TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM PERLINDUNGANNYA TERHADAP NASABAH BANK
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara untuk melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
DISUSUN OLEH :
R.A NINA AMILIA NIM : 050200246
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM PERLINDUNGANNYA TERHADAP NASABAH BANK
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara untuk melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
DISUSUN OLEH :
R.A NINA AMILIA NIM : 050-200-246
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
DISETUJUI OLEH :
KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Dr.Hasyim Purba,SH.M.Hum NIP.196603031985081001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr.Tan Kamello,SH,MS Puspa Melati ,SH,M.Hum
NIP.196204211988031004 NIP.196801281994032001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung sistem perbankan yang
sehat dan stabil diperlukan penyempurnaan terhadap program penjaminan simpanan nasabah
bank. Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia sudah terbentuk namun keberadaan
lembaga ini belumlah dikenal dan dipahami oleh masyarakat secara luas, termasuk bentuk
konstruksi hukum yang seharusnya dari lembaga ini. Untuk menganalisis hal tersebut
dilakukan penelitian normatif yang menggunakan data sekunder berupa bahan hukum
primer, sekunder dan tersier. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa
konstruksi hukum dari Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia tidak terlepas dari masalah
penanggungan dan pertanggungan.
Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan pada dasarnya dapat melindungi dana
nasabah. Dengan adanya lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, maka apabila bank
mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang
disimpan pada bank yang gagal tersebut. Dengan adanya pembayaran premi oleh bank
kepada Lembaga Penjamin Simpanan maka telah terjadi peralihan risiko dari bank kepada
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Maha
Pengasih, Maha Penyayang atas segala berkat dan karunia Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini di tulis dan di ajukan untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara Medan. Adapun judul
skripsi ini adalah “ Tinjauan Yuridis Terhadap Peranan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam
Perlindungannya Terhadap Nasabah Bank ”.
Penulis telah berusaha mengarahkan segala kemampuan yang di miliki dalam menulis
skripsi ini. Tetapi penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari segala kekurangan dan
mungkin jauh dari segala kesempurnaan. Untuk itu penulis mohon saran dan kritikan yang
bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis sejak awal hingga akhir penulisan skripsi ini banyak menerima bimbingan,
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak , untuk itu dengan tulus ikhlas penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatra Utara;
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatra Utara ;
3. Bapak Syafruddin Hasibuan , SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatra Utara ;
4. Bapak M. Husni , SH M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatra Utara
5. Ibu Megarita ,SH, CN selaku dosen Penasehat Akademik penulis di Fakultas Hukum
6. Bapak Prof. Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum, Selaku Ketua Departemen Hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara
7. Bapak Prof. Dr.Tan Kamello, SH,MS selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
membimbing serta memberikan masukan yang berguna bagi penulis;
8. Ibu Puspa Melati Hsb, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang dengan tulus
meluangkan waktu untuk membimbing , mengarahkan , dan memberi masukan serta
pandangan dan nasehat yang berguna bagi penulis sehingga skripsi ini selesai;
9. Seluruh Dosen dan Staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara yang
telah mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di almamater
tercinta ini;
10. Specifically for my lovely parents Papa Rivandy A.A dan Mama Suryani,tak
terlupakan my grandmom Rohaya Z.Z setiap air mata yang keluar dari doanya adalah
untuk kebahagiaan putri – putri nya,yang tidak putus – putusnya memberi dukungan,
perhatian serta doa dan cinta setulus hati kepada penulis sejak penulis di lahirkan
hingga seterusnya akan tetap seperti itu;
11. My youngers sister R.A. Chera Ayarizky dan R.A. Trivani Desyara yang telah
memberikan dukungan, motivasi dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini;
12.Love of the light, Shoni Shiba to inspire me. Menghabiskan seluruh harinya untuk
penulis agar tetap bersemangat dan selalu sabar membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.Ik hou van jou
13.Sahabat ku Syafina, Dicky Risky, Alinda Twin,Bpk. Ferdinand Sitepu, Reza, kocik,
Bang faat, Tepu, Bang Anto di Bag. Keuangan(thanks berat bang dari masuk kampus
hidayat, januarfi izhan(PT), Sadly,amiruddin Ismi beby, Anggi dll, beserta angkatan
2005,terima kasih dukunganya kawan.
14.Semua orang yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua. Serta dapat
mrmberikan gambaran menambah wawasan tentang permasalahan yang penulis bahas serta
dapat menambah referensi bagi pihak yang berkepentingan.
Medan , Februari 2011
Penulis
R.A Nina Amilia
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Perumusan Masalah ……… 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……… 6
D. Keaslian Penulisan ……… 7
E. Metode Penelitian ……… 8
F. Tinjauan Kepustakaan ……… 9
G. Sistematika Penulisan ……… 14
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERBANKAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Perbankan ……… 16
B. Kelembagaan Perbankan ……… 21
C. Kegiatan Usaha Bank ……… 24
D. Perlindungan Nasabah Bank ……… 27
E. Melemahnya Kepercayaan Masyarakat Terhadap Bank ……… 36
BAB III KETENTUAN PENJAMINAN NASABAH PENYIMPAN A. Pengaturan Penjamin Simpanan Nasabah Bank ……… 41
B. Bebarapa sistem perlindungan Nasabah Penyimpan ……… 46
C. Fungsi,Tugas dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan …… 58
D. Simpanan Nasabah yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan ….. 64
BAB IV TINJAUAN TERHADAP LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN A. Bentuk Hubungan Antara Bank Dengan Nasabah Penyimpan …… 74
B. Peranan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Hal Bank Tak Sanggup Bayar ………. 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……….. 95
B. Saran ……….. 98
ABSTRAK
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung sistem perbankan yang
sehat dan stabil diperlukan penyempurnaan terhadap program penjaminan simpanan nasabah
bank. Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia sudah terbentuk namun keberadaan
lembaga ini belumlah dikenal dan dipahami oleh masyarakat secara luas, termasuk bentuk
konstruksi hukum yang seharusnya dari lembaga ini. Untuk menganalisis hal tersebut
dilakukan penelitian normatif yang menggunakan data sekunder berupa bahan hukum
primer, sekunder dan tersier. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa
konstruksi hukum dari Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia tidak terlepas dari masalah
penanggungan dan pertanggungan.
Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan pada dasarnya dapat melindungi dana
nasabah. Dengan adanya lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, maka apabila bank
mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang
disimpan pada bank yang gagal tersebut. Dengan adanya pembayaran premi oleh bank
kepada Lembaga Penjamin Simpanan maka telah terjadi peralihan risiko dari bank kepada
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam agenda pembangunan nasional Tahun 2004 – 2009, secara politis dikatakan
bahwa kondisi perbankan dan lembaga keuangan lainya belum mantap. Lemahnya
pengaturan dan pengawasan terhadap produk perbankan dan keuangan yang semakin
bervariasi dan kompleks,serta mengantisipasi globalisasi perdagangan jasa dan inovasi
teknologi informasi, telah meningkatkan arus transaksi keuangan masuk keluar Indonesia.
