PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH
ANDALIMAN (
Zanthoxylum acanthopodium
DC.) TERHADAP
GAMBARAN HISTOLOGIS LIMPA MENCIT (
Mus musculus
L.)
STRAIN DDW
SKRIPSI
SYARIFAH RISKA MELA PUTRI
080805041
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH
ANDALIMAN (
Zanthoxylum acanthopodium
DC.) TERHADAP
GAMBARAN HISTOLOGIS LIMPA MENCIT (
Mus musculus
L.)
STRAIN DDW
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar
Sarjana Sains
SYARIFAH RISKA MELA PUTRI
080805041
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Limpa Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW
Kategori : Skripsi
Nama : Syarifah Riska Mela Putri Nomor Induk Mahasiswa : 080805041
Program Studi : Sarjana (S1) Biologi
Departemen : Biologi
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Juni 2014
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2, Pembimbing 1,
Dr. Salomo Hutahaean, M. Si Dra. Emita Sabri, M.Si NIP. 19651011 199501 1 001 NIP. 19560712 198702 2002
Disetujui Oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran
Histologis Limpa Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2014
PENGHARGAAN
Alhamdulillah puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan hidayah-NYA kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Limpa Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW ” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana Sains di FMIPA USU, Medan. Serta tidak lupa shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga beserta sahabatnya yang telah menuntun kita dari zaman kebodohan menuju ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.Si selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, saran serta motivasi kepada penulis hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si dan Ibu Dr. Suci Rahayu, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Kiki Nurtjahtja, M.Sc selaku Dosen Penasehat Akademik yang sangat banyak memberikan arahan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Bapak dan Ibu Staff Pengajar Departemen Biologi FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mizawarti, S.Si selaku Ketua Panitia Seminar Departemen Biologi, Ibu Roslina Ginting dan Bang Hendra Raswin selaku staff administrasi Departemen Biologi FMIPA USU serta Ibu Nurhasni Muluk selaku Analis dan Laboran di Laboratorium Struktur Hewan dan Laboratorium Fisiologi Hewan.
Teristimewa penulis ucapkan rasa terimakasih kepada Orangtua terhebat, ayahanda tercinta Said Mazelan dan Ibunda tercinta Maydar Kasma yang selalu menjadi orangtua sekaligus sahabat yang selalu memberikan dukungan sepenuh hati, rasa cinta tak terkira, motivasi dan doa tulus kepada penulis. Serta adik-adik yang tercinta Sayed Abie Akbar, Sayed Fadhil Akbar dan Sayed Nazri Akbar yang selalu memberi dukungan dan penghiburan kepada penulis dan kepada keluarga besar di Medan yang selalu memberikan banyak bantuan dan dukungan hingga selesainya skripsi ini.
Tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan seperjuangan Miduk Uliartha Sianipar, Asmitra Sembiring, Sister Sianturi, Ina Tuturina, Agnes Yolanda, Eka Prasetya, Maisarah, Riana, Adi Gunawan serta kepada teman-teman stambuk 2008, asisten Fisiologi dan Struktur Hewan yang luar biasa yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu atas doa, dukungan dan kekompakannya.
Medan, Juni 2014
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS
LIMPA MENCIT (Mus musculusL.) STRAIN DDW
ABSTRAK
Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Struktur Hewan Biologi USU menggunakan metode rancangan acak lengkap yang terdiri dari kontrol blank yang tidak diberi perlakuan apapun, kontrol pelarut yang diberi CMC 1% dan perlakuan yang diberikan ekstrak n-heksan buah andaliman dengan konsentrasi 2%, 4% dan 6% mulai dari hari ke 0-10 hari kebuntingan. Setiap perlakuan terdiri dari enam mencit hamil. Pelarut dan ekstrak diberikan secara oral sebanyak 0.01 ml/g bb mencit selama 10 hari. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap berat organ limpa dan diameter giant cell yang terdapat pada histologis limpa (p>0,05), akan tetapi terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) terhadap warna dan jumlah giant cell pada organ limpa dimana semakin tinggi konsentrasi yang diberikan (ekstrak konsentrasi 6%) maka organ limpa semakin berwarna merah kehitaman dan semakin banyak jumlah giant cell yang ditemukan.
THE EFFECT OF N-HEXANE EXTRACT OF ANDALIMAN FRUIT (zanthoxylum acanthopodium DC.) ON HISTOLOGICAL MICE SPLEEN
(mus musculus L.) STRAINS DDW
ABSTRACK
This research has been conducted in Laboratory of Animal Structure, Biology USU using a completely randomized design consisting of a control blank which untreated, solvent controls were given 1% CMC and the treatment that given n-hexane extract of andaliman fruit with a concentration of 2%, 4% and 6% from 0 day to 10th day of gestation. Each treatment consisted of six pregnant mice. Solvent and the extract administered orally as much as 0.01 ml / g mice weight for 10 days. The results show that there is no difference to spleen weight and giant cell diameter contained on histological spleen (p> 0.05), but there are significant differences (p <0.05) for color and giant cell number in spleen where the higher concentrations are given (extract concentration of 6%), the spleen increasingly dark red and the greater number of giant cells were found.
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2 1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Hipotesis 4
1.5 Manfaat Penelitian 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) 5
2.1.1 Klasifikasi dan Deskripsi Andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC.) 5
2.1.2 Kandungan Andaliman 7
2.2 Limpa 8
2.2.1 Histologi Limpa 9
2.2.2 Fungsi Limpa 11
BAB 3 BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat 12
3.2 Alat dan Bahan 12
3.3 Prosedur Percobaan 13
3.3.1 Pembuatan Bahan Uji 13
3.3.2 Pemberian Perlakuan 13
3.3.3 Rancangan Penelitian 14
3.3.4 Pembuatan Preparat Histologis Limpa
Metode Parafin 15
3.4 Parameter Pengamatan 16
3.4.1 Pengamatan Morfologi Limpa 16 3.4.2 Pengamatan Histologis Limpa 17
3.5 Analisis Statistik 17
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Berat Organ Limpa 18
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 26
5.2 Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27
DAFTAR TABEL
Tabel 3.3.3 Rancangan Penelitian 15
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.1 Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium
DC.). A. Pohon Andaliman; B. Buah Andaliman. 6
Gambar 2.2 Anatomi Limpa 8
Gambar 2.2.1 Gambaran Histologis Limpa 11
Gambar 4.1.1 Berat Organ Limpa 18
Gambar 4.2.1 Morfologi Limpa Mencit 20
Gambar 4.3.1 Jumlah Giant Cell Pada Organ Limpa 22 Gambar 4.3.2 Gambaran Histologis Limpa Mus musculus L. 23
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS
LIMPA MENCIT (Mus musculusL.) STRAIN DDW
ABSTRAK
Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Struktur Hewan Biologi USU menggunakan metode rancangan acak lengkap yang terdiri dari kontrol blank yang tidak diberi perlakuan apapun, kontrol pelarut yang diberi CMC 1% dan perlakuan yang diberikan ekstrak n-heksan buah andaliman dengan konsentrasi 2%, 4% dan 6% mulai dari hari ke 0-10 hari kebuntingan. Setiap perlakuan terdiri dari enam mencit hamil. Pelarut dan ekstrak diberikan secara oral sebanyak 0.01 ml/g bb mencit selama 10 hari. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap berat organ limpa dan diameter giant cell yang terdapat pada histologis limpa (p>0,05), akan tetapi terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) terhadap warna dan jumlah giant cell pada organ limpa dimana semakin tinggi konsentrasi yang diberikan (ekstrak konsentrasi 6%) maka organ limpa semakin berwarna merah kehitaman dan semakin banyak jumlah giant cell yang ditemukan.
THE EFFECT OF N-HEXANE EXTRACT OF ANDALIMAN FRUIT (zanthoxylum acanthopodium DC.) ON HISTOLOGICAL MICE SPLEEN
(mus musculus L.) STRAINS DDW
ABSTRACK
This research has been conducted in Laboratory of Animal Structure, Biology USU using a completely randomized design consisting of a control blank which untreated, solvent controls were given 1% CMC and the treatment that given n-hexane extract of andaliman fruit with a concentration of 2%, 4% and 6% from 0 day to 10th day of gestation. Each treatment consisted of six pregnant mice. Solvent and the extract administered orally as much as 0.01 ml / g mice weight for 10 days. The results show that there is no difference to spleen weight and giant cell diameter contained on histological spleen (p> 0.05), but there are significant differences (p <0.05) for color and giant cell number in spleen where the higher concentrations are given (extract concentration of 6%), the spleen increasingly dark red and the greater number of giant cells were found.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mengalami peningkatan
jumlah pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Hal ini dapat menimbulkan
masalah, baik secara ekonomi maupun sosial. Berdasarkan hasil sensus penduduk
pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.641.000 jiwa, dengan
laju pertumbuhan penduduk 1,49% per tahunnya (Badan Pusat Statistik, 2012).
