigi desidui.11

(16)

berjejal pada murid SMP di Kecamatan Medan Baru. Penelitian dilakukan pada murid SMP yang berusia 12-14 tahun karena telah memiliki gigi permanen lengkap (sampai dengan M2), sehingga memungkinkan dilakukan pemeriksaan secara homogen. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Baru karena wilayah kecamatan ini terletak pada daerah pusat kota dan pinggiran kota sehingga diharapkan dapat mewakili keanekaragaman status gizi anak dengan berbagai tingkat ekonomi. Selain itu, kemungkinan besar sampel yang digunakan akan lebih majemuk karena Kecamatan Medan baru tergolong kecamatan yang padat penduduk dengan perbandingan luas wilayah 5,41 km2 dan jumlah penduduk 39.516 jiwa.13

1.2Permasalahan

Bagaimana gambaran status gizi dankasus gigi berjejal pada murid SMP di Kecamatan Medan Baru?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran status gizi dankasus gigi berjejal pada murid SMP di Kecamatan Medan Baru.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui prevalensi status gizi pada murid SMP di Kecamatan Medan Baru.

2. Untuk mengetahui prevalensi kasus gigi berjejal pada murid SMP di Kecamatan Medan Baru.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

(17)

2. Sebagai bahan perkembangan informasi untuk pengembangan Ilmu Kedokteran Gigi mengenai gambaran status gizi dan kasus gigi berjejal,khususnya dalam bidang Ortodonti.

1.4.2 Manfaat Praktis

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nutrisi

Makanan merupakan gabungan dari beberapa unsur kimia dan beberapa unsur yang terkandung dalam makanan tersebut merupakan kebutuhan penting untuk organ tubuh. Unsur-unsur kimia yang diperlukan oleh tubuh tersebut dinamakan sebagai nutrisi.8 Nutrisi adalah kumpulan zat biokimia yang dihasilkan oleh beberapa sumber, yang umumnya berasal dari makanan.8,14 Nutrisi diperlukan untuk proses pertum-buhan dan perkembangan tubuh secara optimal, menjaga kondisi sel dan jaringan tubuh, sebagai penghasil energi untuk melakukan aktivitas fisik dan metabolisme, dan untuk mendukung proses regulasi tubuh setiap harinya.14,15 Nutrisi digolongkan penting untuk dikonsumsi apabila memenuhi 3 keadaan, yaitu:14

1. Apabila suatu nutrisi dikurangi porsinya, maka akan mengakibatkan penurunan fungsi organ tubuh, misalnya fungsi sistem saraf.

2. Apabila suatu nutrisi yang tadinya dikurangi porsinya, kemudian dikonsumsi kembali sebelum terjadinya gangguan permanen pada sistem organ tubuh, maka dapat mengembalikan fungsi sistem tubuh yang tadinya terganggu menjadi kembali normal.

3. Apabila fungsi spesifik sistem tubuh yang terpengaruh dapat diidentifikasi.

2.1.1 Klasifikasi Nutrisi

Berdasarkan tingkat kebutuhannya, nutrisi dibedakan atas makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien merupakan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang banyak, misalnya: karbohidrat, lemak, protein, dan air. Sedangkan mikronutrien merupakan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit, misalnya: vitamin dan mineral.14

(19)

tubuh, dan nutrisi yang berperan dalam menjaga sistem kerja organ tubuh untuk dapat berfungsi normal. Nutrisi yang berperan dalam menghasilkan energi bagi tubuh, yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Nutrisi yang berperan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh sekaligus pemeliharaan kesehatan tubuh adalah protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Sedangkan nutrisi yang berperan dalam menjaga sistem kerja organ tubuh untuk dapat berfungsi normal, yaitu protein, lemak, vitamin, mineral, dan air.14

2.1.1.1 Karbohidrat

Karbohidrat terdiri atas elemen-elemen karbon, hidrogen, dan oksigen. Karbohidrat merupakan sumber terbesar untuk penghasil energi tubuh, berjumlah sekitar 4 kcal/gram (kcal/gr). Karbohidrat umumnya dibagi atas monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah bentuk yang paling sederhana, sedangkan disakarida biasanya merupakan penyatuan dari 2 monosakarida, dan polisakarida merupakan karbohidrat yang terdiri atas beberapa monosakarida (sekitar 10-1000 atau bahkan lebih).14

2.1.1.2 Lemak

Lemak terdiri atas elemen-elemen karbon dan hidrogen, serta mengandung elemen oksigen yang jumlahnya lebih sedikit daripada yang terkandung dalam karbohidrat. Perbedaan tersebut menyebabkan lemak menghasilkan energi yang lebih besar dari karbohidrat yaitu sekitar 9 kcal/gr.14

2.1.1.3 Protein

(20)

menjadi komponen penting untuk pembentukan darah, membran sel, enzim, dan faktor imun. Protein memproduksi energi sekitar 4 kcal dalam setiap gramnya. 14

2.1.1.4 Vitamin

Vitamin terdiri atas unsur-unsur kimia yang bervariasi dan dapat terdiri atas elemen-elemen karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor, sulfur, dan sebagainya. Vitamin berperan dalam memicu terjadinya reaksi kimia dalam tubuh. Beberapa reaksi kimia yang dipengaruhi oleh vitamin diantaranya adalah proses penghasilan energi dalam karbohidrat, protein, dan lemak untuk tubuh, meskipun vitamin itu sendiri tidak dapat menghasilkan energi. Vitamin terdiri atas 13 macam dan dikelompokkan kedalam 2 kelompok berdasarkan kelarutannya. Klasifikasi vitamin berdasarkan kelarutannya, dibagi atas : 4 jenis vitamin yang larut dalam lemak (yaitu: vitamin A, D, E, dan K) dan 9 jenis vitamin yang larut dalam air (yaitu: vitamin B dan C). 14

Tabel 1. Kelompok Vitamin yang Larut dalam Lemak14

Vitamin Sumber

RDA atau kebutuhan tubuh

Vitamin A Vitamin A : hati, susu, minyak hati

ikan

Provitamin A : sayuran berwarna

merah, oranye, hijau, dan kuning

serta buah jeruk

700-900 µg RAE

Vitamin D Makanan yang diperkaya vitamin D,

susu, minyak ikan

5-10 µg (200-400 IU)

15 µg > 70 yrs (600 IU)

Vitamin E Minyak tumbuhan, biji-bijian,

kacang tanah, produk olahan minyak

15 mg alpha-tocopherol

(21)

