• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kota Baru Untuk Pengembangan Budi Daya Rumput Laut (Eucheuma cottionii)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kota Baru Untuk Pengembangan Budi Daya Rumput Laut (Eucheuma cottionii)"

Copied!
316
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN TELUK TAMIANG

KABUPATEN KOTABARU UNTUK PENGEMBANGAN

BUDIDAYA RUMPUT LAUT (

Eucheuma cottonii

)

AMARULLAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Surah : Ar ruum, ayat 41

” Telah nampak kerusakan di darat dan di

laut disebabkan karena perbuat an

manu-sia, supaya Allah merasakan kepada

ka sebahagian dari akibat perbuatan

mere-ka, agar mereka kembali ke j alan yang

benar”

… .dalam perjalanan menyelesaikan karya tulis ini

menyisakan peristiwa mendalam bagi kehidupan

penulis, telah berpulang ke Rahmatullah Ayahda

Tercinta...

(3)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN TELUK TAMIANG

KABUPATEN KOTABARU UNTUK PENGEMBANGAN

BUDIDAYA RUMPUT LAUT (

Eucheuma Cottonii

)

AMARULLAH

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini, saya menyatakan bahwa Tesis Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Tesis ini.

Bogor, Maret 2007

(5)

Judul Tesis : Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

Nama : Amarullah NRP : C251040071

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Departemen Dekan

Manajemen Sumberdaya Perairan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(6)

ABSTRAK

AMARULLAH

.

Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii). Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA dan ANWAR BEY PANE.

Penelitian dilaksanakan dari Bulan Mei sampai Juli 2006, di Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Tujuan penelitian ini adalah; 1) Mengetahui potensi wilayah perairan teluk untuk pengembangan budidaya rumput laut jenis

Eucheuma cottonii di Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru secara optimal dan berkelanjutan 2) Mendapatkan kebijakan dan strategi pengelolaan untuk pengembangan kegiatan budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii di Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru secara terpadu dan berkelanjutan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, yang meliputi analisis parameter fisika, kimia, biologi perairan, analisis kesesuaian lahan, analisis daya dukung secara spasial dan analisis SWOT.

Hasil yang diperoleh bahwa parameter fisika, kimia dan bilogi perairan masih memenuhi kriteria tumbuh rumput laut. Lahan sangat sesuai (kelas 1) sebesar 1204,9372 ha, sesuai bersyarat (kelas 2) sebesar 241,8028 ha dan tidak sesuai (kelas 3) sebesar 457,96 dengan kapasitas per unit 0,009632 ha/unit di peroleh 106.306 unit metode long line. Ada lima prioritas strategi utama dalam pengelolaan; 1) Mengembangkan kegiatan usaha budidaya rumput laut dengan memperhatikan aspek biogeofisik (fisika, kimia dan biologi) dan kesesuaian lahan serta daya dukung 2) Peningkatan produksi dan kualitas produk rumput laut dengan memperhatikan aspek penanganan dan tehnis yang lebih maju dan berteknologi 3) Membangun dan memberdayakan lembaga perekonomian/keuangan berbasis masyarakat dengan menjalin kerjasama pemasaran antar pembudidaya lokal dengan pengusaha swasta melalui fasilitator pemerintah 4) Membuat kebijakan/aturan tertulis tentang pengelolaan kawasan teluk baik dari segi penataan ruang (zonasi), pemanfaatan sampai pengawasan 5) Pemberdayaan masyarakat pesisir teluk untuk meningkatkan inovasi wirausaha melalui diversifikasi produk dan pemasaran hasil.

Kebijakan pengelolaan untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii yang terpadu dan berkelanjutan, meliputi 4 (lima) dimensi / pilar utama : (1) Dimensi Ekologis (2) Dimensi Teknologi (3) Dimensi Sosial Ekonomi dan (4) Dimensi Kelembagaan dan Hukum.

(7)

ABSTRACT

AMARULLAH. Resources Management of Tamiang Bay, Kotabaru Regency for Seaweed (Eucheuma cottonii) Culture Development. Under Supervision of FREDINAN YULIANDA and ANWAR BEY PANE

The study was conducted from May to July 2006 and located in the Tamiang Bay Kotabaru Regency, South Kalimantan. The study aims were; 1) to know of regional potency to marine culture sustainable development of seaweed (Eucheuma cottonii); and 2) to find of integrated and sustainable management strategy and policy to marine culture development of seaweed (Eucheuma cottonii) in the Tamiang Bay, Kotabaru Regency, South Kalimantan. The Method used were survey and analysis that consisted of physic and chemical analysis, waters biology, spatial analysis, carrying capacity analysis and SWOT analysis.

The result showed that physic, chemical and biology parameters related to seaweed growth criteria. Most suitable was area (class-1) about 1204.9372 hectare, conditional suitable area (class-2) about 241.80 hectare, unsuitable area (class-3) about 457.96 hectare, with capacity per unit is about 0.009632 hectare per unit finding is about 106,306 to long line method. The five primary strategy of management: 1) developing activity of seaweed culture, especially physic, chemical and biology parameters, suitable area and carrying capacity; 2) increasing of productivity and quality of seaweed product, especially technical processing and high technology; 3) development and empowerment of financial fund community based with linkage partnership promotion market between local and investor 4) making policy about zone management, consist of zoning, exploiting and controlling, 5) Empowerment of community coastal bay to innovation increasing market by product diversification and product market.

The four dimension policy of management were (1) ecologys dimention (2) technology dimention (3) social-economic dimention and (4) law and institution dimention.

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT, Penulis panjatkan atas limpahan rahmat dan

karuna-Nya, sehingga penulisan Tesis ”Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk

Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut

(Eucheuma cottonii)” dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan yang tinggi kepada :

1. Yth. Bapak Dr.Ir.Fredinan Yulianda, M.Sc. dan Bapak Dr.Ir.Anwar Bey Pane, DEA

sebagai komisi pembimbing, atas curahan waktu, perhatian dan pikiran dalam

penyusunan Tesis ini, serta kepada Bapak Ir.Irzal Effendi, Msi dan Bapak

Dr.Ir.Hefni Effendi, MPhil sebagai penguji luar komisi, atas masukan, saran dan

arahan demi kesempurnaan Tesis.

2. Yth. Gubernur Kalimantan Selatan selaku Kepala Daerah Propinsi Kalimantan

Selatan, yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk melanjutkan studi

program Magister Scince (S2) di Institut Pertanian Bogor.

3. Yth. Bapak Prof.Dr.Ir.Rokhmin Dahuri, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Pesisir dan Lautan maupun selaku dosen yang telah banyak

memberikan bantuan pemikiran Penulis khususnya tentang Pengelolaan Pesisir dan

Lautan untuk pembangunan perikanan dan kelautan.

4. Yth. Ayahda (Alm) Haji Syamsi Bakhrun, Ibunda Hajjah Faridah, Kakanda

Rahmatullah, Kanda (Alm) Hidayatullah S.Sos, Dinda Khairil Abdi S.Sos, Dinda

Husnul Khatimah S.Adm. dan Dinda dr.Mardiatun Zuairina beserta seluruh keluarga

atas dorongan semangat, motivasi, doa dan kasih sayang yang tak terhingga.

5. Yth. Bapak Haji Sulaeman selaku Kepala Desa Teluk Tamiang beserta stafnya yang

telah banyak membantu dalam penelitian Penulis di lapangan.

6. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Institut Pertanian Bogor atas kebersamaan dan kerjasmanya yang baik.

Hanya kepada Allah SWT, kita patut berserah diri, semoga segala amal ibadah

kita senantiasa diterima dan mendapat ridho-Nya, amin.

Bogor, Maret 2007

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kandangan Kalimantan Selatan pada Tanggal 22 Agustus

1972 dari Ayah (Alm) Haji Syamsi Bakhrun dan Ibu Hajjah Faridah. Penulis

merupakan anak ketiga dari 5 bersaudara.

Pada tahun 1991 penulis lulus dari SMAN 2 Kandangan dan pada tahun 1998

lulus dari Program Studi Tehnologi Hasil Perikanan pada Fakultas Perikanan

Universitas Brawijaya Malang. Tahun 2004 penulis mendapat kesempatan melanjutkan

pendidikan S-2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

dengan Besiswa dari Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Selatan.