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tentunya akan menimbulkan masalah
yang besar jika tidak dikendalikan. Program keluarga berencana diharapkan dapat
menjadi salah satu cara dalam mengurangi laju pertumbuhan penduduk (Sabri,
2005; 2007). Program Keluarga Berencana telah lama dijalankan dan dikenal
masyarakat di Indonesia. Ada beberapa cara yang dianjurkan oleh Pemerintah yaitu
Keluarga Berencana Modern menggunakan pil, suntikan, IUD atau spiral,
norplant atau tusuk KB, kondom, sterilisasi wanita (tubektomi), sterilisasi pria
(vasektomi), aborsi dan intra vag (non program) (Winarno & Sundari, 1997).
Pemilihan Keluarga Berencana Modern tersebut bukan tanpa masalah
terutama yang berhubungan dengan cara hormonal seperti norplant, suntikan dan
pil karena dapat menimbulkan efek samping (Winarno & Sundari, 2007). Begitu
juga menurut Sabri (2007), bahwa pelaksanaan Program Keluarga Berencana
yang cukup baik masih seringkali menimbulkan masalah serius bagi pemakainya
melalui pemakaian alat-alat kontrasepsi yang pada umumnya terbuat dari hormon
sintetik. Sehingga perlu digalakkan penggunaan alat kontrasepsi yang berasal dari
tanaman asli Indonesia.
Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai bahan kontrasepsi
adalah andaliman. Buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) termasuk
yang telah dilakukan oleh Sabri (2007) menunjukkan bahwa, pada kelompok
perlakuan pemberian ekstrak etanol buah andaliman terhadap mencit
menyebabkan peningkatan kehilangan praimplantasi, penurunan jumlah
implantasi dan jumlah fetus hidup secara nyata. Dengan demikian ekstrak
andaliman bersifat anfertilitas. Pengembangan potensi andaliman sebagai bahan
kontrasepsi tentu harus memenuhi standart kriteria WHO. Kriteria seleksi obat
menurut WHO (2004) bahwa obat harus sesuai dengan pola penyakit, memiliki
data dan bukti ilmiah terkait efektivitas dan keamanan yang memadahi dari hasil
uji klinis, memiliki kualitas yang baik termasuk data bioavailabilitas, stabil dalam
penyimpanan hingga penggunaan dan ketika terdapat dua atau lebih obat yang
sama dalam hal khasiatnya maka dipilih dengan pertimbangan efektifitas,
keamanan, kualitas, harga, dan ketersediaannya.
Potensi andaliman sebagai bahan kontrasepsi belum diuji pengaruhnya
terhadap organ yang lainnya. Khususnya belum adanya penelitian mengenai efek
buah andaliman terhadap sistem imunitas. Salah satu organ dari sistem imunitas
adalah limpa. Menurut Khairinal (2012), limpa adalah kelenjar tanpa saluran yang
berhubungan erat dengan sistem sirkulasi dan berfungsi menghancurkan sel darah
merah yang telak rusak dan tua. Limpa merupakan salah satu organ yang
berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh. Secara anatomi, limpa normal tampak
berwarna merah keunguan karena kandungan darahnya dan sebagai organ
pertahanan terhadap infeksi partikel asing yang masuk ke dalam tubuh. Menurut
Sinambela (2012), sel monosit yang terdapat pada limpa berfungsi sebagai
makrofag atau fagositosis jaringan. Makrofag biasanya datang segera setelah
terjadi perlukaan dan bersatu membentuk sel raksasa (Giant cell). Berdasarkan hal
tersebut, diperlukan penelitian yang lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian
buah andaliman terhadap organ imunitas khususnya organ limpa.
1.2 Permasalahan
Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin tinggi di Indonesia
diperlukan suatu penyelesaian masalah. Salah satunya adalah Program Keluarga
Berencana. Akan tetapi pemilihan Keluarga Berencana Modern tersebut bukan
tanpa masalah terutama yang berhubungan dengan cara hormonal karena dapat
menimbulkan efek samping (Winarno & Sundari, 2007). Sehingga perlu
digalakkan penggunaan alat kontrasepsi yang berasal dari tanaman asli Indonesia.
Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai antifertilitas adalah andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC.).
Pengembangan potensi andaliman sebagai bahan kontrasepsi tentu harus
memenuhi standart kriteria WHO. Kriteria seleksi obat menurut WHO (2004)
bahwa obat harus sesuai dengan pola penyakit, memiliki data dan bukti ilmiah
terkait efektivitas dan keamanan yang memadahi dari hasil uji klinis, memiliki
kualitas yang baik termasuk data bioavailabilitas, stabil dalam penyimpanan
hingga penggunaan dan ketika terdapat dua atau lebih obat yang sama dalam hal
khasiatnya maka dipilih dengan pertimbangan efektifitas, keamanan, kualitas,
harga, dan ketersediaannya. Buah andaliman yang berpotensi sebagai bahan
kontrasepsi belum diuji lebih lanjut pengaruhnya terhadap organ lainnya
khususnya organ limpa sebagai organ penghasil imunitas, sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui dampak pemberian buah andaliman
terhadap morfologi dan histologis organ limpa.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak n-heksan buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) terhadap
morfologi limpa baik berat, warna dan permukaan organ limpa serta gambaran
histologis limpa mencit dengan sasaran yang diamati adalah giant cell dan
1.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah pemberian ekstrak n-heksan buah
andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) tidak mempengaruhi berat, warna
dan permukaan organ limpa mencit dan tidak merusak histologis limpa mencit
dengan tidak ditemukannya giant cell.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak n-heksan buah andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC.) terhadap gambaran histologis limpa mencit (Mus
musculusL.) strain DDW.
b. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat umum dan instansi yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
2.1.1 Klasifikasi dan Deskripsi Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
Menurut Whitmore (1972), sistematika tanaman andaliman adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rutales
Famili : Rutaceae
Genus : Zanthoxylum
Spesies : Zanthoxylum acanthopodium DC.
Andaliman merupakan semak atau pohon kecil bercabang rendah, tegak,
tinggi mencapai 5 m, menahun. Batang, cabang dan ranting berduri. Daun
tersebar, bertangkai, majemuk menyirip beranak daun gasal, panjang 5-20 cm dan
lebar 3-15 cm, terdapat kelenjar minyak. Andaliman merupakan tumbuhan yang
termasuk ke dalam famili Rutaceae, tumbuh perdu, dengan tinggi 3 - 8 m, batang
dan cabang merah kasar beralur, berbulu halus dan berduri (Gambar 2.1.1a). Daun
berukuran kecil, mirip daun bunga mawar. Buah andaliman tumbuh di antara
duri-duri dan bertangkai, buah muda berwarna hijau, dan matang berwarna merah, bila
dipetik warnanya cepat berubah menjadi hitam (Gambar 2.1.1b). Bentuk buah
bulat dan kecil, lebih kecil dari merica, bila digigit mengeluarkan aroma wangi
dan rasa tajam yang khas dan dapat merangsang produksi air liur
Gambar 2.1.1 Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.). A. Pohon andaliman; B. Buah andaliman (http://en.wikipedia.org).
Tumbuhan ini tersebar antara lain di India Utara, Nepal, Pakistan Timur,
Thailand, dan Cina. Di Indonesia, andaliman banyak ditemukan di kawasan
pegunungan Danau Toba dan beberapa daerah di Sumatera Utara dan biasanya
tumbuh secara liar pada ketinggian 1.200 - 1.400 m dpl. Sedangkan di Cina, dapat
tumbuh sampai pada ketinggian 2.900 m dpl. Tinggi tanaman andaliman 3-8
meter, batang dan cabang merah kasar beralur, berbulu halus dan berduri.
Buahnya bulat hijau kecil, bila digigit mengeluarkan aroma wangi dan rasa tajam
yang khas serta dapat merangsang produksi air liur, tumbuh liar di Sumatera Utara
pada daerah dengan ketinggian di atas 1500 meter (Hasairin, 1994;
Miftakhurohmah & Suhirman, 2009).