Tabel 2. Kelompok Vitamin yang Larut dalam Air14

Vitamin Sumber RDA atau kebutuhan tubuh

Thiamin Babi dan prtoduk olahannya, produk olahan sereal, kacang

tanah, biji-bijian

Laki-laki: 1.2 mg/hari Perempuan: 1.1 mg/hari

Riboflavin Susu, jamur, bayam, biji-bijian

Laki-laki: 1.3 mg/hari Perempuan: 1.1 mg/hari

Niacin Daging, unggas, ikan dan

produk olahannya, roti gandum, hasil konversi triptofan menjadi niacin

Laki-laki: 16 mg NE/hari Perempuan: 14 mg NE/hari

Asam Pantotenat

Dijumpai dalam berbagai jenis makanan

Dewasa: 5 mg/hari

Biotin Dijumpai dalam berbagai jenis makanan

Dewasa: 30 µg/hari

Vitamin B-6 Makanan yang mengandung protein hewani, bayam, kentang, pisang, ikan salmon,

biji bunga matahari

Dewasa usia 19-50 tahun: 1.3 mg/hari

Laki-laki berusia diatas 50 tahun: 1.4 mg/hari Perempuan berusia diatas

50 tahun: 1.3 mg/hari Asam Folat Sayuran hijau, hati, produk

olahan sereal, kacang-kacangan, jeruk

400 µg/hari (Untuk wanita yang sedang mengandung ataupun menyusui maka dibutuhkan asupan yang

lebih banyak) Vitamin B-12 Produk makan hewani,

produk olahan sereal

Dewasa usia 19-50 tahun: 2.4 µg/hari

Dewasa usia 51 keatas membutuhkan jumlah asupan yang sama tetapi direkomendasikan berasal

dari suplemen tambahan Vitamin C Jeruk, strawberi, brokoli,

sayuran hijau

Laki-laki: 90 mg/hari Perempuan: 70 mg/hari

(22)

2.1.1.5 Mineral

Mineral pada umumnya tidak dapat menghasilkan energi, tetapi mineral berperan dalam fungsi kerja sistem saraf, beberapa proses sel, keseimbangan air dalam tubuh, dan sistem struktur pembentuk tubuh (misalnya pembentukan tulang). Beberapa contoh mineral, antara lain: sodium, potassium, klorida, kalsium, fosfor, magnesium, sulfur, zat besi, dan sebagainya. 14

2.1.1.6 Air

Air yang secara kimia disebut H2O terkadang diklasifikasikan kedalam

makronutrien karena dibutuhkan dalam jumlah yang besar dan mengambil peran penting dalam sistem kerja tubuh. Hal tersebut disebabkan oleh karena di dalam tubuh manusia terdiri atas 60% air, sehingga dalam sehari dibutuhkan sekitar 2 liter air atau setara dengan 8 gelas air. Air yang dibutuhkan bukan hanya terkandung dalam bentuk dasar, tetapi dapat juga diperoleh dalam beberapa jenis makanan, misalnya: buah-buahan dan sayur-sayuran. 14

2.1.2 Peran Nutrisi dalam Perkembangan Gigi dan Mulut

(23)

Tabel 3. Defisiensi Nutrisi dan Perkembangan Gigi8

Nutrisi Efek pada jaringan

Protein Erupsi gigi yang terhambat, rentan terhadap karies,

disfungsi kelenjar saliva

Vitamin A Gangguan matriks keratin pada enamel, rentan

mengalami hipoplasia enamel, rentan terhadap karies,

menghambat perkembangan jaringan epitel, disfungsi

morfogenesis gigi

Vitamin D Mengganggu kalsifikasi gigi

Kalsium/Fosfor Mengurangi konsentrasi kalsium dalam tulang dan gigi,

rentan mengalami hipomineralisasi

Asam Askorbat Matriks kolagen pada dentin terganggu, mengakibatkan

perubahan pada pulpa

Fluor/ Zat besi/

Zinc

Rentan mengalami karies

Iodin Erupsi gigi yang terhambat

Magnesium Berisiko mengalami hipoplasia enamel

Menurut beberapa penelitian, terdapat hubungan antara kekurangan nutrisi dengan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tulang wajah dan terdapat hubungan terganggunya pembentukan basis tulang dan rahang. Terdapat pula penelitian menyebutkan bahwa pada anak yang kekurangan nutrisi, cenderung lebih rentan terhadap karies. Sedangkan beberapa penelitian yang dilakukan pada hewan menunjukkan bahwa kekurangan mengkonsumsi protein dan kalori mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan rahang dan gigi.11

2.1.3 Pemenuhan Nutrisi

(24)

Faktor sosial sangat mempengaruhi pemilihan jenis makanan yang dikonsumsi. Pola makan bayi dan anak biasanya tergantung dari pola konsumsi orang tuanya. Sedangkan dengan pertambahan usia dan lingkungan sosial, seseorang yang menginjak masa remaja dan dewasa banyak mengadopsi pola makan lingkungan tempatnya bergaul.

2. Gaya hidup

Faktor lain yang mempengaruhi pemenuhan nutrisi adalah gaya hidup. Pada pola kehidupan modern saat ini, makanan cepat saji cenderung lebih diminati karena lebih praktis dan tidak memelukan waktu lama untuk proses pengolahannya. Biasanya dengan pola kehidupan modern seperti ini, orang lebih mementingkan kuantitas makanan yang dikonsumsi dibandingkan dengan tingkat nutrisi yang dikandung didalamnya.

3. Tradisi/kebudayaan

Salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap pemilihan jenis nutrisi dan pola konsumsi makanan adalah faktor tradisi atau budaya, misalnya: masyarakat Cina memiliki budaya sarapan dengan semangkuk nasi dan secangkir teh, sedangkan masyarakat daerah barat cenderung mengkonsumsi roti atau kentang dengan secangkir jus.

4. Agama/kepercayaan yang dianut

Makanan menjadi bagian terpenting dalam upacara keagamaan, simbol-simbol keagamaan, dan tradisi dalam agama. Masing-masing agama, baik Kristen, Yahudi, Hindu, Buddha, dan Islam, masing-masing memiliki aturan mengenai pola makan yang berbeda-beda. Agama juga mengatur waktu dan tata cara makan seseorang, misalnya pada agama yang menganut pola konsumsi vegetarian, pada suatu keadaan dimana metabolisme tubuh tinggi seperti masa kehamilan, menyusui, dan pertumbuhan, diet vegetarian dianggap berisiko karena dapat menyebabkan defisiensi beberapa zat gizi.

5. Pengetahuan

(25)

pendidikan, pengalaman, serta kehidupan sosial dan politik, misalnya: dalam memberikan ASI, ibu yang tidak tahu betapa pentingnya nutrisi yang terkandung dalam ASI akan lebih cenderung memilih memberikan susu formula karena menganggap proses pemberian ASI yang cenderung tidak praktis dan memakan waktu.

