• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Sansevieria (Sansevieria trifasciata Laurentii)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Sansevieria (Sansevieria trifasciata Laurentii)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PACLOBUTRAZOL TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN

SANSEVIERIA (Sansevieria trifasciata Laurentii)

YAFQORI ARDIGUSA SAR

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

ABSTRAK

YAFQORI ARDIGUSA SAR. Pengaruh Paclobutrazol Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Sansevieria (Sansevieria trifasciata Laurentii). Dibimbing oleh DEWI SUKMA.

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang banyak jumlahnya termasuk tanaman hias. Tanaman hias yang mempunyai potensi untuk dikembangkan lebih lanjut, salah satunya adalah tanaman Sansevieria atau dikenal dengan nama “Lidah Mertua”. Sansevieria termasuk tanaman hias populer yang banyak dimanfaatkan sebagai penyerap polutan, obat, dan seratnya digunakan dalam industri tekstil. Kendala budidaya Sansevieria yaitu penyediaan bibit dalam jumlah banyak dan waktu singkat sulit dilakukan karena pertumbuhannya yang lambat. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Sansevieria pada dua ukuran bahan tanam yang berbeda.

Penelitian ini merupakan percobaan faktorial disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah bahan tanaman yang terdiri atas dua ukuran bahan tanam, yaitu tanaman Sansevieria besar (B1) dan tanaman Sansevieria kecil (B2). Kriteria tanaman besar (B1) yaitu tanaman yang memiliki tinggi lebih dari 65 cm, sedangkan kriteria tanaman kecil (B2) yaitu tanaman yang memiliki tinggi kurang dari 65 cm. Faktor kedua adalah konsentrasi paclobutazol yang terdiri atas empat taraf, yaitu kontrol (P0), Paclobutrazol 62.5 ppm (P2), Paclobutrazol 125 ppm (P3), dan Paclobutrazol 250 ppm (P3). Dengan demikian tedapat 8 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas satu tanaman.

Hasil analisis data menggunakan ANOVA (analisis of varience) pada taraf 5% untuk peubah-peubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman sansevieria menunjukkan bahwa pemberian paclobutrazol dan ukuran bahan tanam berpengaruh secara nyata terhadap peubah tinggi tanaman, namun tidak berpengaruh nyata pada jumlah daun dan jumlah anakan. Konsentrasi paclobutrazol tertinggi menghambat pertumbuhan tinggi tanaman sangat nyata sebesar 19.4% dibanding kontrol. Interaksi antara ukuran bahan tanam dan paclobutrazol hanya berpengaruh nyata pada peubah tinggi tanaman. Tanaman

Sansevieria trifasciata Laurentii dengan ukuran ≥ 65 cm (B1) lebih cepat

(4)
(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENGARUH PACLOBUTRAZOL TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN

SANSEVIERIA (Sansevieria trifasciata Laurentii)

YAFQORI ARDIGUSA SAR

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Sansevieria (Sansevieria trifasciata Laurentii)

Nama : Yafqori Ardigusa SAR NIM : A24060996

Disetujui oleh Dosen Pembimbing

Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si NIP. 19700404 199702 2 001

Diketahui oleh

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian pengaruh paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Sansevieria (Sansevieria trifasciata Laurentii) dilaksanakan terdorong oleh keinginan untuk mengetahui konsentrasi paclobutrazol yang efektif. Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan IPB di Cikabayan, Dramaga, Bogor. Skripsi ini disusun oleh penulis sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dari Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ayah, Ibu, dan adik tercinta, beserta keluarga besar penulis untuk setiap cinta, doa, dan dukungan yang tak hentinya kepada penulis. Semoga skripsi ini dapat menjadi persembahan dan tanda bakti yang terbaik.

2. Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan kritik dan saran serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Sintho W. Arie, SP. M.Si selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini. 4. Prof. Dr. Ir. Sobir, M.Si selaku dosen penguji komdik yang telah

meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Hajrial Aswidinoor, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menempuh perkuliahan.

6. Seluruh dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah begitu banyak memberikan ilmu, pengalaman, arahan, bimbingan, dan bantuan proses pembelajaran penulis selama berada di kampus.

7. Teknisi kebun yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian.

8. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura seperjuangan angkatan 43 atas semangat dan kenangan selama perkuliahan dan penelitian.

9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Namun, penulis berharap skripsi ini dapat menjadi karya yang bermanfaat bagi pembaca serta menjadi inspirasi dan bahan pertimbangan untuk pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi berikutnya yang lebih baik sehingga dapat lebih bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2014

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 2

Botani Sansevieria ... 2

Ciri Morfologi Tanaman Sansevieria ... 3

Lingkungan Tumbuh Sansevieria ... 5

Kegunaan Sansevieria ... 6

Perbanyakan Sansevieria ... 7

Zat Pengatur Tumbuh ... 7

Paclobutrazol... 8

BAHAN DAN METODE ... 10

Waktu dan tempat... 10

Alat dan bahan ... 10

Metode Penelitian ... 11

Pelaksanaan dan Pengamatan ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

Tinggi Tanaman ... 13

Jumlah Daun ... 14

Jumlah Anakan ... 16

Waktu muncul bunga ... 18

KESIMPULAN DAN SARAN ... 19

Kesimpulan ... 19

Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 20

RIWAYAT PENULIS ... 23

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Klasifikasi Sansevieria... 3

2 Rata - rata tinggi tanaman Sansevieria pada perlakuan Paclobutrazol ... 13

3 Akumulasi Pertambahan Tinggi Tanaman... 14

4 Rata - rata jumlah daun Sansevieria pada perlakuan Paclobutrazol 15 5 Akumulasi pertambahan jumlah daun ... 16

6 Rata - rata jumlah anakan Sansevieria pada perlakuan Paclobutrazol ... 17

7 Akumulasi Pertambahan Jumlah Anakan ... 17

8 Jumlah dan Persentase Waktu Tanaman Membentuk Anakan Baru 18 9 Jumlah dan Persentase Waktu Tanaman Berbunga ... 19

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1 Tanaman Sansevieria trifasciata Laurentii ... 3

2 Morfologi Sansevieria; akar dan batang, daun dan bunga. ... 4

3 Rumus bangun Paclobutrazol ... 9

(13)
(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang banyak jumlahnya termasuk tanaman hias. Tanaman hias yang mempunyai potensi untuk dikembangkan lebih lanjut, salah satunya adalah tanaman Sansevieria atau dikenal dengan nama “Lidah Mertua”. Tanaman ini merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki daya tarik tersendiri dibandingkan dengan jenis tanaman hias lainnya. Daya tarik tersebut antara lain bentuk daunnya yang bervariasi (bulat lonjong, meruncing, bergelombang), motif dan warna daun, bunga mekar hanya pada malam hari, dan memiliki manfaat ekologis sebagai penyerap polutan.

Sansevieria tergolong dalam famili Agavaceae yang habitat aslinya adalah daerah tropis yang kering dan mempunyai iklim gurun yang panas. Menurut Purwanto (2006) Sansevieria mengandung bahan aktif pregnane glikosid yang mampu mereduksi polutan menjadi asam organik, gula, dan beberapa senyawa asam amino. Beberapa polutan yang mampu direduksi oleh Sansevieria adalah

kloroform, benzene, xylene, formaldehid, dan trichloro etilen. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menunjukkan bahwa daun Sansevieria mampu menyerap 107 jenis unsur berbahaya.