Di Indonesia, andaliman hanya ditemukan di daerah Sumatera Utara akan
tetapi belum dimanfaatkan sebagai tanaman obat-obatan seperti halnya di
negara-negara lain. Andaliman adalah salah satu tanaman di daerah Sumatera Utara,
terutama di Parbuluan, Kabupaten Dairi, Siborong-borong dan Kabupaten
Tapanuli Utara. Tanaman ini mempunyai biji yang sering dimanfaatkan sebagai
bumbu masak terutama untuk masakan tradisional suku Batak. Sebagian
masyarakat menggunakan Andaliman sebagai tuba untuk mempermudah
menangkap ikan (Sabri, 2007).
2.1.2 Kandungan Andaliman
Saat ini andaliman diperhitungkan menjadi sumber senyawa aromatik dan minyak
esensial. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kandungan terpenoidnya
mempunyai aktivitas antioksidan dan antimikrob juga mempunyai efek
imunostimulan (Hasairin, 1994; Wijaya, 2000). Hal ini memberi peluang bagi
andaliman sebagai bahan baku senyawa antioksidan atau antimikrob bagi industri
pangan dan industri farmasi (Siregar, 2003).
Mangkudidjojo et al. (1996) menemukan senyawa yang merangsang saraf
trigeminal dari minyak atsiri buah andaliman. Hasil penelitian yang didapatkan
bahwa senyawa trigeminal diperoleh dari fraksi yang diekstrak dengan pelarut eter
minyak bumi (petroleum eter), akan tetapi komponen tersebut yang diduga
merupakan senyawa terpenoid belum teridentifikasi sampai tuntas. Ekstrak
andaliman efektif untuk menghambat viabilitas (kemampuan hidup) sel mikrobia
patogen dan pembusuk. Senyawa flavanoid seperti luteloin, kurkumin, kapsaisin,
kuersetin, terpen, karsonol, rosmanol, rosmadial dan minyak atsiri yang terdapat
pada berbagai jenis rempah terbukti dapat bersaing dengan antioksidan sintetik
seperti BHT (Butylated Hidroxytoluena) dan BHA (Butylated Hidroxyanisole).
Ini menunjukkan andaliman potensial dikembangkan sebagai sumber antioksidan
alami untuk mencegah ketengikan lemak/minyak pada bahan pangan
(Soedarmadji dkk., 2004). Berdasarkan sifat antioksidan dan antimikrobanya
menjadikan buah andaliman berpotensi sebagai bahan pengawet alami
menggantikan pengawet sintetik yang telah diketahui membahayakan bagi
kesehatan manusia (Miftakhurohmah & Suhirman, 2009).
Menurut Suryanto dkk. (2008) bahwa, ekstrak heksana menghasilkan
rendemen tertinggi dengan hasil 78,06 mg/g dengan kandungan fenolik hanya
27,7 µg/g, ekstrak etanol menghasilkan rendemen 69,98 mg/g dan kandungan
fenolik yang tinggi yaitu 125,3 µg/g. Analisis minyak atsiri buah andaliman
dengan teknik GC-MS menghasilkan 11 komponen, dengan 5 komponen utama
adalah alfapinen, limonen, geraniol, sitronelal, dan geranil asetat. Hasil teknik
yaitu geranilasetat, sitronelal, geraniol, geranial, mirsen, linalool dan limonene
(Miftakhurohmah & Shinta, 2009).
Kandungan yang terdapat pada tanaman andaliman juga memiliki potensi
sebagai antifertilitas. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sabri
(2007) bahwa pemberian ekstrak Andaliman pada induk mencit yang sedang
bunting yang diberikan pada umur kebuntingan 0 sampai 13 hari, mempengaruhi
terhadap fertilitas dimana pemberian ekstrak andaliman terhadap mencit
menyebabkan peningkatan kehilangan praimplantasi, penurunan jumlah
implantasi dan jumlah fetus hidup secara nyata. Dengan demikian ekstrak
andaliman bersifat anfertilitas.
2.2 Limpa
Limpa adalah organ limfoid terbesar dalam tubuh dan salah satu organ yang
terlibat dalam filtrasi darah sehingga limpa merupakan organ penting pada
pertahanan terhadap antigen dalam darah. Organ ini juga menjadi tempat
penghancuran eritrosit tua. Sebagaimana halnya organ limfoid sekunder lainnya,
limpa adalah tempat produksi antibodi dan limfosit aktif yang dihantarkan ke
dalam darah (Junqueira, 2009; Setiasih dkk., 2011).
Limpa terdiri atas jalinan struktur jaringan ikat. Di antara jalinan-jalinan
itu terbentuk isi limpa atau pulpa yang terdiri atas jaringan limfe dan sejumlah
besar sel darah. Limpa dibungkus oleh kapsul yang terdiri atas serat kolagen dan
elastik dan beberapa serabut otot halus. Dari kapsul itu keluar tajuk-tajuk yang
disebut trabekula yang masuk ke dalam jaringan limpa dan membaginya ke dalam
beberapa bagian. Limpa adalah sebuah kelenjar berwarna ungu tua yang terletak
disebelah kiri abdomen di daerah hipogastrium kiri di bawah iga kesembilan,
sepuluh dan sebelas (Pearce,1979).
2.2.1 Histologis Limpa
Berdasarkan pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa struktur histologis
limpa tersusun atas kapsula, pulpa putih dan pulpa merah. Kapsula terdiri dari
jaringan ikat dan otot polos dengan ketebalan 24,3 ± 3,7 μm (Setiasih dkk., 2011).
Limpa dikelilingi oleh suatu simpai jaringan ikat padat yang menjadi asal
trabekula, yang sebagian membagi-bagi parenkim atau pulpa limpa. Trabekula
besar berasal dari hilum, pada permukaan medial limpa, trabekula ini membawa
saraf dan arteri ke dalam pulpa limpa serta vena yang membawa darah kembali ke
dalam sirkulasi. Pembuluh limfe yang terbentuk di pulpa limpa juga
meninggalkan hilum melalui trabekula (Junqueira, 2009).
Simpai, dilapisi jaringan yang terdiri atas serat kolagen dan serat elastin
dan beberapa otot polos. Trabekula tebal, yang mengandung cabang-cabang besar
arteri dan vena splenikus (lienalis), berjalan dari simpai ke bagian dalam organ. Di
antara trabekula terdapat anyaman serat retikulin yang menunjang parenkim
limpa. Parenkim ini ada dua jenisnya:
a. Pulpa putih, jaringan limfoid khas yang membungkus dan mengikuti arteri
b. Pulpa merah, yang seringkali berupa massa yang tidak beratur, yaitu korda
pulpa (Leeson dkk., 1993).
Pulpa putih tersusun atas zona marginal dengan sel retikuler (limfosit,
makrofag) dan serabut retikuler. Pulpa merah tersusun arteriol, kapiler dan sinus
limfosit. Limpa memiliki noduli limfatik (pulpa putih). Pada individu muda, nodul
tersebut mengandung pusat-pusat germinal. Pusat germinal berwarna lebih terang
mengandung limfosit. Sel-sel utama dalam nodulus adalah limfosit B, sedangkan
limfosit T menempati pada daerah yang langsung mengitari arteri nodularis.
Limpa tidak memiliki pembuluh limfe aferen, sedangkan pembuluh eferen utama
ada dalam kapsula dan trabekula. Pembuluh tersebut menembus pulpa putih pada
jarak pendek sepanjang arteri pulpa putih berikut cabangnya. Pembuluh limfe
dalam trabekula menyalurkan limfe ke dalam pulpa putih limpa (Setiasih dkk.,
2011).
Penyebaran dan susunan pulpa putih dan pulpa merah tergantung pada
susunan vascular yang majemuk. Arteri lienalis bercabang di dalam trabekula dan
meninggalkan limpa masuk ke dalam parenkim limpa. Begitu memasuki pulpa,
tunika adventisia arteri itu diinfiltrasi oleh limfosit. Pada tempat-tempat tertentu
sepanjang pembuluh ini, selubung limfatik ini bertambah tebal membentuk
nodulus dan korpus lenalis (malphigi). Pembuluh setempat yang disebut arteri
atau arteriol sentralis, meskipun terletak eksentris dalam nodulus, memasok
kapiler ke dalam pulpa putih. Setelah beberapa kali bercabang, arteriol ini
kehilangan selubung pulpa putihnya dan memasuki pulpa merah. Di sini setiap
arteriol bercabang lagi menjadi beberapa arteriol penisili. Pembuluh kecil ini
dapat dibagi tiga:
a. Arteriol pulpa
b. Arteriol berselubung
c. Kapiler terminal
Kapiler ini mencurahkan isinya langsung ke dalam sinus-sinus venosus. Sinus
venosus, dalam retikulum pulpa, dan dari situ darah menapis kembali ke dalam
sinus venosus. Yang membentuk sistem saluran tidak teratur yang
berkesinambungan di dalam pulpa merah, dilapisi oleh sel-sel retikulum khusus
yang ditunjang serat-serat retikulin. Sinus-sinus ini kemudian mencurahkan isinya
ke dalam vena pulpa, yang dilapisi endotel, yang keluar dari pulpa dan menyatu
membentuk vena yang lebih besar yang masuk ke dalam trabekula sebagai vena
interlobular atau vena trabekularis. Seperti timus, limpa tidak memiliki pembuluh
Gambar 2.2.1 Histologis limpa. BV. Pembuluh darah; C. Kapsul; R . Pulpa merah;
T. Trabekula; W. Pulpa putih
2.2.2 Fungsi Limpa
Organ ini merupakan organ tubuh kompleks dengan banyak fungsi diantaranya
sebagai penyaring (filter) darah dan menyimpan zat besi untuk dimanfaatkan
kembali dalam sintesis hemoglobin. Peranan organ ini dalam sistem pertahanan
berkaitan dengan respon imunologi terhadap antigen yang berasal dari darah,
dimana organ ini berfungsi sebagai organ limfoid sekunder (Setiasih dkk., 2011).