Pernyataan politik hukum ini pada tataran landasan teknis operasional menghendaki adanya
beberapa perubahan Undang – Undang Perbankan dimasa yang akan datang.1
Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlu diperkuat. Untuk itu perlu
diberikan jaminan atas dana yang disimpannya. Keberadaan suatu sistem penjaminan simpan
yang diatur secara tegas dan disusun secara lengkap dan meningkatkan kepercayaan pada
akhirnya memperkuat seluruh sistem perbankan.2
Di seluruh Dunia, industri perbankan adalah salah satu industri yang paling banyak
diatur oleh pemerintah karena stabilitas dan sistem perbankan dan keuangan merupakan
prasyarat mutlak bagi pertumbuhan dan stabilitas perekonomian secara keseluruhan.3
1
Tan Kamello,Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antara Bank
Dengan nasabah,Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum,Universitas Sumatera Utara,Medan 2006
hal.3 2
Zulkarnain Sitompul,Perlindungan Dana Nasabah Bank,Fakultas Hukum Universitas Indonesia,Jakarta,2002 hal.140
3
Keinginan untuk mengatur penjaminan dana nasabah penyimpan sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 37b 4 tersebut setelah adanya peristiwa krisis moneter yang berakibat
kepada kepada 16 bank yang dilikuidasi.
Keadaan ini memperlihatkan bahwa hukum selalu ketinggalan dibelakang
peristiwanya (het recht hinkt achter de feiten aan). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang
seharusnya diatur dalam bentuk peraturan pemerintah sebagaimana dikehendaki oleh Pasal
37b ayat (4), namun dalam realitas yuridisnya telah dibentuk dalam Undang-Undang No.24
Tahun 20045
Lahirnya Undang-Undang RI No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin
Simpanan dengan Pertimbangan :
a. Bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian nasional yang stabil dan tangguh , diperlukan suatu sistem perbankan yang sehat dan stabil
b. Bahwa untuk mendukung sistem perbankan yang sehat dan stabil diperlukan penyempurnaan terhadap program penjamin simpanan nasabah bank
c. Bahwa dalam rangka melaksanakan program penjaminan terhadap simpanan, nasabah Bank perlu dibentuk suatu lembaga yang independen yang diberi tugas dan wewenang untuk melaksanakan program yang dimaksud.6
Maka terbentuklah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Kemudian dengan adanya
lembaga ini maka setiap bank yang akan menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan
untuk menjadi peserta dan membayar Premi Jaminan.
Lembaga penjamin simpanan sendiri mempunyai 2 (dua) fungsi yaitu, sebagai
Penjamin nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal.
Oleh karena itu lembaga ini fungsinya yang sangat penting, maka harus benar – benar
independen, transparan dan akuntabel dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Sehingga
4
Undang-Undang No 10Tahun 1998 5
Tan Kamelo,op.cit hal.8 6
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja LPS, serta dapat lebih menjamin
keamanan simpanan para nasabah dan dapat meningkatkan peran baik sebagai penyedia dana
pembangunan dan pelayanan jasa perbankan.
Masalah perlindungan nasabah dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992 ini
ditonjolkan dalam pasal – pasal tertentu. namun,mesti diakui semua sistem perlindungan
nasabah selaku penitip dana masyarakat tetap dititik beratkan kepada pembinaan dan
pengawasan bank, agar bank tetap dalam keadaan sehat.
Perlindungan kepada nasabah bank dalam Undang-undang No.7 Tahun 1992 ini
secara rinci dalam beberapa pasalnya disebutkan : (1) untuk kepentingan nasabah, bank
menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian bagi transaksi
nasabah yang dilakukan melalui bank, (2) memperberat hukuman pengusahaan bank tanpa
izin.7
Adalah menarik bila dibahas mengapa didalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992
dan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 terdapat perbedaan mengenai arti atau perumusan
perbankan. Dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992 yang dimaksud dengan ‘bank’ :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan baik untuk disalurkan maupun digunakan untuk tujuan lain.”
Sedangkan yang dimaksud dengan ‘simpanan’ :
“Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam
bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu”
7
Dengan perubahan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 menjadi Undang-Undang
No.10 Tahun 1998, kita dapat melihat secara lengkap hal apa saja mengenai arti dan
perumusan dalam perbankan. Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang dimaksud
dengan ‘bank’ :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Sedangkan yang dimaksud dengan ‘simpanan’
“Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito,
tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.”
Serta hal – hal lain yang tidak terdapat didalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992,
tetapi dijelaskan pada Undang-Undang No.10 Tahun 1998, terlebih mengenai nasabah
penyimpan dan lembaga penjamin simpanan .
Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998, yang dimaksud dengan ‘Nasabah
Penyimpan’ :
“Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank dalam
bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.”
Yang dimaksud dengan ‘Lembaga Penjamin Simpanan’ :
“Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang menyelenggarakan
kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan melalui skim asuransi, dana
penyangga, atau skim lainnya;”
Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam
nasional. Stabilitas industri perbankan dimaksud sangat mempengaruhi stabilitas
perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana pengalaman yang pernah terjadi pada saat
krisis moneter dan perbankan di Indonesia pada tahun 1998. Kepercayaan masyarakat
terhadap industri perbankan nasional merupakan salah satu kunci untuk memelihara stabilitas
industri perbankan sehingga krisis tersebut tidak terulang. Kepercayaan ini dapat diperoleh
dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan
simpanan nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat.
Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan para nasabahnya
serta meningkatkan peran bank sebagai penyedia dana pembangunan dan pelayan jasa
perbankan.
Apabila bank kehilangan kepercayaan dari masyarakat sehingga kelangsungan usaha
bank dimaksud tidak dapat dilanjutkan, bank dimaksud menjadi Bank Gagal yang berakibat
dicabut izin usahanya. Oleh sebab itu, baik pemilik dan pengelola bank maupun berbagai
otoritas yang terlibat dalam pengaturan dan/atau pengawasan bank, harus bekerja sama
mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.
Lembaga penjamin simpanan melakukan tindakan penyelesaian atau penanganan
bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka mekanisme kerja yang terpadu,
efisien dan efektif untuk menciptakan ketahanan sektor keuangan Indonesia atau disebut
Indonesia Financial Safety Net (IFSN). LPS bersama dengan Menteri Keuangan, Bank
Indonesia, dan Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) menjadi anggota Komite Koordinasi.8
8
B. Perumusan Masalah
Sejalan dengan hal – hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang akan
dibahas dalam skripsi ini adalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk hubungan hukum antara bank dengan nasabah ?
2. Bagaimanakah peranan Lembaga Penjamin Simpanan dalam perlindungan terhadap
nasabah bank,ditinjau dari Undang-Undang No.24 Tahun 2004 ?
3. Bagaimanakah pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah penyimpan sedangkan
bank tersebut telah dicabut izin usahanya ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan Penulisan:
1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk hubungann hukum antara bank dengan nasabah
penyimpan.
2. Untuk mengetahui bagaimana peranan Lembaga Penjamin Simpanan dalam
perlindungan terhadap nasabah bank, ditinjau dari Undang-Undang No.24 Tahun
2004
3. Untuk mengetahui Bagaimana pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah
penyimpan sedangkan bank tersebut telah dicabut izin usahanya.
Manfaat Penulisan:
Sekiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk dapat memberikan
masukan sekaligus menambah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis
,khususnya tentang hal – hal yang berhubungan dengan dunia perbankan dan
penjaminan nasabah bank.
Secara praktis berharap agar skripsi ini dapat memberikan ilmu pengetahuan bagi
penyimpan.atau dalam keikutsertaan di dunia perbankan,karena perlu diketahui
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan perlu diperkuat. Untuk itu perlu
diberikan jaminan atas dana yang disimpannya. Keberadaan suatu sistem penjaminan
simpan yang diatur secara tegas dan disusun secara lengkap dan meningkatkan
kepercayaan pada akhirnya memperkuat seluruh sistem perbankan
D. Keaslian Penulisan
Pembahasan skripsi dengan judul : “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP
PERANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM PERLINDUNGANNYA TERHADAP NASABAH BANK” ini sudah tak asing lagi didengar oleh masyarakat
kebanyakan,terutama pada nasabah bank atau setiap orang yang sehari – harinya
berhubungan dengan dunia perbankan. Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat
menjamin keamanan simpanan para nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai
penyedia dana pembangunan dan pelayan jasa perbankan.