2.2 Status Gizi

Pemenuhan nutrisi seorang anak biasanya diukur melalui skala status gizi.18 Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Status gizi merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi.19 Status gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai kematangan yang optimal.20

Secara umum status gizi seseorang dapat dinilai dengan pengukuran melalui metode langsung dan tidak langsung. Metode pengukuran secara langsung dilakukan dengan penilaian antropometri, pemeriksaan klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan metode pengukuran secara tidak langsung dilakukan melalui survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.21

2.2.1 Penilaian Status Gizi

Secara umum, penilaian status gizi dilakukan melalui dua metode, yaitu:21-23 1. Penilaian status gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu:

a. Antropometri

(26)

fisik yaitu tinggi badan, berat badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkaran kepala, lipatan kulit, lingkaran lengan atas, panjang lengan (arm span), proporsi tubuh, panjang tungkai dan rasio pinggang atau panggul.

b. Pemeriksaan klinis

Pemeriksaan klinis ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, kuku, mata, rambut, oral (lidah, gingiva, bibir, dan membran mukosa), pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid serta pada keseluruhan muskulatur atau simpanan adiposa. Di samping itu, pemeriksaan klinis digunakan untuk mengetahui tingkat gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.

c. Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan antara lain pemeriksaan elektrolit (digunakan sebagai indikator status cairan), pemeriksaan zat besi atau mineral lainnya (digunakan sebagai indikator status mineral), pemeriksaan kadar vitamin (mikronutrien), pemeriksaan intoleransi substrat (protein, karbohidrat atau lemak), dan pemeriksaan protein viseral. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Pemeriksaan biokimia biasanya digunakan untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

d. Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur.

2. Penilaian secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi atas tiga cara, yaitu: a. Survei Konsumsi Makanan

(27)

data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluargadan individu. Survei ini dapat mengindentifikasi-kan kelebihan dan kekurangan gizi.

b. Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

c. Faktor Ekologi

Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi.

2.2.2 Penilaian Status Gizi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI

Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) tahun 2010 ditetapkan bahwa untuk menilai status gizi anak diperlukan standar antropometri yang mengacu kepada standar World Health Organization (WHO) tahun 2005.24 Standar ini berlaku untuk mengukur status gizi anak usia 0-18 tahun,dengan ketentuan sebagai berikut:24

a. Pada anak usia 0-60 bulan

Pengukuran dilakukan menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U), indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau indeks tinggi badan menurut umur (TB/U), indeks berat badan menurut panjang badan (BB/PB) atau indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U)

b. Pada anak usia 5-18 tahun

(28)

indikator yang paling sering digunakan untuk mendeteksi masalah gizi pada seseorang.

Pada perhitungan IMT status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap anak dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore) menggunakan baku antropometri anak balita berdasarkan WHO 2005.25 IMT adalah perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat.26 Cara pengukurannya adalah pertama-tama ukur berat badan dan tinggi badannya. Selanjutnya dilakukan perhitungan IMT, yaitu:26

Berat badan (kg) IMT =

Tinggi badan 2 (meter)

Pada saat ini, yang paling sering dilakukan untuk menyatakan BMI adalah denganZ-skor atau persentil.Z-skor adalah deviasi nilai seseorang dari nilai median populasi referensi dibagi dengan simpangan baku populasi referensi. Sedangkan

persentil adalah tingkatan posisi seseorang pada distribusi referensi World Health

Organization/National Center for Health Statistics (WHO/NCHS), yang dijelaskan

dengan nilai seseorang sama atau lebih besar daripada nilai persentase kelompok populasi.26

2.2.3 Penilaian Status Gizi Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Pengukuran status gizi di Indonesia rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2011 tentang asuhan nutrisi pediatrik, penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB).27 Dalam hal ini, diatur bahwa penentuan status gizi seorang anak dihitung menurut dua cara, yaitu:27

a. Untuk anak usia 0-5 tahun, acuan yang digunakan adalah grafik pertumbuhan WHO tahun 2006. Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai keunggulan metodologi dibandingkan Centers for Disease

Control and Prevention (CDC) 2000. Subjek penelitian pada WHO 2006 berasal dari

(29)

b. Untuk anak usia 5-18 tahun, acuan yang digunakan adalah grafik pertumbuhan CDC tahun 2000. Untuk usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan grafik CDC 2000 dengan pertimbangan grafik WHO 2007 tidak memiliki grafik BB/TB dan data dari WHO 2007 merupakan smoothing NCHS 1981.

Grafik pertumbuhan CDC tahun 2000 terdiri atas grafik pertumbuhan untuk bayi usia 0-36 bulan dan untuk anak-anak hingga remaja usia 2-20 tahun. Grafik pertumbuhan untuk bayi usia 0-36 bulan dirancang dengan membedakan jenis kelamin untuk standar pengukuran berat badan menurut usia, panjang badan saat berbaring menurut usia, ukuran lingkar kepala menurut usia, dan berat badan saat berbaring menurut usia. Pada grafik pertumbuhan untuk anak-anak hingga remaja usia 2-20 tahun juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin, untuk standar pengukuran berat badan berdasarkan usia, tinggi badan berdasarkan usia, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan usia. Grafik Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan grafik baru yang dirancang untuk lebih dapat menggambarkan status gizi seseorang bahkan untuk anak-anak, grafik ini dapat memprediksi resiko kelebihan berat badan.28

(30)
(31)

Gambar 2. Grafik pertumbuhan CDC 2000 untuk BMI for agepada anak perempuan usia 2-20 tahun28

Klasifikasi status gizi menurut grafik CDC 2000 diklasifikasikan menurut persentil dari hasil yang didapat pada grafik. Terdapat 4 penggolongan status gizi menurut grafik pertumbuhan CDC 2000, yaitu:30

1. Gizi Buruk (underweight), apabila BMI ≤ persentil ke-5.

(32)

3. Gizi berlebih (over weight), apabila BMI berada diantara > persentil ke-85 sampai ≤ persentil ke-95.

4. Obesitas (obesity), apabila BMI > persentil ke-95.

2.3 Perkembangan Gigi Anak

Perkembangan gigi anak dimulai sejak dalam kandungan kemudian akan dilanjutkan dengan pertumbuhan gigi susu, fase gigi bercampur, dan diakhiri oleh pertumbuhan gigi permanen.6,31

2.3.1 Perkembangan Gigi di Dalam Kandungan

Tumbuh kembang dan kondisi kesehatan anak sangat ditentukan oleh kondisi janin didalam kandungan.32 Pertumbuhan dan perkembangan gigi seorang anak pertama sekali berlangsung ketika janin berada di dalam kandungan.4

Pada masa embrio yaitu sekitar 28-30 hari usia kehamilan, perkembangan rongga mulut dimulai dengan dilapisi oleh stratified squamous epithelium yang disebut oral ectoderm. Perkembangan gigi kemudian dilanjutkan pada 3 minggu masa kehamilan, kemudian terjadi penebalan lapisan epitelium pada inferior border dari maxillary process dan superior border dari mandibular process yang bergabung membentuk margin lateral pada rongga mulut. Pada 6 minggu usia kehamilan,

maxillary odontogenic zone coalesce membentuk dental lamina dan mandibular zone

(33)

Tabel 4. Waktu Kalsifikasi dan Erupsi Gigi Desidui4

Gigi desidui

Kalsifikasi gigi di dalam kandungan (dalam satuan minggu)

Erupsi gigi (dalam satuan bulan) Rahang atas

2.3.2 Perkembangan Gigi Desidui

Masa gigi desidui dimulai dari erupsi gigi desidui pertama yaitu gigi insisivus mandibula dan masa ini berakhir saat erupsinya gigi molar pertama permanen. Masa gigi desidui berlangsung pada anak berusia 6 bulan sampai 6 tahun setelah kelahiran (Tabel 4). Pada anak berusia 2,5 tahun, gigi desidui biasanya sudah lengkap dan sudah berfungsi dengan baik. Formasi akar semua gigi desidui akan terbentuk sempurna pada usia 3 tahun.31

Gambaran klinis pada masa gigi desidui adalah sebagai berikut:31 a. Terdapat jarak antara gigi anterior (Gambar 3)

b. Primate/simian/anthropoid space (Gambar 4)

(34)

c. Masa overjet dan overbite yang ringan (Gambar 4)

Gambar 3.Spacing pada gigi desidui31

Gambar 4. Primate space31

Gambar 5. Penurunan tingkatanoverjet

(35)

d. Terjadi sedikit inklinasi vertikal pada gigi anterior e. Perkembangan rahang yang akan berbentuk ovoid f. Hubungan rahang straight/flush terminal.