Sansevieria termasuk tanaman hias populer yang banyak dimanfaatkan sebagai penyerap polutan, obat, dan seratnya digunakan dalam industri tekstil. Kendala budidaya Sansevieria yaitu penyediaan bibit dalam jumlah banyak dan waktu singkat sulit dilakukan karena pertumbuhannya yang lambat (Ramadani 2007).

Salah satu spesies dari Sansevieria yang cukup terkenal adalah Sansevieria

trifasciata. Menurut Lingga (2005) Sansevieria trifasciata merupakan salah satu

spesies Sansevieria yang tersebar luas di berbagai daerah dan banyak diminati masyarakat dan para hobiis. Sansevieria trifasciata memiliki daya adaptasi yang lebih luas dibanding dengan spesies yang lain, tahan terhadap suhu dan pencahayaan yang rendah, mempunyai beberapa subspesies dan kultivar yang menarik untuk tanaman hias, sehingga lebih banyak dibudidayakan dan digunakan untuk pemuliaan tanaman (breeding) dibandingkan dengan spesies lain.

Zat pengatur tumbuh pada tanaman mempunyai peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (growth and development). Zat pengatur tumbuh pada tanaman (plant growth regulator) adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient) yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung

(promote), menghambat (inhibitor), dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan

(Abidin 1993). Zat pengatur tumbuh yang bersifat menghambat pertumbuhan tanaman disebut sebagai retardan. Retardan dapat menekan pertumbuhan tanaman agar tidak terlalu tinggi dan mudah rebah (Wattimena 1988). Retardan memiliki kemampuan untuk menghambat sintesa Giberelin (Salisbury dan Ross 1995).

(15)

2

menjadi lebih pendek, diameter batang menjadi lebih besar dan mencegah kerebahan (Kwon dan Yim 1986).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Sansevieria pada dua ukuran bahan tanam yang berbeda.

Hipotesis

a. Paclobutrazol dapat menekan pertumbuhan vegetatif tanaman Sansevieria trifasciata.

b. Terdapat pengaruh interaksi antara ukuran bahan tanam dengan konsentrasi paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan perkembangan

Sansevieria trifasciata.

TINJAUAN PUSTAKA

Sansevieria tergolong dalam famili Agavaceae yang habitat aslinya adalah daerah tropis yang kering dan mempunyai iklim gurun yang panas (Lingga 2005 dan Henley et al. 2006). Famili ini memiliki sekitar 60 spesies yang tersebar di Afrika, tepatnya di dataran kering Zaire, Arabia, dan India. Sebagian besar spesies dari genus ini merupakan tanaman hias yang komersial (Henley, Chase, dan Osborne 2006). Nilai jual Sansevieria tergantung pada tipe pertumbuhan, tekstur, dan warna dari tanaman tersebut.

Sansevieria adalah tumbuhan yang tumbuh menahun (perennial). Meskipun bukan tanaman asli Indonesia, sansevieria ini telah ada sejak puluhan tahun lalu. Pada awalnya, Sansevieria yang dikenal secara luas adalah jenis 'ceylon bowstring hemp' (Sansevieria trifasciata 'lorentii mein liebling'), yang banyak menghasilkan serat rami. Mengingat kualitas serat yang baik, maka tumbuhan ini dibudidayakan.

Botani Sansevieria

(16)

3

Gambar 1. Tanaman Sansevieria trifasciata Laurentii

Para ahli biologi menjuluki tanaman sansevieria sebagai tanaman perintis karena mampu hidup di tempat yang tidak bisa ditumbuhi tanaman lain. Julukan-julukan lainnya adalah "century plant", "lucky plant", "the devil luck", "judas sward", dan "african's devil". Nama “sansevieria” merupakan bahasa latin untuk genus yang terdiri dari beragam spesies. Tanaman sansevieria diklasifikasikan ke dalam famili Agavaceae (century plant) yang umumnya mempunyai daun berdaging tebal dan banyak mengandung air. Klasifikasi tanaman Sansevieria dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Tabel Klasifikasi Sansevieria Level

Hirarki Latin Indonesia

Kingdom Plantae Tumbuhan

Subkingdom Tracheobionta Tumbuhan

berpembuluh

Superdivisi Sprematophyta Tumbuhan berbiji

Divisi Magnoliopyhta Tumbuhan berbunga

Kelas Liliopsida Monokotil (berbiji

tunggal)

Subkelas Liliidae -

Ordo Liliales -

Famili Agavaceae -

Genus Sansevieria Sansevieria

Spesies Sansevieria trifasciata, Sansevieria cylindrica,

Sansevieria kirkii, dan lain-lain -

a

Purwanto (2006)

Ciri Morfologi Tanaman Sansevieria

Akar

(17)

4

tumbuh dari bagian pangkal daun dan menyebar ke segala arah di dalam tanah atau yang biasa disebut rhizome atau rimpang (gambar 2), yang merupakan modifikasi dari batang (Triharyanto dan Sutrisno 2007).

Rimpang (Rhizoma)

Pada tanaman ini terdapat organ yang menyerupai batang yang disebut rimpang atau rhizoma. organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sari-sari makanan hasil fotosintesis. Rimpang juga berperan dalam perkembangbiakkan. Rimpang menjalar di bawah permukaan tanah. Ujung organ ini merupakan jaringan meristem yang selalu tumbuh memanjang (Triharyanto dan Sutrisno 2007).

Daun

Tanaman sansevieria dikenal dengan daunnya yang tebal dan banyak mengandung air (fleshy dan succulent) sehingga dengan struktur daun seperti ini membuat sansevieria tahan terhadap kekeringan (gambar 2). Hal tersebut dikarenakan proses penguapan air dan laju transpirasi dapat ditekan. Daun tumbuh di sekeliling batang semu di atas permukaan tanah. Bentuk daun penjang dan meruncing pada bagian ujungnya. Tulang daun sejajar. Pada beberapa jenis terdapat duri.

Bunga

Lingga (2005) menyatakan bahwa mahkota bunga jantan dan betina Sansevieria berwarna putih kekuningan. Bunga sansevieria terdapat dalam malai yang tumbuh tegak dari pangkal batang. Purwanto (2006) menambahkan bahwa bunga Sansevieria termasuk bunga uniseksual yaitu memiliki bunga betina dan bunga jantan dalam satu tanaman. Bunga yang memiliki putik disebut bunga betina, sedangkan yang memiliki serbuk sari disebut bunga jantan. Mahkota bunga jantan dan betina Sansevieria berwarna putih kekuningan (gambar 2). Bunga ini mengeluarkan aroma wangi, terutama pada malam hari.

(a) (b) (c)

Gambar 2. Morfologi Sansevieria; (a) akar dan batang, (b) daun dan (c) bunga. [ Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Sansevieria_trifasciata]

Biji

(18)

5 luar dari biji berupa kulit tebal yang berfungsi sebagai lapisan pelindung. Pada bagian dalam biji Sansevieria terdapat dua embrio yang merupakan bakal calon tanaman. Hal ini memungkinkan akan menghasilkan dua jenis tanaman baru yang berbeda.

