PEMANFAATAN BATANG PINANG (Areca catechu LINN)
SEBAGAI BAHAN PEREKAT LIKUIDA
MENURUT KEDALAMAN BATANG
HASIL PENELITIAN
Oleh
Listi Erawaty Simbolon 071203030/ Teknologi Hasil Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Pemanfaatan Batang Pinang (Areca catechu LINN) Sebagai Bahan Perekat Likuida Menurut Kedalaman Batang
Nama : Listi Erawaty Simbolon
NIM : 071203030
P. Studi : Kehutanan
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Tito Sucipto, S.Hut, M.Si Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui:
Listi E Simbolon, Pemanfaatan Batang Pinang (Areca Catechu LINN) Sebagai Bahan Perekat Likuida Menurut Kedalaman Batang. Dibawah bimbingan Tito Sucipto dan Luthfi Hakim.
ABSTRAK
Limbah batang pinang merupakan salah satu sumber daya alam berlignoselulosa yang berpotensi sebagai bahan baku perekat likuida melalui metode likuifikasi. Bagian yang digunakan adalah batang bagian luar (L), bagian tengah (T) dan bagian dalam (D). Tujuan penelitian adalah untuk mendeterminasi dan membandingkan kualitas perekat yaitu sifat kenampakan, derajat keasaman (pH), viskositas, berat jenis, kadar padatan, waktu gelatinasi dengan standar SNI 06-4567-1998, formaldehida bebas dengan standar SNI 06–4565–1998 dan kadar abu dengan ASTM D 1102–84. Perekat likuida pinang dibuat dengan pencampuran secara langsung serbuk ketiga bagian batang pinang 20~40 mesh pada suhu 90oC selama 2 jam dengan phenol teknis, H2SO4 98%, NaOH 50%, formaldehida 37%.
Penelitian ini memperoleh hasil perekat likuida batang pinang tidak sepenuhnya memenuhi karakteristik perekat phenol formaldehida untuk kayu lapis menurut SNI 06-4567-1998. Karakteristik yang memenuhi adalah kenampakan berwarna merah kehitaman dan bebas kotoran (L), pH ketiga bagian batang yaitu 13 (L); 11 (T dan D), berat jenis 1,152 (L); 1,173 ( T), kadar padatan 40% (T dan D), waktu gelatinasi ketiga bagian 332 menit (L); 315 (T); 305 (D). Formaldehida bebas ketiga bagian batang memenuhi SNI 06-4565-1998 yaitu 1,69% (L); 1,30% (T) dan 1,24% (D). Perekat likuida dari batang pinang bagian tengah memiliki karakteristik yang lebih menyerupai perekat phenol formaldehida dibanding perekat dari bagian luar dan dalam batang pinang.
Listi E Simbolon, Utilization Of Areca Nut’s Stem (Areca Catechu LINN) As The Wood Liquid Material According To Depth Of The Stem. Under the guidance of
Tito Suciptoand Luthfi Hakim.
ABSTRACT
Waste areca nut’s stem was one of lignocellulose natural resources potential as raw material of wood liquid with through liquifaction method. The part used was the outer stem (L), the middle (T) and the inner (D). The research objective was to determine the quality of adhesive and compared with a standard that was the nature of appearance, degree of acidity (pH), viscosity, density, solids content, gelatin time with SNI 06-4567-1998, free formaldehyde with SNI 06-4565-1998 and ash content with ASTM D 1102-84. Areca nut wood liquid of areca nut made by mixing the powder directly the third part of the areca nut’s stem 20~40 mesh at the temperature 90oC during 2 hours with technical phenol, H2SO498%, NaOH 50%, formaldehyde 37%.
The results of the research showed that the wood liquid stem areca nut partially fulfill the characteristics of phenol formaldehyde adhesives for plywood according to SNI 06-4567-1998. The characteristics that fulfill such as the appearance of the outer stem were dark red and free of dirt, the pH of the three parts of the stem that was 13 (L); 11 (T and D), the density of the outer and the middle was 1.152 (L), 1.173 (T), solids content of the middle part and the inner part was 40% (T and D), the gelatin time of the three part was 332 minutes (L); 315 minutes (T); 305 minutes (D). Free formaldehyde of the three part stem fulfilled SNI 06-4565-1998 was 1.69% (L) 1.30% (T) and 1.24% (D). The wood liquid of middle part has characteristics resembling phenol formaldehyde adhesive more than the outer and the inner of areca nut’s stem.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sihotang Kecamatan Harian Kabupaten Samosir
Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 16 Mei 1989 dari Ayah Pagar Simbolon
dan Ibu Oslinar Lumban Gaol S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari delapan
bersaudara.
Riwayat pendidikan formal yang ditempuh selama ini yaitu pendidikan
dasar di SD Negeri No.173794 Simarsoittoba, Sihotang lulus tahun 2001,
pendidikan lanjutan di SLTP Negeri 3 Harian lulus tahun 2004 dan pendidikan
Menengah di SMA Negeri 1 Pangururan lulus tahun 2007. Pada tahun 2007,
penulis diterima pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan Praktik
Pengenalan Pengolahan Hutan (P3H) di Hutan Mangrove Pulau Sembilan dan
Hutan Dataran Rendah Aras Napal pada tahun 2009. Penulis juga melaksanakan
Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani Unit II KPH Madiun, Kabupaten
Madiun, Jawa Timur pada Bulan Januari-Februari tahun 2011
Setelah akhir kuliah, penulis melaksanakan penelitian dengan judul
”Pemanfaatan Batang Pinang (Areca catechu LINN) sebagai bahan perekat likuida menurut kedalaman batang, di bawah bimbingan Bapak Tito Sucipto,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas
pertolongan, berkat dan kasihNya yang memberi penulis hikmat dan pengetahuan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul penelitian ini
adalah “Pemanfaatan Batang Pinang (Areca catechu L.) sebagai Bahan Perekat Likuida Menurut Kedalaman Batang”.
Permintaan perekat meningkat seiring berkembangnya industri kayu
komposit sehingga membutuhkan perekat yang ramah lingkungan dan berkualitas
baik. Pada umumnya perekat yang banyak digunakan selama ini adalah perekat
sintesis yang memiliki dampak lingkungan kurang baik dan relatif mahal,
sehingga dibutuhkan teknologi pembuatan perekat alami. Penelitian ini
memanfaatkan batang pinang sebagai bahan perekat likuida alami melalui proses
likuifikasi dengan phenol, H2SO4, NaOH dan formalin dan mendeterminasi
karakteristik perekat yang dihasilkan.
Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini penulis telah
banyak melibatkan pihak, mendapatkan bantuan, dorongan dan motivasi sehingga
memberi kesan yang berarti di hati penulis. Penulis mengucapakan terima kasih
kepada komisi pembimbing skripsi yaitu Bapak Tito Sucipto, S.Hut, M.Si dan
Bapak Luthfi Hakim, S.Hut, M.Si yang telah banyak mengarahkan, membimbing
dan memberi masukan-masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yaitu Bapak Pagar Simbolon dan Ibu
Oslinar Lumban Gaol, S.Pd yang telah membesarkan dan mendidik penulis,
kepada adik-adik yaitu Rohaida Simbolon, Alm. Gembira Simbolon, Desi
Srimarta Simbolon, Rama Julisar Simbolon, Elki Dwarman Simbolon, Tetty Vera
Simbolon, Yanica Simbolon dan Irene Simbolon yang menginspirasi penulis
untuk tetap semangat dalam penyelesaian skripsi. Teman-teman mahasiswa
Kehutanan serta orang-orang terdekat yang mengasihi penulis yang selalu
menemani, mendoakan dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut berpartisipasi dalam
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mohon maaf apabila terdapat
kekurangan dalam hal penulisan ataupun dalam hal lainnya. Penulis
mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan dan
berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kehutanan.