Hubungan rahang pada gigi desidui diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu:31

Flush terminal plane (Gambar 4A)

Yaitu permukaan distal gigi molar kedua desidui pada maksila berada segaris vertikal dengan permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula. Hal ini wajar terjadi pada hubungan molar kedua gigi desidui karena lebar mesiodistal gigi molar mandibula lebih besar dari lebar mesiodistal gigi molar maksila.

Mesial step (Gambar 4B)

Yaitu permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula berada lebih mesial dari permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula.

Distal step (Gambar 4C)

Yaitu permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula berada lebih distal dari permukaan distal gigi molar kedua desidui pada mandibula.

(A) (B) (C)

Gambar 4. (A) Hubungan molar flush terminal plane, (B) Hubungan molarmesial step,dan (C)Hubungan molar distal step31

2.3.3 Masa Gigi Bercampur

(36)

antara pergantian gigi molar permanen dan transisi pada gigi insisivus permanen.31 Sedangkan pada masa transisi kedua terjadi hal sebagai berikut: 31

1. Pergantian gigi molar dan kaninus desidui

Berlangsung pada usia 10 tahun, pada masa ini biasanya gigi tidak kelihatan berjejal kecuali pada gigi premolar pertama dan kaninus

2. Erupsi gigi kaninus permanen dan premolar (Gambar 7)

Pertumbuhan diawali oleh erupsi gigi kaninus dan premolar pertama pada mandibula (pada usia 9-10 tahun) kemudian dilanjutkan oleh erupsi gigi premolar dan kaninus maksila pada usia 11-12 tahun

3. Erupsi gigi molar kedua permanen

4. Penyesuaian oklusi (pembentukan pola oklusi gigi rahang atas dan rahang bawah).

Gambar 7. Erupsi gigi premolar31

2.3.4 Perkembangan Gigi Permanen

(37)

tahapan kedua dan ketiga memiliki hubungan yang sangat erat, terdiri atas resorpsi akar gigi desidui dan perkembangan dari gigi permanen.6

Tabel 5. Kronologi Perkembangan Gigi Permanen (Rahang Atas)6

Gigi

Erupsi Akar terbentuk sempurna

(38)

Tabel 6. Kronologi Perkembangan Gigi Permanen (Rahang Bawah)6

2.4 Gigi Berjejal

Gigi berjejal (dental crowding) merupakan suatu keadaan maloklusi. Gigi berjejaldidefinisikan sebagai suatu keadaan dimana tidak seimbang antara ruangan yang dibutuhkan gigi-geligi dengan ruangan yang disediakan oleh lengkung rahang sehingga gigi-gigi akan saling bertimpa dan mengalami rotasi.5 Dengan kata lain, gigi berjejal dapat diartikan sebagai keadaan dimana terdapat kekurangan panjang tulang alveolar untuk menampung semua gigi di dalam lengkung rahang.33 Crowding pada gigi permanen telah dapat dilihat pada usia sekitar 12–14 tahun karena pada usia

Gigi

(39)

tersebut diperkirakan 28 gigi permanen telah tumbuh sampai pada gigi molar ke dua pada masing-masing kuadran.4

Penelitian Yusuf dkk., tentang prevalensi maloklusi pada anak yatim usia 12-15 tahun dengan menggunakan indeks Dental Aesthetic dari 165 sampel, ditemukan bahwa prevalensi tertinggi maloklusi yang terjadi adalah kasus gigi berjejal yaitu sebanyak 38,8%.34 Hasil penelitian tersebut sejalan pula dengan penelitian Tak dkk., tentang prevalensi maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti pada anak usia 12- 15 tahun di India, dinyatakan prevalensi gigi berjejal merupakan prevalensi maloklusi tertinggi yaitu sebanyak 40,2% pada sampel sebanyak 887 anak.35 Pada hasil penelitian Hossein dikatakan bahwa kasus gigi berjejal merupakan kasus maloklusi terbanyak dengan prevalensi 77,4% pada sampel 398 anak laki-laki dengan usia 13-15 tahun di Tabriz.36

Maloklusi (misalnya kasus gigi berjejal) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Faktor herediter

Faktor herediter (faktor keturunan yang diwariskan orang tua) memiliki pengaruh utama terhadap terjadinya maloklusi, misalnya bentuk, ukuran, dan jumlah gigi yang tumbuh. Lebar mesiodistal gigi mempengaruhi cukup atau tidaknya gigi menempati ruang rahang yang tersedia. Kekurangan ruang rahang dapat memicu terjadinya gigi berjejal.Disamping itu faktor herediter juga bisa menyebabkan seseorang memiliki ukuran rahang yang kecil. Semakin kecil ukuran rahang seseorang,maka semakin besar peluang seseorang mengalami gigi berjejal.Jumlah gigi yang berlebih (supernumerary teeth) juga merupakan pemicu terjadinya kasus gigi berjejal,misalnya ada gigi supplemental insisivus lateral dapat menyebabkan gigi regio anterior maksila berjejal, hal ini disebabkan karena kekurangan tempat dengan tumbuhnya gigi tambahan tersebut.5,37,38

2. Faktor lingkungan

(40)

tidak terjaganya ruangan pada lengkung rahang untuk erupsi gigi permanen akibat adanya pergeseran dari gigi tetangga dan gigi antagonis ke ruangan yang kosong. Salah satu contohnya adalah kehilangan gigi molar desidui yang akan menyebabkan gigi permanen molar pertama bergerak ke arah mesial sehingga mengganggu ruangan untuk erupsi gigi permanen lainnya. Karies proksimal pada gigi desidui yang tidak dirawat dapat menganggu terjaganya ruang lengkung rahang untuk gigi permanen nantinya, sehingga kemungkinan gigi permanen akan kekurangan ruangan dan tumbuh berjejal. Selain itu, persistensi gigi desidui baik pada maksila maupun mandibula mempengaruhi terjadinya susunan gigi permanen yang berjejal. Hal ini disebabkan oleh gigi desidui yang masih ada sedangkan gigi permanen penggantinya sudah erupsi, sehingga gigi permanen akan kekurangan ruangan untuk dapat erupsi dengan baik.7,39-42