Apabila bank kehilangan kepercayaan dari masyarakat sehingga kelangsungan usaha
bank dimaksud tidak dapat dilanjutkan, bank dimaksud menjadi Bank gagal yang berakibat
dicabut izin usahanya. Penjaminan simpanan nasabah bank tersebut diselenggarakan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS sendiri memiliki dua fungsi yaitu menjamin
simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan Bank-Gagal.
Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas tetapi dapat
mencakup sebanyak-banyaknya nasabah. Setiap bank yang menjalankan usahanya di
Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta dan membayar premi penjaminan.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni dari hasil pemikiran si
penulis yang dikaitkan dengan teori – teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin –
gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata
kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis harus bertanggung
jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.
E. Metode Penelitian
1. Bentuk penelitian
Dalam menyusun skripsi ini, penelitian digunakan metode hukum normatife, yaitu
penelitian dengan hanya menggunakan data-data sekunder atau disebut juga dengan metode
kepustakaan yang berkaitan dengan Lembaga Penjamin Simpanan
2. Alat pengumpul data
Untuk melengkapi dan memenuhi materi skripsi, maka penulis mencari dan
mengambil materi data-data sekunder. Yaitu sebagai berikut :
A. Bahan Hukum Primer
Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
Dalam tulisan ini diantaranya Undang Lembaga Penjamin Simpanan
Undang-undang No.24 Tahun 2004 dan Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun 1998.
B. Bahan Hukum Sekuder
Yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang
mendukung bahan baku primer , seperti : kamus, ensiklopedi, situs internet dan lain-lain.
F. Tinjauan Kepustakaan
Untuk mengetahui pengertian lembaga penjamin simpanan, dapat kita lihat pada
Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dimana Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang
menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan melalui skim
asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya.
Lembaga penjamin simpanan adalah lembaga yang independen, transparan, dan
akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, serta lembaga penjamin simpanan
ini juga bertanggung jawab kepada Presiden.
Adapun simpanan yang dijamin oleh lembaga penjamin simpanan meliputi :
1. Simpanan yang dijamin meliputi giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
2. Simpanan nasabah Bank berdasarkan Prinsip Syariah yang dijamin meliputi : a. Giro berdasarkan Prinsip Wadiah.
b. Tabungan berdasarkan Prinsip Wadiah.
c. Tabungan berdasarkan Prinsip Mudharabah muthlaqah atau Prinsip Mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank.
d. Deposito berdasarkan Prinsip Mudharabah muthlaqah atau Prinsip Mudharabah muqayyadah yang risikonya ditanggung oleh bank.
e. Simpanan berdasarkan Prinsip Syariah lainnya yang ditetapkan oleh LPS setelah mendapat pertimbangan LPP.
3. Simpanan yang dijamin merupakan simpanan yang berasal dari masyarakat, termasuk yang berasal dari bank lain.
4. Nilai Simpanan yang dijamin LPS mencakup saldo pada tanggal pencabutan izin usaha Bank.
5. Saldo tersebut berupa :
a. Pokok ditambah bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah, untuk Simpanan yang memiliki komponen bagi hasil yang timbul dari transaksi dengan prinsip syariah.
b. Pokok ditambah bunga yang telah menjadi hak nasabah, untuk Simpanan yang memiliki komponen bunga.
c. Nilai sekarang per tanggal pencabutan izin usaha dengan menggunakan tingkat diskonto yang tercatat pada bilyet, untuk Simpanan yang memiliki komponen diskonto.
6. Saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu Bank adalah hasil penjumlahan saldo seluruh rekening Simpanan nasabah pada Bank tersebut, baik rekening tunggal maupun rekening gabungan (joint account);
7. Untuk rekening gabungan (joint account), saldo rekening yang diperhitungkan bagi satu nasabah adalah saldo rekening gabungan tersebut yang dibagi secara prorata dengan jumlah pemilik rekening;
8. Dalam hal nasabah memiliki rekening tunggal dan rekening gabungan (joint account), saldo rekening yang terlebih dahulu diperhitungkan adalah saldo rekening tunggal;
diperuntukkan bagi kepentingan pihak lain (beneficiary), maka saldo rekening tersebut diperhitungkan sebagai saldo rekening pihak lain (beneficiary) yang bersangkutan;
10.Sejak 13 Oktober 2008, saldo yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank adalah paling banyak sebesar Rp 2 Milyar.9
Mengingat fungsinya yang sangat penting, Lembaga penjamin simpanan harus
independen, transparan, dan akuntabel dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Karena
itu, status hukum, governance, pengelolaan kekayaan dan kewajiban, pelaporan dan
akuntabilitas Lembaga penjamin simpanan serta hubungannya dengan organisasi lain.
B. Pengertian Perlindungan Terhadap Nasabah Bank
Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998, Nasabah Penyimpan adalah nasabah
yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank
dengan nasabah yang bersangkutan.
Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional merupakan salah satu
kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan sehingga krisis tersebut tidak terulang.
Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan
pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan
kelangsungan usaha bank secara sehat. Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat
menjamin keamanan simpanan para nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai
penyedia dana pembangunan dan pelayan jasa perbankan.
Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan Lembaga penjamin simpanan
bersifat terbatas tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah. Setiap bank yang
menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta dan membayar premi
penjaminan. Dalam hal bank tidak dapat melanjutkan usahanya dan harus dicabut izin
9
usahanya, Lembaga penjamin akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai
jumlah tertentu. Adapun simpanan yang tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses
likuidasi bank. Likuidasi ini merupakan tindak lanjut dalam penyelesaian bank yang
mengalami kesulitan keuangan.
Menurut Pasal 9 Undang-Undang No.24 Tahun 2004 :
Sebagai peserta Penjaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, setiap Bank wajib:
a. Menyerahkan dokumen sebagai berikut:
1) Salinan anggaran dasar dan/atau akta pendirian bank;
2) Salinan dokumen perizinan bank;
3) Surat keterangan tingkat kesehatan bank yang dikeluarkan oleh LPP yang
dilengkapi dengan data pendukung;
4) Surat pernyataan dari direksi, komisaris, dan pemegang saham bank, yang
memuat:
Komitmen dan kesediaan direksi, komisaris,dan pemegang saham
bank untuk mematuhi seluruh ketentuan sebagaimana ditetapkan
dalam Peraturan LPS;
Kesediaan untuk bertanggung jawab secara pribadi atas kelalaian
dan/atau perbuatan yang melanggar hukum yang mengakibatkan
kerugian atau membahayakan kelangsungan usaha bank;
Kesediaan untuk melepaskan dan menyerahkan kepada LPS segala
hak, kepemilikan, kepengurusan, dan/atau kepentingan apabila
bank menjadi Bank gagal dan diputuskan untuk diselamatkan atau
b. Membayar kontribusi kepesertaan sebesar 0,1% (satu perseribu) dari modal
sendiri (ekuitas) bank pada akhir tahun fiscal sebelumnya atau dari modal disetor
bagi bank baru;
c. Membayar premi Penjaminan;
d. Menyampaikan laporan secara berkala dalam format yang ditentukan;
e. Memberikan data, informasi, dan dokumen yang dibutuhkan dalam rangka
penyelenggaraan Penjaminan; dan
f. Menempatkan bukti kepesertaan atau salinannya didalam kantor bank atau tempat
lainnya sehingga dapat diketahui dengan mudah oleh masyarakat.