Lingkungan Tumbuh Sansevieria Suhu Lingkungan

Suhu optimal untuk pertumbuhan Sansevieria yaitu pada malam hari 15 – 21o C dan pada siang hari 21 – 27o C (Saraswati 2006). Menurut Triharyanto dan Sutrisno (2007) suhu optimal untuk pertumbuhan Sansevieria adalah 24-29o C dan suhu malam hari 18-21o C. Sansevieria memiliki kisaran suhu yang luas sehingga perbedaan suhu yang signifikan dapat memberi dampak pertumbuhan yang baik.

Suhu udara sangat erat kaitannya dengan laju penguapan dari jaringan tumbuhan ke udara. Semakin tinggi suhu udara, maka laju transpirasi akan semakin tinggi. Jika suhu berada di bawah batas toleransi, kegiatan metabolisme tumbuhan akan terganggu bahkan terhenti.

Curah Hujan dan Kelembaban Udara

Habitat asli sansevieria adalah daerah gurun yang memiliki curah hujan rendah dengan jumlah bulan hujan sangat singkat. Curah hujan biasanya tidak lebih dari 250 mm/tahun. Suhu pada siang hari yang sangat panas menyebabkan daerah ini sangat kering karena penguapan lebih tinggi daripada curah hujan. Hal tersebut yang menyebabkan tanaman ini tahan hidup di lingkungan dengan kelembapan yang sangat rendah.

Cahaya

Tumbuhan hijau membutuhkan cahaya matahari untuk mensintesis makanan melalui proses fotosintesis. Sansevieria membutuhkan cahaya matahari yang cukup ( 1 000 – 10 000 fc ) untuk dapat tumbuh dengan baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa Sansevieria dapat bertahan hidup pada segala kondisi pencahayaan, meskipun idealnya sansevieria membutuhkan cahaya matahari 4 000 - 6 000 fc. (Purwanto 2006). Fibriyanti (2008) menambahkan bahwa intensitas cahaya yang paling sesuai untuk tanaman Sansevieria trifasciata „Lime

streaker‟ yaitu sebesar 30 386.30 kal.cm-2/hari.

Terdapat dua jenis sansevieria berdasarkan kebutuhan terhadap cahaya matahari. Pertama, jenis sansevieria yang membutuhkan cahaya matahari penuh

(full sun) seperti Sansevieria cylindrica., Sansevieria liberica., Sansevieria

trifaciata. Kedua, jenis sansevieria yang membutuhkan cahaya matahari tidak

langsung atau tipe shade. Tanaman ini tumbuh baik pada tempat yang ternaungi. Sansevieria dalam katagori ini umumnya berdaun kuning, seperti Sansevieria

hyacinthoides. dan jenis 'hahnii'.

Media Tumbuh

(19)

6

komposisi media tanam yang sesuai untuk budidaya Sansevieria trifasciata. Prain „Laurentii‟, karena selain dapat memberikan pengaruh baik terhadap pertumbuhan tunas Sansevieria trifasciata Prain „Laurentii, bahan pada media tersebut mudah diperoleh. Media tumbuh yang baik memiliki ciri antara lain mampu mengikat dan menyimpan air dan hara dengan baik, memiliki aerasi dan drainase yang baik, tidak menjadi sumber penyakit, tahan lama, dan mudah diperoleh (Purwanto 2006).

Sansevieria membutuhkan media tumbuh yang tidak terlalu lembab dan beraerasi baik. Sobari (2012) menambahkan, dalam memicu pertumbuhan tunas muda Sansevieria dibutuhkan media yang kaya hara untuk mencukupi kebutuhan stek agar menghasilkan individu baru, dengan memperhatikan porositas media. Media tumbuh yang umum digunakan berupa campuran dari bahan-bahan yang porous, bahan organik, dan tanah. Media terbaik untuk memicu inisiasi tunas muda Sansevieria adalah media campuran tanah dan pupuk kandang kambing (Sobari 2012).

Kegunaan Sansevieria Bahan Serat

Salah satu nama yang diberikan kepada Sansevieria adalah "bowstringhemp" yang berarti serat yang digunakan untuk mengikat. Daun tanaman memiliki serat daun yang panjang, mengkilap, kuat, elastistis dan tidak merapuh meskipun terkena air. Keunggulan sifat-sifat serat daun sansevieria digunakan sebagai bahan baku pakaian. Beberapa negara seperti Cina, dan Selandia Baru membudidayakan Sansevieria sebagai bahan baku serat pada industri tekstil. Jenis yang biasa ditanam untuk keperluan tersebut di antaranya

Sansevieria cylindrica 'aethiopica', Sansevieria kirkii 'perinii', Sansevieria

trifasciata 'lorentii mein liebling', dan Sansevieria zeylanica.

Obat Tradisional

Sansevieria digunakan oleh penduduk lokal Afrika sebagai penawar racun akibat gigitan ular dan serangga. Beberapa daerah di Asia menggunakan getah tanaman ini sebagai cairan antiseptik dan daunnya digunakan sebagai pembalut luka pada tindakan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan). Daun tanaman juga digunakan sebagai obat alternatif bagi penderita diabetes. Jenis yang digunakan adalah Sansevieria trifasciata 'lorenttii'.

Antipolusi

Penelitian NASA (National Aeronautics and Space Administration) mengungkapkan bahwa Sansevieria mampu meyerap 107 unsur yang terkandung dalam polusi. Tiap helai daun Sansevieria terdapat senyawa aktif pregnane

glykoside, yaitu zat yang mampu menguraikan zat beracun menjadi senyawa asam

organik, gula, dan beberapa senyawa asam amino. Senyawa beracun yang bisa diuraikan oleh tanaman ini diantaranya kloroform, benzen, xilen, formaldehid, dan triklorotilen (Redaksi PS 2007). Sulianta dan Yonathan (2009) menyatakan bahwa Sansevieria trifasciata “Lorentii” mampu mendekomposisi formaldehid,

(20)

7 Kemampuan tanaman ini dapat digunakan dalam penghijauan lingkungan. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di dalam ruangan (indoor), sansevieria bisa menangani sick building syndrome, yaitu keadaan ruangan yang tidak sehat akibat tingginya konsentrasi gas karbondioksida, zat nikotin dari asap rokok, dan penggunaan AC dalam ruangan. Satu tanaman Sansevieria trifasciata 'lorentii' dewasa berdaun 4-5 helai dapat menyegarkan kembali udara dalam ruangan seluas 100 m2 (Purwanto 2006).

Perbanyakan Sansevieria

Sansevieria termasuk tanaman yang mudah dilakukan perbanyakan. Menurut Purwanto (2006) Sansevieria dapat dibiakkan secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif dapat dilakukan dengan biji ataupun secara vegetatif dengan stek, pemisahan anakan, cabut pucuk, dan kultur jaringan. Pemisahan anakan umumnya dilakukan pada tanaman yang berumpun banyak. Anakan muncul melalui mata tunas yang terdapat pada rimpang tanaman. Tanaman yang dapat diperbanyak dengan cara ini antara lain Sansevieria

sp., Cyperus sp., Aglaonema sp., Syngonium sp., Lili Paris. Inisiasi akar diawali dengan pembuntukkan tajuk terlebih dahulu kemudian diikuti oleh pertumbuhan akar. Saat konsentrasi sitokinin lebih tinggi dari auksin maka tajuk akan muncul. Jika konsentrasi auksin lebih tinggi dari sitokinin maka akan terbentuk akar.