Sewaktu masa janin limpa membentuk sel darah merah dan pada orang
dewasa limpa juga membentuk sel darah merah jika sum-sum tulang belakang
rusak. Limpa juga berfungsi memisahkan sel darah merah yang telah usang dari
sirkulasi. Limpa juga menghasilkan limfosit. Diperkirakan limpa juga bertugas
menghancurkan sel darah putih dan trombosit. Sebagai dari bagian sistem retikulo
endothelial, limpa juga terlibat dalam perlindungan terhadap berbagai penyakit
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2012 sampai September 2013
di Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pemeliharaan hewan uji dan pemberian perlakuan
yaitu jarum gavage dan neraca analitik. Alat yang digunakan dalam pembuatan
bahan uji yaitu blender, kertas saring, spatula, botol, erlenmeyer, dan rotavapor.
Untuk pembuatan sediaan mikroskopis digunakan jarum pentul, bak bedah,
dissecting set, sample cup, aluminium foil, oven, mikrotom, kuas, hot plate, gelas
ukur, beaker glass, botol zat, chamber, object glass, cover glass, kertas label dan
botol balsem. Alat yang digunakan untuk pengamatan yaitu mikroskop binokuler,
kamera digital, timbangan digital, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan untuk pemeliharaan hewan uji dan pemberian
perlakuan yaitu mencit betina dewasa (Mus musculus L.) strain DDW, pakan,
sekam, ekstrak andaliman 2 %, 4%, 6%, dan pelarut CMC (carboxyl metil
cellulose). Bahan yang digunakan dalam pembuatan bahan uji yaitu buah
andaliman (Zanthoxzyllum acanthopodium DC.) dan pelarut n-heksan. Bahan
yang digunakan untuk pembuatan sediaan mikroskopis yaitu larutan NaCl 0,9%,
larutan Bouin, alkohol 100%, 96%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30%, aquadest,
Potasium Permanganate, larutan Sodium bisulfite, larutan Phosphotungstic Acid,
canada balsam, kertas saring, kapas, kertas millimeter, tissue dan spritus.
3.3 Prosedur Percobaan 3.3.1 Pembuatan Bahan Uji
Buah andaliman diambil dan diseleksi kemudian diambil buahnya dan
dipilah-pilah dari tangkainya. Lalu dikeringkan di bawah sinar matahari hingga kering.
Buah yang telah kering kemudian diblender sampai halus (dalam bentuk serbuk),
kemudian dimasukkan ke dalam stoples dan disimpan pada suhu kamar.
Pembuatan ekstrak n-heksan andaliman dilakukan dengan cara maserasi,
yaitu serbuk buah andaliman dimasukkan ke dalam botol coklat, kemudian
ditambahkan n-heksan sampai terendam lalu diaduk dan dibiarkan selama 1
malam. Setelah itu, residu yang ada direndam kembali dengan n-heksan sampai
diperoleh filtrat yang jernih. Kemudian filtrat yang diperoleh dipisahkan dengan
rotavapor sehingga diperoleh ekstrak yang kental (Yulinah dkk., 2001).
Ekstrak kental yang telah di rotavapor ditempatkan di dalam beaker gelas
dan ditutup dengan alumunium foil lalu disimpan dalam freezer untuk mencegah
kerusakan ekstrak. Ekstrak andaliman tidak larut dalam air, maka untuk mendapat
campuran yang homogen digunakan suatu pelarut yaitu karboksilmetil selulosa
(CMC) dengan konsentrasi 1% (1 g CMC dalam 100 ml akuades) sehingga
dihasilkan ekstrak yang diinginkan. Dari ekstrak tersebut dibuat larutan dengan
tiga tingkat dosis yang berbeda yaitu dosis 2% dilarutkan dalam 1% CMC, 4%
dilarutkan dalam 1% CMC, dan 6% dilarutkan dalam 1% CMC.
3.3.2 Pemberian Perlakuan
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit betina (Mus musculus L.) strain
DDW yang kemudian diternakkan dan dipelihara di kandang hewan, Departemen
(Smith, 1988). Pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari secara
ad-libitum (Sabri dkk., 2006). Bila mencit betina sudah berumur ± 12 minggu dengan
kisaran berat badan ± 25-35 g, mencit tersebut telah siap dikawinkan (Smith,
1988).
Disediakan satu ekor mencit (Mus musculus L.) jantan dan pada sore hari
ditempatkan dalam kandang yang berisi tiga ekor mencit betina yang sedang
estrus. Bila keesokan paginya ditemukan sumbat vagina maka dinyatakan telah
terjadi kopulasi atau terjadinya perkawinan antara mencit jantan dan betina
tersebut dan dinyatakan sebagai hari ke nol kehamilan (Taylor, 1986). Pemberian
bahan uji dilakukan pada mencit betina yang sedang hamil dengan menggunakan
jarum gavage (Hrapkiewicz & Medina, 2007). Mencit kontrol blank, mencit
betina yang telah hamil dipelihara hingga kebuntingan ke 18 hari, sedangkan
mencit dengan perlakuan kontrol CMC, ekstrak n-heksan 2%, 4%, dan 6% diberi
perlakuan secara oral dengan pencekokan satu kali sehari mulai dari kebuntingan
ke nol hingga kebuntingan ke sepuluh hari. Volume pemberian ekstrak sebanyak
0,01 ml/g BB/hari (Sabri dkk., 2006). Kemudian mencit dibunuh dengan cara
dislokasi leher pada saat mencapai 18 hari kebuntingan. Selanjutnya mencit
dibedah, diambil organ limpa dan dicuci dalam larutan fisiologis (NaCl 0,9%) lalu
ditimbang dan dimasukkan ke dalam larutan Bouin.
3.3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri
dari 3 perlakuan dengan konsentrasi yang berbeda dan 2 kontrol. Baik kontrol
maupun perlakuan masing-masing terdiri dari enam ulangan sehingga mencit yang
digunakan berjumlah 6 x 5 = 30 ekor.
Jumlah ulangan untuk tiap kelompok ditentukan dengan menggunakan
rumus Federer yaitu: (t - 1) (n - 1) ≥ 15, dimana:
t = jumlah perlakuan
n = jumlah ulangan
Tabel 3.3.3 Rancangan Penelitian
Perlakuan Bahan yang diberikan Waktu Pemberian
CMC Ekstrak Andaliman
KB - - -
KP 1% - 0-10 hari kebuntingan
P1 - 2% 0-10 hari kebuntingan
P2 - 4% 0-10 hari kebuntingan
P3 - 6% 0-10 hari kebuntingan
Keterangan : KB: kontrol blank, KP: kontrol pelarut CMC, P1: perlakuan pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman 2%, P2 : perlakuan pemberian ekstrak n-heksan buah
andaliman 4%, P3: perlakuan pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman 6%.
3.3.4 Pembuatan Preparat Histologis Limpa Metode Parafin
Pembuatan preparat limpa dilakukan dengan metode parafin dan
pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori (Suntoro, 1983). Mencit (Mus
musculus L.) didislokasi dan dibedah, diambil organ limpa, ditimbang dan dicuci
dengan larutan NaCl 0,9% kemudian difiksasi selama seminggu dengan larutan
Bouin. Setelah difiksasi, limpa dicuci dengan alkohol 70% dengan cara dishaker
sampai benar-benar jernih dan direndam dengan alkohol 70 % selama 1 malam.
