PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN INTI SAWIT
TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB)
DI PTPN III SEI MANGKEI-PERDAGANGAN
KARYA ILMIAH
MONALISA
092401048
PROGRAM STUDI D3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN INTI SAWIT
TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB)
DI PTPN III SEI MANGKEI-PERDAGANGAN
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
MONALISA
092401048
PROGRAM STUDI D3 KIMIA
ARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
PERNYATAAN
PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN INTI SAWIT TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DI PTPN III SEI MANGKEI-PERDAGANGAN
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2012
PENGHARGAAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada waktunya. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi D3 Kimia Industri FMIPA USU.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini banyak kekurangan maupun kekeliruan baik dari segi isi maupun penyusunan kata. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan karya ilmiah ini.
Penulisan tugas akhir ini dilakukan berdasarkan pengamatan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN III Sei Mangkei-Perdagangan dengan judul “PENGARUH WAKTU PENYIMPANAN INTI SAWIT TERHADAP KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) DI PTPN III SEI MANGKEI-PERDAGANGAN”.
Selama penulisan tugas akhir ini penulis banyak mendapat dorongan, bantuan dan petunjuk dari semua pihak, maka pada kesemnpatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda Ir.J.Sibarani dan Ibunda S.R.Siagian tercinta yang telah memberikan doa dan banyak berkorban serta memberikan yang terbaik demi kemajuan anak-anak nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Ibu Helmina Sembiring, S.Si.M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Bapak Dr.Sutarman, M.Sc selaku Dekan fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
4. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam.
5. Ibu Dra.Emma Zaidar, M.Si selaku Ketua Program studi D3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
6. Bapak K.Situmorang dan keluarga yang sudah memberikan dorongan semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini.
7. Bapak J.Hutagaol yang telah memberikan dukungan dan arahan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Seluruh dosen-dosen kimia industri serta para staf tata usaha kimia industri.
11. Seluruh pihak PTPN III Sei Mangkei yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama pengerjaan tugas akhir ini.
Akhir kata penulis mengharapkan tugas akhir ini bermanfaat bagi para pembaca dalam meningkatkan wawasan pengetahuan di bidang Ilmu Pengetahuan Alam.
Medan, Maret 2012
ABSTRAK
Telah dilakukan penentuan kadar asam lemak bebas dari inti sawit yang baru diproduksi
dengan inti sawit yang disimpan selama 5 hari. Dari hasil analisa diperoleh data kadar asam
lemak bebas dari inti sawit yang baru diproduksi dan yang disimpan selama 5 hari sebesar
0,39; 0,72; 0,79; 0,83; 0,87; dan 0,93. Dapat disimpulkan bahwa penyimpanan inti sawit
THE INFLUENCE OF STORAGE TIME OF PALM KERNEL TO FREE FATTY ACID (FFA) CONTENT
ABSTRACT
The determination of free fatty acid content have been done in palm kernel that just
produced with palm kernel that stored for 5 days. From result of analysis, obtained data of
free fatty acid content of palm kernel that just produced with palm kernel that stored for 5
days that’s 0,39; 0,72; 0,79; 0,83; 0,87, and 0,93. Can be concluded that the storage of palm
DAFTAR ISI
2.7.Asam Lemak 16
2.8.Asam Lemak Bebas 17
2.9.Standar Mutu 19
BAB 3 BAHAN DAN METODE 20
3.1. Alat-alat 20
3.2. Bahan-bahan 21
3.3. Prosedur Percobaan 21
3.3.1 Penyediaan Sampel 21
3.3.2. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas 22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23
4.1. Data 23
4.2. Perhitungan 24
4.2.1. Penentuan Asam Lemak Bebas 24
4.3. Pembahasan 25
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 27
5.1 Kesimpulan 27
5.2 Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Komposisi Biji Inti Sawit 16
Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit 17
Tabel 4.1. Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas dari Inti Sawit 23
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ABSTRAK
Telah dilakukan penentuan kadar asam lemak bebas dari inti sawit yang baru diproduksi
dengan inti sawit yang disimpan selama 5 hari. Dari hasil analisa diperoleh data kadar asam
lemak bebas dari inti sawit yang baru diproduksi dan yang disimpan selama 5 hari sebesar
0,39; 0,72; 0,79; 0,83; 0,87; dan 0,93. Dapat disimpulkan bahwa penyimpanan inti sawit
THE INFLUENCE OF STORAGE TIME OF PALM KERNEL TO FREE FATTY ACID (FFA) CONTENT
ABSTRACT
The determination of free fatty acid content have been done in palm kernel that just
produced with palm kernel that stored for 5 days. From result of analysis, obtained data of
free fatty acid content of palm kernel that just produced with palm kernel that stored for 5
days that’s 0,39; 0,72; 0,79; 0,83; 0,87, and 0,93. Can be concluded that the storage of palm
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika barat. Bagi
Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan
nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraaan
masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa Negara. Indonesia merupakan salah satu
produsen utama minyak sawit (Fauzi,2002).
Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak
inti kelapa sawit (palm kernel oil). Salah satu faktor yang perlu dianalisis untuk mengetahui
mutu minyak inti kelapa sawit adalah asam lemak bebas. Minyak inti sawit yang baik
berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarbna kuning terang (Ketaren,1986).
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat
merugikan. Kenaikan kadar asam lemak bebas ditentukan mulai dari saat tandan dipanen
sampai tandan diolah dipabrik. Kenaikan asam lemak bebas ini disebabkan adanya reaksi
hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak
bebas. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan
katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar asam
Air merupakan media untuk proses reaksi biokimia seperti pembentukan asam lemak
bebas. Proses penurunan mutu umumnya terjadi selama proses penyimpanan, oleh sebab itu
diperhatikan proses dan kondisi penyimpanan. Inti sawit dapat tahan lama disimpan dengan
asam lemak bebas akhir, jika kandungan air inti sangat rendah (Naibaho,1998).
Oleh karena itu adalah suatu tugas yang sangat penting untuk menjaga mutu dari
minyak inti sawit tersebut dengan cara mengusahakan agar kadar asam lemak bebas yang
terkandung dari minyak inti sawit tersebut masih dalam batas yang dapat ditoleransi atau
masih sesuai memenuhi dengan standar mutu yang sudah ada. Dalam hal ini, dilakukan
pemeriksaan kadar asam lemak bebas (ALB) dari minyak inti sawit yang baru diproduksi
dan inti yang disimpan selama 5 hari di PTPN III Sei Mangkei – Perdagangan dengan
metode titrasi. Dari hasil analisa yang diperoleh di laboratorium maka akan diketahui
apakah kadar asam lemak bebas masih memenuhi standart mutu yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul “Pengaruh Waktu
Penyimpanan Inti Sawit Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) di PTPN III Sei
Mangkei-Perdagangan”.
1.2 Perumusan Masalah
-Bagaimanakah pengaruh waktu inap inti sawit yang diolah menjadi minyak inti sawit
terhadap kadar ALB minyak inti sawit tersebut selama 1 – 5 hari penyimpanan.
-Apakah kadar ALB inti sawit yang disimpan selama 1 – 5 masih memenuhi standar
1.3 Tujuan
- Untuk mengetahui pengaruh waktu inap inti sawit yang diolah menjadi minyak inti sawit
terhadap kadar ALB minyak inti sawit tersebut selama 1 – 5 hari penyimpanan.
- Untuk mengetahui apakah kadar ALB dari inti sawit yang baru diproduksi dan inti sawit
yang disimpan selama 1 – 5 hari masih memenuhi standar operasional yang ditetapkan
yaitu ≤ 1 %.
1.4 Manfaat
- Untuk mengetahui kenaikan kadar asam lemak bebas dari inti sawit yang disimpan selama
5 hari.
- Untuk mengupayakan agar minyak inti sawit yang diperoleh mutunya masih bagus,
walaupun sudah disimpan beberapa lama.
- Untuk melihat secara langsung penerapan ilmu yang diperoleh dibangku kuliah terhadap
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah colonial Belanda
pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritus
dan Amsterdam dan di tanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai
diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Sejak saat itu
perkembangan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebuban kelapa sawit
pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya
mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576
ton ke Negara-negara eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit
sebesar 850 ton.