Zat Pengatur Tumbuh

Menurut Wattimena (1988) dikenal 2 macam hormon tumbuh, yaitu fitohormon, dan zat pengatur tumbuh eksogen yang dibuat manusia (sintetis). Hormon tanaman atau sering disebut oleh para ahli fisiologi tumbuhan sebagai zat pengatur tumbuh tanaman merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah yang relatif kecil (10-6 – 10-5 mM) yang disintesis pada bagian tertentu oleh tanaman. Pada umumnya zat pengatur tumbuh ini diangkut kebagian lain tanaman dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis, maupun morfologis (Wattimena 1988). Beberapa golongan senyawa organik (fitohormon) merupakan zat-zat penggerak atau pemacu, yang mengawali reaksi-reaksi biokimia mengubah komposisi di dalam tanaman. Perubahan komposisi kimia, menyebabkan terjadinya pembentukkan organ-organ tanaman seperti tunas, daun, akar, bunga, dan lain-lain.

(21)

8

pertumbuhan dan perkembangan daun atau tanpa mendorong pertumbuhan yang abnormal. Retardan berkemampuan untuk menghambat biosintesis giberelin, oleh karena itu senyawa retardan lebih banyak dikenal dengan nama anti giberelin (Wattimena 1988).

Pemberian zat penghambat tumbuh pada beberapa tanaman, dapat mempengaruhi sifat fisiologis tanaman antara lain menghambat pemanjangan sel pada meristem sub apikal, memperpendek ruas tanaman, mempertebal batang, mencegah kerebahan, menghambat etiolasi, mempertinggi perakaran stek, menghambat senescence, memperpanjang masa simpan, meningkatkan pembuahan, membantu perkecambahan dan pertunasan (Wattimena 1988).

Pemberian zat penghambat tumbuh secara tidak langsung menginduksi pembungaan. Hal ini diduga sebagai akibat dari terhambatnya fase vegetatif sehingga hasil fotosintesis dialokasikan untuk pembentukkan kuncup bunga. Tanaman yang responsif terhadap retardan akan terjadi penghambatan perpanjangan sel pada meristem sub apikal, sehingga mengurangi laju perpanjangan batang tanpa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan daun (Dicks 1979; Khrisnamoorty 1981). Tanaman yang diberikan zat penghambat tumbuh dalam konsentrasi yang sangat tinggi, maka dapat menghambat pembungaan yang diduga disebabkan penghambatan sintesis giberelin yang sangat besar. Oleh karena itu, ketepatan jumlah atau konsentrasi zat penghambat tumbuh yang digunakan pada tanaman sangat penting untuk memperoleh hasil yang optimal.

Khrisnamoorthy (1981) menyatakan bahwa pengaruh retardan pada pembungaan merupakan pengaruh sekunder, sedangkan pengaruh primernya adalah penekanan pertumbuhan vegetatif.

Respon tiap tanaman terhadap zat penghambat tumbuh berbeda-beda, tergantung pada susunan kimia senyawa dan spesies tanaman (Weaver 1972). Persistensi retardan dalam mempengaruhi tanaman juga bervariasi, dari beberapa hari hingga beberapa tahun (Khrisnamoorthy 1981). Selain itu menurut Menhennet (1979), respon tanaman terhadap zat penghambat tumbuh dapat berbeda-beda karena disebabkan oleh :

1. Kemampuan yang berbeda-beda dari daun, batang, dan akar pada spesies yang berbeda-beda untuk mengabsorpsi dan translokasi senyawa kimia. 2. Adanya mekanisme penonaktifan dalam beberapa spesies misalnya

kompartemenisasi dan metabolisme.

3. Perbedaan pola aksi zat penghambat tumbuh dalam hubungannya dengan mekanisme endogen yang mengontrol perpanjangan ruas.

Paclobutrazol

Paclobutrazol merupakan salah satu dari zat penghambat tumbuh yang banyak digunakan untuk meningkatkan produksi dan nilai ekonomi pada tanaman hortikultura. Paclobutrazol merupakan turunan pirimidin yang memiliki rumus empirik C15H20CIN3O dengan nama kimia ICI-PP-333 (2RS,

(22)

9

Gambar 3. Rumus bangun Paclobutrazol

Paclobutrazol merupakan senyawa aktif yang bergerak relatif lambat menuju meristem sub apikal, dan dapat diserap tanaman baik melalui daun maupun akar, yang kemudian ditranslokasikan melalui xylem kebagian tanaman lainnya (ICI 1984). Paclobutrazol merupakan retardan yang paling efektif menghambat pertumbuhan dibandingkan jenis retardan yang lain.

Penggunaan paclobutrazol dapat melalui beberapa cara, antara lain dengan penyemprotan pada daun tanaman (foliar spray), penyiraman pada media tumbuh (media drench), serta melalui injeksi pada batang tanaman (injection).

Mekanisme kerja paclobutrazol yaitu menghambat produksi giberelin dengan cara oksidasi kaurene menjadi asam kaurenat, yang selanjutnya dapat menyebabkan pengurangan kecepatan dalam pembelahan sel, pengurangan pertumbuhan vegetatif, dan secara tidak langsung akan mengalihkan asimilat ke perumbuhan reproduktif untuk pembentukkan bunga dan perkembangan buah (Weaver 1972; ICI 1984).

(23)

10

Beberapa penelitian mengenai penggunaan paclobutrazol terhadap berbagai jenis tanaman telah dilakukan, baik tanaman hias, tanaman buah maupun jenis tanaman lainnya. Hagiladi dan Watad (1992) menyatakan bahwa aplikasi paclobutrazol secara penyiraman pada media mempunyai efisiensi yang lebih baik daripada aplikasi paclobutrazol secara penyemprotan pada daun.

