GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (
Mus musculus
L.)
STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN
BUAH ANDALIMAN (
Zanthoxylum acanthopodium
DC.) SELAMA
MASA PRA IMPLANTASI DAN PASCA IMPLANTASI
SKRIPSI
EKA PRASETIAWAN
080805006
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (
Mus musculus
L.)
STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN
BUAH ANDALIMAN (
Zanthoxylum acanthopodium
DC.) SELAMA
MASA PRA IMPLANTASI DAN PASCA IMPLANTASI
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
EKA PRASETIAWAN
080805006
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus
musculus L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) SELAMA MASA PRA IMPLANTASI DAN PASCA IMPLANTASI
Kategori : SKRIPSI
Nama : EKA PRASETIAWAN
Nomor Induk Mahasiswa
: 080805006
Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI
Departemen : BIOLOGI
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, Januari 2013
Komisi Pembimbing :
Pembimbing II Pembimbing I
Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed Dra. Emita Sabri, M.Si NIP. 19660209 199203 1 003 NIP. 19560712 198702 2 002
Diketahui/ Disetujui oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN (Zanthoxylum acanthopodium DC.) SELAMA MASA PRA IMPLANTASI
DAN PASCA IMPLANTASI
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa hasil penelitian ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Januari 2013
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus Musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium
DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi”, sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan, serta dukungannya hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Salomo Hutahaean, M.Si dan Bapak Riyanto Sinaga, S.Si., M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. selaku Dosen Penasehat Akademik. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, Bapak dan Ibu Staff Pengajar Departemen Biologi FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mizawarti, S.Si selaku Ketua Panitia Seminar Departemen Biologi, Ibu Roslina Ginting dan Bang Hendra Raswin selaku staff administrasi Departemen Biologi FMIPA USU serta Ibu Nurhasni Muluk selaku Analis dan Laboran di Laboratorium Struktur Hewan dan Laboratorium Fisiologi Hewan.
Kepada Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si yang selama ini telah menjadi figur ibu dan memberikan kepercayaan kepada penulis untuk berpartisipasi dalam proyek penelitian beliau. Serta kepada Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si yang telah banyak membantu penulis dalam berdiskusi mengenai kegiatan perkuliahan dan penelitian.
Teristimewa penulis sampaikan rasa terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta (Katemo dan Party) yang telah memberikan do’a, perhatian, serta cinta dan sayangnya kepada penulis, serta Adikku tersayang (Sandi Pramana) dan seluruh keluarga besar atas do’a dan dukungannya.
Adik-adik penulis di Biologi Bobby, Imam, Zulfan, Lintar, Adam, Mujahidin, Taufik, Nasir, Zubeir, Siska, Wulan, Dila, Nurhayati “Kebi”, Reni, Zuwana, Annisa Willy, Putri, Rahmi, Jais, Noni, dan Intan. Kepada rekan-rekan di Bengkel Fotografi Sains (BFS), Biopalas, Asisten Biologi Dasar, Asisten Struktur Hewan, dan Asisten Genetika.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Medan, Januari 2013
GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN
(Zanthoxylum acanthopodium DC.) SELAMA MASA PRA IMPLANTASI DAN PASCA IMPLANTASI
ABSTRAK
Penelitian tentang Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi telah dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai Maret 2012 di Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 2 kelompok pemberian, yaitu pemberian selama masa pra implantasi 0-3 hari (kelompok A) dan pemberian selama masa pasca implantasi 6-14 hari (kelompok B). Masing-masing kelompok pemberian terdiri dari perlakuan kontrol blank (K0A dan K0B), perlakuan kontrol pelarut CMC 1% (KPA dan KPB), perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman konsentrasi 2% (PA1 dan PB1), 4% (PA2 dan PB2), dan 6% (PA3 dan PB3). Masing-masing perlakuan terdiri dari 6 ekor hewan uji. Pemberian diberikan melalui oral dengan menggunakan jarum gavage sebanyak 0,3 ml/mecit/hari. Hasil pengamatan terhadap morfologi hepar menunjukkan hepar terlihat pucat dan tekstur permukaannya berbintik pada kelompok perlakuan. Pemberian selama pasca implantasi 6-14 hari menunjukkan terjadi penurunan berat hepar (p>0.05) dibandingkan pada kelompok pemberian selama pra implantasi (0-3 hari). Pemberian selama pasca implantasi 6-14 hari juga menunjukkan terjadi peningkatan kerusakan hepatosit (p>0.05) dibandingkan pada kelompok pemberian selama pra implantasi 0-3 hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak n-heksan buah andaliman memberikan pengaruh negatif terhadap hepar mencit.
THE HISTOLOGIC DESCRIPTION OF MICE LIVER (Mus musculus L.) STRAIN DDW TREATED OF N-HEKSANE ANDALIMAN FRUIT
(Zanthoxylum acanthopodium DC.) EXTRACT OF DURING PRE IMPLANTATION AND POST IMPLANTATION
ABSTRACT
The Histologic Description of Mice Liver (Mus musculus L.) Strain DDW Treated of N-Heksane Andaliman Fruit (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Extract During Pre Implantation and Post Implantation has been studied from March 2011 to May 2012 in Laboratory of Animal Structure, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Science, University of Sumatera Utara, Medan. This
research used completely randomized design (CRD) consist of 2 groups of treatment, the treatment of pre-implantation during 0-3 days (group A) and the treatment of post-implantation during 6-14 days (group B). Each group consisted of giving control treatment (K0A and K0B), solvent control treatment carboxyl methyl cellulose (CMC)
1% (KPA and KPB), n-hexane andaliman fruit extract 2% (PA1 and PB1), 4% (PA2 and PB2 ), and 6% (PA3 and PB3). Each treatment consisted of 6 replications. Mice were treated orally using a gavage needle as much as 0.3ml/mice/day. The result of morphologic observation on liver showed a pale and mottled surface texture in treatment groups. The giving of post-implantation 6-14 days showed decrease of liver weight (p> 0.05) than in treatment group in the giving of pre implantation 0-3 days. The giving of post-implantation 6-14 days showed increase of hepatocyte damage (p> 0.05) than in treatment group in the giving of pre implantation 0-3 days. From the result of this analysis, it could be then concluded that the n-hexane andaliman fruit extract is negatively impact on histological of liver mice.