Medan, Agustus 2012
DAFTAR ISI
Klasifikasi dan nama daerah ... 4
Penyebaran dan potensi ... 5
Kandungan dan pemanfaatan ... 6
Sifat anatomi dan fisis batang binang ... 7
Perekat (adhesive)... 9
b. Determinasi Kelarutan Zat Ekstraktif Serbuk Batang Pinang... 19
Kelarutan dalam air panas ... 19
Kelarutan dalam air dingin... 20
c. Pembuatan Perekat Likuida... 20
d. Determinasi Kualitas Perekat ... 21
Kenampakan... 21
Keasaman (pH)... 22
Kekentalan (viskositas) ... 22
Berat jenis... 23
Sisa penguapan/ kadar padatan ... 23
Waktu gelatinasi... 24
Kadar abu ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelarutan Zat Ekstraktif Partikel Batang Pinang... 27
Kelarutan zat ekstraktif dalam air panas ... 27
Kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin ... 28
Determinasi Kualitas Perekat Likuida Batang Pinang... 30
Kenampakan... 31
Keasaman (pH)... 33
Kekentalan (viskositas) ... 34
Berat jenis... 36
Sisa penguapan/ kadar padatan ... 39
Waktu gelatinasi... 41
Kadar abu ... 43
Formaldehida bebas... 45
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 48
Saran... 48
DAFTAR PUSTAKA... 49
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. (a) Batang tanaman pinang, (b) buah pinang ... 4
2. Ilustrasi pola pembagian batang pinang... 19
3. Bagan alir pembuatan perekat likuida pinang... 26
4. Kelarutan zat ektraktif air panas dan air dingin pada ketiga bagian batang pinang ... 28
5. Kenampakan perekat likuida batang pinang, (a) bagian luar, (b) bagian tengah, (c) bagian dalam ... 32
6. Keasaman perekat likuida ketiga bagian batang pinang ... 33
7. Warna indikator tingkat keasaman perekat likuida batang pinang, (a) bagian luar, (b) bagian tengah, (c) bagian dalam... 34
8. Tingkat kekentalan perekat pada ketiga bagian batang pinang... 35
9. Piknometer yang digunakan berisi perekat likuida batang pinang... 37
10. Nilai berat jenis perekat likuida dari ketiga bagian batang pinang ... 37
11. Nilai kadar padatan perekat dari ketiga bagian batang pinang ... 39
12. Kadar padatan perekat likuida batang pinang, (a) bagian luar, (b) bagian tengah, (c) bagian dalam ... 40
13. Waktu gelatinasi perekat dari ketiga bagian batang pinang... 41
14. Perekat likuida setelah mengalami gelatinasi, (a) bagian luar, (b) bagian tengah, (c) bagian dalam ... 42
15. Kadar abu perekat pinang pada ketiga bagian batang... 44
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Kualitas perekat likuida dari beberapa jenis kayu... 14
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Kelarutan zat ekstraktif ... 53
2. Kekentalan... 54
3. Berat Jenis ... 56
4. Kadar padatan/solid content (SC) ... 57
5. Waktu gelatinasi... 58
6. Kadar abu ... 59
Listi E Simbolon, Pemanfaatan Batang Pinang (Areca Catechu LINN) Sebagai Bahan Perekat Likuida Menurut Kedalaman Batang. Dibawah bimbingan Tito Sucipto dan Luthfi Hakim.
ABSTRAK
Limbah batang pinang merupakan salah satu sumber daya alam berlignoselulosa yang berpotensi sebagai bahan baku perekat likuida melalui metode likuifikasi. Bagian yang digunakan adalah batang bagian luar (L), bagian tengah (T) dan bagian dalam (D). Tujuan penelitian adalah untuk mendeterminasi dan membandingkan kualitas perekat yaitu sifat kenampakan, derajat keasaman (pH), viskositas, berat jenis, kadar padatan, waktu gelatinasi dengan standar SNI 06-4567-1998, formaldehida bebas dengan standar SNI 06–4565–1998 dan kadar abu dengan ASTM D 1102–84. Perekat likuida pinang dibuat dengan pencampuran secara langsung serbuk ketiga bagian batang pinang 20~40 mesh pada suhu 90oC selama 2 jam dengan phenol teknis, H2SO4 98%, NaOH 50%, formaldehida 37%.
Penelitian ini memperoleh hasil perekat likuida batang pinang tidak sepenuhnya memenuhi karakteristik perekat phenol formaldehida untuk kayu lapis menurut SNI 06-4567-1998. Karakteristik yang memenuhi adalah kenampakan berwarna merah kehitaman dan bebas kotoran (L), pH ketiga bagian batang yaitu 13 (L); 11 (T dan D), berat jenis 1,152 (L); 1,173 ( T), kadar padatan 40% (T dan D), waktu gelatinasi ketiga bagian 332 menit (L); 315 (T); 305 (D). Formaldehida bebas ketiga bagian batang memenuhi SNI 06-4565-1998 yaitu 1,69% (L); 1,30% (T) dan 1,24% (D). Perekat likuida dari batang pinang bagian tengah memiliki karakteristik yang lebih menyerupai perekat phenol formaldehida dibanding perekat dari bagian luar dan dalam batang pinang.
Listi E Simbolon, Utilization Of Areca Nut’s Stem (Areca Catechu LINN) As The Wood Liquid Material According To Depth Of The Stem. Under the guidance of
Tito Suciptoand Luthfi Hakim.
ABSTRACT
Waste areca nut’s stem was one of lignocellulose natural resources potential as raw material of wood liquid with through liquifaction method. The part used was the outer stem (L), the middle (T) and the inner (D). The research objective was to determine the quality of adhesive and compared with a standard that was the nature of appearance, degree of acidity (pH), viscosity, density, solids content, gelatin time with SNI 06-4567-1998, free formaldehyde with SNI 06-4565-1998 and ash content with ASTM D 1102-84. Areca nut wood liquid of areca nut made by mixing the powder directly the third part of the areca nut’s stem 20~40 mesh at the temperature 90oC during 2 hours with technical phenol, H2SO498%, NaOH 50%, formaldehyde 37%.
The results of the research showed that the wood liquid stem areca nut partially fulfill the characteristics of phenol formaldehyde adhesives for plywood according to SNI 06-4567-1998. The characteristics that fulfill such as the appearance of the outer stem were dark red and free of dirt, the pH of the three parts of the stem that was 13 (L); 11 (T and D), the density of the outer and the middle was 1.152 (L), 1.173 (T), solids content of the middle part and the inner part was 40% (T and D), the gelatin time of the three part was 332 minutes (L); 315 minutes (T); 305 minutes (D). Free formaldehyde of the three part stem fulfilled SNI 06-4565-1998 was 1.69% (L) 1.30% (T) and 1.24% (D). The wood liquid of middle part has characteristics resembling phenol formaldehyde adhesive more than the outer and the inner of areca nut’s stem.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara umum dapat dikatakan bahwa Indonesia masih sangat boros dalam
memanfaatkan sumber daya alam baik kayu maupun bukan kayu. Angka-angka
limbah dari hasil penelitian baik limbah eksploitasi maupun limbah industri
pengolahan banyak dikemukakan (Ruhendi et al., 2000). Indonesia merupakan
salah satu negara berbasis agraria yang memiliki potensi perkebunan dan
pertanian yang besar. Sumatera Utara mempunyai potensi besar di bidang agraria,
antara lain dari hasil pertanian, perkebunan dan hasil hutan. Salah satu hasil
perkebunan rakyat yang memilki nilai ekspor adalah tanaman pinang.
Perekat merupakan salah satu bahan utama yang sangat penting dalam
industri pengolahan kayu, khususnya komposit. Dari total biaya produksi kayu
yang dibuat dalam berbagai bentuk dan jenis kayu komposit, lebih dari 32%
adalah biaya perekatan (Seller, 2001 dalamSucipto, 2009a).
Perekat alami merupakan alternatif pengganti perekat sintetis tetapi
perekat alami memiliki sifat perekatan yang masih kurang baik. Studi tentang
perekat alami perlu dilakukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk meningkatkan kualitas perekatan. Kebutuhan perekat akan
semakin meningkat, namun industri perekatan di Indonesia saat ini belum mampu
memenuhi kebutuhan pasar. Maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk dapat
menghasilkan perekat alternatif yang dapat menggantikan perekat sintetis yang
ada saat ini (Risnasari, 2008).
Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan mengkonversi serbuk
dikenal dengan likuida kayu. Likuida kayu merupakan hasil reaksi antara lignin
yang ada dalam serbuk kayu dengan senyawa aromatik alkohol pada suhu tinggi,
sehingga didapatkan suatu larutan yang dapat digunakan sebagai perekat (Ruhendi
et al., 2000).
Perkembangan industri komposit meningkat seiring berkurangnya
ketersediaan kayu solid. Banyak bahan bukan kayu yang digunakan pada
pembuatan komposit sebagai pengganti kayu dan memiliki kualitas menyerupai
kayu (Risnasari, 2008).
Sumberdaya alam berlignoselulosa yang cukup potensial sebagai bahan
baku perekat dan papan partikel adalah tanaman pinang. Bagian dari pinang yang
banyak dimanfaatkan adalah bagian buah, yang diolah menjadi produk utama
obat-obatan dan kosmetik. Sementara itu limbah berupa sabut dan batang pinang
yang mengandung lignoselulosa (selulosa, hemiselulosa dan lignin) belum
dimanfaatkan secara optimal. Padahal jumlah limbah yang paling besar dari
tanaman pinang adalah batang. Pemanfaatannya masih dalam skala kecil seperti
sebagai jembatan, dan perayaan nasional untuk panjat pinang.
Pada penelitian ini batang pinang sebagai bahan alami berlignoselulosa
dimanfaatkan sebagai bahan baku perekat likuida melalui proses likuifikasi.