Lembaga penjamin simpanan menjamin Simpanan nasabah bank yang berbentuk
giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
Dapat kita lihat pula pada Pasal 11 Undang-Undang No.24 Tahun 2004 :
(1) Nilai Simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah pada satu bank paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Nilai Simpanan yang dijamin dapat diubah apabila dipenuhi salah satu atau lebih
kriteria sebagai berikut:
a. Terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara bersamaan;
b. Terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun; atau
c. Jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kurang dari
90% (sembilan puluh per seratus) dari jumlah nasabah penyimpan seluruh
bank.
(3) Perubahan besaran nilai Simpanan yang dijamin sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan nilai Simpanan yang dijamin untuk
setiap nasabah penyimpan pada satu bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diatur dengan Peraturan LPS.10
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan, penelitian ini akan dibagi
menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar
belakang, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TERHADAP PERBANKAN
Didalam bab ini akan diulas tinjauan umum terhadap perbankan antara lain
memuat, Pengertian dan Dasar Hukum Perbankan, Kelembagaan Perbankan,
Kegiatan Usaha Bank, Perlindungan Nasabah Bank, Melemahnya
Kepercayaan Masyarakat Terhadap Bank
BAB III : KETENTUAN PENJAMINAN NASABAH PENYIMPAN
Dalam bab ini akan dibahas ketentuan penjaminan nasabah penyimpan yang
memuat, Pengaturan Penjamin Simpanan Nasabah Bank, Bebarapa sistem
perlindungan Nasabah Penyimpan, Fungsi, Tugas dan Wewenang Lembaga
10
Penjamin Simpanan, Simpanan Nasabah yang Dijamin Lembaga Penjamin
Simpanan
BAB IV : TINJAUAN TERHADAP LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Bab ini akan mengulas mengenai tinjauan terhadap lembaga penjamin
simpanan yang meliputi, Bentuk Hubungan Antara Bank Dengan Nasabah
Penyimpan, Peranan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Hal Bank Tak
Sanggup Bayar, Pembayaran Klaim Penjaminan
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
: Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP PERBANKAN
A. Pengertian Dan Dasar Hukum Perbankan
Sebelum membahas masalah hukum dan ketentuan perbankan di Indonesia, terlebih
dahulu kita perlu mengetahui dan mengikuti sejarah perkembangan perbankan di Indonesia,
khususnya sejak jaman penjajahan belanda hinggga saat ini. hal ini penting karena
perkembangan perbankan di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan sejarah di Indonesia
pada umumnya.
Pengetahuan tentang sejarah perbankan di Indonesia ini sangat penting, mengingat
gejolak dan dinamika perkembangan perbankan di Indonesia sejak jaman penjajahan belanda
sampai saat ini. selain itu juga perlu memahami mengapa masih terdapat ketentuan maupun
hukum perbankan yang masih berupa peninggalan pemerintah kolonial belanda.
Disamping hal-hal tersebut di atas, sampai saat ini masih banyak istilah perbankan di
Indonesia yang merupakan istilah peninggalan zaman belanda, misalnya istilah bilyet giro,
rekening-courant ( rekening Koran), giroverkeer (lalu lintas giro), overbooking (pemindah
bukuan), dan masih banyak lagi.
Pada periode kedudukan Belanda, bank di Indonesia didirikan oleh pemerintahan
Hindia-Belanda pada 1824 dengan nama Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM), dan
pemerintah Hindia-Belanda bertindak sebagai salah satu pemegang saham utama. Bank
tersebut didirikan untuk untuk mengisi kekosongan akhibat likuidasi vereenigde
nusantara sekitar dua abad (1602 – 1799) , mengalami kebangkrutan . sekarang ini NHM
telah berubah menjadi Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII).
Pemerintah Hindia-Belanda juga mendirikan De Javasche Bank (1827), kini Bank
Indonesia (BI),dan NV Escomto Bank, sebuah bank swasta yang dikenal sebagai Bank
Dagang Negara (BDN). Beberapa koperasi simpan – pinjam yang didirikan di kalangan
petani pada 1895 di Purwekerto, pada 1934 digabungkan oleh pemerintah belanda ke dalam
Algemeene Volksscrediet Bank (AVB).11
Periode awal kemerdekaan di Indonesia , setahun setelah kemerdekaan pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 1946 yang
menegaskan lahirnya Bank Nasional Indonesia (BNI), yang peresmianya dilakukan pada 17
agustus 1946. Tugas BNI , sebagaimana tercantum dalam peraturanya adalah mengeluarkan
dan mengedarkan uang kertas bank disamping pemegang uang kas Negara. Pada
kenyataannya tugas BNI adalah mengatur peredaran uang RI (ORI – Oerang Repoeblik
Indonesia) sebagai uang kertas pemerintah, disamping menarik uang masa pendudukan
jepang dan menggantinya dengan ORI.
Periode 1988 – Sekarang, pada tanggal 27 Oktober 1988 Menko Ekuin Radius
Prawiro mengumumkan serangkaian kebijakan baru yang merupakan paket deregulasi
dibidang keuangan moneter dan perbankan (KMP). Paket kebijakan ini lebih dikenal dengan
sebutan Pakto 1988. Puncak dari periode ini adalah diberlakukanya Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pada 25 maret 1992 yang menggantikan Undang-Undang
11
Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, yang sudah berumur 25 tahun.
Isinya telah mengalami perubahan dan penyempurnaan dari isi aslinya12
Menurut pasal 1 Undang-Undang No.7 Tahun 1992, pengertian Bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan baik untuk disalurkan
maupun digunakan untuk tujuan lain.
Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin
menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat
berdampak kurang menguntungkan. Sementara itu, perkembangan perekonomian nasional
senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. Oleh karena itu,
diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan dibidang ekonomi termasuk sektor Perbankan
sehingga diharapkan akan dapat memperbaiki dan memperkukuh perekonomian nasional.
Sektor Perbankan yang memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi dan
penunjang merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses penyesuaian dimaksud.
Sehubungan dengan itu, diperlukan penyempurnaan terhadap sistem Perbankan nasional yang
bukan hanya mencakup upaya penyehatan bank secara individual melainkan juga penyehatan
sistem Perbankan secara menyeluruh. Upaya penyehatan Perbankan nasional menjadi
tanggung jawab bersama antara Pemerintah, bank-bank itu sendiri dan masyarakat pengguna
jasa bank.
Adanya tanggung jawab bersama tersebut dapat membantu memelihara tingkat
kesehatan Perbankan nasional sehingga dapat berperan secara maksimal dalam perekonomian
nasional.
Maka dari itu adanya perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan menjadi Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang- 12
Undang Uomor7 Tahun 1992 dikarenakan perkembangan perekonomian nasional yang
senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin
kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di
bidang ekonomi, termasuk Perbankan dan dalam memasuki era globalisasi dan dengan telah
diratifikasi beberapa perjanjian internasional dibidang perdagangan barang dan jasa,
diperlukan penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan dibidang perekonomian
khususnya sektor Perbankan.
Didalam perubahan Undang-Undang ini terdapat sedikit perbedaan mengenai
pengertian perbankan, menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 pengertian dari Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dapat kita lihat pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ayat 1 Tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, pengertian Perbankan adalah segala
sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Disamping itu peranan perbankan sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi suatu
Negara. Bank dapat diartikan sebagai darahnya perekonomian suatu Negara. Oleh karena itu
kemajuan suatu bank disuatu Negara dapat pula dijadikan ukuran kemajuan Negara yang
bersangkutan. Semakin maju suatu Negara, maka semakin besar peranan perbankan dalam
mengendalikan Negara terssebut. Artinya keberadaan dunia perbankan semakin dibutuhkan
pemerintah dan masyarakatnya.