Keywords: Histological Liver, N-Heksane Andaliman Fruit Extract, Post Implantation, Pre Implantation
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3 1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Hipotesis 3
1.5 Manfaat 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) 5 2.1.1 Deskripsi Tanaman Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC.) 5
2.1.2 Kandungan Senyawa Dalam Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC.) 7
2.2 Hepar (Hati) 8
2.2.1 Struktur Anatomi Organ Hepar 8
2.2.2 Fungsi Metabolik Hepar (Hati) 12
2.2.3 Toksikologi dan Kerusakan Hepar (Hati) 13
BAB 3 BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat 16
3.2 Alat dan Bahan 16
3.3 Prosedur Percobaan 17
3.3.1 Hewan Percobaan 17
3.3.2 Pembuatan Bahan Uji 17
3.3.3 Pemberian Perlakuan 18
3.3.4 Rancangan Penelitian 18
3.3.5 Pembuatan Preparat Hati Mencit Betina dengan
Metode Parafin 19
3.4.1 Pengamatan Berat dan Morfologi Hati 21 3.4.2 Pengamatan Preparat Histologis Hati 21
3.5 Analisis Statistik 22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Gambaran Morfologi Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC.) 24
4.2 Data Rerata Berat Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pra Implantasi dan
Pasca Implantasi 26
4.3Tingkat Kerusakan Hepatosit Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pra Implantasi dan
Pasca Implantasi 28
4.4Gambaran Mikroskopis Hepatosit Setelah Pemberian Ekstrak
N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) 31
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan 36
5.2Saran 36
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1 Hasil Ekstraksi dan Kandungan Total Fenolik Andaliman 8
3.1 Model Rancangan Penelitian Kelompok 18
3.2 Kriteria Penilaian Derajat Histopatologi Sel Hepar Model Skoring Histopathology Manja Roenigk
22
4.1 Data Morfologi Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
25
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 (a) Morfologi Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
6
(b) Buah Tanaman Andaliman Yang Masih Muda Berwarna Hijau
6
(c) Buah Tanaman Andaliman Yang Sudah Kering Berwarna Coklat Kehitaman
6
2.2 Skema Lobulus Hepar, Asini Hepar, dan Lobulus Porta 10 4.1 Morfologi Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak
N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
24
4.2 Rerata Berat Hepar Antara Kelompok Pra Implantasi 0-3 Hari (A) dan Pasca Implantasi 6-14 Hari (B)
26
4.3 Tingkat kerusakan hepatosit antara kelompok Pra Implantasi (A) dan Pasca Implantasi (B)
29
4.4 Gambaran Mikroskopis Hepatosit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan Pewarnaan HE dan Perbesaran 400X
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
A Surat Rekomendasi Persetujuan Kode Etik Penelitian Kesehatan 43
B Surat Hasil Uji Skrining Fitokimia 44
C Analisis Statistik Rata-Rata Berat Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pra Implantasi
45
D Analisis Statistik Rata-Rata Berat Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pasca Implantasi
46
E Analisis Statistik Perbandingan Rata-Rata Berat Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Antara Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi
50
F Analisis Statistik Tingkat Kerusakan Hepatosit Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pra Implantasi
63
G Analisis Statistik Tingkat Kerusakan Hepatosit Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pasca Implantasi
66
H Analisis Statistik Perbandingan Tingkat Kerusakan Hepatosit Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Antara Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi
69
I Pembuatan Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman 81
J Pengamatan Morfologi Dan Berat Hepar Mencit 82
K Pembuatan Preparat Histologis Hepar Mencit 83
GAMBARAN HISTOLOGIS HEPAR MENCIT (Mus musculus L.) STRAIN DDW SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK N-HEKSAN BUAH ANDALIMAN
(Zanthoxylum acanthopodium DC.) SELAMA MASA PRA IMPLANTASI DAN PASCA IMPLANTASI
ABSTRAK
Penelitian tentang Gambaran Histologis Hepar Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Selama Masa Pra Implantasi Dan Pasca Implantasi telah dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai Maret 2012 di Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 2 kelompok pemberian, yaitu pemberian selama masa pra implantasi 0-3 hari (kelompok A) dan pemberian selama masa pasca implantasi 6-14 hari (kelompok B). Masing-masing kelompok pemberian terdiri dari perlakuan kontrol blank (K0A dan K0B), perlakuan kontrol pelarut CMC 1% (KPA dan KPB), perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman konsentrasi 2% (PA1 dan PB1), 4% (PA2 dan PB2), dan 6% (PA3 dan PB3). Masing-masing perlakuan terdiri dari 6 ekor hewan uji. Pemberian diberikan melalui oral dengan menggunakan jarum gavage sebanyak 0,3 ml/mecit/hari. Hasil pengamatan terhadap morfologi hepar menunjukkan hepar terlihat pucat dan tekstur permukaannya berbintik pada kelompok perlakuan. Pemberian selama pasca implantasi 6-14 hari menunjukkan terjadi penurunan berat hepar (p>0.05) dibandingkan pada kelompok pemberian selama pra implantasi (0-3 hari). Pemberian selama pasca implantasi 6-14 hari juga menunjukkan terjadi peningkatan kerusakan hepatosit (p>0.05) dibandingkan pada kelompok pemberian selama pra implantasi 0-3 hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak n-heksan buah andaliman memberikan pengaruh negatif terhadap hepar mencit.
THE HISTOLOGIC DESCRIPTION OF MICE LIVER (Mus musculus L.) STRAIN DDW TREATED OF N-HEKSANE ANDALIMAN FRUIT
(Zanthoxylum acanthopodium DC.) EXTRACT OF DURING PRE IMPLANTATION AND POST IMPLANTATION
ABSTRACT
The Histologic Description of Mice Liver (Mus musculus L.) Strain DDW Treated of N-Heksane Andaliman Fruit (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Extract During Pre Implantation and Post Implantation has been studied from March 2011 to May 2012 in Laboratory of Animal Structure, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Science, University of Sumatera Utara, Medan. This
research used completely randomized design (CRD) consist of 2 groups of treatment, the treatment of pre-implantation during 0-3 days (group A) and the treatment of post-implantation during 6-14 days (group B). Each group consisted of giving control treatment (K0A and K0B), solvent control treatment carboxyl methyl cellulose (CMC)
1% (KPA and KPB), n-hexane andaliman fruit extract 2% (PA1 and PB1), 4% (PA2 and PB2 ), and 6% (PA3 and PB3). Each treatment consisted of 6 replications. Mice were treated orally using a gavage needle as much as 0.3ml/mice/day. The result of morphologic observation on liver showed a pale and mottled surface texture in treatment groups. The giving of post-implantation 6-14 days showed decrease of liver weight (p> 0.05) than in treatment group in the giving of pre implantation 0-3 days. The giving of post-implantation 6-14 days showed increase of hepatocyte damage (p> 0.05) than in treatment group in the giving of pre implantation 0-3 days. From the result of this analysis, it could be then concluded that the n-hexane andaliman fruit extract is negatively impact on histological of liver mice.
Keywords: Histological Liver, N-Heksane Andaliman Fruit Extract, Post Implantation, Pre Implantation
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang sangat besar dan hal ini
merupakan modal bagi pembangunan di Indonesia secara berkelanjutan.
Keanekaragaman buah-buahan asli Indonesia cukup tinggi baik pada tingkat jenis
maupun varietas. Dari jenis-jenis itu ada yang sudah dibudidayakan dengan baik, ada
yang masih perlu peningkatan dan banyak yang belum dibudidayakan. Di antara
puluhan ribu jenis tanaman yang tumbuh di Indonesia, sekitar 940 jenis sudah
diketahui mempunyai khasiat obat dan sekitar 250 jenis di antaranya sudah
dimanfaatkan dalam industri jamu (Handayani & Suharmiati, 2002).
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pusat keragaman genetika dari
tumbuhan rempah-rempah. Rempah-rempah selain digunakan sebagai obat-obatan
tradisional, juga digunakan sebagai bumbu masakan untuk memberikan cita rasa dan
membangkitkan selera makan (Mulia, 2000). Salah satu jenis rempah-rempah tersebut
adalah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC). Buah andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC) termasuk jenis rempah-rempah tradisional dan mempunyai aroma
yang khas, seperti jeruk (Sukresnowati et al., 2008). Buahnya mengandung senyawa
aromatik dengan rasa pedas dan getir yang khas. Jika dimakan meninggalkan efek
menggetarkan alat pengecap dan menyebabkan lidah terasa kebal (Siregar, 2003).
Tanaman ini tumbuh liar di daerah Tapanuli dan digunakan sebagai rempah
pada masakan adat Batak Angkola dan Batak Mandailing (Tensiska et al., 2003).
Sebagai rempah andaliman memiliki keistimewaan bahwa masakan khas Batak yang
menggunakan andaliman umumnya memiliki daya awet yang lebih lama. Oleh karena
itu, andaliman diduga mengandung senyawa yang mempunyai aktivitas sebagai
Selain sebagai antimikroba dan antioksidan serta sebagai penghasil flavor yang
khas dalam berbagai produk makanan tradisional, buah andaliman mempunyai khasiat
menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti sakit perut dan sakit gigi. Buah
andaliman juga diduga mempunyai sifat antipiritik, membangkitkan nafsu makan dan
sebagai aktivitas scavenger radikal bebas. Buah andaliman merupakan rempah
tradisional yang dimanfaatkan sebagai bumbu masak dalam berbagai masakan khas,
misalnya menggunakan buah andaliman dalam masakan daging dan ikan dengan
pengasaman selama 24 jam. Buah ini banyak dipakai sebagai rempah pada masakan
daging dan tahan beberapa hari tanpa menimbulkan bau. Disamping itu, buah
andaliman juga digunakan untuk menghilangkan bau amis dari ikan dan daging
mentah (Sukresnowati et al., 2008).