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor Negara Afrika pada
waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami
kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan
yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada
tahun 1948/1949.
Setelah Belanda dan Jepang meninggaalkan Indonesia, pada tahun 1957, pemerintah
mengambil ahli perkebunan dengan alasan politik dan keamanan.perubahan manajemen
penurunan. Pada periode tersebut posisi Inadonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia
terbesar tergeser oleh Malaysia.
Memasuki pemerintahan orde baru, pemerintah terus mendorong pembukaan lahan
baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980 luas lahan mencapai 294.560 ha dengan
produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia
berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Perkembangan perkebunan semakin pesat
lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan yaitu PIR-Transmigrasi sejak
tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit.
Pada tahun1990-an, luas perkebunan kelapa swit mencapai lebih dari 1,6 juta hektar yang
tersebar di berbagai sentra produksi, seperti sumatera dan Kalimantan (Fauzi,2002).
2.2. Varietas Tanaman Kelapa Sawit
Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas itu dapat
dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah, atau berdasarkan warna kulit
buahnya. Selain varietas-varietas tersebut, ternyata dikenal juga beberapa varietas unggul
yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain mampu menghasilkan produksi yang
lebih baik dibandingkan dengan varietas lain.
2.2.1. Pembagian Varietas Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas kelapa sawit,
yaitu:
buah bervariasi antara 35 – 50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan
minyak rendah.
2. Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hamper tidak ada, tetapi daging buahnya
tebal. Presentase daging buah terhadap buah cukup tingggi, sedangkan daging biji sangat
tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain.
Penyerbukan silang antara Pisifera dengan Dura akan menghasilkan varietas Tenera.
3. Tenera
Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan-perkebunan pada saat ini.
Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm, dan terdapat lingkaran
serabut disekelilingnya. Presentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 – 96%.
Tandan buah yang dihasilkan oleh tenera lebih banyak dibandingkan Dura, tetapi ukuran
tandannya lebih kecil.
4. Macro carya
Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.
5. Dwikka – wakka
Varietas ini mempunyai cirri khas dengan adaanya dua lapisan daging buah.
Diwikka-wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakkadura, diwikka-wakkapisifera, dan
diwikka-wakkatenera. Dua varietas kelapa sawit yang terakhir ini jarang dijumpai dan
2.2.2. Pembagian Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah
Ada 3 varietas kelapa sawit yang terkenal berdasarkan perbedaan warna kulitnya.
Varietas-varietas tersebut adalah:
1. Nigrescens
Buah berwarna ungu dan sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi
jingga kehitam-hitaman pada waktu masak. Varietas ini banyak ditanam di perkebunan.
2. Virescens
Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna buah berubah
menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan. Varietas ini jarang dijumpai di
lapangan.
3. Albescens
Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak menjadi
kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman. Varietas ini juga jarang
dijumpai.
2.2.3. Varietas Unggul
Pada saat ini, telah dikenal beberapa varietas unggul kelapa sawityang dianjurkan untuk
ditanam di perkebunan. Varietas-varietas unggul tersebut dihasilkan melalui hibridasi atau
persilangan buatan antara varietas Dura sebagai induk betina dengan varietas Pisifera
sebagai induk jantan. Terbukti dari hasil pengujian yang dilakukan selama bertahun-tahun,
2.3. Manfaat kelapa Sawit
Manfaat minyak sawit di antaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan dan industri
nonpangan.
2.9.1. Minyak Sawit untuk Indutri Pangan
Minyak sawit yang digunakan sebagaim produk pangan dihasilkan dari minyak sawit
maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenesis. Produksi
CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi
stearin padat. Fraksi olein tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestic sebagai
pelengkap minyak goring dari minyak kelapa.
Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan
dalam bentuk minyak goring, margarine, butter, vanaspati, shortening dan bahan untuk
membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi
sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Di samping itu, kandungan
asam linoleat dan lonolenatnya rendah sehingga minyak goring yang terbuat dari buah sawit
memiliki kemantapan kalor (beat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi.