Kemudian dilakuan dehidrasi dengan merendam organ limpa dan dishaker
dengan menggunakan alkohol bertingkat, yaitu dari alkohol 70%, 80%, 96% dan
100% (absolut) selama 1 jam pada masing-masing konsentrasi. Setelah itu organ
limpa direndam di dalam xylol selama 1 malam. Organ limpa yang telah direndam
diambil dan direndam dalam xylol lagi selama 1 jam pada suhu kamar, lalu
dipindahkan lagi ke dalam xylol yang baru selama 1 jam. Setelah itu organ limpa
direndam ke dalam parafin murni I, II dan III masing-masing selama 1 jam.
Setelah melewati tahap tersebut barulah memasuki tahap embedding atau
penanaman organ ke dalam parafin. Parafin baru yang telah cair dituang ke dalam
kotak yang telah disediakan, kemudian limpa ditanam dalam kotak yang telah
berisi parafin dan diatur posisinya dan diberi label. Dibiarkan sampai dingin
sehingga membentuk blok parafin. Kemudian blok tersebut dirapikan dan
dilakukan penempelan blok-blok parafin pada holder yang terbuat dari kayu
berukuran 3x3x3 cm yang berbentuk balok. Setelah itu dilakukan pemotongan
mikrotom sehingga membentuk pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6 µm.
Kemudian dilakukan penempelan, yaitu dengan mengambil beberapa pita parafin,
kemudian diletakkan pada object glass, dan dicelupkan pada air dingin dan
kemudian air hangat. Lalu diletakkan di atas hotplate beberapa detik untuk
melekatkan pita parafin pada object glass dan membersihkan sebagian parafin
yang melekat pada organ. Kemudian object glass dicelupkan pada xylol sampai
parafin habis kira-kira selama 5 menit. Lalu ke dalam alkohol bertingkat dengan
konsentrasi menurun, yaitu dari alkohol absolut, 96%, 80%, 70%, 60%, 50%,
40%, 30% kemudian ke dalam aquadest. Dimana masing-masing konsentrasi
dicelupkan ± 3-5 detik.
Pewarnaan, dilakukan dengan cara memasukkan objek ke dalam larutan
potassium permanganate selama 4 menit. Lalu dimasukkan ke dalam larutan
bisulfate sampai irisan jaringan tidak bewarna. Kemudian dicuci di air mengalir
selama 2 menit. Lalu objek dimasukkan ke dalam chromium hematoxylin sampai
granula terpulas (dilihat dengan mikroskop) dan dicuci dengan air mengalir
hingga berwarna biru muda. Kemudian objek dimasukkan ke dalam pewarna
phloxine b selama 5 menit. Lalu dicelup ke dalam aquades dan dimasukkan ke
dalam PTA (Phosphotungstic Acid) selama 2 menit. Lalu dicuci kembali dengan
air mengalir selama 5 menit. Difrensiasi dengan alkohol 95% sampai warna
terlihat kontras. Kemudian dehidrasi di dalam alkohol absolute dan dijernihkan di
dalam xylol. Kemudian dilakukan Mounting dengan menutup preparat dengan
canada balsam. Diusahakan supaya tidak terdapat gelembung udara. Diberi label
lalu diamati di bawah mikroskop.
3.4 Parameter Pengamatan
3.4.1 Pengamatan Morfologi Limpa
Organ limpa yang diamati meliputi warna, permukaan dan berat organ
limpa. Pengukuran berat limpa dilakukan dengan cara mencit percobaan
didislokasi lehernya, dibedah, diambil organ limpa lalu ditimbang menggunakan
3.4.2 Pengamatan Histologis Limpa
Pengamatan histologis dilakukan dengan cara mengamati lima lapang
pandang secara acak dengan perbesaran 100x (Chohan et al., 2011). Objek yang
diamati adalah sel raksasa baik jumlah selnya dan ukuran dari sel raksasa. Sel
raksasa merupakan makrofag yang bersatu dan membentuk sel besar yang
memiliki banyak nukleus sebagai bentuk proteksi terhadap benda asing yang
masuk (Effendi, 2003).
3.5 Analisis Statistik
Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan
disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang
didapatkan, diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel
independen) dengan bantuan program statistik komputer yakni program SPSS
release 15. Urutan uji untuk berat limpa diawali dengan uji normalitas dan uji
homogenitas. Apabila hasil uji menunjukkan p<0,05 maka data tersebut
ditransformasi dan dilanjutkan dengan uji non parametrik. Untuk melihat
perbedaan dari 2 perlakuan dilanjutkan uji Mann-Whitney. Apabila hasil uji
normalitas dan uji homogenitas menunjukkan p>0,05 maka dilanjutkan uji sidik
ragam (ANOVA) satu arah untuk data dengan pengamatan berulang (lebih dari 2
kali) atau lebih dari 2 perlakuan. Jika berbeda nyata (p<0,05) maka dilanjutkan
dengan uji analisis Post Hoc-Bonferroni taraf 5%. Sebagai sumber keragaman
dari uji sidik ragam (ANOVA) yaitu perbedaan pengamatan berat limpa
berdasarkan perbedaan konsentrasi perlakuan yang diberikan. Kemudian data skor
tingkat kerusakan limpa dianalisis dengan non-parametrik Kruskal Wallis
(membedakan >2 perlakuan) dan uji Mann-Whitney (membedakan 2 perlakuan)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Berat Organ Limpa
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, yaitu pemberian ekstrak n-heksan
buah andaliman terhadap berat organ limpa mencit betina hamil diketahui berat
rata-rata organ limpa kontrol blank adalah 0,23 g dan kontrol pelarut adalah 0,24
g. Sedangkan berat organ limpa kelompok perlakuan pemberian ekstrak n-heksan
buah andaliman 2% cenderung menurun menjadi 0,21 g, akan tetapi terjadi
peningkatan terhadap berat organ limpa konsentrasi 4% menjadi 0,27 g dan
konsentrasi 6% menjadi 0,28 g. Hasil pengamatan terhadap berat organ limpa
dapat dilihat pada Gambar 4.1.1
Gambar 4.1 Pengaruh Ekstrak Andaliman Terhadap Berat Organ Limpa. KB = Kontrol Blank (mencit tidak diberi perlakuan); KP = Kontrol Pelarut (CMC 1%); P1, P2 dan P3= Perlakuan dengan konsentrasi ekstrak n-heksan buah andaliman 2%, 4%, dan 6%; satuan dalam gram (g).
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa rata-rata berat organ limpa mencit
yang diberi perlakuan mengalami peningkatan kecuali pada pemberian perlakuan
ekstrak n-heksan buah andaliman dengan konsentrasi 2%. Limpa merupakan
organ yang membentuk antibodi apabila ada zat asing yang masuk ke dalam
tubuh. Aktivitas ini dapat membuat organ limpa mengecil dan membesar akibat
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35
KB KP P1 P2 P3
B er a t Li m p a ( g ) Perlakuan
a a
a a
[image:31.595.139.488.414.569.2]dari paparan benda asing. Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan pemberian
ekstrak n-heksan buah andaliman mempengaruhi berat organ limpa mencit.
Kemungkinan karena adanya kandungan minyak atsiri yang terdapat di dalam
buah andaliman mempengaruhi organ limpa sehingga limpa menghasilkan
kompleks imun yang berlebihan yang mempengaruhi berat organ limpa tersebut.
Kandungan minyak atsiri yang dibawa oleh eritrosit menuju limpa disaring oleh
limpa dan terdeposit di dalamnya. Terdepositnya eritrosit tentu mempengaruhi
berat dari limpa tersebut. Dapat diambil kesimpulan bahwa kandungan dari
ekstrak n-heksan buah andaliman berpengaruh terhadap berat organ limpa mus
musculus L. akan tetapi, berat awal induk tentu juga dapat mempengaruhi berat
organ limpa. Kemungkinan hal inilah yang menyebabkan organ limpa kelompok
kontrol blank yang tidak diberi perlakuan apapun memiliki bobot yang lebih berat
daripada organ limpa perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman 2%.
Menurut Darlina dkk. (2012), berat limpa meningkat dan ukuran yang
membesar disebabkan oleh pembentukan kompleks imun sebagai akibat dari
produksi IgM yang berlebihan serta terdepositnya eritrosit dalam limpa. Hal ini
bertolak belakang dengan penelitian yang telah dilakukan Iskandar dkk. (2006)
bahwa, organ limpa mencit yang terinfeksi memiliki bobot yang lebih ringan
dibandingkan dengan organ limpa mencit normal.
Walaupun rata-rata berat organ limpa mencit mengalami peningkatan,
hasil uji analisis statistik terhadap berat organ limpa mencit menunjukkan bahwa
kelompok pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman tidak berbeda nyata
(P>0,05) dengan kontrol baik itu kontrol blank maupun kontrol pelarut.