Kualitas perekat likuida ini diharapkan memiliki kualitas yang sebanding dengan
perekat sintetis, dan dapat mensubstitusi perekat sintetis yang selama ini
digunakan dalam industri kayu komposit. Sehingga dapat menjadi solusi
permasalahan industri yang berkaitan dengan limbah dan faktor produksi
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeterminasi kualitas perekat likuida batang pinang menurut kedalaman
batang yaitu bagian luar, tengah dan dalam
2. Membandingkan kualitas perekat likuida batang pinang (sifat kenampakan,
derajat keasaman (pH), viskositas, berat jenis, kadar padatan, waktu gelatinasi
dengan standar SNI 06-4567-1998, formaldehida bebas dengan standar SNI
06–4565–1998 dan kadar abu dengan ASTM D 1102–84.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian diharapkan menjadi suatu alternatif dalam pemanfaatan
bahan baku perekat alami sebagai pengganti perekat sintesis dalam industri
komposit kayu
2. Dapat meningkatkan nilai tambah dari limbah batang pinang yang selama ini
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Pinang
Morfologi tumbuhan
Pinang (Areca catechu LINN) merupakan tanaman famili arecaceae yang
dapat mencapai tinggi 15-20 m dengan batang tegak lurus bergaris tengah 15 cm.
Buahnya berkecambah setelah 1,5 bulan dan 4 bulan kemudian mempunyai
jambul daun-daun kecil yang belum terbuka. Pembentukan batang baru terjadi
setelah 2 tahun dan berbuah pada umur 5-8 tahun tergantung keadaan tanah.
Tanaman ini berbunga pada awal dan akhir musim hujan dan memiliki masa
hidup 25-30 tahun. Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak
berlekuk-lekuk dengan warna yang lebih muda. Pada bidang irisan biji tampak
perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus
endosperm yang berwarna agak keputihan (Depkes RI, 1989).
a b
Gambar 1. (a) Tanaman pinang, (b) buah pinang
Klasifikasi dan nama daerah
Tanaman pinang diklasifikasikan dalam divisi spermatophyta, sub divisi
marga areca, dan jenis Areca catechu L. (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991;
Backer and Van Den Brink, 1968). Dalam perdagangan, biji pinang dibagi
menjadi dua golongan, yaitu pinang putih (varietas alba) dan pinang hitam
(varietas nigra). Untuk keperluan ramuan sirih-pinang, pinang putih lebih disukai
terutama untuk masyarakat di daerah Pulau Sumatera, karena pinang jenis ini saat
dikunyah mengeluarkan aroma nasi yang baru ditanak (Novarianto dan Rompas,
1990 dalam Miftahorrachman dan Maskromo, 2007). Pinang memiliki nama daerah seperti pineng, pineung (Aceh), pinang (Gayo), gahat, pinang
(Kalimantan), mamaan, nyangan (Sulawesi), bua, hualo (Maluku), batang mayang
(Karo), pining (Toba), batang pinang (Minangkabau), dan jambe (Sunda, Jawa)
(Depkes RI, 1989).
Penyebaran dan potensi
Pinang adalah tanaman dari famili palma dengan penyebaran yang cukup
luas di Indonesia. Habitat tumbuh tanaman ini sangat beragam mulai dari tepi
pantai sampai pada daerah-daerah dengan ketinggian 1.000 meter dari permukaan
laut (Mifthorrahman dan Maskromo, 2007).
Sampai saat ini sentra tanaman pinang di Indonesia adalah di Pulau
Sumatera dan Kalimantan. Penyebarannya yang memiliki potensi besar meliputi
Aceh, Riau, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat, daerah Papua juga tetapi
belum merupakan sumber penghasilan. Dengan terus meningkatnya permintaan
pasar untuk ekspor, membuka peluang pengembangan di wilayah Indonesia
lainnya. Seiring dengan meningkatnya pemanfaatan tanaman pinang terkhusus
untuk biji pinang, permintaan untuk ekspor juga terus meningkat. Indonesia
setiap tahun (Hamdani, 2007). Seiring produksi biji pinang yang terus meningkat,
maka begitu juga dengan limbah batang pinang tersebut yang kurang
dimanfaatkan.
Kandungan dan pemanfaatan
Tanaman pinang (Areca catechu L.) adalah salah satu jenis palma yang memiliki banyak kegunaan antara lain untuk konsumsi, bahan industri kosmetika,
kesehatan, dan bahan pewarna pada industri tekstil. Tanaman ini tersebar luas di
wilayah Indonesia, baik secara individu maupun populasi, dan umumnya
masyarakat menggunakan sebagai tanaman pagar atau pembatas kebun
(Miftahorrachman, 2006; Syukur dan Hernani, 2001). Bagian-bagian tanaman ini
memiliki khasiat untuk penyembuhan beberapa penyakit dan sudah dimanfaatkan
masyarakat lokal dan internasional. Pinang terutama ditanam untuk dimanfaatkan
bijinya, yang di dunia Barat dikenal sebagai betel nut. Biji ini dikenal sebagai salah satu campuran orang makan sirih, selain gambir, dan kapur (Syukur dan
Hernani, 2001).
Biji buah pinang mengandung proantosianidin, yaitu suatu tanin
terkondensasi yang termasuk dalam golongan flavonoid. Proantosianidin
mempunyai efek antibakteri, antivirus, antikarsinogenik, inflamasi,
anti-alergi, dan vasodilatasi (Fine, 2000). Biji segar mengandung kira-kira 50% lebih
banyak alkaloid dibandingkan dengan biji yang telah mengalami perlakuan.
Arekolin selain berfungsi sebagai obat cacing juga sebagai penenang, sehingga
bersifat memabukkan bagi penggunanya (Kristina dan Syahid, 2007).
Tanaman pinang sangat akrab bagi masyarakat Indonesia terkhusus bagi
pinang muda sebagai obat untuk mengecilkan rahim setelah melahirkan oleh
kaum wanita dengan cara memasak buah pinang muda tersebut dan airnya
diminum selama satu minggu. Umbut pinang muda digunakan untuk mengobati
patah tulang, dan sakit pinggang (salah urat). Selain itu umbut dapat
juga dimakan sebagai lalab atau acar. Daun pinang berguna untuk mengatasi
masalah tidak nafsu makan, dan sakit pinggang. Selain sebagai obat, pelepah daun
digunakan untuk pembungkus makanan dan bahan campuran untuk topi. Sabut
pinang rasanya hangat dan pahit, digunakan untuk gangguan pencernaan, sembelit
dan edema. Biji dan kulit biji bagian dalam dapat juga digunakan untuk
menguatkan gigi goyah bersama-sama dengan sirih. Air rendaman biji pinang
muda digunakan untuk obat sakit mata oleh suku Dayak Kendayan di Kalimantan
Barat (Kristina dan Syahid, 2007).
Pemanfaatan tanaman pinang selain untuk ekspor ke China dan negara
Asia Selatan lainnya, di beberapa daerah Sumatera dan Kalimantan dimanfaatkan
untuk acara seremonial seperti ramuan sirih pinang untuk upacara adat. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah mengubah pola pemanfaatan
tanaman pinang seperti untuk keperluan farmasi dan industri. India dan China saat
ini telah mengolah pinang menjadi permen (Maliangkay, 1991 dalam
Miftahorrachman dan Maskromo, 2007).
Sifat Anatomi dan Fisis Batang Pinang
Menurut Trisnawati (2009) batang pinang memiliki kekerasan yang cukup
keras pada bagian tepi kulit, kemudian kekerasan akan semakin berkurang menuju
muda dan baru terbentuk serta didominasi oleh parenkim. Bagian empulur pinang
berwarna kecoklatan dan lunak karena sebagian besar terdiri dari jaringan
parenkim.
Bagian tepi kulit batang pinang berwarna coklat tua hingga coklat muda
dan semakin berwarna coklat muda kekuning-kuningan pada bagian tengah
hingga putih kekuning-kuningan pada bagian empulur. Perbedaan warna ini
terjadi karena pada bagian tepi kulit lebih didominasi oleh ikatan pembuluh yang
warnanya lebih gelap dari parenkim. Sedangkan bagian empulur lebih didominasi
oleh parenkim sehingga warna empulur akan lebih terang dari warna tepi kulit.
Lebih banyaknya jumlah parenkim pada bagian empulur juga menyebabkan
bagian empulur lebih lunak dari bagian tepi kulit, yang didominasi oleh ikatan
pembuluh.
Parenkim pada batang pinang berbentuk spongy (karang) pada kondisi kadar air kering udara, namun pada kondisi kadar air segar parenkim tidak
berbentuk karang. Pada kondisi kering udara parenkim yang terisi air akan
menguap menyebabkan parenkim kosong sehingga berbentuk seperti karang.