Pengkonsumsian andaliman sangat berhubungan erat dengan proses
pencernaan dalam tubuh. Hal ini berdasarkan atas pernyataan (Gamiswarna et al.,
1995), yang menyatakan bahwa secara farmakokinetik, setiap obat yang masuk ke
dalam tubuh mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.
Demikian pula dengan andaliman akan diabsorbsi oleh usus, kemudian mengalami
metabolisme di hepar. Hepar adalah salah satu organ tubuh yang berperan dalam
melaksanakan berbagai fungsi penting di dalam tubuh. Hepar merupakan organ
pertama yang dicapai oleh obat-obatan dan zat lain yang diabsorpsi usus melalui vena
porta, sehingga disebutkan bahwa hepar adalah tempat utama metabolisme dan
detoksifikasi obat (Minckler, 1991 dalam Lisdiana, 2004). Berbagai obat dan senyawa
dapat diinaktifkan oleh oksidasi, metilasi, hidrolisis, reduksi, dan konjugasi. Juncueira
& Carneiro (1992) menambahkan bahwa enzim yang berperan dalam proses-proses ini
diduga terutama terdapat dalam retikulum endoplasma halus. Penumpukan
bahan-bahan toksik dalam parenkim hati dapat melukai sel hepatosit dan menyebabkan
1.2 Perumusan Masalah
Andaliman merupakan rempah yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Tapanuli
sebagai bumbu masakan khas adat Batak Angkola dan Batak Mandailing. Andaliman
terdiri dari beberapa senyawa terpen seperti geraniol, linalool, dan limonen, yang telah
dilaporkan bersifat antioksidan (Miftakhurohmah & Suhirman, 2009). Namun ekstrak
andaliman juga dapat mempengaruhi perkembangan embrio dengan meningkatnya
kejadian kematian intrauterus berupa embrio resorp (Sabri et al., 2005).
Sejauh ini belum diketahui pengaruh senyawa buah andaliman terhadap sistem
pencernaan terutama hepar. Sebab hepar merupakan organ pertama yang dicapai oleh
obat-obatan dan zat lain yang diabsorpsi usus melalui vena porta, maka disebutkan
bahwa hepar adalah tempat utama metabolisme dan detoksikasi obat serta zat lain.
Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek dari pemanfaatan buah
andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dengan konsentrasi dan interval waktu
pemberian perlakuan yang berbeda terhadap gambaran histologis hepar mencit (Mus
musculus L.) strain DDW.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh buah andaliman
(Zanthoxylum acantopodium DC.) terhadap gambaran histologis hepar mencit (Mus
musculus L.) strain DDW setelah pemberian ekstrak N-heksan buah andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC.) selama masa pra implantasi 0-3 hari dan pasca
implantasi 6-14 hari dengan konsentrasi yang berbeda-beda.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa ekstrak N-heksan buah andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC.) dapat menimbulkan kerusakan struktur histologis
1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui apakah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
berpengaruh terhadap struktur histologis hepar mencit (Mus musculus L.) strain
DDW.
b. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat umum dan instansi yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
2.1.1 Deskripsi Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) merupakan salah satu jenis rempah-rempah dari tumbuhan liar yang dikenal oleh masyarakat Batak Angkola dan
Mandailing, Sumatera Utara. Tumbuhan ini merupakan jenis yang sangat dekat
kekerabatannya dengan Zanthoxylum piperitum yang banyak ditemukan di daratan
Cina serta Z. stimulans yang banyak dijual di Eropa (Hasairin, 1994). Di Indonesia,
tumbuhan ini tumbuh liar di pegunungan dengan ketinggian 1400 m dpl pada
temperatur 15˚-18˚ C. Asal tumbuhan ini dari daerah Himalaya Subtropis (Wijaya,
1999).
Hsuang Keng (1978 dalam Wijaya, 1999) menyatakan bahwa sistematika
tanaman andaliman adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klass : Dicotyledonae
Sub klass : Rosidae
Ordo : Rutales
Family : Rutaceae
Genus : Zanthoxylum
Spesies : Zanthoxylum acanthopodium DC.
Tanaman andaliman merupakan semak atau pohon kecil bercabang rendah dan
tegak. Menurut Hasairin (1994), tinggi tanaman andaliman adalah 3-8 m. Batang dan
ranting berduri. Daun tersebar, bertangkai, majemuk menyirip beranak daun
gasal, panjang 5-20 cm dan lebar 3-15 cm, terdapat kelenjar minyak. Rakis bersayap,
permukaan bagian atas, bagian bawah rakis, dan anak daun berduri; 3-11 anak daun,
berbentuk jorong hingga oblong, ujung meruncing, tepi bergerigi halus, paling ujung
terbesar, anak daun panjang 1-7 cm, lebar 0.5-2.0 cm. Permukaan atas daun hijau
berkilat dan permukaan bawah hijau muda atau pucat, daun muda permukaan atas
hijau dan bawah hijau kemerahan. Bunga di ketiak, majemuk terbatas, anak payung
menggarpu majemuk, kecil-kecil; dasar bunga rata atau bentuk kerucut; kelopak 5-7
bebas, panjang 1-2 cm, warna kuning pucat; berkelamin dua, benang sari 5-6 duduk
pada dasar bunga, kepala sari kemerahan, putik 3-4, bakal buah apokarp, bakal buah
menumpang. Buah kotak sejati atau kapsul, diameter 2-3 mm (Tjitrosoepomo, 1991;
Steenis, 1992).
Bentuk buah andaliman mirip dengan lada (merica) bulat kecil, berwarna
hijau, tetapi jika sudah kering agak kehitaman. Bila buah andaliman digigit akan
tercium aroma minyak atsiri yang wangi dengan rasa yang khas (getir) sehingga
merangsang produksi air liur (Sibuea, 2002).
(a) (b) (c)
Gambar 2.1 (a) Morfologi Tanaman Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium
DC.)
(b) Buah Tanaman Andaliman Yang Masih Muda Berwarna Hijau
(c) Buah Tanaman Andaliman Yang Sudah Kering Berwarna Coklat Kehitaman
Menurut Hartley (1966 dalam Siregar, 2003), menuliskan bahwa Zanthoxylum
berduri, daun tersebar dan majemuk, bakal buah apokarp atau semikarp.
Keempat ciri ini ada pada andaliman. Dari satu bunga dapat terbentuk satu hingga
empat buah yang masing-masing mempunyai satu biji. Famili jeruk-jerukan ini di
habitatnya berupa tanaman semak dengan tinggi sekitar 5 meter. Beberapa ciri genus
Zanthoxylum ialah berdaun majemuk, ibu tangkai daun bersayap, batang dan cabang
berduri sejati atau berduri tempel. Ketiga ciri tersebut dimiliki oleh andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC.). Permukaan batang, cabang, dan rantingnya
berduri tempel (aculeus), duri yang mudah ditanggalkan. Ketiga ciri ini tidak ditemui
pada spesies Piper (Steenis, 1992).
2.1.2 Kandungan Senyawa Dalam Andaliman (Zanthoxyllum acanthopodiumDC.)
Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.), famili Rutaceae, adalah tanaman yang
khas dijumpai di Sumatera Utara, Indonesia. Buahnya umum digunakan sebagai
bumbu masakan tradisional suku Batak (Siregar, 2003). Menurut Simangunsong
(2008 dalam Sinaga, 2009) menyatakan bahwa andaliman adalah sumbernya senyawa
polifenolat, monoterpen dan seskuiterpen, serta kuinon. Selain itu dalam andaliman
juga terdapat kandungan minyak atsiri seperti geraniol, linalool, cineol, dan citronellal
yang menimbulkan kombinasi bau mint dan lemon. Sehingga jika dimakan
meninggalkan efek menggetarkan alat pengecap dan menyebabkan lidah terasa kebal.