Lain halnya di Negara – Negara berkembang, seperti Indonesia, pemahaman tentang
bank di Negeri ini baru sepotong – sepotong. Sebagian masyarakat hanya memahami bamk
masyarakat sama sekali belum memahami bank secara utuh, sehingga pandangan tentang
bank sering diartikan secara keliru. Selebihnya banyak masyarakat yang tidak paham sama
sekali tentang dunia perbankan. Semua ini tentu dapat dipahami karna pengenalan dunia
perbankan secara utuh terhadap masyarakat sangatlah minim, terlepas dari kurang pahamnya
pengelola perbankan di Tanah air dalam memahami dunia perbankan secara utuh.
Dalam dunia modern sekarang ini, peranan perbankan dalam memajukan
perekonomian suatu Negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan
semua kegiatan keuangan selalu membutuhkan jasa bank. Oleh karena itu disaat ini dan
dimasa yang akan datang kita tidak akan lepas dari dunia perbankan, jika hendak menjalan
aktivitas keuangan, baik per-orangan maupun lembaga, baik sosial atau perusahaan.
Begitu pentingnya dunia perbankan,sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan
“nyawa” untuk menggerakkan roda perekonomian suatu Negara. Anggapan ini tentunya tidak
salah, karena fungsi bank adalah sebagai lembaga keuangan sangatlah vital, misalnya dalam
hal penciptaan uang, mengedarkan uang, menyediakan uang untuk menunjang kegiatan
usaha, tempat mengamankan uang, tempat melakukan investasi dan jasa keuangan lainya.13
B. Kelembagaan Perbankan a. Jenis – jenis bank
Dilihat dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 jenis perbankan berdasarkan
fungsinya terdiri dari :
1. Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapan memberikan seluruh
13
jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan diseluruh
wilayah Indonesia, bahkan keluar negeri (cabang). Bank umum sering disebut bank komersil
(commercial bank)
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Dalam kegiatannya BPR tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya jasa perbankan yang ditawarkan BPR
jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan atau jasa bank umum.14
b. Pendirian Bank
Dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 20 Undang-Undang No.10 Tahun 1998
dinyatakan bahwa pada prinsipnya setiap pihak yang melakukan penghimpunan dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan wajib memiliki izin usaha sebagai bank umum atau bank
perkreditan rakyat dari pimpinan bank Indonesia. Hal ini dikarenakan kegiatan
penghimpunan dan penyaluran kembali dana ke masyarakat sangat perlu di awasi sesuai
dengan fungsi bank Indonesia yang memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap bank –
bank yang ada di Indonesia.
c. Bentuk Hukum Bank
Persyaratan untuk memperoleh izin biasanya diikuti oleh berbagai syarat dan salah
satu syaratnya adalah bentuk hukum bank yang akan didirikan. Ada beberapa bentuk hukum
bank yang dapat dipilih jika ingin mendirikan bank. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 bentuk badan hukum bank umum dapat berupa dari salah satu alternatife
dibawah ini :
1. Perseroan Terbatas (PT)
2. Koperasi,atau
14
3. Perseroan Daerah (PD)
Sedangkan bentuk badan hukum bank perkreditan rakyat sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dapat berupa :
1. Perusahaan Daerah (PD)
2. Koperasi
3. Perseroan terbatas (PT)
4. Atau bentuk lain yang ditetapkan pemerintah.15
d. Kepemilikan Bank
Menurut Pasal 22 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 :
"Pasal 22
(1) Bank Umum hanya dapat didirikan oleh:
a. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia;atau
b. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing
dan atau badan hukum asing secara kemitraan.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia."
"Pasal 26
(1) Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.
(2) Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan atau badan hukum
asing dapat membeli saham Bank Umum, baik secara langsung dan atau melalui bursa efek.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah."
"Pasal 27
Perubahan kepemilikan bank wajib:
15
a. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Pasal 22, Pasal
23, Pasal d24, Pasal 25, dan Pasal 26; dan
b. dilaporkan kepada Bank Indonesia."
"Pasal 28
(1) Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan Bank
Indonesia."
Dalam hal perubahan kepemilikan bank, dalam Pasal 27 Undang-Undang perbankan
dinyatakan bahwa setiap pemilik saham atas bank wajib atas ketentuan – ketentuan dalam
Pasal 16 ayat (3) dan Pasal 22 sampai dengan Pasal 26 yang berhubungan dengan perizinan
dan kegiatan usaha bank serta wajib melaporkannya kepada bank Indonesia.
C. Kegiatan Usaha Bank
Sebagai lembaga yang berorientasi bisnis, bank juga melakukan berbagai kegiatan,
sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank sehari – hari tidak akan terlepas dari bidang
keuangan. Kegiatan perbankan yang paling pokok adalah membeli uang dengan cara
penghimpun dana dari masyarakat luas. Kemudian menjual uang yang berhasil dihimpun
dengan cara menyalurkan kembali kepada masyarakat melalui pemberian pinjaman atau
kredit.
Dalam praktinya kegiatan bank dibedakan sesuai dengan jenis bank tersebut. Setiap
jenis bank memiliki ciri dan tugas tersendiri dalam melakukan kegiatanya, misalnya dilihat
dari segi fungsi bank yaitu antara kegiatan bank umum dengan kegiatan bank perkreditan
rakyat, jelas memiliki tugas atau kegiatan yang berbeda.16
Sesuai Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan,maka usaha
– usaha yang dapat dilakukan bank meliputi :
16
Usaha Bank Umum meliputi :
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu;
b. memberikan kredit;
c. menerbitkan surat pengakuan hutang;
d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan
atas perintah nasabahnya:
1. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya
tidak lebih lama dari pada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
2. surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak
lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
3. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
5. obligasi;
6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
7. instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1
(satu) tahun;
e. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah;
f. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank
lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel
unjuk, cek atau sarana lainnya;
g. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan
h. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
i. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak;
j. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalambentuk surat
berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
k. membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur
tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli
tersebut wajib dicairkan secepatnya;
l. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
m. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah;
n. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini dan peraturan perundangundangan yang
berlaku.