2.9.2. Minyak Sawit untuk Industri Nonpangan
Minyak sawit mempunyai potensi yang cukup besar untuk digunakan di industri-industri
nonpangan, industri farmasi, dan industry oleokimia (fatty acids, fatty alcohol, dan
glycerine). Oleokimia adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati,
digunakan dalam pembuatan bahan detergen. Produk non pangan dihasilkan dari minyak
sawit dan minyak inti sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk
menghasilkan asam lemak dan gliserin (Fauzi,2002).
2.10. Pengolahan Kelapa Sawit
1. Strerilisasi dan Perontokan
Sterilisasi bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzimatis dan mengumpulkan
protein dalam buah sawit serta membunuh mikroba. Terhentinya proses enzimatis akan
mengurangi kerusakan bahan. Antara lain akibat penguraian minyak menjadi asam lemak
bebas. Pengumpukan protein bertujuan agar supaya tidak ikut terekstrak pada waktu
pengepresan minyak (ekstraksi). Sterilisasi juga bermanfaaat untuk pengawetan dan
memudahkan perontokan buah. Tandan buah yang telah disortir direbus dengan uap panas
selama 2 – 2,5 jam.
Akhir perebusan ditandai beberapa gejala, antara lain bau buah yang gurih, empuk,
dan buah mudah rontok. Setelah direbus, selanjutnya dimasukkan kedalam alat perontok.
2. Pengempaan
Buah dalam bak penumpukan dimasukkan dalam tangki penghhancur. Sebagai
pembantu dalam proses ini dipakai uap air panas dan hasil hancurnya disebut fladren.
Fladren dimasukkan kedalam alat pengepres yang berbentuk silinder tegak. Pengepresan
dilakukan pada tekanan sebesar 200 – 300 kg per cm2 dengan kecepatan penekanan 5
Ampas yang dihasilkan diangkut dengan pengangkut berulir (auger) ke proses
selanjutnya. Minyak sawit dari stasiun kempa dialirkan dalam sebuah tangki yang disebut
monteyues.
3. Perebusan
Minyak yang berada monteyues dipanaskan dengan uap air supaya tidak membeku.
Dri monteyues minyak dipompakan dalam bak tunggu dengan bantuan tekanan uap sebesar2
kg per cm2 dan dari bak tunggu minyak dialirkan ke dalam tangki pengendapan.
Di dalam tangki pengendapan, minyak dipanaskan dengan uap air selama kurang
lebih 4 jam, kemudian didinginkan selama 3 jam. Perebusan bertujuan untuk memecahkan
struktur emulsi. Memasak minyak dan memisahkan kotoran dan air dari minyak.
Pendinginan selama 3 jam. Pemisahan di atas terjadi dengan cepat sekali akibat perbedaan
antara jenis air dan kotoran dengan minyak. Minyak akan terapung di atas permukaan air
dan kotoran, karena bobot jenisnya lebih kecil daripada bobot jenis air atau kotoran tersebut.
Setelah terpisah kedua cairan dikeluarkan dari tangki melalui saluran yang berbeda.
Minyak sawit dialirkan ke dalam bak tunggu sedangkan air kotoran dialirkan ke dalam parit
(vetput). Di dalam parit,air kotoran dipanaskan lagi dengan uap air dan kemudian
didinginkan. Minyak sawit yang terapung dipisahkan dan dimasukkan kembali ke dalam
tangki pengendapan.
4. Penjernihan
Minyak sawit dipompakan dari bak tunggu ke dalam tangki penjernihan
air panas selama lebih kurang 60 menit. Tujuan pekerjaan ini adalah untuk memasak
minyak dan memisahkan kotoran dan air. Pemanasan juga bertujuan untuk mencegah
pembekuan minyak pada proses selanjutnya.
5. Penyaringan
Minyak yang dialirkan dari tangki penjernihan, disaring di dalam alat penyaring
sentrifugasi. Dari penyaringan sentrifugasi minyak bersih dipompakan ke dalam tangki
penimbun, sedangkan air dan kotoran dikembalikan ke dalam tangki pengendapan.
6. Tangki Penyimpanan Minyak Sawit
Bagian dalam tanki penyimpanan minyak sawit dilengkapi dengan pipa uap untuk
memanaskan minyak sawit supaya tidak membeku.