Pada tahun 1998 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil pada lingkup

Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian pada UPT Pelabuhan Perikanan

Pantai Tanjung Pandan Propinsi Bangka Belitung. Sejak tahun 2000 sampai sekarang

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

...…. 1

1.1 Latar Belakang ...….. ... 1

1.2 Perumusan Masalah ...… 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian...………... 6

1.5 Kerangka Pemikiran ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA

...……... 9

2.1 Pengelolaan Wilayah Perairan Secara Berkelanjutan ... 9

2.2 Pengembangan Budidaya Rumput Laut ...….. 11

2.3 Biologi Rumput Laut Eucheuma cottonii...…... 12

2.4 Budidaya Rumput Laut : Kondisi Lingkungan Fisika, Biologi dan Kimia ... 13

2.4.1 Kondisi Lingkungan Fisika ... 13

2.4.2 Kondisi Lingkungan Kimia ... 14

2.4.3 Kondisi Lingkungan Biologi ... 15

2.5 Pemanfaatan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii... 15

2.6 Pertumbuhan dan Karaginan Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii.... 17

2.7 Berbagai Metode Analisis Pengelolaan Wilayah Perairan... 19

2.7.1 Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 19

2.7.2 Pendekatan Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities and Threats)... 20

III. METODOLOGI PENELITIAN

... 21

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.2 Bahan dan Alat ... 24

3.3 Metode Penelitian ...….. 25

3.3.1 Metode Apung Longline (Floating Method) ... 27

3.3.2 Analisis Kualitas : Karaginan... 29

3.4 Pengamatan Terhadap Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut ... 29

3.5 Pengumpulan Data ... 30

3.5.1 Pengumpulan Data Utama... 30

3.5.2 Pengumpulan Data Penunjang... 31

3.6 Analisis Data ... 32

3.6.1 Analisis Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut…... 32

3.6.2 Analisis Daya Dukung Budidaya Rumput Laut……... 34

(11)

3.6.4 Analisis Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya

Rumput Laut... 36

3.6.5 Analisis Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut ...………... 36

IV.KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

... 40

4.1 Geografi Desa dan Potensi Kabupaten ... 40

4.2 Penduduk dan Sosial Budaya Masyarakat... 42

4.3 Prasarana Umum ... 44

4.4 Perekonomian ... 47

4.5 Usaha Budidaya Rumput Laut ... 48

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

... 51

5.1 Lingkungan Perairan... 51

5.2 Parameter Fisika Perairan ... 52

5.2.1 Suhu Air Laut ... 52

5.2.2 Kedalaman Perairan ... ... 54

5.2.2 Pasang Surut... ... ... 56

5.2.4 Pergerakan Air : Arus dan Gelombang ... 58

5.2.5 Cahaya dan Kecerahan ... 63

5.2.6 Keterlindungan dan Kondisi Substrat Dasar Perairan ... 68

5.3 Parameter Kimia Perairan ... 71

5.3.1 Salinitas... 71

5.3.2 Oksigen Terlarut / DO ... 73

5.3.3 Nitrat ... ... 76

5.3.4 Orthofosfat ... 78

5.4 Parameter Biologi... 81

5.4.1 Biota Pengganggu... 81

5.4.2 Pertumbuhan Rumput Laut.... ... 82

Panjang Tahallus ... 82

Jumlah Cabang Thallus... 84

Pertumbuhan Berat thallus... 87

5.4.3 Hasil Analisis Mutu Akhir : Kadar Karaginan... 90

5.5 Analisis Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut ... 93

5.6 Analisis Daya Dukung Budidaya Rumput Laut... 95

5.7 Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut ... 96

5.8 Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut . 125

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

... 131

6.1 Kesimpulan ... 131

6.2 Saran ... 132

DAFTAR PUSTAKA

...

133
(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil Pengamatan Awal Penentuan Lokasi Penelitian... 23

2 Parameter Lingkungan Perairan, Pertumbuhan dan Kandungan Biokimiawi yang diukur, Satuan dan Alat Pengukurnya ... 24

3 Matrik Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii ... 35

4 Tahapan Analisis IFAS dan EFAS ... 37

5 Pengambilan Keputusan dalam SWOT ... 38

6 Sebaran lahan daratan Desa Teluk Tamiang Tahun 2004... ... 40

7 Kualitas Jumlah Penduduk di Desa Teluk Tamiang Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2004... 44

8 Prasarana dan Sarana Umum yang terdapat di Desa Teluk Tamiang ... 45

9 Jumlah Penduduk yang Bekerja di Sektor Perikanan dan Kelautan Tahun2004... 48

10 Hasil Pengamatan Awal Penentuan Lokasi Penelitian... 51

11 Parameter Suhu Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 52

12 Parameter Kedalaman Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 54

13 Parameter Pasang Surut Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 57

14 Parameter Arus Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 58

15 Parameter Gelombang Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 61

16 Intensitas Cahaya Kedalaman 0,3 meter Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 63

17 Data Curah Hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika Jakarta Tahun 2006.. 66

18 Parameter Kecerahan Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 66

19 Kondisi Keterlindungan Perairan Teluk Tamiang ... 68

(13)

21 Parameter Oksigen Terlarut Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 73

22 Parameter Nitrat Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 76

23 Parameter Orthofosfat Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/dJuli 2006... 79

24 Data Pertambahan Panjang Thallus (cm) Eucheuma cottonii dari Minggu

ke 1-8 Bulan Mei s/dJuli 2006... 82

25 Data Prosentase Pertambahan Panjang Thallus (cm) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8 Bulan Mei s/dJuli 2006... 84

26 Data Pertambahan Jumlah Cabang Thallus (cm) Eucheuma cottonii dari

Minggu ke 1-8 Bulan Mei s/dJuli 2006... 85

27 Data Prosentase Pertambahan Harian Jumlah Cabang Thallus (%) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8 Bulan Mei s/dJuli 2006... 86

28 Data Pertambahan Berat Basah (gr) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8

Bulan Mei s/dJuli 2006... 87

29 Data Prosentase Pertambahan Berat Basah Harian (%) Eucheuma

cottonii dari Minggu ke 1-8 Bulan Mei s/dJuli 2006... 88

30 Data Kandungan Karaginan (%) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8

Bulan Mei s/dJuli 2006... 90

31 Matrik Faktor Strategi Internal Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tami- ang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eu- cheuma cottonii)...………...…….……. 118

32 Matrik Faktor Strategi Eksternal Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tami- ang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eu- cheuma cottonii)...………...………….…….... 119

33 Formulasi Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupa- ten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eu cheuma cot- tonii)...………...………….……. 121

34 Penentuan Prioritas / Alternatif Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii)....……….……. 122

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii)....……….……. 8

2 Lokasi Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabu- paten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii)....……….………. 22

3 Desain Tehnik Apung Longline (Floating Method) ... 28

4 Skema Analisis Integrasi SIG dan Inderaja pada Pembuatan Peta Kelayakan Lahan untuk Budidaya Rumput Laut .. ... 34

5 Grafik Parameter Suhu Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan

Mei s/d Juli 2006... 52

6 Gambar Peta Tematik Suhu Perairan Teluk Tamiang... 53

7 Grafik Parameter Kedalaman (m) Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 55

8 Gambar Peta Tematik Kedalaman Perairan Teluk Tamiang... 56

9 Grafik Parameter Pasang Surut Perairan Teluk Tamiang Bulan Mei s/d Juli 2006... 57

10 Grafik Parameter Arus (cm/det) Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 59

11 Gambar Peta Tematik Arus Perairan Teluk Tamiang... 59

12 Grafik Parameter Gelombang (cm) Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 61

13 Gambar Peta Tematik Gelombang Perairan Teluk Tamiang... 62

(15)

15 Grafik Parameter Prosentase Intensitas Cahaya pada Kedalaman 0,3 m dari

Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 64

16 Gambar Peta Tematik Intensitas Cahaya Perairan Teluk Tamiang... 65

17 Grafik Parameter Kecerahan Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 67

18 Gambar Peta Tematik Kecerahan Perairan Teluk Tamiang... 67

19 Gambar Peta Tematik Keterlindungan Perairan Teluk Tamiang... 69

20 Gambar Peta Tematik Substrat Dasar Perairan Teluk Tamiang... 70

21 Grafik Parameter Salinitas (‰) Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 72

22 Gambar Peta Tematik SalinitasPerairan Teluk Tamiang... 72

23 Grafik Parameter Oksigen Terlarut Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 74

24 Gambar Peta Tematik Oksigen Terlarut Perairan Teluk Tamiang... 75

25 Grafik P arameter Nitrat (mg/l) Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 77

26 Gambar Peta Tematik Nitrat Perairan Teluk Tamiang... 77

27 Grafik Parameter Orthofosfat (mg/l) Perairan Teluk Tamiang dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 79

28 Gambar Peta Tematik Orthofosfat Perairan Teluk Tamiang... 80

29 Grafik Pertambahan Panjang Thallus (cm) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 83

30 Grafik Prosentase Pertambahan Harian Panjang Thallus (%) Eucheuma cottonii dari Minggu ke1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 84

31 Grafik Pertambahan Jumlah Cabang Thallus Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1 -8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 86

(16)

33 Grafik Pertambahan Berat Basah (gr) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 88

34 Grafik Prosentase Pertambahan Berat Basah (gr) Harian Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 89

35 Grafik Pertambahan Prosentase Kandungan Karaginan (%) Eucheuma cottonii dari Minggu ke 1-8 di Bulan Mei s/d Juli 2006... 91

36 Peta Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii

di Teluk Tamiang ... 94

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Parameter pasang surut pasang surut dari Dinas Hidro-oseanografi

(18)
(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang memiliki

manfaat yang besar karena menghasilkan agar, karaginan dan alginat yang berguna

untuk industri makanan, minuman, farmasi, industri non pangan dan lain-lain.