Menurut Pasal 6 huruf (k) Undang-Undang Perbankan 1992 tentang usaha bank
menyatakan bahwa bank dapat membeli melalui pelanggan agunan baik semua maupun
sebagian bila debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan
agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
Ketentuan ini menurut hemat saya dimaksudkan untuk mempercepat proses
pencairan jaminan , karena dalam praktek pelelangan jaminan sering kali kurang diminati
oleh pihak penawar sehingga menyebabkan sulitnya mencairkan jaminan tersebut.17
17
17
Wijanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia,penerbit Grafiti Cetakan ke.III ,Jakarta Januari 1997 hal.67
D. Perlindungan Nasabah Bank
a. Kewajiban Bank Terhadap Masyarakat
Banyak kewajiban bank terhadap masyarakat. Berbagai kelompok penduduk
mempunyai tuntutan yang berbeda-beda terhadap sebuah bank. bank haruslah menyadari
tuntutan ini dan menanggapinya. Ditingkat lokal, bankir diharapkan menyediakan
pengetahuan tekhnis (technical know-how) keuangan bagi masyarakatnya. Kewajiban ini
meliputi kepemimpinan (leadership), bimbingan dan partisipasi aktif dalam masalah –
masalah yang berkenaan dengan pembiayaan masyarakat (public financing). Bankir yang
menaruh perhatian, kualifaid dan objektif sangat bernilai untuk membantu masyarakat untuk
memilih cara-cara terbaik memenuhi kebutuhan-kebutuhan keuangannya
b. Kewajiban Bank Terhadap nasabahnya
Kewajiban bank terhadap nasabahnya bahkan lebih besar lagi dari pada kewajibannya
terhadap masyarakat. Karena lebih langsung hubungan dengan nasabahnya dibandingkan
dengan publik, maka top management haruslah selalu memperhatikan kebijaksanaan dan
praktek – prakteknya terhadap kesejahteraan nasabahnya. Kesehatan lembaga ini sangat
penting bagi masyarakat, tetapi lebih penting lagi bagi mereka yang mempercayakan uang
mereka kepada bank itu atau mereka yang mengadakan hubungan peminjaman atau
hubungan lain yang mereka andalkan. Faktor-faktor keamanan dan likuiditas deposito,
keuangan yang dapat diandalkan, kemudahan, dan biaya yang pantas adalah hal-hal yang
sangat penting bagi nasabah dan bank harus menanggapinya. Dalam mengambil keputusan
yang mempengaruhi faktor-faktor ini , top management haruslah hati-hati menimbang
seluruh konsekuensinya terhadap para nasabah disamping terhadap para persero, publik dan
konsekuensi ini tidak saja merupakan kegagalan melaksanakan kewajiban yang utama, tetapi
juga menunjukkan piciknya pandangannya dalam melayani kepentingan pemiliknya18
c. Hubungan Nasabah Dengan Bank
Hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana ,dapat terlihat dari
hubungan yang muncul dari produk-produk perbankan,seperti deposito,giro dan
tabungan.bentuk hubungan itu terdapat dalam bentuk peraturan bank yang bersangkutan dan
syarat umum yang harus di patuhi oleh setiap nasabah penyimpan dana,karena
syarat-syarat produk perbankan berbeda satu sama lainmaka perlu adanya penyesuaian.
d. Hubungan Hukum Nasabah Dengan Bank
Bagi pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank, mereka
berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat
kesalahan dalam keterangan yang diberikan. Pelanggaran terhadap berbagai aturan yang
berlaku, termasuk kerahasiaan bank, maka akan dikenakan sanksi tertentu sesuai dengan yang
tercantum dalam undang-undang Nomor 10 tahun 1998.
Jaminan ditegakkannya peraturan-peraturan perbankan dimuat pasal 50 yang
mengancam dengan hukuman penjara 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.
6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah).
Pasal 50 tersebut merupakan jaminan bagi masyarakat. Berkat jaminan ini, semua
bank tidak dapat berkelit untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, terutama yang
berkenaan dengan pemantauan keadaan terhadap suatu bank oleh Bank Indonesia, yang
mewakili pemerintah untuk melindungi dana masyarakat sekaligus menjaga agar bank dalam
keadaan sehat.
Bank Indonesia dapat menjatuhkan sanksi administratif sebagaimana dimuat dalam
penjelasan resmi Pasal 52, yang antara lain berbunyi :
18
Sanksi administratif dalam pasal ini dapat berupa :
a. Denda
b. Penyampaian teguran-teguran tertulis;
c. Penurunan tingkat kesehatan bank;
d. Larangan turut serta dalam kliring;
e. Pembekuan kegiatan;
f. Pencabutan izin usaha.
e. Perlindungan Terhadap Nasabah
Nasabah yang menyimpan dananya di Bank umumnya mempunyai berbagai tujuan
dan motivasi. Nasabah sangat menginginkan agar dana yang disimpannya pada bank terjamin
aman dari segala sesuatu yang dapat merugikannya dan adanya balas jasa dari Bank atas
penggunaan dana tersebut. Secara umum perlu adanya perlindungan terhadap nasabah agar
tidak dirugikan oleh pihak bank atau pihak lain yang tidak bertanggungjawab. Sehubungan
dengan itu sepanjang yang di atas oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat
dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Lembaga Penjamin Simpanan
Dari ketentuan Pasal 37 B undang-undang Perbankan Indonesia 1992/1998 dapat
diketahui bahwa setiap Bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada
bank yang bersangkutan melalui Lembaga Penjamin Simpanan. Dengan demikian,
undang-undang sudah mengatur tentang kewajiban bank untuk melakukan penjamin
atas dana masyarakat yang diterimanya sebagai simpanan, termasuk yang berbentuk.
Untuk pelaksanaannya, tentunya bank harus membuat suatu perjanjian dengan
Perlu pula dikemukakan bahwa sampai tahun kelima sebelah ketentuan
undang-undang tersebut berlaku, ternyata lembaga Penjamin Simpanan belum beroperasi
sehingga penjaminan simpanan masyarakat pada Bank masih dilakukan oleh
pemerintah. Penjaminan tersebut dapat dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh pemerintah walaupun suatu saat nantinya akan berakhir.
Dengan adanya ketentuan undang-undang mengenai kewajiban bank menjamin dana
masyarakat dan adanya program penjaminan yang sudah berjalan tentunya akan
memberikan perlindungan kepada nasabah penyimpanan dalam hal terjadinya
penutupan atas bank yang bersangkutan. Nasabah penyimpanan diharapkan akan tetap
memperoleh kembali dana yang disimpannya dalam hal terjadi penutupan pada
banknya.
2. Rahasia Bank
Dikarenakan kegiatan dunia perbankan mengelola yang masyarakat, maka bank wajib
pula menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat. Bank wajib menjamin
keamanan uang tersebut agar benar-benar aman. Agar keamanan nasabahnya terjamin
pihak perbankan dilarang untuk memberikan keterangan yang tercatat pada bank
tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya. Dengan kata lain bank
harus menjaga rahasia tentang keadaan keuangan nasabah dan apabila melanggar
kerahasiaan ini perbankan akan dikenakan sanksi. Rahasia bank adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya (Pasal 1 angka 28 undang-undang Perbankan Indonesia 1992/1998). Hal
ini diatur oleh Pasal 40 dengan rumusan sebagai berikut :
a. Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang
dirahasiakan oleh Bank menurut kelaziman dalam hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44.
b. Ketentuan sebagaimana dimaksud berlaku bagi pihak terafiliasi. Lebih
lanjut, penjelasan resmi pada Pasal 40 mengutarakan antara lain sebagai
berikut :
ayat (1)Dalam hubungan yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh
bank adalah data dan informasi mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari orang dan badan yang
diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya. Kerahasiaan ini diperlukan
untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat
yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan
mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila
dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan
keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. Dengan adanya
ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia
bank.
Menurut ketentuannya, bank dan pihak terafiliasi wajib merahasiakan keterangan
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal-hal tertentu yang diutus
oleh undang-undang tersebut dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pihak terafiliasi
adalah pihak yang berkaitan dengan pengelolaan bank. Siapa yang disebut sebagai pihak
terafiliasi diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 22 undang-undang Perbankan Indonesia
1992/1998, antara lain direksi, pejabat dan pegawai bank.
Namun dalam kasus tertentu, kerahasiaan bank tidak berlaku untuk nasabah, misalnya :
a. Untuk kepentingan perpajakan pimpinan Bank Indonesia atas permintaan
agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tentang
keuangan nasabahnya penyimpanan tertentu kepada pejabat bank.
b. Untuk penyelesaian piutang Bank yang sudah diserahkan kepada Badan
Urusan Piutang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara. Pimpinan Bank
Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang Negara
untuk memperoleh keterangan dari Bank mengenai simpanan nasabah debitur.
c. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan, Bank Indonesia
dapat memberikan kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh
keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
d. Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat
memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.