Sementara itu, Katzer (2001) dalam penelitiannya menyatakan bahwa fraksi
non volatil dari genus Zanthoxylum diidentifikasi mengandung senyawa flavonoid,
terpen, alkaloid, pyranoguinoline alkaloid, quaternary isoquinoline alkaloid,
aporphyrine alkaloid, dan beberapa jenis ligan. Ligan ini sendiri adalah senyawa yang
diduga berperan sebagai antioksidan pada fraksi non volatil ekstrak andaliman.
Mengingat Widiastuti (2000), menyatakan bahwa ekstrak kasar buah andaliman ini
juga pernah dilaporkan memiliki aktivitas fisiologi yang aktif sebagai antioksidan dan
antimikroba yang potensial. Hal ini berdasarkan hasil pengujian aktivitas antimikroba
pada penelitian Siswadi (2002), yang menunjukkan bahwa ekstrak buah andaliman
bersifat bakterisidal terhadap bakteri Bacillus stearothermophilus, Pseudomonas
Selain kandungan senyawa tersebut di atas, andaliman juga merupakan
tanaman rempah yang memiliki kandungan fenolik. Fenolik berfungsi sebagai
penyumbang radikal hidrogen atau dapat bertindak sebagai aseptor radikal bebas
sehingga dapat menunda tahap inisiasi pada makanan. Menurut Suryanto et al.,
(2008), hasil ekstraksi dan kandungan total fenolik andaliman adalah:
Tabel 2.1 Hasil Ekstraksi dan Kandungan Total Fenolik Andaliman Jenis
Tanaman
Nama Ilmiah Ekstrak Rendemen (mg/g)
Total Fenolik (µg/g)
Andaliman Zanthoxyllum acanthopodium
Heksana Aseton
Etanol
78,06±2,48 31,75±5,56 69,98±3,36
27,7±0,58 91±0,03 125,3±0,59
Pengekstraksian dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol, heksana, dan
aseton untuk memisahkan senyawa-senyawa dengan tingkat polaritasnya. Ekstraksi
yang menggunakan heksana dapat melarutkan senyawa yang non polar, aseton dapat
melarutkan senyawa yang semi polar, dan etanol akan melarutkan senyawa yang
polar. Tujuan ketiga pelarut ini adalah untuk mencari komponen yang dapat berperan
sebagai penstabilan senyawa oksigen reaktif yang terdapat dalam tanaman andaliman
dengan tingkat perbedaan polaritasnya (Suryanto et al., 2008).
2.2 Hepar (Hati)
2.2.1 Struktur Anatomi Organ Hepar
Hepar merupakan pusat metabolisme dalam tubuh (Sujono, 2002 dalam Pawitra &
Mutiara, 2010). Posisi organ hepar terletak di bagian kanan atas dari rongga
abdominal tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan segar warnanya merah tua atau
merah coklat (Leeson et al., 1990). Akan tetapi hepar juga bervariasi baik lokasi
maupun jumlah lobusnya dari satu spesies hewan ke spesies yang lain (Frandson,
1992).
Hepar mencit (Mus musculus L.) memiliki empat lobus utama yang saling
berhubungan satu sama lain dan dapat tampak keseluruhannya pada bagian dorsal
organ ini. Keempat lobus tersebut dapat dibedakan, yakni: sebuah lobus median, dua
lobus lateral (kiri dan kanan) dan satu lobus caudal yang terbagi setengah di bagian
Sedangkan manusia (Homo sapiens) memiliki hepar dengan dua lobus utama,
yakni lobus kanan dan kiri yang masing-masing terdiri dari dua segmen. Lobus kanan
dibagi menjadi segmen median dan lateral. Segmen median dibagi menjadi dua
bagian, satu lobus quadratus dan satu lobus caudatus (Hage, 1982). Berat hepar
manusia segitiga dan memiliki berat lebih kurang 1,5 kg serta ukurannya 7-10 cm
pada orang dewasa normal (Dalimartha, 1997).
Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris dengan
panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati manusia
berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus. Lobulus hati terbentuk mengelilingi sebuah
vena sentralis yang mengalir ke vena hepatika kemudian ke vena cava. Lobulus
sendiri dibentuk terutama dari banyak lempeng sel hepar yang memancar secara
sentrifugal dari vena sentralis seperti jeruji roda. Masing-masing lempeng hepar
tebalnya satu sampai dua sel, dan di antara sel yang berdekatan terdapat kanalikuli
biliaris kecil yang megalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang
memisahkan lobulus hati yang berdekatan (Guyton & Hall, 1997).
Struktur lobulus dapat ditafsirkan dalam tiga cara yang berbeda, tergantung
pada hubungan fungsional yang diperhitungkan. Lobulus hati sering dikenal sebagai
lobulus klasik, merupakan unit struktural yang mengitari vena sentralis. Profil sayatan
melintang sayatan melintang lobulus ini secara kasar bentuknya heksagonal, dengan
sinusoid yang memancar radier dari vena sentralis ke arah perifer. Saluran portal
dibentuk antara tiga sampai enam lobulus hati. Pada babi, lobulus hati dikitari oleh
jaringan ikat interlobularis yang cukup jelas. Pada spesies lain, jaringan ikat
interlobularis kurang jelas, da parenkim lobulus berbatasan langsung dengan lobulus
disekitarnya, tanpa ada batasan yang jelas (Dellmann & Brown, 1992).
Saluran portal (segitiga Kiernan) merupakan unit fungsional yang terpusat
pada saluran empedu di daerah portal. Empedu yang dihasilkan parenkim di sekitar
daerah tersebut ditampung oleh saluran empedu di daerah saluran portal. Jadi sumbu
saluran portal adalah saluran empedu yang disebut duktus interlobularis, dan bagian
perifer yang digambarkan dengan tiga vena sentralis. Konsep ini melukiskan aktivitas
interlobularis saluran portal, lain halnya dengan aliran darah yang justru
berlawanan, mengalir dari pusat menuju tepi (Dellman & Brown, 1992).
Gambar 2.2 Skema Lobulus Hepar, Asini Hepar, dan Lobulus Porta. Lobulus Hepar Terdiri Dari Vena Sentralis (CV) dan Dibatasi Oleh Garis yang Menghubungkan Celah Porta (PS) (Paulsen, 1996)
Unit fungsional ketiga adalah asinus hati yang diterima secara luas karena
didasarkan kepada perbedaan didalam dinamika aliran darah, tekanan dan tensi
oksigen yang dapat dijelaskan melalui gradien aktivitas metabolisme. Secara kasar
asinus hati berbentuk diamon, daerah tersebut dibentuk oleh dua bagian lobulus hati
dengan pemberian darah dari cabang vena interlobularis dan arteria hepatika. Sel hati
satu atau lebih dengan kromatin yang menyebar. Sitoplasma hepatosit agak
berbutir, tetapi dapat tergantung pada perubahan nutrisi serta fungsi selular. Hepatosit
memiliki enam atau lebih permukaan, dan ada tiga bentuk yang berbeda: 1)
permukaan yang berhadapan dengan ruang perisinusoid, dimana pada permukaan
bebasnya tumbuh mikrovili; 2) permukaan yang berbatasan dengan kanalikuli
empedu; 3) permukaan yang saling berhadapan antar hepatosit yang bersebelahan dan
memiliki gap junction dan desmosom (Dellmann & Brown, 1992).
Menurut Paulsen (1996), lobulus hati merupakan hubungan antara struktur dan
fungsi hati terbaik yang dapat ditunjukkan melalui tiga model subdivisi hati, yaitu:
1. Lobulus Hati Klasik
Model ini berdasarkan pada aliran darah. Bagian dalamnya, menunjukkan pola
substruktur hati membentuk segi enam.
a. Triad Porta
Satu triad menempati ruang potensial (ruang portal) di masing-masing dari
enam sudut lobulus tersebut. Masing-masing berisi tiga unsur utama yang
dikelilingi oleh jaringan ikat yaitu sebuah venule porta (cabang dari vena
porta), sebuah arteriol hepatik (cabang dari arteri hepatik), dan saluran
empedu.
b. Vena Central
Merupakan penanda pusat dari setiap lobulus.
c. Pelat Hepatosit dan Sinusoid Hati
Merupakan pelat yang memancar dari vena pusat terhadap pinggiran lobulus
(seperti jari-jari roda). Pelat ini dipisahkan oleh sinusoid hati, yang menerima
darah dari pembuluh kemudian berkumpul di pusat lobulus dan langsung ke
vena pusat.