Kadar air basah pada batang pinang lebih tinggi pada bagian ujung dalam
disebabkan oleh kandungan ekstraktif gula dan pati yang lebih tinggi pada bagian
tersebut, dan sifat higroskopis yang tinggi pada kondisi segar. Kerapatan bagian
tepi kulit lebih tinggi dibanding bagian tengah dan empulur. Bagian tepi kulit
didominasi oleh ikatan pembuluh yang memiliki kerapatan lebih tinggi daripada
jaringan sekitarnya. Pada ketinggian batang, bagian pangkal batang memiliki
kerapatan yang tertinggi dan nilainya akan semakin menurun menuju ujung
Pangkal batang terdiri atas sel-sel dewasa yaitu banyaknya ikatan
pembuluh tua yang berwarna gelap yang mempunyai dinding sel tebal. Semakin
tebal dinding sel maka kerapatan akan semakin tinggi (Wardhani, 2005 dalam
Trisnawati, 2009).
Perekat (Adhesive)
Perekat merupakan salah satu bahan utama yang sangat penting dalam
industri pengolahan kayu, khususnya komposit. Blomquist et al. (1983) dalam
Sucipto (2009a) membagi perekat menjadi dua kategori yaitu:
1. Perekat alami
a. Berasal dari tumbuhan, seperti pati, dextrins (turunan pati) dan getah tumbuh-tumbuhan.
b. Berasal dari protein, seperti kulit, tulang, urat daging, albumin, darah, susu dan soybean meal(termasuk kacang tanah dan protein nabati seperti biji-bijian pohon dan biji durian).
c. Berasal dari material lain, seperti aspal, shellac (lak), karet, sodium silikat, magnesium oksiklorida dan bahan anorganik lainnya.
2. Perekat sintetis
a. Perekat thermoplastis yaitu resin yang akan kembali menjadi lunak ketika
dipanaskan dan mengeras kembali ketika didinginkan. Contohnya polivinil
alkohol (PVA), polivinil asetat (PVAc), kopolimer, ester dan eter selulosa,
poliamida, polistirena, polivinil butiral dan polivinil formal.
b. Perekat thermoset yaitu resin yang mengalami atau telah mengalami reaksi
kimia dari pemanasan, katalis, sinar ultraviolet, dan tidak dapat kembali ke
bentuk semula. Contohnya urea, melamin, fenol, resorsinol, furfuril alkohol,
resorsinol akan menjadi perekat setelah direaksikan dengan formaldehida
(HCHO).
c. Synthetic elastomersadalah perekat yang pada suhu kamar bisa diregangkan
seperti neoprena, nitril dan polisulfida.
Perekat phenol fromaldehida (PF) adalah jenis perekat yang tahan
terhadap bakteri, fungi dan beberapa organisme termasuk rayap. Penggunaan
perekat jenis ini untuk papan partikel dan papan serat mempunyai kondensasi
rendah, terdiri dari alkali, kadar air, pengerasan dengan katalis pada temperatur
tinggi. Perekat PF mempunyai sifat bertransisi yang rendah, oleh sebab itu
membutuhkan suhu pengempaan yang tinggi dan waktu pengempaan yang lebih
lama. Kadar air dari partikel harus sangat diperhatikan karena apabila kadar air
terlalu tinggi maka pada saat pengempaan akan semakin banyak uap yang keluar
(Kollman, 1975 dalam Henrasetiafitri, 2002). PF memiliki kelemahan yaitu memberikan warna gelap, kadar air kayu harus lebih rendah daripada perekat
urea-formaldehida atau perekat lainnya serta garis perekatan yang relatif tebal dan
mudah patah.
Perekat PF tahan terhadap perlakuan air karena mempunyai sifat
alkalinitas yang tinggi dan apabila disemprotkan dengan kadar air yang tinggi.
Tingkah laku higroskopik dan kekuatan ikatan pada papan yang menggunakan
perekat urea formaldehida (UF) dan yang menggunakan PF sebagai contoh
aplikasi 1% solid parafin berdasarkan dry wood, maka papan yang menggunakan
perekat PF akan mengabsorbsi air dua kali lebih banyak dari papan yang
papan yang tinggi dan sifat alkalinitas yang tinggi dari perekat phenol
formaldehida (Kollman, 1975 dalam Henrasetiafitri, 2002).
Menurut Blomquist et al. (1983) dalam Sucipto (2009a) berdasarkan
komposisinya, perekat campuran terbentuk dari dua golongan komponen yaitu:
1. Komponen utama (base/binder)
Bahan yang mempunyai kemampuan merekat dan merupakan komponen
utama dalam perekat yang berasal dari alam atau sintetis. Base memiliki proporsi yang lebih besar dan menjadi tulang punggung (back bone) karena bertanggung
jawab terhadap kekuatan ikatan antara perekat dengan sirekat.
2. Komponen tambahan. Satu atau lebih komponen tambahkan umumnya ditambahkan dalam komposisi perekat, sepertisolvent, thinner/diluents,
catalyst, hardeners/curing agents, fillers, extenders, preservatives,
fortifiersdan carriers. Perekat likuida
Salah satu teknologi pembuatan perekat dengan memanfaatkan
sumberdaya alam adalah teknologi yang telah dikembangkan oleh Pu et al. (1991), yaitu dengan mengkonversi serbuk kayu dengan proses kimia sederhana
yang disebut proses likuifikasi. Perekat alternatif ini dapat mengatasi kebutuhan
perekat yang akan semakin meningkat saat ini, selain itu juga dapat mengurangi
biaya produksi, karena perekat sintesis saat ini relatif mahal (Risnasari, 2008).
Menurut Risnasari (2008) karakteristik perekat likuida dari beberapa
limbah non kayu antara lain:
1. Kenampakan
Warna perekat dari beberapa limbah non kayu adalah merah-cokelat
kehitaman yang disebabkan oleh suhu dan waktu pada proses pembuatannya.
kimia lain yang merupakan hasil konversi komponen selulosa pada kayu dapat
menyebabkan perekat likuida berwarna hitam.
2. Derajat keasaman
Keasaman perekat likuiada berkisar 8,04-8,40 yang berarti bersifat basa
karena adanya penambahan NaOH 40% ke dalam perekat setelah pemasakan dan
pendinginan sesaat. Sifat demikian diperlukan untuk memperpanjang waktu
simpan perekat, karena pH tinggi akan memperlambat proses curing(pengerasan) perekat tersebut. Selain itu kesesuaian antara perekat likuida dengan kayu akan
lebih baik, karena pada kondisi asam, kayu akan lebih cepat rusak (Ruhendi et al.,
2007). Menurut SNI 06-4567-1998, pH perekat berkisar 10-13.
3. Kekentalan (viskositas)
Kekentalan menunjukkan kemampuan perekat untuk mengalir pada
permukaan yang direkat. Semakin tinggi kekentalan, maka kemampuan untuk
membasahi dan berpenetrasi ke dalam permukaan kayu akan semakin sulit.
Namun jika kekentalan terlalu rendah, maka akan terjadi penetrasi yang
berlebihan dan menyebabkan miskinnya garis rekat yang terbentuk. Menurut SNI
06-4567-1998, viskositas perekat berkisar 130-300 cps.
Kekentalan perekat likuida dari kenaf dan bambu masih memenuhi
standar, sedangkan perekat likuida dari sabut kelapa didapatkan berbentuk pasta.
Bentuk pasta dari perekat likuida ini akan menyulitkan aplikasi perekat pada saat
pencampuran perekat dengan sabut kelapa. Menurut Pu et al. (1991) dalam
Kekentalan yang terlalu tinggi dapat dikurangi dengan penambahan nisbah
formalin dan phenol yang digunakan.
4. Berat jenis
Berat jenis semua perekat likuida dari limbah non kayu lebih rendah dari
berat jenis perekat fenol formaldehid menurut SNI 06-4567-1998, yaitu sebesar
1,165-1,200. Berat jenis perekat likuida sabut kelapa mengalami penurunan
setelah diencerkan dengan air distilat.
5. Kadar padatan
Kadar padatan menunjukkan jumlah molekul perekat yang akan berikatan
dengan molekul sirekat. Semakin tinggi kadar padatan pada batas tertentu, maka
keteguhan rekat papan yang dihasilkan semakin meningkat karena semakin
banyak molekul penyusun perekat yang bereaksi dengan kayu pada perekatan.
Kadar padatan perekat likuida kenaf, bambu dan sabut kelapa lebih rendah dari
SNI 06-4567-1998 yaitu 40-45%. Ketiga bahan tersebut memiliki kerapatan yang
rendah, sehingga menghasilkan likuida dengan kadar padatan yang rendah juga.
6. Waktu Gelatinasi
Waktu gelatinasi menunjukkan waktu yang dibutuhkan perekat untuk
mengental/mengeras atau menjadi gel, sehingga tidak dapat ditambahkan lagi
dengan bahan lain dan siap untuk direkatkan. Waktu gelatinasi perekat likuida
kenaf dan bambu adalah >60 menit, sedangkan waktu gelatinasi perekat likuida
sabut kelapa adalah >30 menit. Waktu gelatinasi dari ketiga perekat tersebut
sesuai dengan SNI 06-4567-1998 yaitu ≥30 menit. Dengan semakin lamanya
waktu gelatinasi, perekat tidak mudah untuk menggumpal sehingga umur simpan
Ruhendi et al. (2000) melakukan penelitian pembuatan perekat likuida dari
jenis kayu agathis, meranti, pinus, dan campuran ketiga jenis kayu tersebut.