Menurut Margianasari (1993), pemberian paclobutrazol efektif menekan tinggi batang tanaman Pelargonium yang diaplikasikan secara spray dengan konsentrasi 80 ppm. Selain itu Santi et.al.,(1998) konsentrasi paclobutrazol 300 ppm dapat memunculkan bunga sedap malam 20 hari lebih cepat. Hasil penelitian Rochimah (1996) menunjukkan bahwa penggunaan cycocel, paclobutrazol dan daminozide belum mampu mempercepat inisiasi kuncup bunga. Selain itu menurut penelitian Sirait (2002) pemberian paclobutrazol melalui penyemprotan pada daun, dengan konsentrasi paclobutrazol 75 ppm, 150 ppm dan 300 ppm pada tanaman Gardenia tidak berpengaruh terhadap saat terbentuknya kuncup bunga. Andayani (2004) menyatakan bahwa pemberian paclobutrazol 500 ppm dan 1000 ppm melalui penyemprotan pada daun, tidak berpengaruh secara nyata terhadap diameter bunga melati.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian ini dilakukan di rumah kaca (Green House) Cikabayan, Dramaga, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari sampai dengan Juli 2010. Ketinggian tempat adalah 240 m di atas permukaan laut, dengan curah hujan sebesar 300 mm per bulan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah media campuran sekam, pupuk kandang, dan tanah dengan perbandingan 1:1:1 (v/v). Retardan yang digunakan adalah paclobutrazol dengan merek dagang Patrol yang memiliki konsentrasi bahan aktif paclobutrazol sebesar 250 g.L-1 (250 000 mg.L-1 = 250 000 ppm). Tanaman Sansevieria yang digunakan dalam penelitian adalah Sansevieria trifasciata

lorentii yang dikelompokkan menjadi dua kelompok dengan tiga ulangan. Zat

(24)

11 Metode Penelitian

Penelitian merupakan percobaan faktorial disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah bahan tanaman yang terdiri atas dua ukuran bahan tanam, yaitu tanaman Sansevieria besar (B1) dan tanaman Sansevieria kecil (B2). Kriteria tanaman besar (B1) yaitu tanaman yang memiliki tinggi lebih dari 65 cm, sedangkan kriteria tanaman kecil (B2) yaitu tanaman yang memiliki tinggi kurang dari 65 cm. Faktor kedua adalah konsentrasi paclobutazol yang terdiri atas empat taraf, yaitu kontrol (P0), Paclobutrazol 62.5 ppm (P2), Paclobutrazol 125 ppm (P3), dan Paclobutrazol 250 ppm (P3). Dengan demikian tedapat 8 kombinasi perlakuan, setiap perlakuan diulang sebanyak tiga ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas satu tanaman.

Model linier aditif yang digunakan adalah:

Yijk = µ + i + βj + ( )jk + Kk +�ijk

Dimana:

Yijk = Nilai pengamatan pada bahan tanam ke-i, konsentrasi Paclobutrazol

ke-j, ulangan ke-k µ = Nilai tengah umum

i = Pengaruh bahan tanam ke-i

βj = Pengaruh konsentrasi Paclobutrazol ke-j

( )jk = Pengaruh interaksi antara bahan tanam pada taraf ke-i dengan

konsentrasi Paclobutrazol pada taraf ke-j. Kk = Kelompok/ulangan ke-k

�ijk = Galat percobaan

Data pengamatan diuji dengan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji lanjutan menggunakan Duncan’s Multiple

Range Test (DMRT) pada taraf 5 %.

Pelaksanaan Percobaan

Persiapan tanam diawali dengan penyiapan media tanam. Media yang digunakan adalah media campuran sekam, pupuk kandang, dan tanah dengan perbandingan 1:1:1 (v/v) berdasarkan volume polibag. Media dimasukkan ke dalam polibag dengan diameter 50 cm. Bahan tanaman Sansevieria diambil dari kebun tanaman induk yang berumur 8 bulan setelah tanam, dihilangkan tanah yang menempel dengan cara dicuci dengan air kemudian ditanam pada polibag yang telah berisi media baru. Bahan tanaman dibedakan berdasarkan ukurannya seperti disebutkan pada metode percobaan. Pangkal tanaman dicelupkan dalam larutan Rooton-F selama 5 menit sebelum penanaman di polibag. Tanaman diletakkan pada plotnya masing-masing sesuai dengan perlakuan. Pupuk NPK mutiara (15 : 15 : 15) diberikan pada 0 minggu setelah tanam (MST) sebanyak 10 gram/tanaman.

Aplikasi paclobutrazol dilakukan dengan cara disiramkan ke media tanam

(25)

12

1 000 ml/polybag. Aplikasi ini dilakukan pagi hari sebanyak dua kali yaitu pada 0 MST dan 3 MST setelah transplanting.

Pembuatan larutan paclobutrazol diawali dengan pengambilan Patrol yang memiliki konsentrasi 250 000 ppm untuk dibuat larutan stok paclobutrazol dengan konsentrasi 62.5 ppm, 125 ppm, dan 250 ppm sebanyak 1 000 ml dengan cara : Paclobotrazol dengan konsentrasi 62.5 ppm

V1 x M1 = V2 x M2

Vpatrol x 250 000 mg.L-1 = 1 000 mL x 62.5 mg.L-1

Vpatrol = 0.25 ml

Paclobotrazol dengan konsentrasi 125 ppm

V1 x M1 = V2 x M2

Vpatrol x 250 000 mg.L-1 = 1 000 mL x 125 mg.L-1

Vpatrol = 0.5 ml

Paclobotrazol dengan konsentrasi 250 ppm

V1 x M1 = V2 x M2

Vpatrol x 250 000 mg.L-1 = 1 000 mL x 250 mg.L-1

Vpatrol = 1 ml

Paclobutrazol ditambahkan sebanyak 0.25 mL ke dalam 999.75 mL air untuk mendapatkan 1 000 mL larutan paclobutrazol dengan konsentrasi 62.5 ppm. Paclobutrazol ditambahkan sebanyak 0.5 mL ke dalam 999.5 mL air untuk mendapatkan 1 000 mL larutan paclobutrazol dengan konsentrasi 125 ppm. Paclobutrazol ditambahkan sebanyak 1 mL ke dalam 999 mL air untuk mendapatkan 1 000 mL larutan paclobutrazol dengan konsentrasi 250 ppm yang diaplikasikan pada tanaman sansevieria.

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan gulma, dan penyemprotan pestisida (bila diperlukan). Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari sebanyak 1 000 mL/polibag. Selain penyiraman, dilakukan juga pengendalian gulma yang dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang mengganggu serta penyemprotan pestisida bila diperlukan. Pengamatan meliputi :

Anakan merupakan calon individu baru yang muncul secara vegetatif. Jumlah anakan dihitung sejak tunas anakan keluar dari permukaan media. Pengamatan dilakukan setiap minggu.

4. Jumlah daun

Jumlah daun dihitung mulai awal penanaman sampai akhir percobaan. Pengamatan dilakukan setiap minggu.

(26)

13 Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan media hingga pucuk daun terpanjang. Pengamatan dilakukan setiap minggu.