Permintaan pasar domestik dan dunia tiap tahunnya meningkat, sedangkan untuk

kebutuhan dalam negeri untuk Eucheuma sp. masih kurang. Pada tahun 2001 produksi sebesar 212.478 ton basah sampai tahun 2004 sebesar 410.570 ton

basah (DKP , 2005) dan permintaan pasar rumput laut dunia / luar negeri untuk

Eucheuma sp. tahun 2006 sebesar 202.300 ton kering dan sampai tahun 2010 diperkirakan sekitar 274.100 ton kering (Anggadiredja et al., 2006). Potensi lahan yang dimiliki Indonesia untuk budidaya rumput laut adalah 1.110.900 ha,

hanya sekitar 222.180 ha atau 20% yang telah dimanfaatkan dengan total produksi

410.570 ton basah /tahun (Sukardi et al. , 2004).

Terdapat 555 jenis rumput laut dan diantaranya ada 55 jenis yang diketahui

memiliki nilai ekonomis tinggi. Beberapa marga rumput laut memiliki nilai

komersial, yaitu rumput laut merah (Rhodophyceae) seperti Eucheuma sp,

Gracillaria sp, Gelidium sp, rumput laut coklat (Phaeophyceae) seperti Sargassum

sp dan Laminaria sp. karena merupakan bahan baku industri agar, karaginan dan alginat. Pada studi etnobotani dan etnofarmakologi rumput laut Indonesia,. Studi

etnofarmakologi rumput laut yang dilakukan oleh Anggadiredja dan Sujatmiko

(1994) menyatakan bahwa 21 jenis rumput laut digunakan masyarakat Indonesia

sebagai obat tradisional. Potensi rumput laut yang besar dan permintaan pasar

domestik maupun luar negeri yang terus meningkat tersebut, maka memberikan

peluang yang sangat besar untuk mengembangkan budidaya rumput laut dan cukup

menguntungkan (Rahman, 1999).

Wilayah perairan Kabupaten Kotabaru memiliki panjang garis pantainya

825 km dan luas perairan lautnya 38.490 km² dengan potensi lestari perikanan alami

sebesar 57.600 ton/tahun (DKP Kotabaru, 2005). Selanjutnya DKP Kotabaru

(20)

sebanyak 199 desa. Kecamatan Pulau Laut Barat, yang merupakan salah satu

kecamatan di kabupaten ini, memiliki garis panjang pantai 125 km dengan luas

perairan 5.650 km² dan memiliki potensi lestari alami 8.340 ton / tahun .

Selain data tersebut, pada tahun 2004 produksi budidaya rumput laut

Eucheuma cottonii Kabupaten Kotabaru sebesar 126,8 ton kering dengan nilai Rp. 443.800.000,- , sedangkan jumlah petani pembudidaya rumput laut sebanyak

362 orang (DKP Kotabaru, 2005). Kebijakan Pemda Kotabaru sangat

memperhatikan potensi perikanan, termasuk rumput laut yang dimiliki wilayah ini,

melalui program-programnya, yaitu pengembangan sarana/prasarana dan

kelembagaan perikanan, pemanfaatan sumberdaya kelautan, pembinaan daerah

pantai dan peningkatan ekspor hasil perikanan.

Dalam pengembangan akuakultur di Teluk Tamiang, tidak terlepas dari

permasalahan. Beberapa permasalahan dan isu pokok yang terkait dengan budidaya

rumput laut dalam rangka untuk memenuhi permintaan domestik dan ekspor rumput

laut saat ini di Kabupaten Kotabaru, meliputi : (1) belum dapat dilakukan

sepenuhnya kegiatan budidaya sebagai akibat dari kurangnya

teknologi/pengetahuan yang ada dan rendahnya sumberdaya manusia di kawasan

Teluk Tamiang, dimana sebagian besar budidaya dilakukan dengan teknik

tradisional yang belum memperhatikan syarat-syarat teknis yang meliputi pemilihan

lokasi yang belum sesuai (2) penyediaan/kriteria dan penanganan bibit yang belum

selektif dan unggul , padahal bibit merupakan salah satu sarana produksi penting dan

bisa menjadi faktor pembatas produksi akuakultur sehingga perlu memperhatikan

bibit yang tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu dan tepat harga (3) penerapan

metode/konstruksi budidaya long line yang belum tepat seperti : pengikatan bibit ke tali risk, jarak tanam dan posisi tumbuh bibit, perawatan/pemeliharaan yang

jarang dilakukan serta penanganan pasca panen yang kurang cepat, saniter dan

higienis. Selain itu dikarenakan sebagian rumput laut tersebut masih diambil dari

alam dan mutunya kurang baik karena masih banyak tercampur dengan rumput jenis

lain. Disamping itu jumlah produksinya juga sukar dikontrol dan tidak

berkesinambungan, dikhawatirkan dalam jangka waktu tertentu produksinya akan

(21)

penentuan kebijakan tata ruang / zonasi, pemanfaatan, perizinan dan lainnya yang

tidak jelas serta implementasinya bisa menyebabkan konflik pemanfaatan

sumberdaya dan kerawanan sosial yang pada akhirnya berdampak kepada kinerja

sistem produksi akuakultur rumput laut di kawasan tersebut.

Kegiatan budidaya rumput laut di Teluk tamiang termasuk dalam ruang

lingkup akuakultur berdasarkan zonasi laut (marine aquaculture) yang terdapat pada kawasan teluk dan perairan dangkal yang masih berada dibawah 3 mil, sebagai

batas kewenangan Kabupaten. Budidaya rumput laut tersebut merupakan unit

budidaya berbasiskan perairan (water based aquaculture) yang ditempatkan di badan perairan, sehingga merupakan suatu sistem yang terbuka (open system). Didalam sistem ini, interaksi rumput laut (unit) budidaya dengan lingkungan

perairan tersebut berlangsung hampir tanpa pembatasan.

Adanya berbagai kegiatan di perairan yang kurang atau tidak terkontrol bisa

meneyebabkan dampak pencemaran atau sebagai salah satu sumber pencemaran

lingkungan (pencemar). Konflik kepentingan dari berbagai sektor dan isu

lingkungan pada water base aquaculture lebih sering muncul dan lebih rumit dibandingkan pada land use aquaculture.

Rumput laut merupakan suatu komoditas dimana saat ini dalam

memproduksinya di Teluk Tamiang dilakukan dengan penanganan yang masih

sederhana oleh pembudidaya / penangannaya relatif rendah jika dibandingkan

dengan produksi ikan. Namun demikian, evaluasi dan pengawasan haruslah cepat

dan tepat untuk selalu menjaga kondisi pembudidayaan rumput laut tetap dalam

keadaan habitat yang cukup baik untuk pertumbuhannya.

Dalam kegiatan budidaya rumput laut, pengaruh kondisi lingkungan perairan

sangat menentukan untuk pertumbuhan rumput laut dalam mencapai hasil akhir

yang optimal. Selain itu penentuan /pemilihan lokasi untuk budidaya rumput laut

adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting guna mendapatkan habitat

yang cocok untuk pertumbuhan rumput laut. Hal ini mengingat bahwa sifat rumput

laut yang rentan terhadap pengaruh kondisi dari faktor fisika, kimia dan biologi

(22)

Kegiatan pembudidayaan rumput laut di daerah ini terbatas pada wilayah

perairan yang dianggap aman untuk berusaha dan memberikan keuntungan yang

dianggap cukup baik walaupun sebenarnya secara teknis budidaya kurang layak

atau tidak memenuhi persyaratan teknis budidaya rumput laut. Akibat yang terjadi

adalah budidaya rumput laut tersebut kurang optimal diusahakan dan kelestarian

sumberdaya hayati pesisir tersebut akan dapat terganggu. Sementara luas areal

budidaya rumput laut di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu, sedangkan

di wilayah perairan laut Kabupaten Kotabaru belum berkembang dengan baik.

Salah satu cara untuk menjamin kontinyuitas penyediaan rumput laut dalam

kuantitas dan kualitas standar adalah dengan cara pengelolaan sumberdaya melalui

pengelolaan pembudidayaan rumput laut yang memenuhi persyaratan teknis,

sehingga didapat produksi yang me menuhi standar dan keseimbangan lingkungan

tetap terjaga.