Ketentuan mengenai rahasia bank tersebut tentunya merupakan perlindungan bagi
nasabah penyimpanan agar dananya yang disimpan pada bank tidak diketahui oleh
pihak-pihak lain yang tidak berkepentingan. Simpanan tersebut merupakan hak pribadi nasabah
penyimpanan yang tidak perlu diketahui oleh orang lain. Pelaksanaan dari ketentuan
mengenai rahasia bank ini perlu diperhatikan oleh Bank dan petugasnya agar tidak
menimbulkan permasalahan yang mungkin akan merugikan bank. Bank dalam hal ini perlu
memperhatikan kedudukannya yang sering disebut sebagai lembaga kepercayaan.
f. Mekanisme Perlindungan Nasabah
Beberapa mekanisme yang di pergunakan dalam rangka perlindungan nasabah bank
adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan peraturan baru
Melalui pembuatan peraturan baru di bidang perbankanatau merevisi peraturan
kepadanasabah suatu bank.banyak peraturan secara langsung maupun tidak
langsung bertujuan melindungi nasabah.akan tetapi lebih banyak lagi di perlukan
seperti itu dari apa yang terdapat dewasa ini.
2. Pelaksanaan peraturan yang ada
Melaksanakan peraturan yang ada di bidang perbankan secara lebih ketat oleh
pihak otoritas moneter, khususnya peraturan yang bertujuan melindungi nasabah
sehingga dapat dijamin law enforcement yang baik. Peraturan ini harus di
laksanakan secara objektif tanpa melihat siapakah pengurus bank tersebut maupun
pemegang saham
3. Memperketat perizinan bank
Memperketat pemberian izin untuk suatu pendirian bank merupakan cara agar
bank tersebut kuat dan berkualitas sehingga dapat memberikan keamanan
terhadap nasabahnya.
4. Memperketat pengawasan bank
Untuk mengurangi resiko yang ada pihak
g. Hubungan Perlindungan Hukum Nasabah Dengan Bank
Bank sebagai suatu lembaga atau institusi yang melakukan kegiatan di bidang
keuangan telah menunjukkan peranan yang cukup penting dalam melayani berbagai
kepentingan masyarakat di Indonesia saat ini. Berbagai produk bank telah berkembang untuk
memenuhi tuntutan perkembangan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Menurut
ketentuan Undang-undang Perbankan Indonesia Nomor 7 tahun 1992, Bank adalah suatu
badan usaha dan mempunyai kegiatan usaha yang berkaitan dengan penghimpunan dana
masyarakat serta memberikan jasa lainnya yang berkaitan dengan keuangan. Bank dengan
berbagai produknya telah banyak dimanfaatkan masyarakat untuk menyelesaikan
Mengingat kebutuhan akan jasa perbankan semakin meningkat, maka penulis
merasakan betapa pentingnya pemahaman masyarakat akan di sisi lain. Kedua hal tersebut
yang hanya dapat terlaksana jika bank otoritas atau bank Indonesia melakukan tindakan
pengawasan dan pembinaan terhadap bank-bank yang ada,baik bank pemerintah maupun
bank swasta. berkemampuan melindungi dana masyarakat secara baik. Oleh karenanya bank
harus mampu berfungsi secara efisien, sehat, wajar, dan mampu menghadapi persaingan yang
semakin bersifat global. Pemahaman anggota masyarakat terhadap semua aktivitas bank,
termasuk semua warkat bank seyogyanya dimulai sejak yang bersangkutan memakai atau
mempergunakan jasa perbankan, sehingga dapat mencegah risiko. 19
E. Melemahnya Kepercayaan Masyarakat Terhadap Bank a. Menguji kepercayaan masyarakat terhadap rupiah
Langkah Bank Indonesia (BI)20 untuk tetap pada jalur kebijakan bunga tinggi pada
tahun-tahun awal krisis ekonomi, yakni 1997 dan 1998, telah membawa kembali ekonomi
Indonesia mengarah pada jalur yang benar.Harus diakui, kebijakan bunga tinggi pada 1998
dengan suku bunga antarbank rata-rata 64% telah mengembalikan kepercayaan terhadap
rupiah yang pada pertengahan tahun itu mencapai Rp 14.900/dolar Amerika Serikat (AS)
menjadi rata-rata Rp 8.000/dolar AS pada akhir tahun.
Keyakinan BI pada pilihan kebijakan moneter yang ditempuh itu pula yang menjadi
salah satu pilar inflasi kembali pada jalur inflasi rendah pada saat ini. Inflasi itu pula selain
kurs yang menjadi tugas inti bank sentral.Pengalaman selama lima tahun sejak 1998 itu
tampak telah memberikan keyakinan BI atas kepercayaan masyarakat pada sendi-sendi dasar
ekonomi makro sehingga baik inflasi maupun kurs rupiah masih berada kisaran jalur
19
http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2009/12/hubungan-perlindungan-hukum-nasabah.html
20
paritasnya.Tetapi keyakinan yang begitu tinggi pulalah yang kelihatan hampir menjadikan
rupiah menggeliat mendekati batas kritis Rp 10.000/dolar Amerika serikat pada pekan
terakhir April lalu.
Kepanikan melanda pasar valas Indonesia, khususnya dalam pekan-pekan terakhir
April dan awal Mei. Posisi rupiah terhadap dolar AS menembus angka Rp 9.800. Adakah
yang mengkhawatirkan fundamental ekonomi kita sehingga pasar valas panik.Indikasi rupiah
akan melemah terhadap dolar AS sebenarnya sudah dapat diperkirakan sejak Maret lalu,
yakni ketika The Fed atau bank sentral AS meningkatkan suku bunga utamanya (Fed Fund
Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 2,75 % pada 22 Maret, setelah 2 Februari juga
menaikkan 25 basis poin menjadi 2,50%.
Terakhir The Fed menaikkan suku bunganya pada 3 Mei lalu, juga sebesar 25 basis
poin sehingga menjadi 3%. Sementara itu BI tampak dari April hingga pekan pertama Mei
masih mempertahankan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 1 bulannya pada tingkat
7,53% sebelum dinaikkan lagi menjadi 7,81 % pada 4 Mei dari sebelumnya 7,70%.Adakah
yang salah dalam strategi BI sehingga rupiah melemah cukup besar? Hampir semua indikator
ekonomi makro kita saat ini berada di tingkat yang tidak buruk, kecuali inflasi.
Kita perhatikan beberapa indikator makro dan sectkr riil berikut. Pertumbuhan
ekonomi tahun 2004 mencapai 5,13% atau lebih tinggi dari target pertumbuhan yang
ditetapkan sebelumnya sebesar 4,8%. Seluruh lapangan usaha pada 2004 juga mengalami
ekspansi, kecuali sektor penggalian dan produksi, dengan rekor ekspansi terbesar sebesar
12,7% terjadi di sektor pengangkutan dan komunikasi.Sementara itu di sisi permintaan
ekspansi terbesar terjadi di komponen impor sebesar 24,95% dan investasi 15,71%. Kinerja
indikator ekonomi makro yang cukup baik itulah yang tampak menjadikan BI cukup percaya
diri tidak menaikkan suku bunga mengantisipasi perkembangan suku bunga The Fed.Atau BI
nasional dengan sengaja menunda antisipasinya atas perubahan suku bunga di Amerika
serikat.
Kepercayaan BI yang tinggi tersebut tampak pada pernyataan Gubernur BI
pertengahan April yang tidak akan menaikkan lagi suku bunga SBI.Kalau hipotesis itu benar,
maka sungguh sangat mahal kemungkinan harga yang harus dibayar, karena apabila rupiah
sampai melampaui Rp 10.000/dolar AS maka akan susah payah untuk mengembalikan
kepercayaan yang sudah tercipta cukup baik. Semoga hipotesis itu salah.