7. Pemisahan Ampas dan Biji Sawit
Ampas yang keluar dari stasiun kempa diangkut oleh pengangkut berulir (auger) kea
lat pemisah ampas (luchschreider). Selama pengengkutan, ampas dipanasi dengan uap dan
dicacah dengan pisau sehingga ampas yang dihasilkan lebih halus. Alat pemisah ampas ini
merupakan sebuah drum yang berputas dilengkapi oleh sebuah kipas. Prinsip pemisahan
2.11. Pengolahan Inti Sawit
1. Cake Breaker Conveyor
Ampas press yang keluar dari screw press terdiri dari serat dan biji yang masih
mengandung air yang tinggi dan berbentuk gumpalan, oleh sebab itu perlu dipecah dengan
alat pemecah ampas yang disebut dengan cake breaker conveyor (CBC). Alat ini berperan
memecah gumpalan ampas dan mengangkatnya ke kolom fibre cyclone. Untuk
mempermudah pemecahan gumpalan dan mempersiapkan ampas yang sesuai dengan
persyaratan bahan bakar, maka dilakukan pemanasan CBC yang dilengkapi dengan pemanas
pada mantel sehingga kadar air ampas menurun dan mudah diproses lebih lanjut pada
depericarper.
2. Polishing Drum
Ampas pressan yang terdiri dari serat, biji, dan inti dipecah oleh cake breaker
sehingga lebih mudah diblower untuk memisahkan fraksi ringan dan fraksi berat. Fraksi
ringan terdiri dari serat, inti pecah halus, pecahan tempurung tipis dan debu. Fraksi berat
ialah biji utuh, biji pecah, inti utuh, dan inti pecah. Fraksi berat diolah dalam depericarper,
yang bertujuan untuk menghilangkan serat-serat yang masih melekat pada biji. Seeat yang
terdapat dikulit biji dapat mengganggu jalannya proses pemecahan biji pada nut cracker,
yaitu daya pentalnya (collision) berkurang yang berakibat pada proses pemecahan biji lebih
lama yang sekaligus mengurangi kapasitas olah unit.
3. Fermentasi Biji
Biji mengandung pectin, yang terdapat antara tempurung dengan inti. Untuk
inti pada tempurung perlu dirombak dengan proses kimia seperti fermentasi. Fermentasi
ialah salah satu proses biokimia yang dikembangkan pada pengolahan biji sawit.
4. Nut Grading
Sebelum proses pemecahan biji terlebih dahulu dilakukan seleksi berdasarkan
ukuran biji dengan menggunakan alat “nut grading” yaitu drum berputar terdiri dari ukuran
lobang yang berbeda-beda. Biji yang telah diseleksi terdiri dari tiga fraksi yaitu kecil (8-14
nn), sedang (15-17 mm) dan besar (18 mm).
5. Pemecahan Biji
5.1. Nut Cracker
Alat ini berfungsi memecahkan biji dengan system lemparan biji ke dinding keras.
Mekanisme pemecahan ini didasarkan pada kecepatan putar, radius dan massa biji yang
dipecahkan. Karena factor massa yang merupakan factor yang selalu berubah-ubah maka
perlu dilakukan pengelom[pokkan bji, dan ini telah dimulai dari “nut grading”. Katrena biji
telah dikelompokkan menjadi tiga fraksi maka crakcker disediakan tiga unit. Ketiga cracker
tidak mempunyai putaran yang sama sebab semakin kecil ukuran biji maka dibutuhkan
putaran yang lebih tinggi. Penentuan kecepatan putaran mempengaruhi besarnya presentase
inti pecah dan inti lekat.
5.2. Ripple Mil
plate terbuat dari high carbon steel dengan permukaaan bergerigi tajam. Mekanisme
pemecahan biji, yaitu dengan cara menekan biji dengan rotor pada dinding bergerigi dan
menyebabkan pecahnya biji.
Alat ini dapat memecah biji tanpa melalui pemeraman dalam nut silo asalkan dalam
proses perebusan dilakukan dengan sempurna yaitu tekanan rebusan 3 kg/cm dengan sistem
3 puncak selama 90 menit, yang setara dengan kadar air 15%.