Pengamatan dilakukan sejak setelah tanaman berumur 0 MST untuk masing-masing peubah. Keadaan umum tanaman, warna daun, hama dan penyakit tanaman diamati secara visual.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman

Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap peubah tinggi tanaman menunjukkan bahwa kedua faktor perlakuan (ukuran bahan tanam ataupun paclobutrazol) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata -rata tinggi tanaman Sansevieria pada perlakuan Paclobutrazol Ukuran tanaman Perlakuan Paclobutrazol (ppm)

0 62.5 125 250 rata - rata

Tinggi tanaman (cm) pada 1 MST

Besar (B1) 82.3 80.7 71.8 70.4 76.3a

Kecil (B2) 52.0 52.3 59.7 52.3 54.1b

Rata – rata 67.2a 66.5a 65.8a 61.4b

Tinggi tanaman (cm) pada 5 MST

Besar (B1) 83.7 81.7 73.1 71.0 77.4a

Kecil (B2) 53.5 53.1 60.6 53.2 55.1b

Rata – rata 68.6a 67.4a 66.8a 62.1b

Tinggi tanaman (cm) pada 10 MST

Besar (B1) 87.2 83.5 74.1 71.8 79.2a

Kecil (B2) 55.2 54.0 61.4 53.9 56.2b

Rata – rata 71.2a 68.8a 67.8a 62.9b

Tinggi tanaman (cm) pada 15 MST

Besar (B1) 90.0 84.9 75.1 72.5 80.6a

Kecil (B2) 57.4 55.1 62.1 54.4 57.2b

Rata – rata 73.7a 69.7ab 68.9b 63.5c a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama pada masing – masing waktu pengamatan menunjukan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%

(27)

14

tanaman. Konsentrasi Paclobutrazol 250 ppm (P3) berpengaruh nyata pada minggu ke-1, minggu ke-5, dan minggu ke-10 MST. Pada minggu ke-15 MST konsentrasi paclobutrazol 125 ppm (P2) dan 250 ppm (P3) memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Nilai rataan tertinggi terdapat pada konsentrasi 0 ppm (P0) pada minggu ke-15 MST sebesar 73.7 cm. Nilai rataan terendah terdapat di minggu ke-1 pada konsentrasi 250 ppm (P3) sebesar 61.4 cm. Interaksi antara faktor jenis bahan tanam dan konsentrasi Paclobutrazol yang menghasilkan tinggi tanaman tertinggi adalah interaksi antara tanaman besar (B1) dengan konsentrasi Paclobutrazol 0 ppm (P0) sebesar 90.0 cm.

Tabel 3. Akumulasi Pertambahan Tinggi Tanaman

Ukuran Paclobutrazol Pertambahan Tinggi dari Tinggi Awal (cm)

Tanaman (ppm) 5 MST 10 MST 15 MST

B1 P0 (0 ppm) 1.4 4.9 7.7

P1 (62.5 ppm) 1.0 2.8 4.1

P2 (125 ppm) 1.3 2.3 3.3

P3 (250 ppm) 0.5 1.4 2.1

B2 P0 (0 ppm) 1.5 3.2 5.4

P1 (62.5 ppm) 0.7 1.7 2.7

P2 (125 ppm) 0.9 1.8 2.4

P3 (250 ppm) 0.9 1.6 2.1

Berdasarkan data pada Tabel 3 terlihat bahwa akumulasi pertambahan tinggi paling besar pada tanaman ukuran besar (B1) tanpa perlakuan paclobutrazol (P0). Makin tinggi konsentrasi paclobutrazol, pertambahan tinggi makin kecil. Menurut Rosmanita (2008) pemberian paclobutrazol berpengaruh cukup baik dalam menghambat tinggi tanaman anggrek Dendrobium ’Jiad Gold x Booncho

Gold‟. Paclobutrazol mampu mereduksi pertumbuhan tinggi tanaman Sansevieria rata-rata sebesar 19.4% pada 15 MST jika dibandingkan dengan tanaman kontrol. Menurut Nugroho (2012) Paclobutrazol dengan konsentrasi 10 ppm mampu mereduksi pertumbuhan tinggi tanaman bunga matahari rata-rata sebesar 31.3% pada setiap minggunya jika dibandingkan dengan tanaman kontrol.

(28)

15 Jumlah Daun

Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap peubah jumlah daun menunjukkan bahwa kedua faktor perlakuan (ukuran bahan tanam ataupun paclobutrazol) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman. Rata-rata jumlah daun pada perlakuan seperti terlihat pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa faktor jenis bahan tanam tidak berpengaruh nyata dalam parameter jumlah daun. Nilai rata – rata jumlah daun tertinggi terdapat pada tanaman besar (B1) sebesar 5.6 pada 15 MST dan terendah sebesar 3.4 pada tanaman kecil (B2) diminggu ke-1 MST. Pada faktor konsentrasi, Paclobutrazol juga menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun. Hasil penelitian Rani (2006) dan Nugroho (2012) terhadap tanaman bunga matahari menunjukkan bahwa secara statistik jumlah daun pada tanaman bunga matahari yang diberi perlakuan paclobutrazol dan tanaman kontrol tidak berbeda nyata. Hasil tersebut sesuai dengan apa yang dinyatakan Khrisnamoorthy (1981), bahwa efek fisiologis retardan yaitu menghambat pemanjangan sel-sel di meristem sub apikal sedangkan pertumbuhan daun terletak pada meristem apikal sehingga jumlah daun tidak terpengaruh oleh pemberian paclobutrazol.

Tabel 4. Rata -rata jumlah daun Sansevieria pada perlakuan Paclobutrazol Perlakuan Paclobutrazol (ppm)

Ukuran tanaman 0 62.5 125 250 rata - rata

Jumlah daun pada 1 MST

Besar (B1) 3.7 4.0 3.3 4.0 3.8a

Kecil (B2) 3.3 3.3 3.3 3.7 3.4a

Rata – rata 3.5a 3.7a 3.3a 3.8a

Jumlah daun pada 5 MST

Besar (B1) 4.3 4.7 3.7 4.3 4.3a

Kecil (B2) 3.7 3.7 4.0 4.3 3.9a

Rata – rata 4.0a 4.2a 3.8a 4.3a

Jumlah daun pada 10 MST

Besar (B1) 4.7 5.3 4.3 5.3 4.9a

Kecil (B2) 4.7 4.3 4.3 4.3 4.4a

Rata – rata 4.7a 4.8a 4.3a 4.8a

Jumlah daun pada 15 MST

Besar (B1) 5.3 6.0 4.7 6.3 5.6a

Kecil (B2) 4.7 4.7 4.3 5.0 4.7a

Rata – rata 5.0a 5.3a 4.5a 5.7a

a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama pada masing – masing waktu pengamatan menunjukan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%

(29)

16

Berdasarkan data pada tabel 5 terlihat bahwa akumulasi pertambahan jumlah daun paling tinggi pada tanaman ukuran besar (B1) dengan konsentrasi 250 ppm (P3). Pertambahan jumlah daun paling tinggi pada 5 MST sebesar 0.7 pada bahan tanam besar (B1) dengan konsentrasi Paclobutrazol 0 ppm (P0), 62.5 ppm (P1) dan bahan tanam kecil (B2) dengan konsentrasi 125 ppm (P2) dan 250 ppm (P3). Pertambahan jumlah daun paling tinggi pada 10 MST sebesar 1.3 pada bahan tanam besar (B1) dengan konsentrasi 62.5 ppm (P1) dan 250 ppm (P3), sedangkan pada bahan tanam kecil (B2) pada konsentrasi 0 ppm (P0). Pertambahan jumlah daun paling tinggi pada 15 MST sebesar 2.3 pada bahan tanam besar (B1) dengan konsentrasi 250 ppm (P3). Pertumbuhan jumlah daun terendah pada tanaman besar (B1) terdapat pada konsentrasi 125 ppm (P2) dan 250 ppm (P3). Bahan tanam kecil (B2), pertumbuhan jumlah daun terendah di 5 MST sebesar 0.3 pada konsentrasi 0 ppm (P0) dan 62.5 ppm (P1). Pada 10 MST pertumbuhan jumlah daun terendah terdapat pada bahan tanam kecil (B2) dengan konsentrasi 250 ppm (P3) sebesar 0.7. Pada 15 MST pertumbuhan jumlah daun terendah terdapat pada konsentrasi 125 ppm (P2) sebesar 1.0.