Dengan demikian pola pengelolaan sumberdaya untuk budidaya rumput laut

di wilayah perairan pesisir adalah merupakan upaya yang penting dilakukan dengan

cara terpadu dalam penetapan, pengembangan, pelestarian dan pengendalian

pemanfaatan rumput laut yang ada di wilayah perairan pesisir tersebut secara

optimal dan berkelanjutan.

Atas dasar tersebut dan permasalahan yang ada serta untuk menjaga kualitas

standar dengan jumlah produksi budidaya rumput laut yang besar dan mampu

menjadikan alternatif mata pencaharian kepada nelayan untuk meningkatkan

kesejahteraan di daerah pesisir Kabupaten Kotabaru, maka perlu dilakukan suatu

kegiatan kajian/penelitian pengelolaan sumberdaya rumput laut untuk

pembudidayaan rumput laut di perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru.

1.2. Perumusan Masalah

Di Kabupaten Kotabaru sebagian besar produksi rumput laut saat ini masih

didapat dari alam dan sebagian lainnya dilakukan dengan budidaya jenis Eucheuma cottonii yang menggunakan teknik tradisional berdasarkan kebiasaan masyarakat setempat ataupun sebagian diadopsi dari daerah pesisir lainnya, dimana produksi

(23)

seringkali hasil budidaya atau jumlah produksi yang dicapai berfluktuasi baik

produksi basah / kering maupun produksi dari mutu olahan.

Permasalahan dan isu pokok yang terkait dengan pengelolaan untuk

pengembangan budidaya rumput laut di Teluk Tamiang meliputi : (1)

Ketidaksesuaian lahan dan daya dukung yang dilakukan pembudidaya yang

berdampak pada tidak kuntinyu dan kualitas produksi yang rendah, akibat dari

sumberdaya manusia yang rendah, yaitu kualitas jumlah penduduk di Desa Teluk

Tamiang menurut jenjang pendidikan tahun 2004 sebanyak 939 jiwa dengan

tingkatan jenjang pendidikan yang dominan tidak tamat SD sebanyak 707 jiwa,

sehingga menjadikan kendala dalam penyerapan pengetahuan dan teknologi yang

diberikan dalam usaha pengelolaan dan pengembangan budidaya rumput laut untuk

menghasilkan produk yang bermutu tinggi. (2) Teknologi khususnya aspek

penyediaan bibit yang rendah, baik kuantitas dan kualitas untuk kontinyuitas

produksi juga menjadi permasalahan yang sangat penting, karena merupakan salah

satu input penting dalam kegiatan budidaya rumput laut. Kemampuan penyediaan

bibit dalam lingkungan wadah (kebun bibit) budidaya rumput laut merupakan salah

satu jaminan ketersediaan bibit bagi kegiatan bibit rumput laut. Hal ini penting

mengingat bibit alami biasanya lebih mahal dan hanya tersedia musimansehingga

tidak bisa memenuhi kriteria industri yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat

umur/ukuran, tepat mutu dan tepat harga. (3) Kepastian aturan/hukum, belum

adanya aturan/aspek hukum yang pasti dan jelas didalam pemanfaatan kawasan

Teluk Tamiang akan menimbulkan kerawanan sosial yang pada akhirnya

berdampak kepada kinerja sistem produksi budidaya rumput laut di Teluk Tamiang.

Belum adanya pengelolaan sumberdaya perairan Teluk Tamiang Kabupaten

Kotabaru dalam pemanfaatan dan pengembangan untuk usaha budidaya rumput laut

yang memenuhi persyaratan lokasi/kesesuaian perairannya dengan persyaratan

teknis, jenis dan pertumbuhan rumput laut yang akan dibudidayakan maka

diperkirakan akan dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produksi rumput laut di

daerah ini.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dilakukan suatu kajian

(24)

hingga strategi pengembangannya untuk mendapatkan rumusan pengelolaan yang

tepat, terpadu dan berkelanjutan dalam penentuan lokasi yang sesuai dengan yang

dibutuhkan untuk pembudidayaan rumput laut secara optimal di daerah pesisir

Kabupaten Kotabaru, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan di

wilayah pesisir tersebut.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui potensi wilayah perairan teluk untuk pengembangan budidaya

rumput laut jenis Eucheuma cottonii di Teluk Tamiang Kecamatan Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru secara optimal dan berkelanjutan.

2. Mendapatkan strategi dan kebijakan pengelolaan untuk pengembangan kegiatan

budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii di Teluk Tamiang Kecamatan Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru, secara terpadu dan berkelanjutan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada nelayan,

pengusaha (investor), kreditur / bank dan pemerintah daerah tentang pengelolaan

dan mengembangkan budidaya rumput laut tanpa mengganggu / merusak

sumberdaya di wilayah pesisir. Manfaat penelitian tersebut diharapkan :

1. Dapat memberikan informasi kepada kelompok nelayan atau pengusaha

rumput laut tentang persyaratan dan kelayakan teknis kesesuaian lahan di

Teluk Tamiang Kotabaru untuk pengembangan budidaya rumput laut jenis

Eucheuma cottonii dengan mutu akhir yang baik.

2. Melalui pengelolaan / pemanfaatan wilayah pesisir di Teluk Tamiang Kotabaru

untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii secara baik dan berkelanjutan diharapkan dapat menjaga konservasi rumput laut tersebut, tanpa menimbulkan

terjadinya degradasi sumberdaya lingkungan perairan teluk tersebut.

3. Dapat memberikan informasi dan rekomendasi pada instansi terkait sebagai

pertimbangan dalam mengambil langkah kebijakan dalam pengelolaan

(25)

daerah penelitian, guna peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan bagi

pengembangan penelitian berikutnya.

1.5. Kerangka Pemikiran

Pengembangan budidaya rumput laut di perairan Teluk Tamiang sangat

perlu dilakukan guna meningkatkan produksi secara optimal dan berkelanjutan.

Dalam rangka pengembangan budidaya rumput laut, kebijakan Pemda Kotabaru

saat ini sangat mendukung melalui rencana strategisnya yaitu peningkatan ekspor

hasil perikanan dan kelautan melal ui pengembangan budidaya laut . Selain kebijakan

tersebut, faktor-faktor lain juga sangat berperan yang meliputi : potensi lahan

perairan, persyaratan teknis dan pengelolaannya, faktor parameter lingkungan

perairan (fisika, kimia dan biologi) dan kondisi sosek masyarakat yang mendukung.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dalam prosesnya untuk mencapai tujuan

atau output akhir, maka sangat ditentukan oleh kriteria yang digunakan dalam

mengambil keputusan yang meliputi ; persyaratan kondisi lingkungan perairan

(aspek fisika, kimia dan biologi), persyaratan kualitas olahan (mutu akhir),

partisipatory para pengguna dan kondisi / daya dukung untuk kesesuaian lahan yang akan digunakan dalam pengembangan budidaya rumput laut. Metode yang

digunakan untuk mencapai tujuan akhir meliputi ; analisis parameter lingkungan

perairan (fisika, kimia dan biologi), analisis laju pertumbuhan, analisis mutu olahan

(karaginan), analisis spasial dengan menggunakan System Informasi Geografis / SIG dan untuk strategi kebijakan pengelolaan dengan menggunakan analisis SWOT

(Strength, Weakness, Opportuniteies and Threats).

Dengan demikian akan didapatkan potensi wilayah perairan untuk lokasi

pengembangan budidaya rumput laut secara optimal dan berkelanjutan serta

kebijakan strategi pengelolaan budidaya rumput laut secara terpadu dan

berkelanjutan di Teluk Tamiang yang mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Kotabaru. Secara rinci kerangka pemikiran tersebut disajikan pada

(26)

Gambar 1 : Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii).

Potensi Lahan Perairan Budidaya Rumput Laut Teluk Tamiang

Faktor-faktor yang berpengaruh untuk diamati :

1. Fisik (suhu, kedalaman, kecepatan arus,

pasang surut, cahaya, substrat dasar, ge- lombang, kecerahan dan keterlindungan) 2. Kimia (salinitas, DO, nitrat dan ortho fosfat 3. Biologi (biota pengganggu, pertumbuhan dan kandungan karaginan)

Metode analisis yang digunakan :

1. Analisis Fisika, kimia dan biologi perairan

2. Analisis Laju Pertumbuhan

3. Analisis Kualitas (karaginan)

4. Analisis Spasial (System I nformasi

Geografis / SI G)

5. Analisis Strategi dan Kebijakan Pengelola-

an dan Pengembangan (St rengt h, Weak-

ness, Opportunities and Threats / SWOT)

Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan :

1. Memenuhi persyaratan kondisi fisik,

kimia dan biologi

2. Memenuhi kesesuaian lahan perairan dan daya dukung

3. Memenuhi persyaratan kualitas akhir

4. Memenuhi kriteria parsipatory para

stakeholder

Output yang dihasilkan berupa :

1. Pot ensi w ilayah perairan unt uk lokasi budidaya rumput laut di Teluk Tamiang secara optimal dan berkelanjutan

2. Strategi dan Kebij akan Pengelolaan budidaya rumput laut di kaw asan Teluk Tamiang secara terpadu dan berke -lanj ut an

Permasalahan sumberdaya perairan Teluk Tamiang tentang ketidaksesuaian lahan,

persyaratan teknis dan pengelolaannya untuk pengembangan budidaya Rumput Laut

Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Teluk Tamiang

Kebijakan Pemda saat

ini

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perairan Secara Berkelanjutan

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan adalah upaya terpadu dalam

penetapan, pelestarian dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya yang ada di

wilayah pesisir dan lautan.