Beberapa kebiasaan buruk mempengaruhi terjadinya maloklusi khususnya kasus gigi berjejal. Warren menyatakan kebiasaan menghisap nonnutritive seperti menghisap jari dan penggunaan dot akan berpengaruh terhadap terjadinya maloklusi.43Demikian pula Varas dkk., menyatakan bahwa terjadi peningkatan kasus maloklusi pada gigi sulung akibat adanya kebiasaan buruk menghisap dot pada anak. Kebiasaan buruk menghisap dot menyebabkan terganggunya perkembangan dento-kraniofasial.44Sedangkan menurut Corruccini, kebiasaan bernafas dari mulut

(habitual mouth breathing) juga mempengaruhi terjadinya maloklusi.43 Kebiasaan

buruk menggigit kuku (nail biting) dapat menyebabkan rotasi pada gigi dan memicu terjadinya kasus gigi berjejal.38

Selain itu, pola mengkonsumsi makanan lunak pada anak juga mempengaruhi terjadinya gigi berjejal. Pada zaman modern, manusia cenderung mengkonsumsi makanan lunak sehingga aktivitas pergerakan rahang untuk mengunyah makanan akan berkurang sehingga berdampak pada berkurangnya stimulus untuk memicu perkembangan rahang. Hal ini memicu terjadinya kondisi gigi berjejal terutama pada gigi permanen setelah tumbuhnya gigi premolar.6

(41)
(42)

2.5 Kerangka Teori

GambaranStatus Gizi dan Kasus Gigi Berjejal

Status Gizi

BMI for Age CDC 2000

Faktor Risiko

1. Faktor Herediter

2. Faktor

Antropometri Faktor Ekologi

Statistik Vital Survei Konsumsi

Makanan Peran Nutrisi dalam

Perkembangan Gigi dan Mulut

Perkembangan Gigi Anak

Perkembangan Gigi Desidui

Perkembangan Gigi Permanen Masa Gigi Bercampur Perkembangan Gigi di

Dalam Kandungan

Gigi Tidak Berjejal Penilaian

Tidak Langsung Pemenuhan

(43)

2.6 Kerangka Konsep

Variabel Terkendali

• Jenis Kelamin

(Laki-laki dan perempuan)

• Umur 12-15 tahun (Kelas VII, VIII, dan IX)

Variabel Independen

Status Gizi

- Gizi Buruk - Normal - Gizi Berlebih

Ob i

Variabel Dependen

Gigi Berjejal

Variabel Tak Terkendali

- Herediter (bentuk gigi, ukuran gigi, jumlah gigi, dan ukuran rahang)

- Keadaan gigi desidui

(persistensi, premature loss, dan karies proksimal)

- Kebiasaan buruk oral

- Pola makan (kebiasaan

(44)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

(45)

Dari 180 orang responden yang diteliti, jumlah sampel laki-laki lebih sedikit dibandingkan perempuan, dimana terdapat 82 orang responden laki-laki (45,6%) dan 98 orang responden perempuan (54,4%). Sedangkan berdasarkan usia responden, frekuensi paling banyak adalah usia 14 tahun yaitu 40,0% dan frekuensi paling sedikit adalah usia 15 tahun yaitu 8,3% (Tabel 7).

Tabel 7. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia (n=180)

Karakteristik n %

4.2 Prevalensi Status Gizi (IMT)

(46)

kategori normal sejumlah 131 orang (72,8%), kategori gizi berlebih sejumlah 24 orang (13,3%), dan kategori obesitas sejumlah 11 orang (6,1%).

Tabel 8. Kategori Status Gizi (IMT) Responden

Kategori IMT n %

4.2.1 Distribusi Status Gizi (IMT) Berdasarkan Jenis Kelamin

Dari 180 responden yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, tidak terdapat perbedaan jumlah yang signifikan pada masing-masing kategori IMT (Tabel 9). Pada responden laki-laki, terdapat 8 orang (9,8%) kategori gizi buruk, 55 orang (67,1%) kategori normal, 12 orang (14,6%) kategori gizi berlebih, dan 7 orang (8,5%) kategori obesitas. Sedangkan pada responden perempuan terdapat 6 orang (6,1%) kategori gizi buruk, 76 orang (77,6%) kategori normal, 12 orang (12,2%) kategori gizi berlebih, dan 4 orang (4,1%) kategori obesitas.

Tabel 9. Kategori Status Gizi (IMT) Responden berdasarkan Jenis Kelamin (n=180)

Jenis kelamin

Kategori IMT

Gizi buruk Normal Gizi berlebih Obesitas

(47)

4.2.2 Distribusi Status Gizi (IMT) Berdasarkan Usia

Status gizi normal merupakan kategori paling dominan dari semua tingkatan usia (12-15 tahun). Distibusi status gizi (IMT) berdasarkan usia secara terperinci dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Kategori Status Gizi (IMT) Responden berdasarkan Usia (n=180)

Usia (Tahun)

Kategori IMT

Gizi buruk Normal Gizi berlebih Obesitas

n % N % n % n %

4.3 Prevalensi Kasus Gigi Berjejal

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat prevalensi yang tidak signifikan antara responden yang memiliki gigi berjejal dan tidak berjejal (Tabel 11). Jumlah responden dengan gigi berjejal berjumlah 89 orang (49,4%) dan jumlah sampel yang tidak memiliki gigi berjejal sebanyak 91 orang (50,6%).

Tabel 11. Prevalensi Kasus Gigi Berjejal pada Responden (n=180)

Kasus Gigi Berjejal n %

4.3.1 Prevalensi Kasus Gigi Berjejal Berdasarkan Jenis Kelamin

(48)

tidak berjejal. Sedangkan pada responden perempuan terdapat 45 orang (45,9%) dengan gigi berjejal dan 53 orang (54,1%) dengan gigi tidak berjejal.

Tabel 12. Prevalensi Kasus Gigi Berjejal berdasarkan Jenis Kelamin (n=180)

Jenis kelamin

Kasus gigi berjejal

Ada Tidak ada

4.3.2 Prevalensi Kasus Gigi Berjejal Berdasarkan Usia

Kasus gigi berjejal paling banyak terdapat pada usia 14 tahun yaitu sekitar 34 orang (47,2%). Prevalensi kasus gigi berjejal berdasarkan usia secara terperinci dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Prevalensi Kasus Gigi Berjejal berdasarkan Usia (n=180)

Usia (tahun)

Kasus gigi berjejal

Ada Tidak ada

(49)

Pada tabel 14 terlihat bahwa responden dengan kasus gigi berjejal paling dominan terdapat pada kategori normal yaitu 68 orang. Kasus gigi berjejal juga dialami oleh responden yang memiliki status gizi berlebih dan obesitas.

Tabel 14. Gambaran Status Gizi (IMT) dan Kasus Gigi Berjejal (n=180)

Kasus Gigi Berjejal

Kategori IMT

Gizi buruk Normal Gizi berlebih Obesitas

n % N % n % n %

(50)

kemungkinan besar disebabkan oleh lokasi penelitian yang berada di perkotaan sehingga pengetahuan dan kesadaran orangtua akan nutrisi anak sudah cukup besar serta ketersediaan pangan juga mudah dijangkau.