Tabel 5. Akumulasi pertambahan jumlah daun

Ukuran Paclobutrazol Pertambahan Jumlah Daun dari Jumlah Daun Awal

Tanaman (ppm) 5 MST 10 MST 15 MST

B1 P0 (0 ppm) 0.7 1.0 1.7

P1 (62.5 ppm) 0.7 1.3 2.0

P2 (125 ppm) 0.3 1.0 1.3

P3 (250 ppm) 0.3 1.3 2.3

B2 P0 (0 ppm) 0.3 1.3 1.3

P1 (62.5 ppm) 0.3 1.0 1.3

P2 (125 ppm) 0.7 1.0 1.0

P3 (250 ppm) 0.7 0.7 1.3

Jumlah Anakan

Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap peubah jumlah anakan menunjukkan bahwa kedua faktor perlakuan (ukuran bahan tanam maupun paclobutrazol) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan tanaman. Rata-rata jumlah anakan pada perlakuan seperti terlihat pada Tabel 6.

(30)

17 jumlah anakan seperti terlihat pada Tabel 7. Pada 0-5 MST, seluruh tanaman berukuran besar (B1) sudah membentuk anakan, sebaliknya pada tanaman kecil (B2) seluruh tanaman baru semuanya membentuk anakan antara 5-10 MST. Tabel 6. Rata -rata jumlah anakan Sansevieria pada perlakuan Paclobutrazol

ukuran tanaman Perlakuan Paclobutrazol (ppm)

0 62.5 125 250 rata - rata

Jumlah anakan pada 1 MST

Besar (B1) 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0a

Kecil (B2) 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0a

Rata – rata 1.0a 1.0a 1.0a 1.0a

Jumlah anakan pada 5 MST

Besar (B1) 1.5 1.5 1.4 1.7 1.5a

Kecil (B2) 1.1 1.1 1.6 1.4 1.3a

Rata – rata 1.3a 1.3a 1.5a 1.6a

Jumlah anakan pada 10 MST

Besar (B1) 2.0 1.7 1.9 2.1 1.9a

Kecil (B2) 2.0 1.9 2.1 2.1 2.0a

Rata – rata 2.0a 1.8a 2.0a 2.1a

Jumlah anakan pada 15 MST

Besar (B1) 2.2 1.9 2.1 2.5 2.2a

Kecil (B2) 2.4 2.1 2.6 2.3 2.4a

Rata – rata 2.3a 2.0a 2.3a 2.4a

a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama pada masing – masing waktu pengamatan menunjukan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%

Tabel 7. Akumulasi Pertambahan Jumlah Anakan

Ukuran Paclobutrazol Pertambahan Jumlah Anakan dari Jumlah Awal

Tanaman (ppm) 5 MST 10 MST 15 MST

(31)

18

konsentrasi 125 ppm (P2). Pertumbuhan jumlah anakan terendah pada kedua jenis bahan tanam terdapat pada konsentrasi 62.5 ppm (P1).

Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa kombinasi perlakuan yang menghasilkan anakan tercepat dengan persentase terbesar adalah B1P3 (tanaman ukuran besar dengan perlakuan paclobutrazol 250 ppm), sedangkan perlakuan yang menghasilkan anakan paling lambat dengan persentase terkecil adalah B2P0 (tanaman ukuran kecil tanpa perlakuan paclobutrazol) dan B2P3 (tanaman ukuran kecil dengan perlakuan paclobutrazol 250 ppm). Kombinasi perlakuan B1P2 (tanaman ukuran besar dengan perlakuan paclobutrazol 125 ppm), B1P3 (tanaman ukuran besar dengan perlakuan paclobutrazol 250 ppm), B2P1 (tanaman ukuran kecil dengan perlakuan paclobutrazol 62.5 ppm), B2P2 (tanaman ukuran kecil dengan perlakuan paclobutrazol 125 ppm), B2P3 (tanaman ukuran kecil dengan perlakuan paclobutrazol 250 ppm) merupakan yang tercepat dalam keseragaman waktu dan jumlah total muncul anakan pada 6 MST. Seluruh kombinasi perlakuan mencapai keseragaman jumlah total dan waktu muncul anakan pada 9 MST. Jumlah total dan rata – rata jumlah anakan tertinggi pada kombinasi B2P2 (tanaman ukuran kecil dengan perlakuan paclobutrazol 125 ppm), sedangkan kombinasi yang menghasilkan jumlah total dan rata – rata jumlah anakan terendah terdapat pada kombinasi B1P1 (tanaman ukuran besar dengan perlakuan paclobutrazol 62.5 ppm).

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Waktu Tanaman Membentuk Anakan Baru

Perlak uan

Persentase waktu tanaman membentuk anakan baru (MST)

(32)

19

Waktu Muncul Bunga

Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa kombinasi perlakuan yang menghasilkan bunga tercepat dengan persentase terbesar adalah B1P2 (tanaman ukuran besar dengan perlakuan paclobutrazol 125 ppm), sedangkan perlakuan yang menghasilkan bunga paling lambat dengan persentase terkecil adalah B1P0 (tanaman ukuran besar dengan perlakuan tanpa paclobutrazol), B1P1 (tanaman ukuran besar dengan perlakuan paclobutrazol 62.5 ppm), B2P0 (tanaman ukuran kecil dengan perlakuan tanpa paclobutrazol), dan B2P1 (tanaman ukuran kecil dengan perlakuan paclobutrazol 62.5 ppm).

Penghambatan waktu muncul bunga disebabkan oleh konsentrasi paclobutrazol yang digunakan belum sesuai karena setiap tanaman mempunyai sensitifitas yang berbeda-beda terhadap zat penghambat tumbuh (Rosmanita, 2008). Menhennet (1979) dalam Nugroho (2012) menyatakan bahwa perlakuan zat pengatur tumbuh pada waktu dan konsentrasi yang tidak tepat akan menunda pembungaan hal ini disebabkan pembentukan beberapa zat yang diperlukan tanaman untuk pembentukan primordia bunga terhambat. Krishnamoorthy (1981) menambahkan bahwa retardan merupakan senyawa kimia yang mempunyai efek fisiologis menghambat pemanjangan sel di meristem sub apikal, sedangkan jumlah daun, bunga dan buah tidak dipengaruhinya.

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Waktu Tanaman Berbunga Perlaku

an Persentase waktu tanaman berbunga (MST)

jumlah total

B1P0 = Tanaman besar, Tanpa paclobutrazol, B1P1 = Tanaman besar, Paclobutrazol 62.5 ppm, B1P2 = Tanaman besar, Paclobutrazol 125 ppm, B1P3 = Tanaman besar, Paclo 250 ppm, B2P0 = Tanaman kecil, Tanpa paclo, B2P1 = Tanaman kecil, Paclo 62.5 ppm, B2P2 = Tanaman kecil, Paclo 125 ppm, B2P3 = Tanaman kecil, Paclo 250 ppm

(33)

20

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Konsentrasi Paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun dan jumlah anakan. Jenis bahan tanam berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun dan jumlah anakan. Interaksi antara konsentrasi Paclobutrazol dan jenis bahan tanam berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun dan jumlah anakan. Tanaman Sansevieria

trifasciata dengan ukuran ≥ 65 cm lebih cepat menghasilkan anakan pada

konsentrasi Paclobutrazol 250 ppm. Sansevieria dengan ukuran tersebut juga lebih cepat menghasilkan bunga pada konsentrasi Paclobutrazol 125 ppm.