Metode yang digunakan sama dengan metode yang digunakan penulis pada
penelitian pinang ini yaitu teknologi pembuatan perekat yang dikembangkan Pu et al. yang telah diaplikasikan juga pada kayu sengon (Widiana, 1998). Kualitas perekat yang dibuat dari kayu agathis, meranti, pinus dan campuran ketiganya
serbuk kayu tersebut seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Kualitas perekat likuida dari beberapa jenis kayu
Perekat
0% 1,23 12:35 62,66 5,17 hitam 10,83
10% 1,21 8:10 63,96 267,33 hitam 10,68 20% 1,18 5:18 65,16 625,00 hitam 10,57
Likuida Meranti
0% 1,21 10:30 64,96 4,77 hitam 10,80
10% 1,19 7:15 65,92 310,00 hitam 10,63 20% 1,16 5:38 68,16 650,00 hitam 10,55
Likuida Pinus
0% 1,22 11:06 64,26 7,07 hitam 10,79
10% 1,19 7:42 64,85 373,33 hitam 10,67 20% 1,19 4:39 66,39 716,67 hitam 10,55 Likuida
Campura n
0% 1,21 10:13 63,94 5,87 hitam 10,84
10% 1,21 7:13 64,68 285,00 hitam 10,70 20% 1,18 6:00 65,21 663,33 hitam 10,50
PF (SNI 06-0121-1987) 1,19 3-30 Min 42 0,5-5
Coklat kehitam
an
Min 7
PF (JIS K 6833-1980) - >15 >38 1-10
Coklat kehitam
an
7-13
likuida sengon 1,17 3:32 52,60 1,80 hitam 0,12
sumber: Ruhendi et al.(2000)
Perekat likuida ketiga kayu tersebut tidak menunjukkan perbedaan warna,
semua perekat yang dihasilkan berwarna hitam. Hal ini berbeda dengan perekat
menjadi hitam setelah dipanaskan dan setelah menjadi perekat warna ini tidak
berubah.
Hasil berat jenis perekat likuida dari kayu agathis, meranti, pinus dan
campuran terlihat kecenderungan penurunan nilai berat jenis terjadi seiring
dengan penambahan persentase filler berupa tepung sekam. Tepung sekam ini memiliki volume jauh lebih besar dibandingkan beratnya (volumenous), sehingga
bila dicampur akan menurunkan berat jenis perekat yang memiliki berat jenis
lebih tinggi.
Derajat keasaman tinggi pada perekat mempunyai dua fungsi yaitu untuk
membersihkan permukaan kayu yang akan direkat dengan cara melarutkan
kontaminan yang ada dan untuk mengembangkan zat kayu serta membuka
struktur dinding sel sehingga akan memperbaiki penetrasi dari perekat. Menurut
Solomon (1967) dalamRuhendi et al.(2000) waktu gelatinasi adalah waktu yang dibutuhkan perekat untuk mengental atau membentuk gel, sehingga tidak dapat
digunakan lagi. Waktu gelatinasi dipengaruhi oleh besarnya jumlah pelarut dalam
perekat. Berkurangnya pelarut dalam perekat akan mempercepat hilangnya pelarut
dari perekat karena proses penguapan dan perekat lebih cepat mengental, sehinga
waktu gelatinasinya semakin singkat.
Nilai viskositas perekat ketiga jenis kayu diatas jauh lebih tinggi dari
viskositas fenol formaldehida. Penambahan formalin lebih banyak dapat
menyebabkan semakin banyaknya cairan dalam perekat sehingga viskositas
perekat lebih rendah. Viskositas dapat mempengaruhi kemampuan penetrasi
perekat dan pembasahan oleh perekat. Penetrasi dan pembasahan berlangsung
perekat, maka semakin besar kemampuan perekat untuk mengalir, berpindah dan
mengadakan penetrasi dan penambahan (Kollmann et al.,1975 dalam Ruhendi et al.,2000).
Kadar padatan bila dilihat dari jenis serbuk kayu yang digunakan, maka
terlihat bahwa jenis serbuk kayu meranti lebih tinggi dibandingkan serbuk kayu
agatis dan pinus. Hal ini dipengaruhi kayu meranti tidak banyak mengandung
damar atau gum sehingga akan lebih banyak zat padat yang tidak dapat menguap
(Martawijaya, 1997 dalam Ruhendi et al., 2000). Vick (1999) peningkatan kadar
padatan berarti peningkatan molekul-molekul perekat yang akan bereaksi dengan
kayu pada proses perekatan, sehingga sampai batas tertentu kadar padatan yang
tinggi dapat menciptakan keteguhan rekat yang lebih baik.
Proses Likuifikasi
Bagian pinang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku perekat likuida
melalui proses likuifikasi, seperti sabut pinang dan bagian batang yang
mengandung bahan lignoselulosa. Menurut Yoshioka et al. (1992) likuifikasi lignoselulosa adalah suatu prosedur untuk memproduksi minyak dari biomass
dalam kondisi konversi tertentu. Likuifikasi lignoselulosa juga dapat dilakukan
pada suhu 240~270 oC tanpa katalis, 80~150 oC dengan katalis asam, bahkan pada
suhu ruang (kayu termodifikasi kimia). Pada penelitian ini, serbuk bagian batang
pinang direaksikan dengan fenol dan H2SO4 pada suhu 90oC untuk menghasilkan
phenolated wood.
Likuifikasi kayu tanpa perlakuan pendahuluan dapat terjadi dengan cara:
a. Perlakuan pada suhu di atas suhu 250 oC selama 15~180 menit, dalam
dietilen, glikol trietilen, glikol polietilen, 1,4-dioxane, cyclohexanone,
dietilketon, ethyl n-propyl ketone(Shiraishi et al., 1986, Patent dalam
Yoshioka et al.,1992)
b. Perlakuan pada suhu 150 oC, tekanan atmosfir, dengan katalis
phenolsulfonic acid dansulfuric acid(Pu et al.,1991 dalamYoshioka et al.,1992).
Likuifikasi kayu termodifikasi kimia menggunakan pelarut fenol,
bisphenol dan polihydric alkohol, serta dikombinasikan dengan penggunaan
cross-linking agent atau hardeners, menghasilkan resin dengan daya rekat yang baik (Shiraishi, 1986; Shiraishi et al., 1986; 1987b dan 1988; Kishi et al., 1986
dalamYoshioka et al.,1992).
Likuifikasi kayu tanpa perlakuan akan menghasilkan resol-type resin phenol. Penelitian yang telah dilakukan adalah
a. Kayu dilarutkan dalam fenol pada suhu 150 oC dengan katalis
phenolsulfonic acid(Pu et al., 1991 dalamYoshioka et al.,1992).
b. Lima bagian chipskayu dilarutkan dalam dua bagian fenol pada suhu 250 o
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2011 - April 2012.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Fakultas MIPA USU,
Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA USU, Laboratorium Kimia
Anorganik Fakultas MIPA USU.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah planner (penyerut), parang, saringan serbuk ukuran 20~40 mesh, oven, lemari asam, desikator, timbangan, penangas
air, kantong plastik, pengaduk, kaca datar, cawan abu, gelas ukur, gelas piala,
erlenmeyer, tabung reaksi, ball-pipet, pipet tetes, kertas pH, viscometer Ostwald,
piknometer, kertas saring, alumunium foil, alat tulis, alat hitung dan tally sheet. Bahan yang digunakan adalah batang pinang, phenol teknis, larutan H2SO4 98%,
formalin, NaOH 40%, NH4OH 10%, NaOH 1 N, NaOH 0,1 N, HCl 1 N, HCl 0,1
N, indikator metil merah dan metilen biru, arang aktif, dan aquades.
Prosedur Penelitian
a. Pembuatan Bahan Baku
1. Batang pinang dengan diameter pangkal 15 cm dibagi menjadi tiga bagian
yaitu bagian luar, tengah dan bagian dalam. Batang pinang dipotong
menjadi beberapa bagian untuk mempermudah penyerutan. Masing-masing
bagian menurut kedalaman diserut menggunakan planner sehingga
diperoleh partikel berupa serbuk. Pola pengambilan contoh uji atau
T L T L
7 cm
3 cm 5 cm
16 cm
Keterangan: L = bagian luar; T = bagian tengah; D = bagian dalam Gambar 2. Ilustrasi pola pembagian batang pinang
2. Partikel batang pinang dikeringkan dengan cara dijemur dan dioven sampai
kadar air sekitar 15%.
3. Partikel berupa serbuk disaring dengan saringan pasir ukuran 20~40 mesh.
4. Serbuk berukuran 20~40 mesh disimpan di tempat yang sejuk dan kering.
5. Partikel berupa serbuk direndam dengan air panas di atas penangas air pada
suhu 80~90oC selama 3 jam untuk menurunkan kadar ekstraktifnya.