4.2 Warna Organ Limpa Mencit ( Mus musculus L.)
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi limpa, semakin tinggi konsentrasi
ekstrak n-heksan buah andaliman yang diberikan maka semakin banyak pula
ditemukan perubahan warna limpa di setiap ulangan. Organ limpa mencit kontrol
limpa abnormal mencit yang diberi perlakuan berwarna merah kehitaman.
[image:33.595.108.515.158.291.2]Persentase perubahan warna limpa mencit dapat dilihat pada Tabel 4.2.1 berikut.
Tabel 4.2.1 Persentase perubahan warna limpa
Perlakuan Persentase jumlah organ limpa berwarna normal dan abnormal (%)
Normal Abnormal
KB 100 -
KP 83,3 16,6
P1 66,6 33,3
P2 50 50
P3 16,6 83,3
Keterangan: Normal (berwarna merah kecoklatan), Abnormal (berwarna merah kehitaman).
Perubahan warna yang terjadi pada organ limpa mencit yang diberi
perlakuan diduga disebabkan oleh kandungan minyak atsiri yang terkandung di
dalam ekstrak n-heksan buah andaliman tersebut. Senyawa yang dikandung buah
andaliman tersebut dibawa bersama eritrosit menuju limpa dan disaring oleh
organ limpa sehingga menyebabkan penumpukan eritrosit dan menyebabkan
organ limpa berwarna lebih gelap. Selain itu, perbedaan konsentrasi ekstrak yang
diberikan juga dapat berpengaruh terhadap kondisi morfologi limpa mencit.
Adapun perubahan warna organ limpa dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.2.1 Morfologi limpa mencit. A. Limpa normal berwarna merah kecoklatan; B. Limpa mencit yang diberi perlakuan berwarna merah kehitaman.
[image:33.595.119.509.511.669.2]Menurut Darlina dkk. (2012), terdepositnya pigmen dan eritrosit dalam
limpa juga dapat menyebabkan perubahan warna organ limpa menjadi lebih gelap.
Menurut Miftakhurrohmah dan Sinta (2009), komponen minyak dari buah
andaliman yang dikering anginkan mengandung banyak senyawa alkaloid dan
terpenoid dengan komposisi terbanyak adalah geranil asetat sebanyak 33,44%.
Menurut Iskandar dkk. (2006), organ limpa mencit yang terinfeksi memiliki warna
yang berbeda dibandingkan organ limpa mencit normal karena organ limpa yang
terinfeksi zat asing terdapat banyak sel-sel limfosit yang rusak dan mengalami
degenerasi, sedangkan menurut Astusti dkk. (2006), jika intensitas paparan suatu
zat terhadap suatu organ ditingkatkan maka akan menimbulkan perubahan
morfologi dan fungsi, perubahan tersebut umumnya bersifat reversible.
4.3 Jumlah Giant cell Organ Limpa Mencit
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa rata-rata jumlah
giant cell pada organ limpa kontrol blank adalah 3,43 sel/0,9 mm2 , kontrol pelarut
adalah 3,10 sel/0,9 mm2 dan organ limpa dengan perlakuan pemberian ekstrak
n-heksan buah andaliman konsentrasi 2% adalah 4,13 sel/0,9 mm2, konsentrasi 4%
adalah 4,57 sel/0,9 mm2 dan konsentrasi 6% adalah 5,67 sel/0,9 mm2. Hasil analisis
statistik terhadap jumlah giant cell organ limpa menunjukkan bahwa perlakuan
dengan konsentrasi tertinggi yaitu 6% berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol blank
dan kontrol pelarut, akan tetapi berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan
ekstrak n-heksan buah andaliman konsentrasi 2% dan 4%. Adapun hasil
pengamatan terhadap jumlah giant cell pada limpa dapat dilihat pada Gambar 4.3.1
Gambar 4.3.1 Jumlah giant cell pada organ limpa setelah diberi ekstrak N-heksan buah andaliman pada konsentrasi yang berbeda. KB= Kontrol Blank (mencit tidak diberi perlakuan); KP = Kontrol Pelarut (CMC 1%); P1, P2 dan P3= Perlakuan dengan konsentrasi ekstrak n-heksan buah andaliman 2%, 4%, dan 6%; huruf yang berbeda pada perlakuan berbeda menunjukkan berbeda nyata. Satuan /0,9 mm2.
Hasil pengamatan strukstur histologis limpa menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi ekstrak n-heksan buah andaliman yang diberikan maka semakin
tinggi pula jumlah giant cell yang ditemukan. Jumlah giant cell yang paling tinggi
terdapat pada organ limpa pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman dengan
konsentrasi paling tinggi yaitu 6%. Jumlah giant cell yang paling sedikit terdapat
pada organ limpa kontrol pelarut CMC 1%. Disimpulkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi ekstrak n-heksan buah andaliman yang diberikan maka semakin
mempengaruhi struktur histologis limpa dengan ditandai semakin banyak
ditemukan giant cell. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh kandungan senyawa
alkaloid dan terpenoid yang terdapat dalam minyak atsiri buah andaliman yang
memacu sel-sel pada limpa untuk menghasilkan sel imunitas. Kandungan minyak
atsiri buah andaliman didistribusikan keseluruh tubuh oleh eritrosit. Eritrosit yang
membawa zat asing ini masuk ke dalam limpa dan disaring oleh limpa. Kandungan
minyak atsiri yang terdeposit di dalam limpa ini dianggap sebagai partikel asing
dan diserang oleh sel-sel yang berasal dari limpa sebagai sistem pertahanan tubuh.
Salah satu sel imunitas yang terdapat di limpa adalah makrofag, dimana makrofag
tersebut akan bergabung dengan makrofag lainnya sebagai bentuk proteksi terhadap
zat asing yang masuk. Histologis limpa mencit dapat dilihat pada Gambar 4.3.2
berikut. 0 1 2 3 4 5 6 7
KB KP P1 P2 P3
ju m la h g ia n t cell perlakuan a a
ab ab
Gambar 4.3.2 Gambaran histologis limpa Mus musculus L. A. Kontrol blank. B. Kontrol pelarut. C. Pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman 2% . D. Pemberian ekstrak heksan buah andaliman 4%. E. Pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman 6%. (a) giant cell. Pewarnaan Hematoxylin Chrome- Phloxine b. Perbesaran 100x.
Menurut Effendi (2003), makrofag terutama berasal dari sel prekursor dari
sum-sum tulang, dari promonosit yang akan membelah menghasilkan monosit yang
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
a
A
B
C
D
E
[image:36.595.114.511.83.633.2]
beredar dalam darah. Pada tahap kedua monosit bermigrasi ke dalam jaringan ikat
tempat mereka menjadi matang dan inilah yang disebut makrofag. Di dalam
jaringan makrofag dapat berproliferasi secara lokal menghasilkan sel sejenis lebih
banyak.Menurut Farida (2005), makrofag alveoli yang berasal dari sumsum tulang
dalam pembentukannya akan melalui beberapa stadium yang dimulai dari
monoblast, promonosit dan akhirnya membentuk monosit. Monosit akan memasuki
sirkulasi darah dan setelah mencapai kapiler alveoli sebagian akan bermigrasi ke
dalam rongga alveoli dan selanjutnya berfungsi sebagai makrofag alveoli yang akan
memulai respon imun. Menurut Effendi (2003), makrofag menelan sisa-sisa sel, zat
inter sel berubah, mikro organisme dan partikel yang memasuki tubuh. Jika
makrofag menjumpai benda yang berukuran besar, makrofag-makrofag bersatu
untuk membentuk sel besar dengan 100 nukleus atau lebih yang disebut dengan sel
raksasa. Sel-sel yang dirangsang dapat melebur menjadi sel datia (sel raksasa)
multinukleus, jenis-jenis sel yang ditemukan dalam keadaan patologis.