2. Lobulus Porta
Model ini berdasarkan arah aliran empedu, yang berlawanan dengan darah.
Empedu diproduksi oleh hepatosit, masuk ke dalam kanalikuli empedu
membran dan mengalir di dalam pelat hepatosit.
3. Asinus Hati
Model ini berdasarkan perubahan oksigen, nutrisi, dan konten toksin sebagai darah
2.2.2 Fungsi Metabolik Hepar (Hati)
Hepar (hati) merupakan kelenjar tubuh yang paling besar, dan khas karena memiliki
multi fungsi kompleks, misalnya ekskresi (metabolit), sekresi (empedu), penyimpanan
(lipid, vitamin A dan B, glikogen), sintesis (fibrinogen, globulin, albumin,
protrombin), fagositosis (benda asing), detoksifikasi (obat yang larut dalam lipid),
konjugasi (zar beracun, hormon steroid), esterifikasi ( asam lemak bebas menjadi
trigliserida), metabolisme (protein, hidrat arang, lemak, hemoglobin, obat), dan
hemopoisis (Dellmann & Brown, 1992).
Hati adalah organ metabolik, sekretorik dan immunologik. Semua substansi
termasuk obat dimetabolisme di hati (Page et al., 2002 dalam Wiryawan, 2008).
Hepar merupakan organ pertama yang dicapai oleh obat-obatan dan zat lain yang
diabsorpsi usus melalui vena porta, sehingga disebutkan bahwa hepar adalah tempat
utama metabolisme dan detoksikasi obat. Berbagai obat dan senyawa dapat
diinaktifkan oleh oksidasi, metilasi, hidrolisis, reduksi, dan konjugasi. Penggunaan
obat yang berlebihan contohnya obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dapat
menyebabkan kerusakan hati. Parasetamol adalah OAINS yang apabila digunakan
dalam dosis yang berlebihan atau dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
nekrosis hati dan kerusakan ginjal (Wiryawan, 2008).
Secara farmakokinetik, setiap obat yang masuk ke dalam tubuh mengalami
proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (Gamiswarna et al., 1995).
Demikian pula dengan andaliman akan diabsorbsi oleh usus, kemudian mengalami
metabolisme di hepar. Hepar merupakan organ penting didalam tubuh karena hepar
merupakan tempat pertama dan terbesar untuk mendetoksifikasi berbagi zat yang
dicerna oleh traktus digestivus (Tambunan, 1994). Penumpukan bahan-bahan toksik
dalam parenkim hati dapat melukai sel hepatosit dan menyebabkan terjadinya
perubahan histopatologis yang bervariasi tergantung dosis, jenis, pengaruh zat atau
penyakit lain, kerentanan dan suseptibilitas zat.
Meskipun hepar merupakan salah satu organ yang peka terhadap zat toksik,
namun hepar memiliki fungsi yang sangat penting terhadap metabolisme bahan toksik
obat akan masuk ke dalam peredaran darah dan kemudian didetoksifikasikan dalam
hepar menjadi bentuk non toksik dan lebih polar agar mudah diekskresikan (Martin et
al., 1987).
Sementara hati yang tidak sehat tidak bisa melakukan detoksifikasi secepat
yang dilakukan oleh hati yang sehat, maka bila proses detoksifikasi lebih lambat dan
hati yang belum selesai bekerja men-detoksifikasi itu sudah diberi serangan
racun-racun yang harus didetoksifikasi, akibatnya akan lebih banyak racun-racun yang beredar ke
seluruh tubuh lewat darah. Sebagian racun yang tidak dapat diubah atau hanya sedikit
berubah akan sulit dibuang dari tubuh karena lolos dari kerja hati. Akhirnya
racun-racun itu bersembunyi di jaringan tubuh berlemak, di otak, dan sel sistem saraf.
Racun-racun yang tersimpan itu pelan-pelan akan ikut aliran darah dan menyumbang
penyakit-penyakit kronis (BPOM, 2004 dalam Dewi, 2010).
2.2.3 Toksikologi dan Kerusakan Hepar (Hati)
Hati adalah organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalam tubuh.
Organ ini terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat dan
toksikan. Jenis zat yang belakangan ini biasanya dapat mengalami detoksifikasi, tetapi
banyak toksikan dapat dibioaktifkan dan menjadi lebih toksik. Hepatosit (sel parenkim
hati) merupakan sebagian besar organ itu. Hepatosit bertanggung jawab terhadap
peran sentral hati dalam metabolisme. Sel-sel ini terletak diantara sinusoid yang terisi
darah dan saluran empedu. Sel kupffer melapisi sinusoid hati dan merupakan bagian
penting dari sistem retikuloendotelial tubuh. Toksikologi hati dipersulit oleh berbagai
kerusakan hati dan berbagai mekanisme yang menyebabkan kerusakan itu (Lu, 1994).
Menurut Lu (1994), menyatakan bahwa toksikan dapat menyebabkan berbagai
jenis efek toksik pada berbagai organel dalam sel hati, mengakibatkan berbagai jenis
kerusakan hati seperti:
a. Perlemakan hati (steatosis)
Perlemakan hati adalah hati yang mengandung berat lipid lebih dari 5%. Adanya
kelebihan lemak dalam hati dapat dibuktikan secara histokimia. Meskipun
mekanisme yang mendasarinya beragam. Mungkin mekanisme yang paling umum
adalah rusaknya pelepasan trigliserid hati ke plasma. Karena trigliserid hati hanya
disekresi bila dalam keadaan tergabung dengan lipoprotein.
b. Nekrosis hati
Nekrosis hati adalah kematian hepatosit. Nekrosis dapat bersifat fokal (sentral,
pertengahan, perifer) atau masif. Biasanya nekrosis merupakan kerusakan akut.
Beberapa zat kimia telah dibuktikan atau dilaporkan menyebabkan nekrosis hati.
Nekrosis hati merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak
selalu kritis karena hati mempunyai kapasitas pertumbuhan kembali yang luar
biasa. Kematian sel terjadi bersama dengan pecahnya membran plasma. Tidak ada
perubahan ultrastruktural membran yang dapat dideteksi sebelum pecah. Namun,
ada beberapa perubahan yang mendahului kematian sel. Perubahan morfologik
awal antara lain berupa edema sitoplasma, dilasi retikulum endoplasma, dan
disagregasi polisom. Terjadi akumulasi trigliserid sebagai butiran lemak dalam sel.
Perubahan yang terdahulu merupakan pembengkakan mitokondria progresif
dengan kerusakan krista, pembengkakan sitoplasma, penghancuran organel dan
inti, dan pecahnya membran plasma.
c. Kolestasis
Jenis kerusakan hati yang biasanya bersifat akut ini, lebih jarang ditemukan
dibandingkan dengan perlemakan hati dan nekrosis, jenis kerusakan hati ini juga
lebih sulit diinduksi pada hewan, kecuali mungkin dengan steroid.
d. Sirosis
Sirosis ditandai oleh adanya septa kolagen yang tersebar disebagian besar hati.