Menurut Budiyoko (2003), pengelolaan pada wilayah pesisir beserta

atributnya merupakan suatu sistem ekologi yang besar, bersifat unik serta

sangat sensitif terhadap perubahan. Oleh karena itu pengelolaan disyaratkan

harus secara terpadu, dengan alasan antara lain : (1) sampai saat ini belum ada

definisi wilayah pesisir yang baku, dengan penentuan wilayah pesisir ke arah darat

maupun ke arah laut sangat bervariasi tergantung kepentingan dan tujuan

pengelolaan; (2) secara empiris terdapat keterkaitan ekologis (hubungan

fungsional) antar ekosistem didalam kawasan pesisir dan antara ekosistem

wilayah pesisir dengan lahan atas maupun dengan laut lepas, seperti sumberdaya

pesisir hutan mangrove dan terumbu karang yang merupakan tempat/habitat hidup,

proses biologi sumberdaya ikan dan lainnya. Sedangkan lahan atas merupakan

penyuplai bahan-bahan nutrient untuk kehidupan sumberdaya-sumberdaya yang

dibutuhkan serta laut lepas sebagai tempat kehidupan berbagai sumberdaya laut

lainnya untuk tumbuh dan berkembang ; (3) dalam suatu wilayah pesisir umumnya

terdapat lebih dari dua macam sumberdaya alam, seperti ; terumbu karang, padang

lamun, hutan mangrove dan lainnya serta untuk jasa-jasa lingkungan seperti sektor

pariwisata, transportasi dan lainnya yang dapat menimbulkan berbagai konflik

kepentingan dan pemanfaatannya; (4) secara sosial ekonomi wilayah pesisir

umunya dihuni oleh lebih dari satu kelompok masyarakat yang memiliki preferensi

dan keterampilan yang berbeda; dan (5) sistem sosial budaya masyarakat pesisir

memiliki ketergantungan terhadap alam dan musim, tanpa mempunyai kemampuan

untuk mengendalikannya (Dahuri, 2000).

Menurut Litasari (2002), bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut

(28)

tanpa mengurangi hak generasi yang akan datang untuk memanfaatkannya.

Disamping pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu, Carter (1996) dalam Syukur (2001) menjelaskan bahwa konsep pengelolaan berbasis masyarakat memiliki aspek

positif yaitu (1) mampu mendorong timbulnya pemerataan dalam pemanfaatan

sumberdaya alam, (2) mampu merefleksi kebutuhan-kebutuhan masyarakat lokal

yang spesifik, (3) mampu meningkatkan efisiensi secara ekologis dan teknis, (4)

responsive dan adaptif terhadap perubahan kondisi sosial dan kondisi lokal, (5)

mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat yang ada, (6)

mampu menumbuhkan stabilitas dan komitmen dan (7) masyarakat lokal

termotivasi untuk melakukan pengelolaan secara berkelanjutan.

Menurut Nikijuluw (2002) bahwa Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Berbasis Masyarakat (PSPBM) adalah sebagai suatu proses pemberian wewenang,

tanggung jawab dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola suumberdaya

perikanannya sendiri dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan dan

keinginan, tujuan serta aspirasinya. Dalam kaitan pengelolaan sumberdaya pesisir,

pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pembangunan

yang memberikan semacam ambang batas (limit) pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya alam yang ada didalamnya (Dahuri, et al., 1996). Konsep pembangunan berkelanjutan antara lain memiliki dimensi ekologis, yaitu mengelola

semua kegiatan pembangunan yang ada di suatu wilayah yang berhubungan dengan

pesisir agar total dampak pemanfaatan sumberdayanya tidak melebihi kapasitas

fungsionalnya bagi kehidupan manusia. Pada dimensi sosial-ekonomi,

mensyaratkan bahwa pola dan laju pembangunan wilayah pesisir harus dikelola

sedemikian rupa, sehingga total permintaannya (demand) terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan tidak melampaui kemampuan suplai (daya

dukungnya). Pada dimensi sosial politik, yaitu upaya pencegahan dan

penanggulangan permasalahan lingkungan yang timbul sebagai dampak negatif

pembangunan hanya dapat dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang

demokratis dan transparan, sesuai dengan karakteristik permasalahan (kerusakan)

lingkungan yang bersifat eksternalitas dan akibat yang ditimbulkan. Pada dimensi

(29)

yang berwibawa dan konsisten serta adanya kebersamaan untuk berbagi

kemampuan dan rasa antara kelompok yang mampu dengan saudaranya yang belum

mampu.

Wilayah Kepulauan Kabupaten Kotabaru pasca pemekaran Kabupaten Tanah

Bumbu adalah seluas 9.422,73 km² terletak di sebelah tenggara Ibukota Propinsi

Kalimantan Selatan, dan masih merupakan wilayah kabupaten yang memiliki lahan

terluas dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten atau kota lain di Propinsi

Kalimantan Selatan yang memiliki wilayah propinsi luas 37.350,52 km² . Luas

Kabupaten Kotabaru ¼ dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Selatan. Secara

geografis, Kabupaten Kotabaru terletak antara 3°10'-4°20' Lintang Selatan dan 115°

25-116°30 Bujur Timur serta Grid propinsi dari AD-CH, 35-57 dan proyeksi UTM

Y = 945.500 m, X = 300.000 m (Bappeda, 2003). Dengan wilayah perairan yang

luas dan strategis tersebut, salah satunya berupa teluk dan terletak antara pulau

Kalimantan, berdekatan dengan Sulawesi Selatan dan beberapa pulau-pulau kecil

dari Propinsi Jawa Timur, sehingga memudahkan dan memberikan peluang

jangkauan luas dalam tata niaga hasil perikanan. Dengan demikian perairan

Kabupaten Kotabaru memiliki potensi sumberdaya hayati kelautan yang cukup

besar dan perlu dikelola serta dikembangkan secara optimal dan berkelanjutan guna

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2.2. Pengembangan Budidaya Rumput Laut

Pengembangan seringkali diartikan sebagai suatu proses pembangunan yang

menuju kesuatu kemajuan. Dalam pengembangan sumberdaya di wilayah pesisir,

salah satu pengembangan kegiatan ekonomi yang sedang digalakkan pemerintah

adalah pengembangan budidaya rumput laut. Melalui program ini diharapkan dapat

merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi wilayah akibat meningkatnya

pendapatan masyarakat setempat.

Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia telah dirintis sejak tahun

1980-an dalam upaya merubah kebiasaan penduduk pesisir dari pengambilan

(30)

meningkatan pendapatan pembudidaya dan juga dapat digunakan untuk

mempertahankan kelestarian lingkungan perairan pantai ( Sukardi et al, 2004).

Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia masih terbatas pada

daerah-daerah tertentu, seperti Bali, Nusa Tenggara, DKI Jakarta, Sulawesi, Riau

Kepulauan, Lampung dan Maluku Utara (Zatnika, 1993).

Pengembangan budidaya rumput laut merupakan suatu alternatif

pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai keunggulan dalam hal : (1)

produk yang dihasilkan mempunyai kegunaan yang beragam, (2) tersedianya lahan

perairan untuk budidaya yang cukup luas dan (3) mudahnya teknologi budidaya

yang diperlukan (DKP, 2001).

2.3. Biologi Rumput Laut Eucheuma cottonii

Rumput laut merupakan tumbuhan thallopyta, yaitu tumbuhan yang tidak memperlihatkan perbedaan antara akar, batang dan daun. Keseluruhan dari tanaman

ini merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus, bentuk thallus rumput laut ada bermacam-macam, ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat

seperti kantong, seperti rambut dan lain sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler). Percabangan thallus

ada yang dichotomus (dua-dua terus menerus), pinate (dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama), pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama) dan ada juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga beraneka ragam, ada yang lunak, seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous), lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut (spongeous) dan sebagainya (Soegiarto et al, 1978).

Menurut Dawes dalam Kadi dan Atmadja (1988), secara taksonomi jenis

Eucheuma diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Rhodophyta, Kelas : Rhodophyceae, Ordo : Gigartinales, Famili : Solieriaceae, Genus : Eucheuma,

Spesies : Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum.