6. Pemecahan Inti dengan Tempurung
6.1. Claybath
Hasil gilingan pemecahan biji masauk ke dalam bak dan inti mengapung sedangkan
cangkang bergerak ke dasar bak. Inti yang mengapung ditangkap dengan menggunakan
talang dan diayak serta disiram dengan air agar inti bebas dari tanah liat, sedangkan
cangkang dihisap dari dasar bak dan dipompakan ke dalam saringan kemudian dikirim ke
shellhopper.
6.2 Hidrosiklon
Hasil olahan cracker sebelum memasuki hidrosiklon mengalami pemisahan fraksi
halus oleh Winnowing. Sampah halus akan terpisah dan fraksi berat akan dicampur dengan
air yang kemudian inti dipisahkan dari tempurung berdasarkan berat jenis. Untuk
memperbesar selisih berat jenis inti dengan tempurung maka campuran dilewatkan melalui
siklon, sehingga inti akan keluar dari atas permukaan cyclone dan tempurung dari bagian
bawah yang kemudian masing-masing fraksi diangkut ke pengelolahan yang lebih lanjut.
Keberhasilan pemisahan inti dengan hidrocyclone dapat diketahui dari jumlah kandungan
6.3. Hisapan Angin
Pemisahan tempurung dari inti dilakukan dengan perbedaan massa dari fraksi. Fraksi
ringan umumnya lebih cepat dipisahkan lebih cepat dipisahkan dibandingkan dengan fraksi
berat. Disamping massa dari materi yang dipisahkan juga dipengaruhi bentuknya. Materi
yang berbentuk lempengan lebih mudah terhisap dan dapat dipisahkan.
7. Pengeringan Inti
Pengering inti yang berkembang ialah tipe rectangulair dan tipe cylindrical,
keduanya hamper bersamaan prinsip kerjanya.
a. Type Rectangulair
Pengeringan dengan alat ini sering mengalami penyimpangan yaitu terdapatnya inti
yang dibagian sudut sering melekat dan tidak turun ke bawah, dan bila diturunkan terdapat
mutu inti yang tidak baik.
b. Type Cylindrical
Alat pengering memiliki keuntungan yaitu inti tidak ada yang tertinggal di bagian
dinding, karena jatuhnya inti ke bawah berbentuk cincin (0), sedangkan pada tipe
rectangular jatuhnya inti berbentuk cone (V) pada titik tengah (Naibaho,1998).
kernel meal atau pellet). Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah
mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah
dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter kurang lebih 8 mm. Selain itu
bungkil kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak.
Minyak inti sawit yang baik, berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna
kuning terang serta mudah dipucatkan. Bungkil inti sawit diinginkan berwarna relative
terang dengan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak berubah. Komposisi biji inti
sawit dinyatakan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi Biji Inti Sawit
Komponen Jumlah (%)
Minyak 47 – 52
Air 6 – 8
Protein 7,5 – 90
Extractable non protein 23 – 24
Selulosa 5
Abu 2
Terdapat variasi komposisi biji inti sawit dalam hal padatan non minyak dan non
protein. Bagian yang disebut Extractable non protein yang mengandung sejumlah sukrosa,
gula pereduksi dan pati, tapi dalam beberapa contoh tidak mengandung pati (Ketaren, 1986).
2.13. Asam Lemak
Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrplisis suatu lemak atau minyak, yang disebut
dan minyak seringkali diberi nama sebagai derivate asam-asam lemak ini. Misalnya,
tristearat dari gliserol diberi nama tristearin, dan tripalmitat dari gliserol, disebut tripalmitin.
Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat dalam alam merupakan trigliserida campuran
(Fessenden,1982).
Asam lemak minyak sawit dihasilkan dari proses hidrolisis, baik secara kimiawi
maupun enzimatik. Proses hidrolisis menggunakan enzim lipase dari jamur Aspergillus
niger dinilai lebih hemat energi karena dapat berlangsung pada suhu 10-250C. Selain itu,
proses ini juga dapat dilakukan pada fase padat. Namun, hidrolisis enzimatik mempunyai
kekurangan pada kelambatan prosesnya yang berlangsung 2-3 har. Asam lemak yang
dihasilkan dihidrogenasi, lalu didestilasi, dan selanjutnya difraksinasi sehingga dihasilkan
asam-asam lemak murni. Asam-asam lemak tersebut digunakan sebagai bahan untuk
detergen, bahan softener (pelunak) untuk produksi makanan, tinta tekstil, aspal dan perekat
(Fauzi,2002).
Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti sawit dinyatakan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%)
Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari
jenis tenera kurang lebih 500 – 700 ppm, kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi
oleh penanganan selama produksi (Ketaren,1986).
2.14. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisis lemak. Asam lemak bebas
dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya
asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan
usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas
yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain:
- Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu
- Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah
- Penumpukan buah yang terlalu lama
- Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik
Kenaikan kadar asam lemak bebas ditentukan mulai dari saat tandan di panen
sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan kadar asam lemak bebas disebabkan adanya
reaksi hidrolisia pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam
lemak bebas. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya factor-faktor panas, air, keasaman,
dan katalis. Semakin lama rekasi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar asam lemak
O
CH2 – O – C – R CH2 – OH
O O
CH – O – C – R panas, air CH – OH + 3R – C – OH
O keasaman, enzim
CH2 – O – C – R CH2 – OH
Minyak Sawit Gliserol ALB
Gambar 1. Reaksi hasil hidrolisa pada minyak
Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salah satu usaha untuk menekan kadar
asam lemak bebas sekaligus menaikkan rendemen minyak (Tim Penulis,1997).
2.15. Standar Mutu
Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua
arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan tidak
tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat
ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain ttitk lebur angka penyabunan, dan
bilangan yodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit yang dilihat dalam arti
penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi
standar mutu internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB,FFA), air, kotoran,
logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan,
Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang
bermutu baik. Ada beberapa factor yang menentukan standar mutu yaitu: kandungan air dan
kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida.
Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen
dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah
mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang), bilangan peroksida di bawah 2, bebas dari
warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih, dan
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1. Alat-alat
- Labu Alas 250 ml Pyrex- Alat Destilasi -
- Alat Soklet Pyrex
- Beaker Glass 500 ml Pyrex
- Blender Waring Commercial
- Buret Digital 50 ml Brand
- Cawan Petridish -
- Corong Kaca -
- Desikator -
- Erlenmeyer 250 ml Pyrex
- Gelas Ukur 50 ml Pyrex
- Heating Mantel -
- Kapas -
- Neraca Analitis Mettler Toledo
- Oven Memmert
- Penyaring Timbal -
3.2. Bahan-bahan
- Inti sawit yang baru diproduksi dihaluskan ± 10 gram dengan menggunakan blender
- Setelah halus ditimbang cawan petridish kosong untuk mengetahui beratnya
- Inti sawit yang sudah halus diletakkan ke atas cawan petridish
- Inti sawit yang sudah halus dan cawan petridish ditimbang kembali untuk mengetahui
beratnya
- Inti sawit dipanaskan ke dalam oven ± 2 jam pada temperatur 1050C untuk
mengurangi kadar air nya
- Inti sawit dikeluarkan dan didinginkan
- Inti sawit dimasukkan kedalam penyaring timbal kemudian ditutupi kapas
- Labu alas kosong ditimbang kemudian dimasukkan ± 200 ml larutan n-heksana
- Penyaring timbel yang berisi inti sawit dan kapas dimasukkan kedalam alat soklet
kemudian ditambahkan n-heksan lalu alat soklet dirangkai pada heating mantel