4.4 Diameter Giant Cell Organ Limpa Mencit
Hasil pengamatan terhadap diameter giant cell limpa pada mencit betina hamil
yang diberi perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman menunjukkan bahwa
diameter giant cell histologis limpa kontrol blank yaitu 8,92 µ, kontrol pelarut 9,76
µ sedangkan perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman konsentrasi 2% yaitu 9,12
µ, konsentrasi 4% yaitu 9,36 µ dan konsentrasi 6% yaitu 9,69 µ. Limpa dengan
pemberian perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman dengan konsentrasi yang
berbeda menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan semakin
besar pula diameter giant cell yang ditemukan. Kemungkinan hal ini disebabkan
oleh berkumpulnya makrofag sebagai bentuk proteksi terhadap zat asing yang
masuk. Kandungan minyak atsiri buah andaliman yang terdistribusi ke dalam limpa
dan terdeposit di dalamnya dianggap sebagai zat asing oleh tubuh. Semakin banyak
zat asing yang masuk maka semakin banyak pula makrofag yang bergabung
pengamatan terhadap diameter giant cell pada limpa dapat dilihat pada Gambar 4.4
berikut
Gambar 4.4 Diameter giant cell (µ) tanpa perlakuan, perlakuan dengan pelarut dan setelah diberi ekstrak N-heksan buah andaliman pada konsentrasi yang berbeda. KB = Kontrol Blank (mencit tidak diberi perlakuan); KP = Kontrol Pelarut (CMC 1%); P1, P2 dan P3= Perlakuan dengan konsentrasi ekstrak N-heksan buah andaliman 2%, 4%, dan 6%; satuan dalam mikron (µ).
Menurut Sinambela (2012), monosit berfungsi sebagai makrofag atau
fagositosis jaringan. Sel monosit pada jaringan perifer merupakan prekusor
makrofag bebas. Makrofag ini merupakan sel-sel yang sangat aktif. Makrofag
biasanya datang segera setelah terjadi perlukaan dan bersatu membentuk sel raksasa
(Giant cell). Sel monosit juga dapat melepaskan bahan yang menarik fibroblas
untuk membentuk jaringan parut dan melepas faktor kemotaktik yang menarik
sel-sel fagositik lainnya. Most et al. ( 1997) melaporkan bahwa monosit bermigrasi di
lokasi peradangan menyatu dengan makrofag untuk membentuk sel-sel raksasa
berinti banyak. Menurut Sloane (1995), makrofag dan prekursornya (monosit)
berdifusi untuk membentuk sel raksasa asing pada tubuh, yaitu sel multinukleus
yang berfungsi sebagai barrier diantara massa benda asing yang besar dan jaringan
tubuh. Sel seperti ini banyak ditemukan, contohnya pada penderita tuberkulosis.
Walaupun pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman mempengaruhi
diameter giant cell, hasil uji analisis statistik terhadap diameter giant cell limpa
menunjukkan bahwa mencit perlakuan pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman
tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol baik itu kontrol blank maupun kontrol
pelarut. 8,5 9,5 10,5 11,5 12,5 13,5 14,5
KB KP P1 P2 P3
D ia m eter s el r a k sa sa Perlakuan a a
a a
[image:38.595.125.502.121.279.2]BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. Pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman tidak mempengaruhi berat
organ limpa mencit dan ukuran diameter giant cell.
b. Pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman mempengaruhi warna organ
limpa mencit dimana, semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka
semakin banyak terdapat organ limpa yang mengalami perubahan warna
dari merah kecoklatan menjadi merah kehitaman.
c. Pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman merusak histologis limpa
mencit terutama pada perlakuan konsentrasi yang paling tinggi (6%). Hal ini
ditandai dengan banyaknya jumlah giant cell yang ditemukan akibat respon
tubuh yang menanggapi andaliman sebagai bahan asing.
5.2 Saran
a. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai pengaruh
Zanthoxylum acanthopodium terhadap gambaran histologis limpa mencit
dengan objek pengamatan yang lebih bervariasi.
b. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut tentang kandungan
Zanthoxylum acanthopodium yang dapat mempengaruhi gambaran
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, U.N.W., Dewi, R., Siska, H. dan Susilo, H.S. 2006. Pemanfaatan Mindi (Melia azedarach L.) Sebagai Anti Parasit Trypanosoma evansi Dan Dampaknya Terhadap struktur Jaringan Hepar Dan Ginjal Mencit. Prosiding Seminar. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. Hlm. 293.
Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia. Katalog BPS. Hlm.11,26.
Chairul, Harapini, M. dan Daryati, Y. 1996. Pengaruh Ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L.) Terhadap Kehamilan Mencit Putih (Mus musculus L.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Bandung: Universitas Padjajaran, Bandung dan Laboratorium Treub Puslitbang Biologi LIPI Bogor. 3(2): 8-9.
Chohan, M. S., Zehra, U., Burki, W., Khilji, S., Tahir, M. and Jafari, F. H. 2011. Paraquat Induced Toxicity in Spleen of Albino Mice. Ann. Pak. Inst. Med. Sci.7(1): 6-9.
Connor, E. 2010. Best of Histol
Darlina. Kisnanto, T. dan Fauzan, A. 2012. Respons Hematopoitik Mencit yang Diinfeksi dengan Plasmodium berghei Stadium Eritrositik Iradiasi Gamma. Jurnal Batan. 3(2): 92.
Efendi, Z. 2003. Daya Fagositosis Makrofag Pada Jaringan Longgar Tubuh. Universitas Sumatera Utara. USU Digital Library. hal. 3.
Farida, J. 2005. Studi Perbandingan Aktivitas Fagositosis Makrofag terhadap Mycobacterium Tuberculosis Sensitif dan Resisten Isoniazid. Jurnal Logika. 2(2): 47.
Hasairin. A. 1994. Etnobotani Rempah dan Makanan Adat Masyarakat Batak Angkola dan Mandailing. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Hrapkiewicz, K. and Medina, L. 2007. Laboratory Animal. USA: Blackwell Publishing. Page. 46, 51.
Iskandar, T., Subekti, D.T. dan Diani, E.F. 2006. Gambaran Splenosit, Limpa dan Kekebalan Pada Mencit Galur BALB/C yang Diberi Alantoin dan Diinfeksi
Toxoplasma gondii. Prosiding Jurnal Nasional Teknologi Peternakan dan
Junqueira. 2012. Histologi Dasar. Jakarta; Penerbit EGC. Hlm.155.
Khairinal, 2012. Efek Kurkumin Terhadap Proliferasi Sel Limfosit dari Limpa Mencit C3H Bertumor Payudara Secara In Vitro. [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia. Hlm. 28-29.
Leeson, C.R., Leeson, T.S. dan Paparo, A.A. 1993. Atlas Histologi. Binarupa Aksara. Jakarta. Hlm. 124.
Mangkudidjojo, M., M. Sirait dan M. Siahaan. 1996. Telaah buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.). Prosiding Simposium Nasional Tumbuhan Obat dan Aromatik APINMAP. Puslitbang Biologi. Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Masyhuda, I. 2011. Referat Irma Ruptur Lien. 61137232/Referat-irma-ruptur-lien. [28 february 2014].
Miftakhurohmah dan Suhirman, S. 2009. Potensi Andaliman Sebagai Sumber Antioksidan Dan Antimikroba Alami. Warta Penelitian Dan Pengembangan Industri. 15(2): 9.
Most, J., Spotl ,L., Mayr ,G., Gasser ,A., Sarti ,A. and Dierich, MP. 1997. Formation of Multinucleated Giant Cells in Vitro is Dependent on The Stage of Monocyte to Macrophage Maturation Blood. The Journal of Immunology. 89: 662-671.
Pearce, E. 1979. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta; Gramedia. Hlm. 165-166.
Sabri, E. 2005. Uji Efek Antifertilitas Ekstrak Air Akar Sidaguri ( Sida rhombifolia Linn ) Terhadap Mencit Betina. Jurnal Komunikasi Penelitian. 17(2): 9.
Sabri, E., Deny, S. dan Gunawan, E. U. 2006. Efek Pemberian Monosodium Glutamat (MSG) Terhadap Perkembangan Embrio Mencit (Mus musculus L.). Jurnal Biologi Sumatera. 1(1): 8-14.
Sabri, E. 2007. Efek Perlakuan Ekstrak Andaliman (Zanthoxyllum acanthopodium) Pada Tahap Praimplantasi Terhadap Fertilitas Dan Perkembangan Embrio Mencit (Musmusculus). Jurnal Biologi Sumatera. 2(2): 28.
Setiasih, N., Suwiti, N. dan Putu, S. 2011. Studi Histologi Limpa Sapi Bali. Buletin Veteriner Udayana. 3(1): 9-15.
Siregar, B.L. 2003. Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Di Sumatera Utara: Deskripsi dan Perkecambahan. Hayati. 10(1): 38.
Sloane, E. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC. hal. 253.
Soedarmadji, Murdaningsih, A. dan Kesumawati, D. 2004. Ekstrak Biji Andaliman Sebagai Antioksidan Alami Pada Minyak Kedelai. Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. Hlm. 1.
Suntoro, S.H. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta: Bhrarata Karya Aksara. Hlm. 11, 48-72.