Ciri-ciri Eucheuma cottonii adalah thallus dan cabang-cabangnya berbentuk silindris atau pipih, percabangannya tidak teratur dan kasar (sehingga merupakan

(31)

Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu atau hijau kuning. Spina

Eucheuma cottonii tidak teratur, menutupi thallus dan cabang-cabangnya. Permukaan licin, cartilagineus, warna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Penampakan thalli bervariasi dari bentuk sederhana sampai kompleks (Sukardi et al., 2004).

Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling

berdekatan di daerah basal (pangkal). Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh

membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya

sinar matahari. Cabang-cabang tersebut ada yang memanjang atau melengkung

seperti tanduk. Di alam, pertumbuhannya melekat pada substrat batu karang,

cangkang kerang dan benda keras lainnya (Anggadiredja et al., 2006).

2.4. Budidaya Rumput Laut : Kondisi Lingkungan Fisika, Kimiawi dan Biologi

Keberhasilan budidaya rumput laut bergantung antara lain kepada pemilihan

lokasi yang tepat, pemilihan lokasi merupakan salah satu faktor penentu. Gambaran

tentang biofisik air laut yang diperlukan untuk budidaya rumput laut penting

diketahui agar tidak timbul masalah yang dapat menghambat usaha itu sendiri dan

mempengaruhi mutu hasil yang dikehendaki.

Lokasi dan lahan budidaya untuk pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma

di wilayah pesisir dipengaruhi berbagai faktor ekologi oseanografis yang meliputi

parameter lingkungan fisik, biologi dan kimiawi perairan (Puslitbangkan,1991).

2..4.1. Kondisi Lingkungan Fisika

§ Untuk menghindari kerusakan fisik sarana budidaya dan rumput laut dari pengaruh angin topan dan pergerakan air seperti ombak yang kuat, maka

diperlukan lokasi yang terlidung dari hempasan ombak sehingga diperairan

teluk atau terbuka tetap terlindung oleh karang penghalang atau pulau di

depannya baik untuk budidaya rumput laut (Puslitbangkan,1991).

§ Dasar perairan yang paling baik untuk pertumbuhan Eucheuma cottonii

adalah yang stabil terdiri dari potongan karang mati (pecahan karang) dan

(32)

cukup 20-40 cm/detik (Sukardi et al., 2004). Hal ini dapat diindikasikan adanya sea grass yang merupakan petunjuk adanya gerakan air yang baik.

§ Kedalaman air yang baik bagi pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii

adalah >2 m pada saat terendah untuk metode apung. Hal ini untuk

menghindari rumput laut mengalami kekeringan karena terkena sinar

matahari secara langsung pada waktu surut terendah dan memperoleh

(mengoptimalkan) penetrasi sinar matahari secara langsung pada waktu air

pasang (Sukardi et al., 2004).

§ Kenaikan temperatur yang tinggi akan mengakibatkan thallus rumput laut menjadi pucat kekuning-kuningan yang menjadikan rumput laut tidak dapat

tumbuh dengan baik. Oleh karena itu suhu perairan yang baik untuk

budidaya rumput laut adalah 20-28°C dengan fluktuasi harian maksimum

4°C (Puslitbangkan, 1991).

§ Tingkat kecerahan yang tinggi diperlukan dalam budidaya rumput laut. Hal ini dimaksudkan agar cahaya penetrasi matahari dapat masuk kedalam air.

Intensitas sinar yang diterima secara sempurna oleh thallus merupakan faktor

utama dalam proses fotosintesis. Kondisi air yang jernih dengan tingkat

transparansi tidak kurang dari 5 meter cukup baik bagi pertumbuhan rumput

laut (Puslitbangkan, 1991).

2.4.2. Kondisi Lingkungan Kimia

§ Rumput laut tumbuh pada salinitas yang tinggi. Penurunan salinitas akibat air tawar yang masuk akan menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi

tidak normal. Oleh karena itu budidaya rumput laut sebaiknya jauh dari

mulut muara sungai. Salinitas yang dianjurkan untuk budidaya rumput laut

Eucheuma cottonii adalah 28-35 ppt (Sukardi et al., 2004).

§ Mengandung cukup unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan, berupa makro nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak seperti C, H, N,

P, Mg dan Ca, sedangkan mikro nutien yang dibutuhkan dalam jumlah yang

sedikit seperti Fe, Mn, Cu, Si, Zn, Na, Mo, dan Cl. Zat hara anorganik yang

(33)

nitrat (NO3) dan fosfor dalam bentuk orthofosfat (PO4). Menurut Joshimura

dalam Wardoyo (1978) kandungan nitrat dalam kondisi berkecukupan biasanya berada pada kisaran antara 0,01-0,7 mg/l. Untuk orthofosfat pada

perairan alami berkisar 0,005-0,02 mg/l Dengan demikian dapat dikatakan

perairan tersebut mempunyai tingkat kesuburan yang baik dan dapat

digunakan untuk kegiatan budidaya laut.

2.4.3. Kondisi Lingkungan Biologi

§ Sebaiknya untuk perairan budidaya Eucheuma dipilih perairan yang secara alami ditumbuhi oleh komunitas dari berbagai makro algae seperti Ulva sp,

Caulerpa sp, Padina sp, Hypnea sp dan lain-lain, dimana hal ini merupakan salah satu indikator bahwa perairan tersebut cocok untuk budidaya

Eucheuma. Kemudian sebaiknya bebas dari hewan air lainnya yang bersifat herbivora terutama ikan baronang/lingkis (Sigarus spp., penyu laut (Chelonia midas) dan bulu babi yang dapat memakan tanaman budidaya (Puslitbangkan, 1991).

Secara umum di Indonesia, budidaya rumput laut dilakukan dalam tiga

metode penanaman berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan. Ketiga

budidaya tersebut menurut Aji dan Murdjani (1986) meliputi : (1). Metode Dasar

(bottom method) (2). Metode Lepas Dasar (off-bottom method) dan (3). Metode Apung (floating method) / longline.

2.5. Pemanfaatan dan Pengembangan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii

Pemanfaatan rumput laut di Indonesia sebagai makanan, kosmetika dan

obat-obatan tradisional sudah lama dikenal khususnya oleh masyarakat perikanan.

Sedangkan pemanfaatannya sebagai bahan industri yang memungkinkan untuk

diekspor baru berkembang dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, sehingga

merangsang pengembangan budidayanya. Pengembangan budidaya rumput laut

sangat perlu juga dilakukan mengingat besarnya potensi lahan budidaya laut yang

dimiliki wilayah pesisir di negara kita yang memiliki panjang pantai 81.000 km².

(34)

tingginya permintaan pasar rumput laut dan hasil olahannya baik dalam bentuk

bahan dasar yaitu karaginan, agar dan alginate maupun formulasi dari ketiga

hidrokoloid tersebut.

Sesungguhnya program pengembangan budidaya rumput laut telah

dilaksanakan sejak tahun 1968 oleh Lembaga Penelitian Laut bekerjasama dengan

Dinas Hidrografi Angkatan Laut di Pulau Pari Kepulauan Seribu melalui ujicoba

budidaya E.spinosum dan E. edule yang bibitnya berasal dari perairan setempat. Kemudi an dikembangkan juga E.cottonii yang bibitnya berasal dari Bali yang hasilnya telah memasyarakat sampai saat ini (Sulistijo, 1996). Selain itu program

pengembangan budidaya rumput laut telah dilaksanakan melalui berbagai kegiatan,

yang meliputi pelatihan-pelatihan dalam upaya meningkatkan kemampuan

sumberdaya manusia, pemberian bantuan sarana produksi dan permodalan usaha

serta pengembangan dan pembinaan kemitraan antara petani dan pengusaha /

eksportir rumput laut.

Walaupun budidaya rumput laut telah cukup lama diusahakan masyarakat,

tetapi masih terdapat beberapa masalah dalam pengembangannya; antara lain

meliputi permasalahan-permasalahan : (1) pengadaan bibit unggul dan teknik

pengadaan bibit, (2) pengembangan metode budidaya yang dapat mengat asi

perubahan alam, (3) penataan lahan dan regulasi pemanfaatan lahan budidaya, serta

(4) pemberdayaan masyarakat dan pembinaan petani agar dapat menerapkan metode

dan teknik budidaya yang baik (DKP, 2001). Berdasarkan pengalaman-pengalaman

dari berbagai negara dalam memanfaatkan sumberdaya alam bagi pertumbuhan

ekonominya, dan kegagalan didalam mengatasi masalah pengelolaan sumberdaya

alam memberikan implikasi antara lain percepatan degradasi sumberdaya alam dan

lingkungan hidupnya. Penyebab utama terjadinya kegagalan tersebut diatas adalah

karena : (1) perbedaan hak-hak (entitlemen) yang sangat mencolok antara berbagai lapisan masyarakat, (2) sumberdaya alamnya mengalami semacam akses terbuka

(quasi-open-access resources) yang semua pihak cenderung memaksimumkan keuntungaan dalam pemanfaatannya, dan (3) kekurangan dalam sistem penilaian

(35)

sedang terjadi, yang semuanya sesungguhnya terkait erat dengan aspek

teknis-finansial produksi dan aspek sosial-ekonomi budaya masyarakat setempat.