Kumpulan hepatosit muncul sebagai nodul yang dipisahkan oleh lapisan berserat
ini. Patogenesisnya tidak sepenuhnya dimengerti, tetapi dalam sebagian besar
kasus, tampaknya sirosis berasal dari nekrosis sel tunggal karena kurangnya
mekanisme perbaikan. Kemudian keadaan ini menyebabkan aktivitas fibroblastik
dan pembentukan jaringan parut. Tidak cukupnya aliran darah di dalam hati
mungkin menjadi faktor pendukung.
e. Degenerasi parenkimatosa
Menurut Tambunan (1994) menyebutkan bahwa, degenerasi lemak atau
degenerasi parenkimatosa yang terjadi dihati adalah degenerasi yang sangat sering
terdesak ke pinggir. Sedangkan menurut Robbins & Kumar (1992), menyatakan
bahwa kadang-kadang lemak berkumpul dalam bercak-bercak kecil tanpa
pemindahan inti.
f. Degenerasi hidropik
Menurut Chang (1986) dalam Keliat (2011) menyatakan bahwa masuknya air
biasanya akan membentuk vakuola-vakuola jernih, kecil, dan banyak. Selanjutnya
vakuola tersebut bersatu dan menghasilkan vakuola lebih besar atau vakuola
tunggal yang menempati di dalam sitoplasma dan menggantikan inti sel.
Perubahan ini diikuti dengan sel mengalami pembengkakan dan sitoplasma
tampak keruh. Kejadian ini sering disebut Hydropic degeneration. Pada
pengamatan ultrastruktural, degenerasi hidropik ini menunjukkan terjadinya
pembengkakan mitokondria.
g. Karsinogenesis
Karsinoma hepatoseluler dan kolangiokarsinoma adalah jenis neoplasma ganas
yang paling umum pada hati. Jenis karsinoma lainnya antara lain angiosarkoma,
karsinoma kelenjar, karsinoma trabekular, dan karsinoma sel hati yang tidak
berdiferensiasi. Sejumlah besar toksikan diketahui menyebabkan kanker hati pada
hewan. Namun, karsinogenisitasnya pada hati manusia belum pasti. Sebaliknya,
peran vinil klorid sebagai penyebab angiosarkoma pada manusia tidak diragukan
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2011 sampai Maret 2012 di
Laboratorium Struktur Hewan Departemen Biologi dan Laboratorium Kimia Organik
Bahan Alam Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital, jarum gavage, bak
bedah, dissecting set, kaca arloji, aluminium foil, gelas ukur, blender, hotplate,
kamera digital, mikroskop Axio Bio-camera, mikrotom, cover glass, object glass,
beaker glass, freezer, spatula, chumber, oven, dan kandang hewan percobaan.
Bahan yang digunakan adalah mencit betina (Mus musculus L.) strain DDW,
buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.), pakan hewan, aquadest, alkohol
100%, 96%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30%, larutan Bouin, pelarut CMC (carboxyl
metil cellulose) 1%, aquadest, larutan NaCl 0,9%, pewarna Hematoxylin dan Eosin,
canada balsam, xylol, parafin, kertas millimeter, holder, tisu, dan spritus.
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Pemeliharaan Hewan Percobaan
Penelitian ini menggunakan mencit betina (Mus musculus L.) strain DDW. Disediakan
satu ekor mencit jantan lalu dikawinkan dalam kandang yang berisi mencit betina
dinyatakan telah terjadi kopulasi atau perkawinan mencit antara mencit jantan dan
mencit betina dan sebagai hari ke nol kehamilan (Taylor, 1986).
Kemudian mencit yang hamil dipisahkan dan dipelihara sampai melahirkan.
Anak mencit yang berumur ± tiga minggu dipisahkan dari induknya dan dipelihara
dalam kandang terpisah dengan memisahkan antara mencit jantan dan betina.
Kandang yang terbuat dari plastik yang diberi alas sekam yang dilakukan pergantian
sekam dua kali seminggu (Smith & Mangkoewidjojo, 1988). Pemberian pakan dan
minum dilakukan setiap hari secara ad-libitum (Sabri, 2006). Bila mencit betina sudah
berumur ± 12 minggu dengan kisaran berat badan ± 25-35 gram, mencit tersebut telah
siap diberi perlakuan (Smith & Mangkoewidjojo, 1988).
Mencit betina yang telah siap diberi perlakuan tersebut dibagi dalam dua
kelompok besar, yaitu kelompok pemberian selama masa pra implantasi 0-3 hari
(Kelompok A) dan kelompok pemberian selama masa pasca implantasi 6-14 hari
(Kelompok B). Masing-masing kelompok dibagi dalam 5 perlakuan, dengan
masing-masing perlakuan terdiri atas 6 ekor mencit betina. Kemudian mencit betina tersebut
dikawinkan dengan mencit jantan, jika sudah hamil maka diberi perlakuan ekstrak
sesuai dengan kelompok pemberian masing-masing. Pemberian perlakuan terhadap
hewan coba berpedoman pada prinsip-prinsip penelitian kesehatan yang menggunakan
hewan secara etis, prosedur dan standart yang dibuktikan dengan Ethical Clearance
dari Komite Etik Penelitian Hewan, FMIPA USU.
3.3.2 Pembuatan Bahan Uji
Buah andaliman disiapkan dengan mengumpulkan dan diseleksi. Kemudian
dipisahkan dari tangkainya lalu dikeringkan dalam suhu kamar sampai kering. Buah
yang telah kering diblender hingga menjadi simplisia (serbuk). Selanjutnya dibuat
ekstrak dengan metode maserasi dengan N-Heksan selama 1 malam (Padmawinata et
al., 1989 dalam Sabri, 1996). Hasil maserasi diperkolasi sampai diperoleh cairan
pekat berupa pasta. Ekstrak andaliman tidak larut dalam air, maka untuk mendapat
campuran yang homogen digunakan suatu pelarut yaitu carboxyl metil cellulosa
(CMC) dengan konsentrasi 1%. Lalu dibuat dosis yang telah dimodifikasi yaitu 2%,
4% dan 6% yang dilarutkan dalam 1% CMC (Pratiwi, 2006).
3.3.3 Pemberian Perlakuan
Pemberian bahan uji dilakukan pada mencit betina (Mus musculus L.) strain
DDW yang sedang hamil dengan menggunakan jarum gavage (Hrapkiewicz &
Medina, 2007). Pemberian dilakukan selama masa pra implantasi 0-3 hari kebuntingan
dan masa pasca implantasi 6-14 hari kebuntingan. Volume pemberian ekstrak
sebanyak 0,3 ml/mencit/hari. Kemudian mencit dibunuh dengan cara dislokasi leher
pada saat mencapai 18 hari kebuntingan. Selanjutnya mencit dibedah, diambil organ
hati dan dicuci dalam larutan fisiologis (NaCl 0,9%) lalu ditimbang, setelah itu
dimasukkan ke dalam larutan Bouin.
3.3.4 Rancangan Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial yang terdiri dari 2 kelompok
berdasarkan perbedaan konsentrasi dan interval waktu pemberian perlakuannya, yaitu
kelompok A (pemberian selama pra implantasi 0-3 hari) dan kelompok B (pemberian
selama pasca implantasi 6-14 hari). Masing-masing kelompok terdiri atas 5 perlakuan,
yaitu 3 perlakuan ekstrak (Perlakuan P1, P2, dan P3) dan 2 perlakuan kontrol (K0 dan
[image:33.595.114.554.650.754.2]KP). Dapat dilihat dalam Tabel 3.3.5, sebagai berikut:
Tabel 3.1 Model Rancangan Penelitian Kelompok
Perlakuan Kelompok A
Pra Implantasi 0-3 Hari
Kelompok B
Pasca Implantasi 6-14 Hari
Kontrol Blank K0A K0B
Kontrol Pelarut CMC 1% KPA KPB
Perlakuan Ekstrak N-Heksan 2% PA1 PB1
Perlakuan Ekstrak N-Heksan 4% PA2 PB2
Jumlah ulangan untuk setiap kelompok ditentukan dengan menggunakan
rumus Federer (Chairul et al.,1992) yaitu:
(t - 1) (n - 1) ≥ 15
T = jumlah perlakuan
N = jumlah ulangan
Pada kelompok pra implantasi 0-3 hari dan pasca implantasi 6-14 hari, tiap
perlakuan ekstrak maupun perlakuan kontrol masing-masing terdiri dari enam ulangan
sehingga mencit yang digunakan berjumlah 2 x 5 x 6 = 60 ekor. Perlakuan terdiri atas
satu faktor yaitu perbedaan konsentrasi. Penentuan konsentrasi berdasarkan penelitian
Chairul et al. (1992) yang telah dimodifikasi.