Saat ini BI masih cukup kredibel untuk menjaga kepercayaan terhadap rupiah yang
tampak pada rupiah yang mulai menguat setelah ada intervensi terhadap pasar valas.Namun
hal itu pun dibantu oleh upaya nonpasar dengan meminta Pertamina melaporkan transaksinya
dalam menggunakan valas. Apa makna semua itu?Sampai saat ini kurs rupiah terhadap dolar
AS dan tingkat inflasi masih tetap merupakan variabel kunci sangat strategis dalam menjaga
stabilitas makro ekonomi Indonesia.Posisi strategis itu terkait dengan masih cukup tinggi
komponen impor dalam industri manufaktur, sehingga setiap goncangan terhadap rupiah akan
berakibat pada kegoyahan harga-harga produk manufaktur yang ujung-ujungnya juga dapat
meningkatkan laju inflasi.Karena itu, setiap ancaman yang muncul dan mungkin
memengaruhi kurs rupiah harus selalu mendapat antisipasi cepat agar tidak goncang. Hal itu
berarti selain perubahan fundamental ekonomi domestik, antisipasi terhadap perubahan
fundamental ekonomi internasional khususnya AS, harus mendapat perhatian dan antisipasi
secara cepat sebelum terlambat.
Hasil riset BI Semarang bekerja sama dengan Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi
(LSKE) Fakultas Ekonomi Undip mengenai sebab-sebab inflasi di Jateng menunjukkan setiap
perubahan kurs rupiah terhadap dolar AS akan mendorong kenaikan inflasi pada bulan-bulan
berikutnya, khususnya pada bulan pertama dan kedua setelah perubahan kurs
kurs rupiah terhadap dolar AS harus selalu mendapat antisipasi segera agar tidak
menimbulkan goncangan berkepanjangan.
Sehubungan dengan fenomena rupiah yang melemah akhir-akhir ini, di samping
variabel kenaikan suku bunga di AS yang bagi The Fed menjadi instrumen moneter utama
untuk mengatur ekonomi, tingkat inflasi domestik yang cukup tinggi pada Maret sebagai
faktor internal serta kecenderungan tingkat inflasi AS yang stabil dan tidak mengalami
kenaikan harus mendapat perhatian otoritas moneter Indonesia.Peningkatan selisih tingkat
inflasi antara Indonesia dan AS pada Maret harusnya sudah merupakan sinyal rupiah akan
melemah terhadap dolar AS, sehingga harus sudah diantisipasi pada April lalu.
Sementara itu peningkatan suku bunga Fed Fund Rate dan tentu juga Prime Rate serta
tingkat inflasi rendah berarti akan meningkatkan tingkat bunga riil dalam dolar AS. Dalam
hal ini pun BI sudah mengetahui secara baik.Persoalannya adalah terkait dengan timing
antisipasi tersebut yang harus cermat diperhatikan. Ketidaktepatan dalam mengambil posisi
dan waktu antisipasi bias akan berpengaruh besar terhadap perekonomian nasional.
Pada bulan-bulan mendatang,Kondisi eksternal, khususnya di AS, pada kuartal kedua
nanti diperkirakan tidak mengalami pertumbuhan berarti, yakni 11.951 miliar dolar AS (Mei),
11.956 miliar dolar AS (Juni), Indeks Harga Konsumen Mei diperkirakan 189,8 dan Juni
189,4, sedangkan Prime Interest Rate Mei 5,75% dan Juni 6%.Gambaran itu menunjukkan
ada perkiraan perubahan indikator ekonomi AS yang tidak signifikan, kecuali untuk tingkat
bunga. Karena itu, yang perlu diantisispasi Indonesia adalah menjaga agar dolar AS tidak lagi
merangkak naik.21
21
http://www.suaramerdeka.com/harian (Penulis adalah Ketua Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi (LSKE)
BAB III
KETENTUAN PENJAMINAN NASABAH PENYIMPAN
A. Pengaturan Penjamin Simpanan Nasabah Bank
Menurut undang-undang nomor 24 tahun 2004 tentang lembaga penjamin
simpanan,Penjaminan Simpanan Nasabah Bank, yang selanjutnya disebut Penjaminan, adalah
penjaminan yang dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan atas simpanan nasabah bank.
Sedangkan Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan22 adalah peraturan yang ditetapkan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka penjaminan serta penyelesaian dan penanganan
Bank Gagal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut.
a. Peranan penjamin simpanan
Studi mengenai penjamin simpanan telah banyak dilakukan mulai dari Marton (1978),
Busaer et al (1981), Diamond dan Dybvig (1983), Chari dan Jagannathan (1988), Kane
(1995), Calomiris (1996), Allen dan Gate (1998) dan terakhir adalah yang dilakukan oleh
Kunt et al (2007). Pada umumnya mereka mempunyai kesamaan pendapat bahwa keuntungan
suatu negara memiliki penjamin simpanan adalah untuk mencegah “pemborosan” biaya
likuidasi suatu bank gagal.
Pada umumnya para peneliti sepakat bahwa keberadaan penjamin simpanan yang
dikaitkan dengan peranannya dalam menjaga stabilitas perbankan masih menjadi kajian yang
menimbulkan pro dan kontra. Timbulnya pro dan kontra pada umumnya tidak terlepas dari
sudut pandang bahwa adanya penjaminan simpanan bisa menimbulkan gangguan pada
disiplin pasar dan adanya moral hazard. Adanya penurunan atas disiplin pasar dan adanya
22
moral hazard baik secara langsung maupun tidak, akan menstimulir terjadinya ketidak
stabilan pada sektor perbankan.
Ahli Demirguc-Kunt dan Detragiache (2002) menyatakan bahwa disain sebuah
penjamin simpanan akan memberikan pengaruh terhadap disiplin pasar. Hal yang sama juga
dinyatakan oleh Demirguc-Kunt dan Huizinga (2004). Vasso P Ioannidou dan Jan de Dreu
(2006) yang meneliti kasus penjamin simpanan di Bolivia periode 1998-2003 berpendapat
bahwa penjamin simpanan akan mengurangi insentif para penabung untuk turut serta
mengawasi bank disaat bank menawarkan tingkat sukubunga yang tinggi. Hal tersebut akan
berpengaruh terhadap tingkat kedisipilin bank dalam mengelola usahanya.
Dalam kajiannya, Ioannidou dan Jan de Dreu (2006) menyimpulkan bahwa adanya
penjamin simpanan secara sigfinikan menurunkan disiplin pasar. Argumentasinya adalah
karena simpanannya dijamin, maka ada kecenderungan pihak bank untuk meningkatkan daya
tarik produk simpanan dengan cara menaikkan sukubunga yang jauh berbeda dengan tingkat
bunga di pasar.
Dalam analisanya Ioannidou dan Jan de Dreu (2006) menggunakan krietria yang
dapat menilai tingkat disiplin pasar melalui beberapa indikator kinerja perbankan seperti
leverage ratio,non performing loan, loan loss reserve dan overhead expenses. Meningkatnya
rasio-rasio tersebut merefleksikan semakin tingginya tingkat risiko suatu bank dana apabila
hal tersebut dilakukan melalui mekanisme sukubunga, maka cenderung untuk menurunkan
disiplin pasar.
Dengan tingkat sukubunga yang tinggi, mempunyai implikasi semakin tingginya
risiko karena akan meningkatkan biaya dana yang pada akhirnya menyebabkan tingginya