Selain itu, dari hasil penelitian ini terdapat pula responden yang mengalami malnutrisi (kekurangan dan kelebihan gizi), yaitu gizi buruk sebanyak 7,8%, gizi berlebih sebanyak 13,3%, dan obesitas sebanyak 6,1%. Menurut Soekirman, masalah gizi kurang/buruk pada remaja dapat diakibatkan oleh diet yang ketat (yang menyebabkan remaja kurang mendapat makanan yang seimbang dan bergizi), kebiasaaan makanan yang buruk, dan kurangnya pengetahuan gizi. Sedangkan menurut Hanley, gizi berlebih pada remaja disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pola konsumsi tinggi energi dan kurangnya aktivitas fisik yang mengarah pada pola hidup sedentaris (sedentary lifestyle).48

Berdasarkan jenis kelamin, status gizi yang berlebih dan obesitas lebih didominasi oleh laki-laki. Pada laki-laki, untuk kategori gizi berlebih 14,6% dan obesitas 8,5% sedangkan pada perempuan untuk kategori gizi berlebih 12,2% dan obesitas 4,1% . Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pada laki-laki, pertumbuhan tubuh lebih banyak pada peningkatan jaringan tulang dan otot sedangkan pada perempuan, lebih banyak pada peningkatan massa lemak.49

(51)

proses pertumbuhan dan perkembangan sehingga belum mencapai pertumbuhan yang maksimal.49

Dari penelitian ini, didapatkan hasil bahwa gigi berjejal dialami oleh semua kategori status gizi baik pada kategori gizi buruk, normal, gizi berlebih bahkan obesitas. Hasil penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya gigi berjejal dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, yakni faktor herediter dan faktor lingkungan. Yang termasuk faktor herediter yang mempengaruhi terjadinya gigi berjejal adalah pengaruh susunan genetik yang menentukan karakteristik rahang dan gigi seseorang.

Salah satu faktor herediter yang mempengaruhi terjadinya kasus gigi berjejal adalah panjang lengkung rahang. Menurut penelitian Hamid tahun 2005 dengan responden sejumlah 80 orang yaitu terdapat 40 orang dengan kasus gigi berjejal (20 orang laki-laki dan 20 orang perempuan) dan 40 orang dengan gigi tidak berjejal (20 orang laki-laki dan 20 orang perempuan) pada usia 14-18 tahun, didapatkan hasil bahwa panjang lengkung rahang mempengaruhi terjadinya gigi berjejal. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yaitu responden yang mengalami gigi berjejal memiliki rata-rata panjang lengkung rahang yang lebih kecil dibandingkan responden dengan gigi yang tidak berjejal.5

Faktor lain yang mempengaruhi tejadinya kasus gigi berjejal adalah karakteristik gigi, misalnya ukuran dan jumlah gigi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Maryam dan Tahereh pada jurnal tahun 2007 dengan 60 orang responden, disebutkan bahwa terdapat pengaruh antara ukuran gigi dengan terjadinya kasus gigi berjejal. Hal ini dilihat dari hasil penelitian yaitu pada responden dengan kasus gigi berjejal terdapat ukuran gigi yang lebih besar dibandingkan pada responden dengan gigi yang tidak berjejal.50Sedangkan menurut Bhalajhi pada tahun 2006, supernumerary teeth (jumlah gigi yang berlebih) dapat menyebabkan gigi berjejal, misalnya terdapatnya gigi supplemental insisif lateral dapat menyebabkan gigi anterior maksila berjejal oleh karena kurangnya tempat untuk tumbuhnya gigi tambahan.40

(52)

persistensi), kebiasaan mengkonsumsi makanan lunak pada anak, adanya tekanan akibat erupsi gigi molar ketiga, dan adanya kebiasaan buruk oral (oral

habits).4,6,7Terjadinya gigi berjejal juga dapat dipengaruhiakibat premature loss pada

gigi desidui sehingga menyebabkan pergeseran ke arah mesial dari gigi molar satu permanen yang biasanya terjadi pada fase gigi bercampur.39 Menurut Rock dalam salah satu jurnal tahun 2002, disebutkan bahwa salah satu efek dari premature loss gigi primer dapat mempengaruhi besar ruangan akibat kehilangan gigi primer sehingga dapat memicu terjadinya crowding.43

Adapun keadaan lain yang mempengaruhi terjadinya gigi berjejal yaitu akibat erupsi gigi molar tiga. Menurut Proffit, erupsi gigi molar tiga juga mempengaruhi terjadinya gigi berjejal. Hal ini disebabkan karena mayoritas orang mengalami impaksi gigi molar ketiga diakibatkan oleh ketersediaan rahang yang terbatas dan lambat laun dapat mengakibatkan late incisor crowding.6

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Prevalensi status gizi pada murid SMP di Kecamatan Medan Baru dengan kategori gizi buruk 7,8%, kategori normal 72,8%, kategori gizi berlebih 13,3%, dan kategori obesitas 6,1%.

2. Prevalensi kasus gigi berjejal pada murid SMP di Kecamatan Medan Baru adalah 49,4%.

(53)

6.2 Saran

1. Diharapkan peran orang tua dalam mengatur pola makan dan memperbaiki status gizi anak agar anak dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan optimal.

2. Diharapkan partisipasi pihak sekolah untuk meningkatkan pengetahuan tentang status gizi dan pola perkembangan anak serta mendeteksi sedini mungkin malnutrisi pada anak.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang seberapa besar faktor-faktor yang predisposisi lainnya (seperti: herediter, riwayat gigi desidui, dental bad habits, dan sebagainya) dapat menimbulkan kasus gigi berjejal dan dengan kriteria ekslusi yang lebih spesifik, misalnya bukan hanya mempertimbangkan gigi geminasi (gigi berukuran besar) dan supernumerary teeth (gigi berlebih) tetapi juga mempertimbangkan adanya persistensi gigi desidui.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

1. Djunaid A, Gunawan PN, Khoman JA. Gambaran pengetahuan tentang tampilan maloklusi pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Kristen 67 Imanuel Bahu. Jurnal e-Gigi. 2013; 1(1): 28-29.

2. Wagiran DIL, Kaunang WPJ, Wowor VNS. Kualitas hidup remaja SMA Negeri 6 Manado yang mengalami maloklusi. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik. 2014; 2(2): 86.

3. Foster TD. Buku ajar ortodonti. Alih bahasa. Yuwono L. Jakarta: EGC, 2012: 30.

4. Heasman P. Restorative dentistry, pediatric dentistry and orthodontics. 2 nded., China: Elsevier Limited, 2008: 163,164,223.

(55)

6. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodontics. 5 th ed., Missouri: Elsevier Inc, 2013: 43, 69-86, 117-119.

7. Fleming KW, Barest G, O. Sakai. Dental and facial bone abnormalities in pyknodysostosis. ANJR Am J. 2007; 28: 132.

8. Stegeman CA, Davis JR, Boyd LD. The dental hygieniest’s guide to nutritional care. 3 rd ed., Canada: Saunders, 2010: 4-6, 230-231.

9. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Rencana aksi nasional pangan dan gizi 2011-2015.

5.

2014).