K0 = Kelompok kontrol blank tanpa perlakuan
KP = Kelompok kontrol pelarut dengan menggunakan pelarut CMC 1% (1
gram CMC/100 ml aquadest)
P1 = Kelompok perlakuan dengan ekstrak N-heksan andaliman 2% (2 gram
ekstrak kental/100 ml pelarut CMC 1%)
P2 = Kelompok perlakuan dengan ekstrak N-heksan andaliman 4% (4 gram
ekstrak kental/100 ml pelarut CMC 1%)
P3 = Kelompok perlakuan dengan ekstrak N-heksan andaliman 6% (6 gram
ekstrak kental/100 ml pelarut CMC 1%)
3.3.5 Pembuatan Preparat Hati Mencit Betina dengan Metode Parafin
Pembuatan preparat yang dilakukan dengan metode parafin (Suntoro, 1983)
sebagai berikut:
a. Fiksasi
Mencit (Mus musculus L.) strain DDW didislokasi dan dibedah. Diambil organ
hati, ditimbang dan dicuci dengan larutan NaCl 0,9% kemudian difiksasi selama 1
malam dengan larutan Bouin.
b. Washing (Pencucian)
Setelah difiksasi, hati dicuci dengan alkohol 70% dengan cara dishaker sampai
c. Dehidrasi
Dehidrasi dilakukan dengan merendam organ hati sambil dishaker dengan
menggunakan alkohol bertingkat, yaitu dari alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%,
80%, 96% dan 100% (absolut) selama 1 jam pada masing-masing konsentrasi.
d. Clearing (Penjernihan)
Clearing dilakukan dengan merendam hati ke dalam xylol selama 1 malam.
e. Infiltrasi
Infiltrasi dilakukan dengan merendam hati ke dalam xylol selama 1 jam pada suhu
kamar kemudian dipindahkan lagi ke dalam xylol yang baru yang berada di dalam
oven pada suhu 560C selama 1 jam. Lalu dilanjutkan lagi dengan merendam hati
ke dalam parafin murni I, II, III masing-masing selama 1 jam pada suhu 560C,
yang selama proses pengerjaannya dilakukan dalam oven.
f. Embedding (Penanaman)
Embedding dilakukan dengan meletakkan hati pada kotak berbentuk segi empat
yang telah dipersiapkan sebelumnya sebagai cetakan. Setelah itu, dituang parafin
yang telah cair ke dalam kotak tersebut, kemudian hati ditanam dalam kotak yang
telah berisi parafin dan diatur posisinya lalu diberi label. Dibiarkan sampai dingin
sehingga membentuk blok parafin dan dimasukkan ke dalam freezer. Kemudian
blok-blok tersebut dirapikan dan dilakukan penempelan blok-blok parafin pada
holder yang terbuat dari kayu berukuran 1x1 cm yang berbentuk persegi.
g. Cutting (Pemotongan)
Cutting dilakukan dengan memotong blok-blok parafin yang telah diholder pada
mikrotum sehingga membentuk pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6 µm.
h. Attaching (Penempelan)
Attaching dilakukan dengan mengambil beberapa pita parafin, kemudian
diletakkan pada object glass, dan dicelupkan pada air dingin dan kemudian pada
air hangat. Lalu diletakkan di atas hotplate beberapa detik untuk melekatkan pita
parafin pada object glass dan membersihkan sebagian parafin yang melekat pada
organ.
i. Deparafinasi, dilakukan dengan cara mencelupkan objek pada xylol sampai
parafin habis kira-kira selama 5 menit.
j. Dealkoholisasi, dilakukan dengan mencelupkan objek glass ke dalam alkohol
k. 96%, 80%, 70%, 60%, 50%, 40%, 30% dan kemudian ke dalam aquadest. Dimana
masing-masing konsentrasi dicelupkan ± 3-5 detik.
l. Pewarnaan
Pewarnaan sediaan hati diwarnai dengan menggunakan Hematoxylin Eosin.
Pewarnaan dilakukan dengan cara preparat yang telah dilekatkan pada object glass
dimasukkan ke dalam larutan pewarna Hematoxylin Erlich selama 3 menit, lalu
dicuci dengan dengan air mengalir ± 2 menit, kemudian dimasukkan ke dalam
alkohol 30%, 50%, 70%, lalu dimasukkan ke dalam larutan pewarna Eosin 0,5%
dalam alkohol selama 3 menit, lalu dimasukkan ke dalam aquadest dan kemudian
preparat dimasukkkan berturut-turut ke dalam alkohol 30%, 40%, 50%, 60%,
70%, 80%, 96%, dan alkohol 100% (absolut). Setelah itu, dikeringkan dengan
kertas pengisap. Lalu preparat dimasukkan ke xylol.
m. Mounting
Mounting dilakukan dengan menutup preparat dengan canada balsam. Diusahakan
supaya tidak terdapat gelembung udara.
n. Diberi label dan diamati degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidrofik, dan
nekrosis sel di bawah mikroskop.
3.4Parameter Pengamatan
3.4.1 Pengamatan Berat dan Morfologi Hati
Pengamatan berat dan morfologi hati dilakukan dengan cara mencit betina
(Mus musculus L.) strain DDW didislokasi dan dibedah, diambil organ hati serta
diamati. Untuk pengamatan berat hati dilakukan dengan menimbang organ hati
menggunakan timbangan digital, lalu dicatat beratnya. Sedangkan untuk pengamatan
morfologi hati dilakukan dengan mengamati gambaran morfologi hati dengan sasaran
yang diamati adalah permukaan luar hati dan warna hati. Penilaian tersebut normal
bila permukaan rata dan halus serta berwarna merah kecoklatan, sedangkan abnormal
jika permukaan berupa jaringan ikat, kista kecil, permukaan yang benjol-benjol atau
3.4.2 Pengamatan Preparat Histologis Hati
Preparat histologis hati diamati di bawah mikroskop cahaya dalam lima lapangan
pandang yang berbeda, dengan perbesaran 40 x 10 kali. Setiap lapangan pandang
dihitung 20 sel secara acak sehingga dalam 1 preparat tersebut ditemukan 100 sel hati.
Kemudian dihitung rerata bobot skor perubahan histopatologi hepar dari lima
lapangan pandang dari masing-masing mencit dengan model Skoring Histopathology
Manja Roenigk (Desprinita, 2010). Jenis kerusakan hati yang diamati meliputi
nekrosis, steatosis, dan degenerasi hidrofik. Kemudian dicatat dan dihitung jumlah
persentase kerusakan yang terjadi (Pawitra & Mutiara, 2010; Pradipta, 2010;
[image:37.595.104.531.342.411.2]Maretnowati et al., 2005 dalam Amalina, 2009; Jawi, 2007).
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Derajat Histopatologi Sel Hepar Model Skoring Histopathology Manja Roenigk.
Tingkat Perubahan Nilai
Normal 1
Degenerasi parenkimatosa 2
Degenerasi hidropik 3
Nekrosis 4
Data yang diperoleh diolah dengan program komputer SPSS release 15. Pada
setiap preparat dihitung nilai rerata degenerasinya dengan cara mengalikan jumlah sel
sesuai dengan kategorinya. Sehingga berdasarkan kriteria tersebut maka skor minimal
yang mungkin didapat adalah 100 jika semua sel yang ditemukan dalam keadaan
normal. Skor maksimal 400 jika semua sel dalam keadaan nekrosis (Wulandari, 2008).