Suryanto, E., Wehantouw, F. dan Raharjo, S. 2008. Akibat Penstabilan Senyawa Oksigen Reaktif Dari Beberapa Herbal. Jurnal Obat Bahan Alam. 7(1): 65.
Suryanto, E., Raharjo, S., Sastrohamidjojo, H. dan Tranggono. 2005. Aktivitas Antioksidan dan Stabilitas Ekstrak Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Terhadap Panas, Cahaya Fluoresen dan Ultraviolet. Agritech. 25(2): 63.
Taylor, P. 1986. Practical Teratology. London: Harcourt Brace Jovanovich Publisher. Academic Press. Hlm. 8.
Tensiska, Wijaya C.H. dan Andarwulan, N. 2003. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) Dalam Beberapa Senyawa Sistem Pangan Dan Kestabilan Aktivitasnya Terhadap Kondisi Suhu dan pH. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 14(1): 29.
Whitmore, T.C. 1972. Tree Flora Of Malaya. Volume 1. Malaysia: Longman. Hlm. 386.
Widodo, F.Y. 2011. Efek Pemakaian Pil Kontrasepsi Kombinasi Terhadap Kadar Glukosa Darah. Jurnal Obstetrics dan Ginekologi. 1(2): 5.
Wijaya, C.H. 2000. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Trigeminal Aktif Buah Andaliman (Zanthohylum acanthopodium DC.). Hayati. 7(3): 91-92.
Wikipedia. 2013. Andaliman. http://en.wikipedia.org/wiki/Zanthoxylum_acantho -podium. [ 28 february 2014].
Winarno, M. W dan Sundari, D. 2003. Gambaran Histologi Kelenjar Limpa Akibat Pemberian Infus Daging Buah Pare (Momordica charantia L.) pada Tikus Putih. Cermin Dunia Kedokteran. (140): 15.
LAMPIRAN
1. Data Analisis Statistik 1.1 Berat Limpa
Perlakuan U1 U2 U3 U4 U5 U6
Rata-Rata
SD
KB 0.53 0.17 0.18 0.2 0.18 0.13 0.23 0.15
KP 0.31 0.27 0.27 0.27 0.11 0.23 0.24 0.07
P1 0.23 0.21 0.12 0.2 0.24 0.23 0.21 0.04
P2 0.2 0.57 0.14 0.3 0.2 0.19 0.27 0.16
P3 0.28 0.36 0.2 0.37 0.2 0.26 0.28 0.07
Tests of Normality
Perlaku
an
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistik df Sig. Statistik df Sig.
Berat_Limfa KB .418 6 .002 .644 6 .002
KP .315 6 .064 .797 6 .055
P1 .288 6 .130 .782 6 .041
P2 .331 6 .039 .762 6 .026
P3 .197 6 .200* .879 6 .264
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistik df1 df2 Sig.
Berat_Limfa Based on Mean 1.506 4 25 .231
Based on Median .394 4 25 .811
Based on Median and with
adjusted df .394 4 13.317 .809
Transform Pertama (natural log)
Tests of Normality
Perlaku
an
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistik df Sig. Statistik df Sig.
Berat_Limfa KB .418 6 .002 .644 6 .002
KP .315 6 .064 .797 6 .055
P1 .288 6 .130 .782 6 .041
P2 .331 6 .039 .762 6 .026
P3 .197 6 .200* .879 6 .264
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistik df1 df2 Sig.
Berat_Limfa Based on Mean .600 4 25 .666
Based on Median .204 4 25 .934
Based on Median and with
adjusted df .204 4 18.619 .933
Based on trimmed mean .513 4 25 .727
Transform Kedua (reciprocal)
Tests of Normality
Perlaku
an
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistik df Sig. Statistik df Sig.
Berat_Limfa KB .418 6 .002 .644 6 .002
KP .315 6 .064 .797 6 .055
P1 .288 6 .130 .782 6 .041
P2 .331 6 .039 .762 6 .026
P3 .197 6 .200* .879 6 .264
a. Lilliefors Significance Correction
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistik df1 df2 Sig.
Berat_Limfa Based on Mean .323 4 25 .860
Based on Median .086 4 25 .986
Based on Median and with
adjusted df .086 4 17.959 .986
Based on trimmed mean .250 4 25 .907
Transform Ketiga (square root)
Tests of Normality
Perlaku
an
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistik df Sig. Statistik df Sig.
Berat_Limfa KB .418 6 .002 .644 6 .002
KP .315 6 .064 .797 6 .055
P1 .288 6 .130 .782 6 .041
P2 .331 6 .039 .762 6 .026
P3 .197 6 .200* .879 6 .264
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistik df1 df2 Sig.
Berat_Limfa Based on Mean 1.035 4 25 .409
Based on Median .303 4 25 .873
Based on Median and with
adjusted df .303 4 15.714 .871
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Perlaku
an N Mean Rank
Berat_Limfa KB 6 10.25
KP 6 18.33
P1 6 13.58
P2 6 15.00
P3 6 20.33
Total 30
Test Statistiksa,b
Berat_Limfa
Chi-Square 4.916
df 4
Asymp. Sig. .296
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlaku
an N Mean Rank Sum of Ranks
Berat_Limfa KB 6 5.33 32.00
KP 6 7.67 46.00
Test Statistiksb
Berat_Limfa
Mann-Whitney U 11.000
Wilcoxon W 32.000
Z -1.131
Asymp. Sig. (2-tailed) .258
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlaku
an N Mean Rank Sum of Ranks
Berat_Limfa KB 6 5.42 32.50
P1 6 7.58 45.50
Total 12
Test Statistiksb
Berat_Limfa
Mann-Whitney U 11.500
Wilcoxon W 32.500
Z -1.046
Asymp. Sig. (2-tailed) .295
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310a
a. Not corrected for ties.
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlaku
an N Mean Rank Sum of Ranks
Berat_Limfa KB 6 5.33 32.00
P2 6 7.67 46.00
Total 12
Test Statistiksb
Berat_Limfa
Mann-Whitney U 11.000
Wilcoxon W 32.000
Z -1.131
Asymp. Sig. (2-tailed) .258
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlaku
an N Mean Rank Sum of Ranks
Berat_Limfa KB 6 4.67 28.00
P3 6 8.33 50.00
Total 12
Test Statistiksb
Berat_Limfa
Mann-Whitney U 7.000
Wilcoxon W 28.000
Z -1.777
Asymp. Sig. (2-tailed) .076
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .093a
Test Statistiksb
Berat_Limfa
Mann-Whitney U 7.000
Wilcoxon W 28.000
Z -1.777
Asymp. Sig. (2-tailed) .076
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .093a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlaku
an N Mean Rank Sum of Ranks
Berat_Limfa KP 6 8.17 49.00
P1 6 4.83 29.00
Total 12
Test Statistiksb
Berat_Limfa
Mann-Whitney U 8.000
Wilcoxon W 29.000
Z -1.624
Asymp. Sig. (2-tailed) .104
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .132a
a. Not corrected for ties.
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlaku
an N Mean Rank Sum of Ranks
Berat_Limfa KP 6 7.00 42.00
P2 6 6.00 36.00
Total 12
Test Statistiksb
Berat_Limfa
Mann-Whitney U 15.000
Wilcoxon W 36.000
Z -.485
Asymp. Sig. (2-tailed) .628
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .699a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlaku
an N Mean Rank Sum of Ranks
Berat_Limfa KP 6 6.00 36.00
P3 6 7.00 42.00
Total 12
Test Statistiksb
Berat_Limfa
Mann-Whitney U 15.000
Wilcoxon W 36.000
Z -.485
Asymp. Sig. (2-tailed) .628
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .699a
Test Statistiksb
Berat_Limfa
Mann-Whitney U 15.000
Wilcoxon W 36.000
Z -.485
Asymp. Sig. (2-tailed) .628
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .699a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlaku
an N Mean Rank Sum of Ranks
Berat_Limfa P1 6 6.67 40.00
P2 6 6.33 38.00
Total 12
Test Statistiksb
Berat_Limfa
Mann-Whitney U 17.000
Wilcoxon W 38.000
Z -.162
Asymp. Sig. (2-tailed) .872
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .937a
a. Not corrected for ties.
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlaku
an N Mean Rank Sum of Ranks
Berat_Limfa P1 6 5.00 30.00
P3 6 8.00 48.00
Total 12
Test Statistiksb
Berat_Limfa
Mann-Whitney U 9.000
Wilcoxon W 30.000
Z -1.454
Asymp. Sig. (2-tailed) .146
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .180a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Perlakuan
Mann-Whitney Test
Ranks
Perlaku
<