- Inti sawit diekstraksi sampai pelarut n-heksana dalam alat soklet sudah bening
- Labu alas yang berisi minyak dipanaskan kedalam oven ± 2 jam pada temperatur
1050C untuk menghilangkan n-heksana yang tinggal
- Labu alas dikeluarkan dan didinginkan di desikator, sehingga diperoleh minyak inti
sawit yang baru diproduksi
- Minyak inti sawit digunakan dalam menganalisa kadar asam lemak bebas
- Perlakuan yang sama dilakukan terhadap inti sawit yang disimpan selama 1 malam, 2
malam, 3 malam, 4 malam, dan 5 malam
3.3.2. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
- Gelas erlenmeyer kosong ditimbang untuk mengetahui berat kosongnya
- Minyak inti sawit yang baru diproduksi dimasukkan kedalam erlenmeyer 125 ml
- Minyak inti sawit dan gelas erlenmeyer ditimbang kembali untuk mengetahui beratnya
- Larutan n-heksana ditambahkan 20 ml dan diaduk
- Larutan alkohol ditambahkan 40 ml dan diaduk kembali
- Indikator phenolftalein ditambahkan 3 tetes
- Minyak inti sawit dititrasi dengan larutan KOH 0,0522 N sampai terjadi perubahan
warna dari kuning menjadi merah rose dan dicatat volume KOH 0,0522 N yang
terpakai dan dihitung kadar asam lemak bebasnya dengan menggunakan rumus:
BM. Asam Laurat x N.KOH x V.KOH
% Asam lemak bebas = x 100%
W x 1000
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data
Dari hasil analisa yang telah dilakukan, maka diperoleh data dalam table berikut:
Tabel 4.1. Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas dari Inti Sawit
Sampel Berat Sampel
A = Inti sawit yang baru diproduksi
B = Inti sawit yang disimpan selama 1 malam
C = Inti sawit yang disimpan selama 2 malam
D = Inti sawit yang disimpan selama 3 malam
E = Inti sawit yang disimpan selama 4 malam
4.2. Perhitungan
4.2.1. Penentuan Asam Lemak Bebas
BM. Asam Laurat x N.KOH x V.KOH
% Asam lemak bebas = x 100 %
W x 1000
Keterangan:
BM. Asam Laurat = 200
N.KOH = Normalitas KOH yang terpakai
V.KOH = Volume KOH yang terpakai
W = Berat sampel
Contoh: Perhitungan asam lemak bebas pada inti sawit yang baru diproduksi
% Asam lemak bebas pada inti sawit yang disimpan selama 1 malam, 2 malam, 3 malam, 4
malam dan 5 malam dapat dilihat pada tabel 4.1.
4.3. Pembahasan
Minyak inti sawit diperoleh dengan menghaluskan inti sawit yang kemudian dipanaskan
pada suhu 1050C untuk mengurangi kadar air pada inti sawit tersebut serta mengalami
proses ekstraksi yang menggunakan pelarut n-heksana dimana pelarut n-heksana tersebut
harus dihilangkan kembali dengan proses pemanasan kembali pada suhu 1050C sehingga
dapat diperoleh minyak inti sawit yang baik. Penentuan kadar asam lemak bebas dari
minyak inti sawit tersebut dapat dilakukan dengan proses titrasi yang menggunakan larutan
n-heksana dan alkohol, indikator phenolftalein, dan larutan standar KOH 0,0522 N. Dimana
proses titrasi sendiri dapat berakhir ketika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi
merah rose pada titik akhir titrasi. Sehingga kadar asam lemak bebas dari minyak inti sawit
tersebut dapat ditentukan.
Dari hasil percobaan diperoleh asam lemak bebas dari inti sawit, masih memenuhi
standart mutu yang ditetapkan yaitu 1%. Faktor yang mempengaruhi dalam peningkatan
kadar asam lemak bebas selama penyimpanan disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada
minyak, dimana reaksi ini dipercepat dengan adanya faktor-faktor seperti panas, air,
keasaman, katalisator (enzim) dan proses pengeringan yang tidak baik serta kadar air akhir
dalam inti sawit kering. Adapun faktor lain yaitu kadar inti pecah dan inti berjamur.
Sehingga untuk penyimpanan inti sawit perlu dilakukan usaha untuk memnurunkan
kandungan air sehingga tidak terjadi proses penurunan mutu. Proses penurunan mutu
umumnya terjadi selama proses penyimpanan, oleh sebab itu perlu diperhatikan proses dan
Hal ini dapat terlihat jelas pada inti sawit yang semakin lama disimpan semakin
meningkat asam lemak bebasnya, yaitu asam lemak bebas pada inti sawit yang baru
diproduksi sebesar 0,39% sedangkan asam lemak yang disimpan selama 1 – 5 hari yaitu