Saran

Paclobutrazol dapat menjadi salah satu alternatif ZPT dalam penggunaan budidaya Sansevieria trifasciata, karena dapat mempercepat tumbuhnya tunas baru dan mempercepat munculnya bunga.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z. 1993. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung. 84 hal.

Andayani W. 2004. Pengaruh Paclobutrazol dan Pupuk Organik Terhadap Pembungaan Melati (Jasminum sambac var. Menur Mekar Sari). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 35 hal.

Andiani N. 2012. Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi GA3 Terhadap Inisiasi dan Pertumbuhan Tunas Sansevieria trifasciata prain 'laurentii'. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Cathey, H.M. 1975. Comparative plant growth retarding activities of ancymidol with ACPA, Phospon, Chlormequat and SADH on ornamental plant species. Hrt. Scien. 10(3):204-216.

Dicks J. W. 1979. Mode of action of growth retardants. P 1-14. In: D.R. Clifford and J.R. Lenton (Eds.). Recent Developments in the Use of Plant Growth Retardants. British Plant Growth Regulator Group. London.

Fibriyanti A. 2008. Pengaruh Filter Cahaya dan Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Penampilan Tanaman Sansevieria trifasciata

„Lime Streaker‟. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

(34)

21 Henley R.W. A.R. Chase and L.S. Osborne. 2006. Sansevieria Production Guide. Central Florida Research and Education Center University of Florida. Florida.

Khrisnamoorthy, H.N. 1981. Plant growth substances including applications in agriculture. McGaw-Hill Publ. New Delhi. 214p.

Kwon Y. M and Yim. 1986. Paclobutrazol in Rice. In Plant Growth Yama I. ASPAC, Taipe.

Lingga L. 2005. Panduan Praktis Budidaya Sansevieria PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Margianasari A. F. 1993. Pengaruh Zat Penghambat Tumbuh Ethepon, Paclobutrazol, Cycocel Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Induk dan Stek Tanaman Pelargonium. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 59 hal. Menhennet, R. 1979. Use of glass house crops. P 27-28. In: D. R. Clifford and J.

R. Lenton 1979. Recent development in the use of plant growth retardants. Brit. Plant Growth Regulator Group. London.

Menhennet R. 1979. Use of glass house crops. P 27-28. In: D. R. Clifford and J. R. Lenton 1979. Recent development in the use of plant growth retardants. Brit. Plant Growth Regulator Group. London. Dalam. Nugroho, P. T. 2012. Pengaruh Paclobutrazol dan Komposisi Larutan Pulsing terhadap Kualitas Pasca Panen Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) sebagai Bunga Potong. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nugroho, P. T. 2012. Pengaruh Paclobutrazol dan Komposisi Larutan Pulsing terhadap Kualitas Pasca Panen Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) sebagai Bunga Potong. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Purwanto Arie W. 2006. Sansevieria Flora Cantik Penyerap Racun.Kanisius.Yogyakarta.

Ramadani S.2007. Respon Pertumbuhan Sansivieria Terhadap Konsentrasi IBA dan Sumber bahan tanam. Universitas Lampung.

Rani I.2006. Pengendalian pertumbuhan tanaman bunga matahari (Helianthus

annuus L.) dengan aplikasi paclobutrazol. Skripsi. Program Studi

Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 37 hal. Redaksi PS. 2007. Pesona Tanaman Hias Favorit. Penebar Swadaya. Jakarta. 114

hal.

Rochimah. 1996. Pengaruh Konsentrasi Cycocel, Paclobutrazol dan B-9 terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kalanchoe (Kalanchoe

blossfeldiana POELLN.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 44 hal.

Rosmanita B. 2008. Pengaruh Paclobutrazol dan Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anggrek Dendrobium ’Jiad Gold x

Booncho Gold‟. Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Petanian.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(35)

22

Santiasrini R. 2009. Pengaruh paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan pembungaan gloksinia (Sinningia speciosa Pink). Skripsi. Program Studi Hortikultura. Fakultas Petanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saraswati D. 2006. Merawat Sansevieria. Penebar Swadaya. Jakarta. 59 hal. Sirait R. I. M. 2002. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Paclobutrazol dan

Perkembangan Kastuba (Euphorbia pulcherrima Willd.) Kultivar Millenium. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 34 hal.

Sobari A. 2012. Pengaruh Media Tanam dan Panjang Stek Daun Terhadap Inisiasi Tunas Muda Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata “Lorentii”). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 47 hal.

Sulianta F. R. Yonathan. 2009. Tanaman Indoor Anti Polutan. Lily publisher. Yogyakarta. 34 hal.

Triharyanto E. J. Sutrisno. 2007. Sansevieria. Serial Taman. 64 hal.

Wattimena G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Lembaga Sumber Daya Informasi IPB, Bogor.

Weaver R. J. 1972. Plant Growth Substances in Agricultured. W. H. Freeman and Co. San Francisco. 549p.

(36)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 2 Mei 1988. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suudi AR, S.Sos dan Ibu Gusti Ayu Adnyani.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Muhammadiyah Denpasar pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SMP Negeri 1 Pamulang. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 1 Ciputat diselesaikan pada tahun 2006.

Gambar

Tabel 1. Tabel Klasifikasi Sansevieria
Gambar 4. Skema penghambatan sintesis giberelin oleh paclobutrazol (ICI 1984)
Tabel 7. Akumulasi Pertambahan Jumlah Anakan
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Waktu Tanaman Membentuk Anakan Baru
+2

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi para member Indogrosir untuk mengetahui dan mendapatkan promosi secara cepat dengan mengakses aplikasi

Digunakan untuk mengganti Sampul Lembar Jawaban

Principle Component analysis, vegetation delineation and normalized difference vegetation index, spectral profile of different classes and machine learning supervised

In the top-down approach, first a primitives library is defined, which contains the five most popular roof types (flat, shed, gable, hipped and mansard roofs). MCMC with

Kombinasi teknik dasar memegang stick dan pukulan (swing/bunch ) 16. Bermain dengan  Tennis AZ-ZAHRA-KKM.. Variasi dan kombinasi teknik dasar memegang raket untuk

Berdasarkan keterangan dari Ibu Endah Setiyani, AMK selaku pengelola P2 ISPA di Puskesmas Banjarbaru, mengenai proses skrining untuk kasus ISPA memang tidak sulit,

Atas dasar permasalahan tersebut, agar penyajian lebih praktis, maka pemanfaatan tepung daun kelor ini akan dibuat dalam bentuk bubur tim yang telah diformulasi

Kredibilitas penulis juga dapat memperkuat persepsi konsumen apabila konsumen merasa konten informasi review tersebut meyakinkan (Zhang, Zhao, Cheung & Lee,