10.Thomaz EBAF, Cangussu MCT, Silva AAMD, Assis AMO. Is malnutrition associated with crowding in permanent dentition?. Int. J. Environ. 2010; 7: 3532.

11.Thomaz EBAF, Valenca AMG. Relationship between childhood underweight and dental crowding in deciduous teething. J Pediatr. 2009; 85(2): 110-115. 12.Andriany P, Joelimar FA, Djoharnas H. Perbedaan pola kurva keparahan

karies gigi susu dan gigi tetap serta faktor yang berperan, pada anak dengan status gizi kurang dan gizi baik. Indonesian Journal of Denstistry. 2008; 15(2): 248.

13.Portal Resmi Pemko Medan. Kecamatan Medan Baru.

http://pemkomedan.go.id/ new/hal-medan-baru.html (Agustus 16. 2014). 14.Disilvestro WH. Perspectives in nutrition. 6 thed., North America:

McGraw-Hill, 2004: 4-9, 42-45, 139, 149, 225.

15.Insel P, Ross D, McMahon K, Bernstein M. Nutrition. 4 thed., Canada. Jones and Bartlett Publishers, 2011: 2-11.

(56)

17.Fikawati S, Wahyuni D, Syafiq A. Status gizi ibu hamil dan berat lahir bayi pada kelompok vegetarian. Makara Kesehatan. 2012; 16(1): 30.

18.Staff Unsyiah. Bahan ajar gizi olahraga.

19.Sunarti E. Mengasuh dengan hati. Jakarta: Gramedia, 2004: 61,62. 20.Hidayat AAA. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Salemba Medika, 2008: 3.

21.Suparyanto. Konsep dasar status gizi balita. 20 Februari 2012. file:///D:/Print%20judul%202/dr.%20Suparyanto,%20M.Kes%20%20KONSP %20DASAR%20STATUS%20GIZI%20BALITA.htm (Oktober 5.2014). 22.Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh ING, Wiradisuria

S. Tumbuh kembang anak dan remaja. Edisi 1. Jakarta: Sagung Seto, 2008: 95-97.

23.Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Jakarta: EGC, 2006: 80,81,90. 24.Menteri Kesehatan republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia. 25.Menteri Kesehatan republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia.

_nonkuning.pdf (Agustus 14.2014).

26.Riyadi H. Mengukur status gizi dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). 11 Januari 2013. http://hadiriyadi.blogspot.com/2013/01/mengukur-status-gizidengan-indeks.html (Agustus 14.2014).

27.Sjarif DR, Nasar SS, Devaera Y, Tanjung CF. Asuhan nutrisi pediatrik. Jakarta, 2011: 4.

28.Sondi EJ, Anderson JR, Madans JH. 2000 CDC Growth Charts for the United States: methods and development. Maryland, 2002: 1,13,31,32.

(57)

1.2014).

30.Gaeni A, Kashef M, Samadi A, et al. Prevalence of underweight, overweight and obesity in Preschool Children of Tehran,Iran. J Res Med Sci. 2011; 16(6): 2.

31.Singh G. Textbook of orthodontics. 2 nd ed., India: Jaypee Brothers Medical Publisher, 2007: 38, 40, 43-47.

32.Andammori F, Lipoeto NI, Yusrawati. Hubungan tekanan darah ibu hamil aterm dengan berat badan lahir di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal FK Unand. 2013; 2(2): 67,68.

33.Groves MS. A comparative analysis of crowding in class I and II malocclusions. Thesis. Missouri: Saint Louis University, 2010: 1-3.

34.Ahammed ARY, Shetty V, Panda AK, Ginda S, Pradhan D, Husain N, et al. Prevalence of malocclusion among 12 to 15 years age group orphan children using Dental Aesthetic Index. The Journal of Contemporary Dental Practice. 2013; 14(1): 111-113.

35.Tak M, Nagarajappa R, Sharda AJ, Asawa K, Tak A, Jalihal S, et al. Prevalence of malocclusion and orthodontic treatment needs among 12-15 years old School Children of Udaipur, India. European Journal of Dentistry. 2013; 7(1): 47,48.

36.Atashi MHA. Prevalence of malocclusion in 13-15 year-old adolescents in Tabriz. Journal of Dental Research. 2007; 1(1): 1-5.

37.Wijayanti P, Krisnawati, Ismah N. Gambaran maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti pada anak usia 9-11 tahun (studi pendahuluan di SD At-taufiq, Cempaka Putih, Jakarta). Jurnal PDGI. 2014: 25-28.

38.Bhalajhi SI. Orthodontics the art and science. 3 rded., New Delhi: Arya Publishing House, 2004: 107.

(58)

40.Iswari H. Gigi supernumerary dan perawatan ortodonsi. Widya Kesehatan dan Lingkungan e-Journal. 2013; 1(1): 41.

41.Peedikayil FC. Delayed tooth eruption. e-Journal of Dentistry. 2011; 1(4): 81. 42.Alam MK. A to z orthodontics. Kelatan: PPSP Publication, 2012: 6.

43.Rock WP. Extraction of primary teeth–balance and compensation. International Journal of Paediatric Dentistry. 2002; 12: 151-153.

44.Jyoti S, Pavanalakshmi GP. Nutritive and non-nutritive sucking habits – effect on developing oro-facial complex. Dentistry J. 2014; 4(3): 1,2.

45.Septuaginta AA, Kepel BJ, Anindita PS. Gambaran Oral Habit pada Murid SD Katolik II ST. Antonius Palu. Jurnal e-Gigi. 2013; 1(1): 20.

46.Pramitya AAIM, Valentina TD. Hubungan regulasi diri dengan status gizi pada remaja akhir di Kota Denpasar. Jurnal Psikologi Udayana. 2013. 1(1): 49-50.

47.Dwiningsih. Perbedaan asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, dan status gizi pada remaja yang tinggal di wilayah perkotaan dan pedesaan. 2013. 7.2015).

48.Syahrir N, Thaha AR, Jafar N. Pengetahuan gizi, body image, dan status gizi remaja di SMA Islam Athirah Kota Makassar tahun 2013. 2013.

49.Malina R. Normal weight gain in Growing Children. Healthy Weight Journal. 1999: 13(3): 1-2.

(59)

LAMPIRAN 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK / ORANG TUA

CALON SUBJEK PENELITIAN

Kepada Yth:

Bapak / Ibu orang tua murid Di tempat

(60)

status gizi dengan kasus gigi berjejal. Manfaat dari penelitian ini adalah memberi informasi bagi orang tua dan pihak sekolah mengenai hubungan antara status gizi dengan kasus gigi berjejal pada murid SMP di Kecamatan Medan Baru dan sebagai bahan penyuluhan untuk tenaga kesehata khususnya dokter gigi agar dapat memberi informasi kepada guru dan orangtua murid tentang pentingnya status gizi seorang anak untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan rongga mulut secara optimal.

Dalam penelitian ini, saya akan melakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, dan pemeriksaan keadaan gigi anak Bapak/Ibu secara langsung. Adapun pengukuran berat badan akan dilakukan menggunakan timbangan berat badan elektronik, pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan manual, dan pemeriksaan gigi dilakukan menggunakan kaca mulut steril. Penelitian ini dilakukan tanpa menyebabkan efek samping.