Kajian pengembangan budidaya rumput laut yang berkaitan dengan

pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir telah dilaksanakan oleh

Ikhsan (2001) di Kepulauan Seribu, dan yang berkaitan dengan analisis kebijakan

dilakukan oleh Ismail (2000) di Lombok. Berdasarkan hasil kedua penelitian

tersebut pengembangan budidaya rumput laut memberikan dampak peningkatan

pendapatan keluarga yang cukup besar (mencapai 66%) dan merupakan kegiatan

usaha yang waktu pengembalian modalnya (pay back period) relatif singkat, yaitu kurang dari satu tahun, serta dapat dikembangkan di kawasan taman wisata alam

laut secara optimal walaupun harus secara terpadu antara kegiatan budidaya dengan

konservasi.

2.6. Pertumbuhan dan Karaginan Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran suatu organisme yang dapat berupa

berat atau panjang dalam waktu tertentu. Pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut antara

lain jenis, galur, bagian thallus dan umur. Sedangkan faktor eksternal yang

berpengaruh antara lain keadaan lingkungan fisik dan kimiawi perairan. Namun

demikian selain faktor-faktor tersebut, ada faktor lain yang sangat menentukan

keberhasilan pertumbuhan dari rumput laut yaitu faktor pengelolaan yang dilakukan

oleh manusia. Faktor pengelolaan oleh manusia dalam kegiatan rumput laut kadang

merupakan faktor utama yang harus diperhatikan seperti pemilihan lokasi perairan

dan juga jarak tanam bibit dalam satu rakit apung (Syahputra, 2005).

Pertumbuhan juga merupakan salah satu aspek biologi yang harus

diperhatikan. Ukuran bibit rumput laut yang ditanam sangat berpengaruh terhadap

laju pertumbuhan dan bibit thallus yang berasal bagian ujung akan memberikan

laju pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan bibit thallus dari bagian

(36)

pertambahan berat per hari, sedangkan Soegiarto (1978), menyatakan berkisar

antara 2-3% per hari. Pada percobaan penanaman dengan menggunakan rakit

terapung dengan tiga lapisan kedalaman, tampak bahwa tanaman yang lebih dekat

dengan permukaan (30 cm) tumbuh lebih baik dari lapisan kedalaman dibawahnya.

Cahaya matahari merupakan faktor penting untuk pertumbuhan rumput laut. Pada

kedalaman yang tidak terjangkau cahaya matahari rumput laut tidak dapat tumbuh.

Demikian pula iklim, letak geografis dan faktor oceanografi sangat menentukan

pertumbuhan rumput laut.

Rumput laut adalah organisme laut yang memiliki syarat-syarat lingkungan

tertentu agar dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Semakin sesuai kondisi

lingkungan perairan dengan areal yang akan dibudidayakan, akan semakin baik

pertumbuhannya dan hasil yang akan didapat (Syahputra, 2005).

Karaginan merupakan ”getah” rumput laut yang diekstrasi dengan air atau

larutan alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah). Spesies

Eucheuma cottonii merupakan penghasil kappa karaginan, sedangkan spesies

spinosum merupakan penghasil iota karaginan.

Karaginan didalam thallus Eucheuma sp. terdapat pada dinding sel. Dinding sel alga merah tersusun atas dua lapisan, yaitu lapisan dalam dan lapisan luar.

Lapisan dalam yang lebih keras banyak mengandung selulosa sedang lapisan luar

terdiri dari substansi pektik yang mengandung agar dan karaginan (Levring et al., 1969 ; Fritsch, 1986 dalam Iksan, 2005). Sementara itu, menurut Glicksman (1983), terdapat tiga fraksi karaginan yang bernilai penting yaitu kappa, iota dan lambda, serta empat fraksi yang kurang penting yaitu mu, nu, theta dan xi.

Istilah karaginan mencakup sekelompok polisakarida linear sulfat dari

D-galaktosa dan 3,6-anhidro-D-Galaktosa yang diekstraksi dari jenis-jenis alga merah

(Glicksman, 1983). Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari

ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat, dengan galaktosa dan 3,6

anhydrogalaktocopolimer. Karaginan dapat diperoleh dari hasil pengendapan

dengan alkohol, pengeringan dengan alt (drum drying) dan pembekuan. Jenis alkohol yang dapat digunakan untuk pemurnian yaitu metanol, ethanol dan

(37)

2.7. Berbagai Metode Analisis Pengelolaan Wilayah Perairan

2.7.1. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Gambaran yang lengkap pada citra melalui analisis Sistem Informasi

Geografis (SIG), memungkinkan penggunaannya dalam pelbagai kajian, sehingga

untuk kajian pola tata guna lahan pada ekosistem pesisir digunakan data citra

penginderaan jauh (Sutanto, 1987). Zetka (1985), mengemukakan bahwa ekosistem

pesisir memiliki masalah bervariasi dalam perolehan datanya sebab pesisir

merupakan area yang luas meliputi daratan pesisir, estuaria dan perairan pesisir.

Dilain pihak ada daerah tertentu seperti kota dan perairan dekat pesisir yang bersifat

heterogen sehingga membutuhkan citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial

dan spektral yang tinggi.

Menurut Hartono (1995), langkah-langkah untuk melakukan evaluasi

kesesuaian lahan melalui interpretasi data citra dijelaskan secara ringkas sebagai

berikut : (1) Pemetaan satuan lahan melalui interpretasi foto udara dengan

menggunakan hasil tumpang susun (overlay) antara bentuk lahan dengan lereng (satuan lahan minus penggunaan lahan) sebagai satuan evaluasi lahan (2).

Penurunan informasi karakteristik (kualitas) lahan pada setiap satuan lahan (3).

Pencocokan (matching) antara kualitas lahan dengan persyaratan untuk peruntukan tertentu. Evaluasi kesesuaian lahan akhir dengan mempertimbangkan tingkat

kesesuaian terhadap peruntukan yang lain dan penggunaan lahan yang ada saat ini.

Sistem Informasi geografis (SIG) diartikan sebagai alat yang dapat

digunakaan untuk : pengumpulan, penyimpanan, mendapatkan kembali informasi

dan menampilkan suatu data untuk tujuan tertentu. Data yang dimaksud meliputi

data spasial atau ruang maupun data atribut. Pada prinsipnya sistem informasi

geografis mempunyai beberapa langkah yang berurutan dan berkaitan erat mulai

dari perencanaan, penelitian, persiapan, inventarisasi, pemetaan tematik,

penggabungan peta, mengedit hingga pemetaan secara otomatisasi (Burrough,

1986). Jadi Sistem Informasi Geografis adalah sebuah sistem untuk pengolahan,

penyimpanan, pemrosesan atau manipulasi, analisis dan penayangan data secara

(38)

Sistem Informasi Geografis untuk penanganan data spasial daerah terutama

untuk penyimpanan, editing, penampilan, perubahan dan pemodelan. Tiga

Kegunaannya adalah pertama berkaitan dengan pengolahan data tersebut bagi

presentasi dan penyajian data, sedang kegunaan untuk mengetahui perubahan sangat

bermanfaat untuk kegiatan monitoring, terutama variabel yang cepat berubah.

Pemodelan sangat penting untuk menghasilkan informasi baru untuk perencanaan

dan pelaksanaan pembangunan. Pembangunan wilayah pada dasarnya merupakan

suatu usaha untuk memanfaatkan potensi sumberdaya lahan semaksimal mungkin

untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pendapatan daerah tanpa

meninggalkan aspek konservasi (Hartono, 1995).

Teknologi SIG menjadi pilihan untuk menjawab permasalahan perencanaan,

mengingat kemampuan yang dimilikinya yaitu dapat menampung, menyimpan,

mengolah dan memanipulasi data spasial, sehingga menghasilkan keluaran sesuai

dengan tujuan. Kemudian SIG juga merupakan suatu alat yang dapat digunakan

untuk menunjang pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berwawasan

lingkungan. Analisis keruangan (spatial analysis) dan pemantauan terhadap perubahan lingkungan pesisir dan laut akan dapat dilakukan dengan mudah dan

cepat dengan menggunakan SIG. Kemampuan SIG dalam analisis keruangan dan

pemantauan dapat digunakan untuk mempercepat dan mempermudah penataan

ruang (pemetaan potensi) sumberdaya wilayah yang sesuai dengan daya dukungnya.