Perbandingan serbuk batang pinang : air adalah 1 : 15.
6. Setelah direndam dengan air panas, serbuk tersebut dikeringkan dalam oven
sampai kadar air sekitar 5% dan disimpan dalam kantong plastik yang
tertutup rapat.
b. Determinasi Kelarutan Zat Ekstraktif Serbuk Batang Pinang
Determinasi kelarutan zat ekstraktif mengacu kepada TAPPI 1 m-59
mengenai kelarutan dalam air panas dan air dingin.
Kelarutan dalam air panas
Cara determinasi kelarutan ekstraktif dalam air panas adalah:
masing-masing serbuk batang sebanyak 2 gr (BA) dimasukkan ke dalam erlenmeyer
D
berukuran 300 ml. Ditambahkan air sebanyak 100 ml dan dipanaskan di atas
penangas air pada suhu 95oC selama 3 jam. Dinginkan sebentar dan disaring
dengan kertas saring yang sudah diketahui beratnya. Serbuk hasil saringan dicuci
dengan air panas sampai filtrat tak berwarna. Serbuk dikeringkan dalam oven
pada suhu 103±2oC selama 4 jam. Dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang.
Pengeringan dan penimbangan serbuk dilakukan hingga diperoleh berat tetap
(BB). Kelarutan dalam air panas ditentukan dengan rumus:
Kelarutan dalam air panas (%) = {(BA – BB) / BKO} x 100%
Kelarutan dalam air dingin
Cara determinasi kelarutan ekstraktif dalam air dingin adalah:
masing-masing serbuk batang sebanyak 2 gr (BA) dimasukkan ke dalam gelas piala
berukuran 400 ml. Masukkan air sebanyak 300 ml ke dalam gelas piala. Diamkan
selama 48 jam pada suhu kamar, dengan beberapa kali pengadukan. Saring
dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya. Serbuk batang pinang dicuci
dengan air sampai filtrat tak berwarna. Serbuk batang dikeringkan dalam oven
pada suhu 103±2oC selama 4 jam. Dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang.
Pengeringan dan penimbangan serbuk dilakukan hingga diperoleh berat tetap
(BB). Kelarutan dalam air dingin ditentukan dengan rumus:
Kelarutan dalam air dingin (%) = {(BA – BB) / BKO} x 100%
c. Pembuatan Perekat Likuida
Pembuatan perekat likuida batang pinang mengacu kepada Sucipto (2009b)
atau modifikasi Pu et al.(1991) yaitu:
1. Serbuk batang pinang masing-masing sebanyak 10 gr berukuran 20~40
2. Larutan H2SO498% sebanyak 2,5 ml (5% dari berat phenol) ditambahkan
ke dalam masing-masing erlenmeyer, diaduk selama 30 menit, ditutup
rapat dengan alumunium foildan didiamkan selama 24 jam.
3. Larutan phenol sebanyak 50 ml (lima kali berat masing-masing serbuk)
dimasukkan ke dalam masing-masing erlenmeyer yang sudah berisi serbuk
batang pinang dan larutan H2SO498%. Diaduk hingga ketiga bahan
homogen.
4. Ditambahkan NaOH 50% sambil diaduk sampai mencapai pH 11.
5. Ditambahkan larutan formaldehida 37% (formalin) dengan perbandingan
molar formalin dengan phenol (F/P) 1,2:1 yaitu sebanyak 30 ml. Diaduk
hingga larutan homogen.
6. Larutan disaring menggunakan kertas saring. Hasil saringan dipanaskan
dalam penangas air pada suhu 90oC selama 2 jam sambil diaduk sampai
larutan menjadi homogen.
d. Determinasi Kualitas Perekat
Determinasi kualitas perekat mengacu pada SNI 06–4567–1998 mengenai
Phenol Formaldehida Cair untuk Perekat Kayu Lapis, yang terdiri atas:
Kenampakan
Prinsip uji kenampakan adalah pengamatan secara visual mengenai warna
dan adanya benda asing dalam perekat. Cara determinasi kenampakan perekat
adalah: contoh perekat dituangkan di atas permukaan gelas datar, lalu dialirkan
sampai membentuk lapisan film tipis. Dilakukan pengamatan visual tentang
Keasaman (pH)
Pengukuran pH adalah pengukuran banyaknya konsentrasi ion H+ pada
suatu larutan. Cara determinasi pH perekat adalah: contoh perekat dituangkan
secukupnya ke dalam gelas piala 200 ml dan diukur keasamannya pada suhu 25oC
kemudian dicelupkan ujung kertas lakmus pada perekat tersebut. Setelah itu
dilihat perubahan warna yang terjadi pada kertas lakmus yang menunjukkan nilai
pH tertentu.
Kekentalan (viskositas)
Prinsip pengukuran kekentalan adalah pengukuran gesekan internal yang
disebabkan oleh kohesi molekul dalam suatu aliran. Pengukuran kekentalan
menggunakan viskosimeter ostwald. Cara determinasinya adalah alat
viskosimeternya diletakkan pada statif. Dialirkan aquades disepanjang tabung alat
untuk membersihkan alat tersebut. Setelah dipastikan bersih dan kering, contoh
perekat dituangkan secukupnya melalui ujung tabung yang diameternya besar,
selanjutnya perekat dihisap dengan ball-pipet melalui ujung tabung yang diameternya kecil sampai melewati batas tera atas. Diukur waktu yang dibutuhkan
perekat untuk bergerak turun dari batas tera atas sampai ke batas tera bawah (tp).
Pengukuran waktu alir air (ta) dilakukan dengan metode yang sama. Kekentalan
perekat ditentukan dengan rumus:
da: Kerapatan perekat (gr/ml)
tp: Waktu alir perekat dari batas tera atas sampai batas tera bawah (detik)
da: Kerapatan air (gr/ml)
ηp : Kekentalan perekat (cps) ηa : Kekentalan air (cps)
Berat jenis
Berat jenis (BJ) adalah perbandingan berat contoh terhadap berat air pada
volume dan suhu yang sama. Cara determinasi BJ perekat adalah: piknometer
kosong yang bersih dan kering ditimbang (W1). Kemudian piknometer diisi air
dengan suhu 25 oC sampai penuh dan ditutup tanpa ada gelembung udara pada
perekat. Bagian luar piknometer dibersihkan dan dikeringkan dengan tisu, lalu
ditimbang (W2). Air dalam piknometer dibuang sampai bersih dan dikeringkan.
Selanjutnya piknometer diisi dengan contoh perekat sampai penuh dan ditutup
tanpa ada gelembung udara. Bagian luar piknometer dibersihkan dan dikeringkan
dengan tisu, lalu ditimbang (W3).
BJ perekat dihitung dengan rumus:
Berat jenis = (W3– W1) / (W2– W1)
Sisa penguapan/kadar padatan
Sisa penguapan/kadar padatan adalah perbandingan antara berat contoh
sebelum dipanaskan dengan berat contoh sesudah dipanaskan pada suhu tertentu
sampai berat tetap. Cara determinasi kadar padatan perekat adalah: contoh perekat
sebanyak 1,5 gr dimasukkan ke cawan (W1). Selanjutnya perekat dalam cawan
dikeringkan dalam oven pada suhu 1502oC selama satu jam. Dinginkan dalam
desikator sampai mencapai suhu kamar, kemudian ditimbang. Pengeringan dan
penimbangan dilakukan sampai diperoleh berat tetap (W2). Kadar padatan
ditentukan dengan rumus:
Waktu gelatinasi
Waktu gelatinasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh contoh perekat untuk
membentuk gelatin pada suhu tertentu. Cara determinasi waktu gelatinasi perekat
adalah: contoh perekat sebanyak 10 gr dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Selanjutnya dipanaskan di atas penangas air pada suhu 100oC dengan posisi
permukaan perekat berada 2 cm di bawah permukaan air. Amati waktu yang
dibutuhkan perekat tersebut untuk berubah wujud menjadi gel (gelatinasi) dengan
cara memiringkan tabung reaksi. Perekat yang sudah tergelatinasi ditandai dengan
tidak mengalirnya perekat ketika tabung reaksi dimiringkan.
Kadar abu
Pengujian kadar abu perekat menggunakan standar ASTM D 1102–84.
Cara determinasi kadar abu perekat adalah: cawan porselen kosong dipanaskan
dalam tanur pada suhu 600oC selama satu jam, kemudian cawan tersebut
didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan ditimbang.