Agar penelitian ini dapat terlaksana dengan baik, saya sangat mengharapkan partisipasi dari anak Bapak/Ibu untuk bersedia ikutserta dalam penelitian ini secara sukarela. Apabila selama penelitian ini berlangsung terjadi keluhan pada anak Bapak/Ibu, silahkan menghubungi Novita Zein Harahap (No. HP : 082164406610).

Demikian penjelasan dari saya. Jika anak Bapak/Ibu bersedia menjadi subjek penelitian, Bapak/Ibu diharapkan dapat menandatangai lembar persetujuan yang telah terlampir dan kemudian dikembalikan kepada saya. Atas bantuan, partisipasi, dan kesediaan waktu Bapak / Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Peneliti

(61)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(

INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Siswa :

Umur :

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

Sekolah :

Kelas :

(62)

Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan, saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian dengan :

Judul : Hubungan Status Gizi dengan Kasus Gigi Berjejal Pada Murid SMP Kecamatan Medan Baru

Peneliti : Novita Zein Harahap

Institusi : Fakultas Kedokteran Gigi USU

Diketahui Oleh : Medan,

Orang Tua Peserta Peserta Penelitian

... ...

LAMPIRAN 3

DEPARTEMEN ORTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Hubungan Status Gizi dengan Kasus Gigi Berjejal pada

Murid SMP Kecamatan Medan Baru

No. Kartu :

Kode Sekolah :

Tanggal : / /2014

(63)

DATA IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Kelas :

Umur :

Tanggal Lahir :

No Telepon :

1. Jenis Kelamin : a. Laki-laki 1.

b. Perempuan

2. Berat badan (kg) 2.

3. Tinggi badan (m) 3.

Perhitungan:

4. BMI for Age : 4.

a. Gizi Buruk (BMI ≤ persentil ke-5)

b. Normal (BMI > persentil ke-5 sampai ≤ persentil ke-85) c. Gizi berlebih (BMI > persentil ke-85 sampai ≤ persentil ke-95) d. Obesitas (apabila BMI > persentil ke-95)

5. Gigi Berjejal : a. Ada 5.

b. Tidak ada

BMI =

Berat Badan (BB)

(64)

Lampiran 8

Data Hasil Penelitian (n=180)

No. Tanggal Pemeriksaan

(65)

14 11/12/2014 VII 12 17/10/2002 Laki-laki 27.5 1.37 14.65 Gizi Buruk Ada

Data Identitas Responden

(66)

49 22/12/2014 VII 13 11/01/2001 Perempuan 41.3 1.57 16.75 Normal Tidak Ada

Data Identitas Responden

(67)

84 07/01/2015 IX 14 02/07/2000 Laki-laki 59.3 1.6 23.16 Gizi Berlebih Ada

Data Identitas Responden

(68)

119 15/12/2014 VIII 14 08/12/2001 Perempuan 42.6 1.51 18.68 Normal Tidak Ada

Data Identitas Responden

(69)

154 18/12/2014 VIII 13 17/05/2001 Laki-laki 46.7 1.6 18.24 Normal Tidak Ada

Data Identitas Responden

(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)

LAMPIRAN 9

HASIL UJI STATISTIK

Karakteristik Sampel

Jenis Kelamin

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 82 45.6 45.6 45.6

Perempuan 98 54.4 54.4 100.0

Total 180 100.0 100.0

Usia (tahun)

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 12 40 22.2 22.2 22.2

13 53 29.4 29.4 51.7

14 72 40.0 40.0 91.7

15 14 7.8 7.8 99.4

16 1 .6 .6 100.0

(82)

Prevalensi Status Gizi (BMI CDC 2000)

BMI For Age

N Valid 180

Missing 0

Mean 19.7656

Std. Deviation 3.69948

Minimum 13.37

Maximum 36.26

BMI For Age

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Gizi Buruk 14 7.8 7.8 7.8

Normal 131 72.8 72.8 80.6

Gizi Berlebih

24 13.3 13.3 93.9

Obesitas 11 6.1 6.1 100.0

(83)

Jenis Kelamin Responden * BMI For Age Crosstabulation

(84)

Usia Responden (tahun) * BMI For Age Crosstabulation

Berlebih Obesitas

(85)

Kasus Gigi Berjejal

Kasus Gigi Berjejal

N Valid 180

Missing 0

Std. Error of Mean .037

Minimum 1

Maximum 2

Kasus Gigi Berjejal

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ada 89 49.4 49.4 49.4

Tidak Ada

91 50.6 50.6 100.0

(86)

Jenis Kelamin Responden * Keberadaan Gigi Berjejal Crosstabulation

% within Keberadaan Gigi Berjejal

% within Keberadaan Gigi Berjejal

% within Keberadaan Gigi Berjejal

100.0% 100.0% 100.0%

(87)

Usia Responden (tahun) * Keberadaan Gigi Berjejal Crosstabulation

% within Keberadaan Gigi Berjejal

% within Keberadaan Gigi Berjejal

% within Keberadaan Gigi Berjejal

% within Keberadaan Gigi Berjejal

% within Keberadaan Gigi Berjejal

100.0% 100.0% 100.0%

Gambar

Tabel 1. Kelompok Vitamin yang Larut dalam Lemak14
Tabel 2. Kelompok Vitamin yang Larut dalam Air14
Tabel 3. Defisiensi Nutrisi dan Perkembangan Gigi8
Gambar 1. Grafik pertumbuhan CDC 2000 untuk BMI for age pada anak laki-laki usia 2-20 tahun28
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada Penulisan Ilmiah ini penulis membahas tentang penggunaan PHP sebagai server side script yang mendukung web sebagai media informasi dinamis, yaitu sebagai sarana untuk

Khusus untuk wilayah laut kedaulatan suatu negara tidak bersifat mutlak artinya kedaulatan atas kekuasan negara atas wilayah laut dalam pengelolaan dan pemanfaatannya

Nur Wahyudi, UKM Kusuma Share Sidoarjo Ibu Anita Kusumawati, UKM Kenongo Sidoarjo Ibu Watie, UKM Djoeragan Batik Surabaya Ibu Santi, UKM Moya Zham Shop Hj

Dalam studi pendahuluan yang di lakukan di Dusun Candi Winangun Ngaglik Sleman terhadap 15 wanita yang mengalami menopause 7 orang mengatakan tidak

Pada hasil penilaian postur kerja tersebut, responden cenderung nyaman dengan postur kerja resiko rendah ataupun resiko sedang saat bekerja karena responden

Pada saat start ( tegangan dihubungkan ke kumparan stator) kondisi motor adalah diam dan medan rotor BR juga stasioner, medan magnet stator mulai berputar pada

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaturan pidana maksimum dihubungkan dengan tindak pidana asusila berdasarkan KUHP dan untuk mengetahui

Langkah-langkah metode permainan what is it dengan media gambar dalam peningkatan keterampilan menyimak di kelas I sekolah dasar yaitu sebagai berikut: (1) siswa terbagi dalam