2.7.2. Pendekatan Analisis SWOT (Strength, Weakness,Opportunities and Threats)

Untuk memformulasikan strategi dan kebijakan pengelolaan dan

pengembangan pada pemanfaatan areal budidaya rumput laut khususnya di perairan

Teluk Tamiang Kotabaru berdasarkan berbagai faktor secara sistematis dan

pertimbangan lainnya maka dibutuhkan suatu kerangka kerja / analisis alternatif

yaitu analisis SWOT. Pendekatan analisis ini berdasarkan pada logika yang dapat

(39)

Pendekatan analisis SWOT adalah merupakan penelitian tentang hubungan

atau interaksi antara unsur-unsur internal yaitu kekuatan dan kelemahan terhadap

unsur-unsur eksternal yaitu peluang dan ancaman. Analisis tersebut dipakai dalam

usaha penyusunan suatu rencana yang matang untuk mencapai tujuan dalam jangka

pendek maupun jangka panjang.

Dalam menyusun suatu perencanaan yang baik, perlu dilakukan penelaahan

tentang kondisi dan kenyataan di lapangan, untuk mengetahui segala unsur kekuatan

maupun segala kelemahan yang ada. Namun demikian, dilain pihak perlu

diperhatikan unsur-unsur eksternal yang dihadapi yaitu peluang atau kesempatan

yang ada atau diperkirakan akan timbul kelak, serta segala hambatan atau ancaman

yang ada atau diperkirakan akan timbul kelak, serta segala hambatan /ancaman yang

ada atau diperkirakan akan muncul dan mempengaruhi kestabilan kawasan.

Selanjutnya untuk mentransformasikan SWOT kedalam penanganan konflik

kewenangan maka perlu melihat kombinasi faktor eksternal (dampak langsung dari

luar) dengan faktor internal (dampak langsung dari dalam). Lingkungan eksternal

yaitu peluang dan ancaman (Opportunities and Threats) yang disingkat EFAS (External Strategyc Factor Summary) dan lingkungan internal yaitu kekuatan dan kelemahan (Strengths and Weaknesses) yang disingkat IFAS (Internal Strategyc Factors Summary). Kedua faktor tersebut memberikan dampak positif yang berasal dari peluang dan kekuatan, serta dampak negatif yang berasal dari ancaman dan

kelemahan.

Dalam analisis SWOT, teknik menentukan strategi adalah melalui strategi

silang dari keempat faktor tersebut, yaitu :1) Strategi SO yaitu strategi yang

memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang

sebesar-besarnya 2) Strategi WO yaitu strategi yang meminimalkan kelemahan

untuk memanfaatkan peluang 3) Strategi ST yaitu strategi yang menggunakan

kekuatan untuk mengatasi ancaman 4) Strategi WT yaitu strategi yang

(40)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari Bulan Mei sampai Juli 2006 di Teluk Tamiang

Kecamatan Pulau Laut Barat Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan yang

terdapat ekosistem rumput laut alami yang cukup luas, dimanfaatkan oleh sebagian

masyarakat dan lokasinya dekat dari perkampungan penduduk.

Pemilihan lokasi didasarkan pada potensi sumber daya perairan pesisir yang

cukup besar, intensitas kegiatan budidaya dan lingkungan penduduk yang cukup,

serta kebijakan pemerintah daerah yang cukup mendukung dalam pengembangan

budidaya rumput laut secara berkelanjutan. Berikut disajikan peta daerah penelitian:

Keterangan :

St A, St B dan St C : Stasiun pengamatan A, B dan C

Sumber : Bakorstanal , 2004 (diolah kembali)

Gambar 2 : Lokasi Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Perairan Teluk Tamiang Kabupaten Kotabaru Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

Lokasi Penelitian

St A

St B

(41)

Pemilihan stasiun pengamatan untuk percobaan pertumbuhan dilakukan

berdasarkan indikator-indikator keheterogenan kondisi habitat dan perairan.

Pengamatan dilakukan terhadap luasan teluk perairan (ha). Indikator-indikator yang

diamati meliputi ; 1) pengamatan / pengukuran parameter perairan yang terdiri dari

parameter fisika, kimia dan biologi perairan 2) pengamatan struktur perairan yang

meliputi lingkungan perairan yang berbeda (adanya perbedaan topografi/

kedalaman, disribusi substrat dasar dan lain-lain).

Berdasarkan tingkat keheterogenan yang diperoleh dari hasil pengamatan

tersebut dan terhadap luas perairan yang telah diamati, maka ditetapkan 3 stasiun

penelitian ( Tabel 1).

Tabel 1.Hasil Pengamatan Awal Penentuan Lokasi Penelitian

Hasil Pengamatan

No. Parameter

Stasiun A Stasiun B Stasiun C 1 2 3 4 5 6 7 8 Kedalaman (m)

Pasang surut (m)

Kecepatan Arus (cm/det) Kecerahan (m) Dasar Perairan Nitrat (mg/l) Orthoposfat (mg/l)

Biota Laut Dominan

5,8

0-2,7

23,5

4,5

Pasir dan lumpur

0,248

0,0118

Gracilaria sp,

Siganidae, bintang laut 9,5 0-2,7 28 5,2 Pecahan karang, pasir dan sedikit lumpur

0,242

0,0113

Hypnea sp,

Dictyota sp, bulu babi, bintang laut, Siganidae

13,6 0-2,7 32 6,5 Karang, pecahan karang 0,184 0,0088 ikan beronang, ikan karang,

Hypnea sp

(42)

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut jenis

Eucheuma cottonii yang diperoleh dari perairan sekitar Kotabaru dan bahan-bahan kimia untuk analisis kandungan karaginan menggunakan metode Ainsworth dan

Blanshard (1980). Alat-alat yang diperlukan untuk membantu pelaksanaan

penelitian adalah data citra, GPS, tali ris dari bahan nilon (PE), tali rafia, jangkar,

pelampung, timbangan, perahu dan alat-alat pengukur parameter fisika, kimia dan

biologi perairan seperti tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2: Parameter lingkungan perairan, pertumbuhan dan kandungan biokimiawi yang diukur, satuan dan alat pengukurannya

Parameter Alat / Spesifikasi Keterangan

Fisika

1. Suhu (°C) 2. Kedalaman (m)

3. Kecepatan Arus (m/dt) 4. Pasang Surut (m) (didukung data sekunder)

5. Cahaya (didukung data sekunder curah hujan) 6. Gelombang

7. Kecerahan (m) 8. Substrat Dasar 9. Keterlindungan

Thermometer Hg, pembacaan skala Portable Echosounder GPS Map 198C Current meter RCM-7 Serial :11754 papan pembaca

Lux Meter : Range 0-50.000 lux tongkat duga secchi disk insitu insitu insitu insitu insitu insitu insitu visual visual Kimia

1. Salinitas ( ‰)

2. Oksigen Terlarut (mg/l) 3. Nitrat (mg/l)

4. Orthofosfat (mg/l)

Hand-refraktometer/pembacaan skala DO meter Spektrofotometer/pembacaan skala Spektrofotometer/pembacaan skala insitu insitu laboratorium laboratorium

Biologi dan Biokimiawi

1. Biota Pengganggu

2. Pertumbuhan rumput laut 3.Output pertumbuhan /

hasil panen (mutu akhir)

pita ukur/timbangan

analisis karaginan

Visual

Gambar

Tabel 2: Parameter lingkungan perairan, pertumbuhan dan kandungan biokimiawi
Gambar 3 : Desain tehnik Apung Longline (floating method)
Tabel 3 : Matrik kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii
Tabel 6. Sebaran lahan Daratan Desa Teluk Tamiang Tahun 2004.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kedalaman yang berbeda terhadap produksi dan kualitas rumput laut Eucheuma cottonii yang dibudidayakan di perairan

Sampel rumput laut Eucheuma cottonii pada musim kemarau, logam berat Pb karaginan yang terendah yang dihasilkan yaitu pada lokasi perairan Luwu yaitu 0,41 persen

budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii diharapkan hasil yang didapat bisa.. jauh

Praktek Kerja Lapang tentang Teknik Budidaya Rumput Laut ( Eucheuma cottonii ) dengan Metode Longline dalam Bak Beton di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau

Produktivitas biomassa rumput laut Eucheuma cottonii yang dicapai selama tiga periode penelitian cukup tinggi dan bervariasi, serta identik dengan laju pertumbuhan harian,

37 Aplikasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii (Weber van Bosse) Dengan Metode Jaring Lepas Dasar (Net Bag) Model Cidaun

Analisis proksimat dan aktivitas antioksidan dilakukan pada sampel rumput laut merah (Eucheuma cottonii) yang diperoleh dari wilayah perairan Kupang Barat, Nusa

Aktivitas antioksidan rumput laut Eucheuma cottonii sangat rendah dengan nilai IC50 sangat kecil dibandingkan dengan asam askorbat, hal ini karena ekstrak yang diuji masih berupa