Sebanyak 2 gr contoh perekat masukkan ke dalam cawan tersebut dan
ditimbang, kemudian dipanaskan dalam oven dengan suhu 1032oC selama satu
jam. Dinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar, kemudian
ditimbang. Pengeringan dan penimbangan dilakukan sampai diperoleh berat tetap
(W1). Selanjutnya contoh perekat dalam cawan dikeringkan dalam tanur dengan
suhu 600oC selama satu jam. Dinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu
kamar, kemudian ditimbang. Pengeringan dan penimbangan dilakukan sampai
diperoleh berat tetap (W2). Kadar abu ditentukan dengan rumus:
Formaldehida bebas
Pengujian formaldehida bebas mengacu pada SNI 06–4565–1998 tentang
Urea Formaldehida Cair untuk Perekat Papan Partikel atau SNI 06–0163–1998
tentang Melamin Formaldehida Cair untuk Perekat Kayu Lapis. Pada pengujian
ini dilakukan perlakuan pendahuluan berupa karbonisasi menggunakan arang aktif
untuk memudahkan pengamatan perubahan warna perekat saat titrasi.
Cara determinasi formaldehida bebas perekat adalah: contoh perekat
sebanyak 20 gr dimasukkan ke dalam erlenmeyer 200 ml, tambahkan air sebanyak
50 ml dan aduk sampai merata. Indikator metil merah dan metilen biru diteteskan
sebanyak 2~3 tetes, lalu campuran dinetralkan dengan HCl 0,1 N atau NaOH 1 N.
Setelah netral, campuran ditambahkan dengan NH4OH 10% sebanyak 10 ml dan
NaOH 1 N sebanyak 10 ml. Erlenmeyer tersebut ditutup, dikocok dan diletakkan
di atas penangas air pada suhu 30oC selama 30 menit.
Selanjutnya campuran dititrasi dengan HCl 1 N sehingga terjadi perubahan
warna dari hijau menjadi biru kelabu dan kemudian merah ungu. Dengan
menggunakan prosedur yang sama dengan larutan contoh, dibuat juga larutan
blanko tanpa penambahan perekat. Formaldehida bebas perekat dapat ditentukan
dengan rumus: 100
V1 = volume HCl yang digunakan untuk titrasi blanko (ml)
V2 = volume HCl yang digunakan untuk titrasi contoh (ml)
N = normalitas HCl
30,03 = bobot molekul formaldehida
Bagan alir prosedur pembuatan perekat likuida yang akan di lakukan
disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Bagan alir pembuatan perekat likuida pinang Direndaman dalam air panas
suhu 80-90 oC, 3 jam Dikeringkan hingga KA 15%,
diserut, disaring 20~40 mesh
Determinasi kelarutan zat ekstraktif batang pinang: kelarutan zat ekstraktif dalam air panas dan air Batang pinang dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian luar, tengah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelarutan Zat Ekstraktif Partikel Batang Pinang
Serbuk batang pinang yang digunakan sebagai bahan baku perekat yang
sudah dikeringkan sampai kadar air 15% dideterminasi kelarutan zat
ekstraktifnya. Kelarutannya pada air panas dan air dingin. Zat ekstraktif
merupakan sejumlah senyawa yang dapat diekstraksi dari kayu dengan
menggunakan pelarut polar dan non polar atau dalam pelarut organik. Komponen
utama yang larut dalam air adalah karbohidarat, protein, garam-garam anorganik.
Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Panas
Kelarutan zat ekstraktif serbuk batang pinang bagian luar sebesar 11,11%
sedangkan bagian tengah dan bagian dalam sama yaitu 5,26 %. Hal ini disebabkan
kandungan ekstraktif ke arah dalam batang semakin sedikit, dan bagian ke arah
kulit kandungan ekstraktifnya semakin tinggi. Menurut Batubara (2009) zat
ekstraktif tergantung jenis dan letak pada tanaman dan dipengaruhi oleh kondisi
pertumbuhan. Menurut Trisnawati (2009), bagian empulur ataupun ujung batang
pinang merupakan jaringan muda dan baru terbentuk serta didominasi oleh
parenkim, sedangkan bagian luar batang, memiliki jaringan pembuluh yang tua
yang mengandung zat ektraktif lebih tinggi.
Air panas melarutkan garam-garam anorganik dan polisakarida berbentuk
molekul rendah termasuk gum, pati dan tanin (Sucipto, 2009b). Jumlah dan jenis
zat ekstraktif batang bagian luar lebih banyak daripada bagian tengah dan dalam.
Pada saat perendaman air panas, ketiga bagian serbuk batang memiliki warna air
perendaman yang berbeda-beda. Bagian luar lebih keruh dibanding bagian tengah
Kelarutan Zat Ekstraktif Dalam Air Dingin
Senyawa yang terlarut dalam air dingin adalah garam organik, gula,
siklitol, gum, bahan-bahan menyerupai pektin, galaktan, tanin, pigmen,
polisakarida, komponen-komponen yang terhidrolisa. Kelarutan zat ekstraktif
serbuk batang bagian luar, tengah dan dalam adalah 5,26 %. Ketiga bagian batang
memiliki nilai kelarutan zat ekstraktif yang sama, tetapi pada perendaman air
dingin, masing-masing serbuk memiliki perbedaan warna air perendaman. Serbuk
bagian luar memiliki warna yang lebih keruh dibanding bagian lainnya. Hal ini
diduga karena pengaruh kandungan zat ekstraktif batang bagian luar lebih tinggi
dibanding bagian tengah dan dalam. Perbandingan persentase kelarutan zat
ektraktif dalam air panas dan air dingin pada ketiga bagian batang pinang
disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Kelarutan zat ektraktif air panas dan air dingin pada ketiga bagian batang pinang
Nilai kelarutan zat ektraktif dalam air panas dan air dingin tidak berbeda
jauh. Hal ini diduga karena kandungan ekstraktif ketiga bagian batang pinang
Trisnawati (2009), batang pinang memiliki kandungan ekstraktif gula dan pati
yang tinggi, sehingga sangat rentan terhadap serangan organisme perusak kayu
karena banyak mengandung gula dan pati.
Kandungan ekstraktif yang dihasilkan tersebut bukan merupakan nilai
yang mutlak. Karena dalam penentuan kandungan ekstraktif dipengaruhi beberapa
faktor. Menurut Browning (1967) dan Mariyati (2000) dalam Hayani (2009),
kadar ekstraktif yang diperoleh tergantung pada pengeringan dan pengkondisian
serbuk kayu sebelum diekstrak. Kadar air serbuk mempengaruhi proses ekstraksi.
Banyaknya zat ekstraktif yang dapat larut dalam pelarut polar biasanya lebih
sedikit, namun adanya pengeringan serbuk sebelum proses ekstraksi, jumlah
bahan yang akan terlarut lebih banyak. Faktor lain yang cukup berpengaruh pada
proses ekstraksi adalah suhu, dengan adanya pemanasan akan membantu proses
ekstraksi berjalan dengan baik, dan penguraian akan lebih seragam.
Pada saat perendaman air panas dan air dingin, ketiga bagian batang
memiliki warna yang berbeda. Bagian luar batang berwarna lebih keruh dibanding
bagian tengah dan dalam, tetapi ketiga bagian pada air panas dan air dingin tidak
memiliki perbedaan nilai kelarutan zat ekstraktif yang jauh.
Proses ekstraksi dilakukan berulang-ulang, sampai larutan menjadi bening,
sehingga kecil kemungkinan tertinggalnya zat ekstraktif pada ampas serbuk
batang pinang. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah zat
ekstraktif yang didapat dari proses ekstraksi, karena kandungan zat ekstraktif
tidak terlepas dari beberapa faktor yaitu jenis kayu, jenis pelarut, proses
dalam Hayani (2009), ukuran partikel yang digunakan dalam analisis kayu
berkisar antara 40-80 mesh atau berukuran 0,005-0,4 mm.
Determinasi Kualitas Perekat Likuida Batang Pinang
Perekat likuida dari serbuk batang pinang diperoleh melalui proses
liquifikasi. Pembuatan perekat ini dibedakan berdasarkan kedalaman batang yaitu
bagian luar, tengah dan dalam. Karakteristik perekat likuida yang diuji adalah
mengacu pada SNI 06-4567-1998 (kenampakan, keasaman, viskositas, berat jenis,
kadar padatan, waktu gelatinasi), SNI 06-4565-1998 (formaldehida bebas), dan
ASTM D 1102-84 (kadar abu). Karakteristik perekat likuida pinang yang
dihasilkan dari ketiga bagian menurut kedalaman batang disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik perekat likuida dari batang pinang
No Parameter Satuan
Kualitas perekat likuida batang pinang Kualitas PF
(SNI
06-3 Kekentalan cps 16,74 15,07 11,34 130-300
4 Berat jenis - 1,152 1,173* 1,217
1,165-1,200
7 Kadar abu % 75,55 74,75 73,41
Kenampakan
Kenampakan dari perekat likuida batang pinang ini diamati langsung
secara visual yaitu warna, kejernihan perekat dan keberadaan kotoran. Warna
perekat likuida dari batang pinang yang dihasilkan tidak sama. Warna cairan
perekat bagian batang luar, tengah dan dalam semakin terang ke arah dalam yaitu
merah kehitaman, kuning kecoklatan dan kuning keemasan (jernih).
Masri (2005) dalam Ruhendi (2008) mengemukakan ukuran serbuk yang semakin besar mengakibatkan lignin lebih sulit terdegradasi, yang berarti reaksi
antara phenol dan lignin lebih sedikit terjadi sehingga menyebabkan phenol lebih
banyak bereaksi dengan bahan kimia pereaksi lain. Hal tersebut akan
menghasilkan warna baru yang masih memperlihatkan warna bahan kimia aslinya.
Perbedaan warna yang terjadi diduga karena serbuk ketiga bagian batang
pinang tersebut memiliki warna yang berbeda juga pada bagian dalam, tengah,
dan luar yaitu cokelat tua, cokelat muda dan cokelat kekuning-kuningan.
Campuran perekat phenol teknis yang memberikan warna gelap dan asam sulfat
pekat yang memiliki warna kecokelatan juga diduga memberikan warna gelap
pada perekat likuida pinang. Menurut Ruhendi et al. (2000), perekat likuida dari tiga jenis kayu yaitu kayu agatis, meranti dan pinus, ketiganya memiliki
kenampakan warna hitam. Warna serbuk dan phenol berubah menjadi hitam
setelah dipanaskan dan setelah menjadi perekat warna ini tidak berubah.
Menurut Trisnawati (2009) bagian tepi kulit (luar) batang pinang berwarna
cokelat tua hingga cokelat muda dan semakin berwarna cokelat muda
kekuning-kuningan pada bagian tengah hingga putih kekuning-kekuning-kuningan pada bagian
berwarna lebih gelap dibanding parenkim yang mendominasi bagian empulur
sehingga warna semakin terang dari bagian luar ke bagian dalam batang.
Pada perekat tidak ditemui kotoran atau benda asing dalam bentuk apapun
karena dilakukan proses penyaringan, sehingga tidak ada pengaruh benda
terhadap kualitas perekatan. Warna perekat yang memenuhi persyaratan SNI
06-4567-1998 yaitu merah kehitaman dan bebas dari kotoran adalah perekat dari
batang bagian luar. Kenampakan perekat likuida ketiga bagian batang pinang
disajikan dalam Gambar 5.
a b
c
Keasaman (pH)
Derajat keasaman perekat likuida dari masing-masing bagian batang
memenuhi pH standar SNI 06-4567-1998 yaitu 10-13. Bagian luar memiliki pH
paling tinggi sebesar 12-14, dan rata-rata adalah 13, bagian tengah dan dalam
memiliki pH 10-12, dan rata-rata adalah 11. Hal ini disebabkan setelah pemasakan
dan pendinginan sesaat, perekat ditambahan dengan NaOH 50% sampai pH 11.
Penambahan NaOH 50% pada bagian luar batang lebih banyak dibanding dengan
bagian lainnya sehingga pH bagian luar lebih dominan kepada pH 12-14. Semakin
banyak takaran NaOH yang dicampurkan maka pH akan semakin tinggi atau
bersifat basa. Perbedaan nilai keasaman pada ketiga bagian batang pinang
disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Keasaman perekat likuida ketiga bagian batang pinang
Keasaman perekat likuida batang pinang yang diinginkan adalah pH 11
yaitu dengan penambahan NaOH 50%. Pengukuran pH menggunakan kertas pH
universal, sehingga hasil yang ditunjukkan kurang akurat. Parameter pH yang
digunakan tidak memiliki skala 11 dan penentuan pH dilakukan dengan
Menurut Ruhendi et al. (2007) dalam Risnasari (2008), sifat basa pada
perekat likuida karena adanya penambahan NaOH 40% ke dalam perekat setelah
pemasakan dan pendinginan sesaat. Sifat demikian diperlukan untuk
memperpanjang waktu simpan perekat, karena pH tinggi akan memperlambat
proses curing (pengerasan) perekat tersebut. Selain itu kesesuaian antara perekat likuida dengan kayu akan lebih baik, karena pada kondisi asam, kayu akan lebih
cepat rusak. Tingkat keasaman perekat likuida ketiga bagian batang disajikan pada
Gambar 7.
a b c
Gambar 7. Warna indikator tingkat keasaman perekat likuida batang pinang, (a) bagian luar, (b) bagian tengah, (c) bagian dalam
Kekentalan (Viskositas)
Perekat likuida pinang dari bagian batang menurut kedalaman yang
didapatkan berbentuk cair. Nilai viskositas perekat likuida batang pinang dari
masing-masing bagian berbeda-beda, bagian luar sebesar 16,74 centipoise (cps),
bagian tengah sebesar 15,07 cps dan bagian dalam sebesar 11,34 cps dan
ketiganya tidak memenuhi nilai SNI 06-4567-1998 yaitu 130-300 cps. Nilai
16,74
Bagian luar Bagian tengah Bagian dalam
k
Gambar 8. Tingkat kekentalan perekat pada ketiga bagian batang pinang
Perbedaan nilai viskositas ketiga bagian ini berbanding lurus dengan
waktu gelatinasinya. Bagian luar memiliki waktu gelatinasi yang lebih lama
dibanding bagian lainnya karena bagian luar juga memiliki kekentalan yang lebih
tinggi. Kandungan zat ekstraktif bahan baku juga diduga memperngaruhi
kekentalan perekat. Bagian luar memiliki kandungan ekstraktif yang lebih tinggi
dibanding bagian tengah dan dalam.
Menurut Trisnawati (2009) bagian tepi kulit didominasi oleh ikatan
pembuluh yang memiliki kerapatan lebih tinggi daripada jaringan sekitarnya.
Bagian dalam batang pinang lebih didominasi oleh jaringan parenkim yang
banyak mengandung gula dan pati. Pembuluh memiliki kandungan ekstraktif yang
lebih banyak dibanding jaringan parenkim.
Menurut Pu et al. (1991) dalam Ruhendi et al. (2007) tingginya kekentalan perekat dapat disebabkan oleh residu serat kayu setelah likuifikasi dan
tingginya berat molekul komponen perekat. Kekentalan perekat yang terlalu tinggi
dapat dikurangi dengan penambahan nisbah formalin dan phenol yang digunakan.
Kekentalan perekat likuida pinang pada ketiga bagian batang sangat rendah
penambahan nisbah formalin yang lebih tinggi dibanding phenol. Menurut
Ruhendi et al (2000) penambahan formalin lebih banyak dapat menyebabkan semakin banyaknya cairan dalam perekat, sehingga viskositas perekat lebih
rendah.
Viskositas tersebut dapat mempengaruhi kemampuan penetrasi perekat
dan pembasahan oleh perekat. Penetrasi dan pembasahan berlangsung
bersama-sama antara kayu dengan perekat yang dipakai. Semakin kecil viskositas perekat,
maka semakin besar kemampuan perekat untuk mengalir, berpindah dan
mengadakan penetrasi dan pembasahan. Dengan demikian maka kualitas
perekatan akan meningkat sampai pada batas keenceran tertentu, karena perekat
yang terlalu encer akan menurunkan nilai keteguhan rekat (Ruhendi et al., 2007).
Kekentalan perekat likuida pinang ketiga bagian batang sangat rendah
dibanding phenol formaldehida menurut SNI 06-4567-1998. Kekentalan
menunjukkan kemampuan perekat untuk mengalir pada permukaan yang direkat.
Semakin tinggi kekentalan, maka kemampuan untuk membasahi dan berpenetrasi
ke dalam permukaan kayu akan semakin sulit. Namun jika kekentalan perekat
terlalu rendah, maka akan terjadi penetrasi perekat ke dalam permukaan kayu
yang berlebihan dan menyebabkan miskinnya garis rekat yang terbentuk.
Berat Jenis
Berat jenis perekat berkaitan dengan komponen yang terkandung di dalam
perekat. Penentuan berat jenis perekat ini dilakukan dengan membandingkan berat
jenis air dan berat jenis perekat, menggunakan piknometer 5 ml seperti pada
Gambar 9. Piknometer yang digunakan berisi perekat likuida batang pinang
Tabel 2 menunjukkan berat jenis perekat likuida batang pinang
berbeda-beda pada masing-masing bagian dan kecenderungan penurunan nilai berat jenis
ke arah bagian luar. Nilai berat jenisnya adalah bagian luar sebesar 1,152; bagian
tengah sebesar 1,173; dan bagian dalam sebesar 1,217. Berat jenis perekat dari
bagian tengah memenuhi SNI 06-4567-1998 yaitu sebesar 1,165-1,200 sedangkan
berat jenis perekat bagian luar dan dalam batang tidak memenuhi. Berat jenis
perekat dari masing-masing bagian batang disajikan pada Gambar 10.
1,152 1,173 1,217
0 0,5 1
Bagian luar Bagian tengah Bagian dalam
b
e
ra
t
je
n
is
bagian batang pinang
SNI 06-4567-1998 (1,165-1,200)
Gambar 10. Nilai berat jenis perekat likuida dari ketiga bagian batang pinang
Batang bagian dalam merupakan bagian yang memiliki berat jenis yang