3.5 Analisis Statistik
Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan
disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang didapatkan,
diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel independen)
dengan bantuan program statistik komputer yakni program SPSS release 15. Urutan
uji untuk berat hati diawali dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Apabila hasil
uji menunjukkan p<0,05 maka data tersebut ditransformasi dan dilanjutkan dengan uji
non parametrik. Untuk melihat perbedaan dari 2 perlakuan dilanjutkan uji
dilanjutkan uji sidik ragam (ANOVA) satu arah untuk data dengan pengamatan
berulang (lebih dari 2 kali) atau lebih dari 2 perlakuan. Jika berbeda nyata (p<0,05)
maka dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoct-Bonferroni taraf 5%. Sebagai sumber
keragaman dari uji sidik ragam (ANOVA) yaitu perbedaan pengamatan berat hati
berdasarkan perbedaan konsentrasi perlakuan yang diberikan. Untuk data kerusakan
sel hati dilakukan uji non parametrik yaitu uji Kruskall-Wallis (membedakan >2
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap gambaran morfologi, berat, dan
gambaran histologis hepar mencit (Mus musculus L.) Strain DDW setelah pemberian
ekstrak N-Heksan buah andaliman (Zanthoxylumacanthopodium DC.) diperoleh hasil
sebagai berikut:
4.1 Gambaran Morfologi Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
Hasil pengamatan terhadap gambaran morfologi hepar mencit dapat dilihat pada Tabel
4.1. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada perlakuan K0A dan K0B tidak
ditemukan adanya perubahan warna dan permukaan hepar. Sedangkan pada perlakuan
KPA, KPB, PA1, PB1, PA2, PB2, PA3, dan PB3 ditemukan adanya perubahan seperti
warna hepar pucat dan permukaan berbintik-bintik yang dapat dilihat pada Gambar
4.1 (b).
[image:39.595.116.522.493.762.2](a) (b)
Gambar 4.1 Morfologi Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodiumDC.)
(a) Hepar normal dengan warna merah kecoklatan
(b) Hepar abnormal dengan warna pucat dan permukaan berbintik Tabel 4.1 Data Morfologi Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan
Kelompok Perlakuan Pengamatan
Warna (%) Permukaan (%)
Pra Implantasi 0-3 Hari
K0A 100 (N) 100 (N)
KPA 83,33 (N)
16,67 (A)
83,33 (N) 16,67 (A)
PA1 50 (N)
50 (A)
66,66 (N) 33,33 (A)
PA2 50 (N)
50 (A)
66,66 (N) 33,33 (A)
PA3 33,33 (N) 66,66 (A)
50 (N) 50 (A)
Pasca Implantasi 6-14 Hari
K0B 100 (N) 83,33 (N) 16,67 (A)
KPB 83,33 (N)
16,67 (A)
83,33 (N) 16,67 (A)
PB1 50 (N)
50 (A)
50 (N) 50 (A)
PB2 50 (N)
50 (A)
66,66 (N) 33,33 (A)
PB3 33,33 (N) 66,66 (A)
33,33 (N) 66,66 (A) Keterangan: Warna : Normal (N) dan Abnormal (A)
Permukaan : Normal (N) dan Abnormal (A)
Dari Gambar 4.1 tersebut di atas dapat dilihat perbedaan diantara keduanya
baik dari perubahan warna maupun permukaan hepar tersebut. Pada Gambar 4.1 (a)
terlihat warna hepar lebih merah kecoklatan dan permukaannya lebih halus.
Sedangkan pada Gambar 4.1 (b) terlihat warna hepar lebih pucat dan permukaannya
berbintik-bintik. Kondisi tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Robins &
Kumar (1992), bahwa hati yang normal memiliki permukaan rata dan halus serta
berwarna merah kecoklatan, sedangkan hati yang abnormal memiliki permukaan
seperti berupa jaringan ikat, kista maupun bintik-bintik dan mengalami perubahan
warna. Perubahan morfologis hepar yang terjadi kemungkinan besar diakibatkan oleh
senyawa kimia seperti terpenoid dan steroid yang terkandung dalam ekstrak n-heksan
buah andaliman. Sebagaimana yang dikatakan Indriani (2007) bahwa steroid banyak
ditemukan di alam, yaitu pada tumbuhan dan hewan. Steroid pada jaringan tumbuhan
berfungsi sebagai pelindung tanaman dari serangan serangga (insektisida).
Tricklebank (1994 dalam Nurlaili, 2010) menyatakan bahwa suatu senyawa yang
bersifat toksik (racun) dapat mengganggu proses metabolisme sel yang
mengakibatkan gangguan fungsi hepar.
Selain itu, perbedaan konsentrasi ekstrak yang diberikan dengan intensitas
pemberian yang berbeda pula juga berpengaruh terhadap kondisi morfologis hepar.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Astusti et al., (2006), jika intensitas paparan suatu
zat terhadap suatu organ ditingkatkan maka akan menimbulkan perubahan morfologis
dan fungsi, perubahan tersebut umumnya bersifat reversible.
4.2 Data Rerata Berat Hepar Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pra Implantasi dan Pasca Implantasi
Hasil pengamatan pengaruh pemberian ekstrak n-heksan buah andaliman selama masa
pra implantasi 0-3 hari dan pasca implantasi 6-14 hari terhadap rerata berat hepar
mencit dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Setelah dilakukan uji statistik (Lampiran C) pada kelompok pemberian pra
implantasi 0-3 hari menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan. Dimana
rerata berat hepar antara PA1, PA2, PA3, KPA, dan K0A, tidak berbeda nyata (p>0,05).
Gambar 4.2. Rerata Berat Hepar Antara Kelompok Pra Implantasi 0-3 Hari (A) dan
Pasca Implantasi 6-14 Hari (B). K0 = kontrol blank; KP = kontrol pelarut
CMC 1%; P1, P2, dan P3 = ekstrak n-heksan buah andaliman masing-masing
[image:41.595.125.510.439.622.2]Sedangkan pada kelompok pemberian pasca implantasi 6-14 hari setelah dilakukan uji
statistik (Lampiran D) ternyata menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan.
Dimana antara kelompok KPB, PB1, PB2, dan PB3 menunjukkan penurunan nyata
terhadap rerata berat hepar bila dibandingkan dengan K0B.
Berdasarkan Gambar 4.2 tersebut di atas dapat dilihat bahwa pemberian
ekstrak n-heksan buah andaliman yang diberikan selama masa pra implantasi 0-3 hari
tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat hepar, baik antara
perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman maupun pada kontrol. Hal ini
kemungkinan dikarenakan intensitas waktu pemberiannya yang sangat singkat yaitu
selama 4 hari, yang dimulai dari kehamilan 0 hari hingga kehamilan 3 hari. Sehingga
dapat dikatakan ekstrak tersebut tidak memiliki efek yang besar terhadap berat hati,
meskipun konsentrasi yang diberikan ditingkatkan. Sedangkan pada kelompok
pemberian pasca implantasi 6-14 hari menunjukkan terjadinya penurunan berat hepar
pada perlakuan KPB (1,13), PB1 (1,10), PB2 (0,91), dan PB3 (0,99) dibandingkan
dengan perlakuan K0B (1,89). Sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak n-heksan buah
andaliman yang diberikan selama masa pasca implantasi 6-14 hari berpengaruh
terhadap berat hepar. Hal ini kemungkinan dikarenakan intensitas waktu
pemberiannya yang lebih lama yaitu selama 9 hari, yang dimulai pada kehamilan 6
hari hingga kehamilan 14 hari. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Astuti et al.,
(2006), bahwa jika suatu senyawa dengan konsentrasi yang tinggi masuk ke dalam
tubuh dan diberikan dalam jangka waktu yang lama maka akan menimbulkan
degenerasi pada organ tersebut.
Hepar merupakan organ pertama yang dicapai oleh obat-obatan dan zat lain
yang diabsorpsi usus melalui vena porta, sehingga hepar adalah tempat utama
metabolisme dan detoksifikasi (Minckler, 1991 dalam Lisdiana, 2004). Hal ini sesuai
dengan penjelasan Lu (1995), yang menyatakan bahwa hepar sangat rentan terhadap
pengaruh zat kimia dan menjadi sasaran utama dari zat beracun. Hal ini terjadi karena
sebagian besar zat beracun atau zat toksik yang masuk ke dalam tubuh setelah diserap
oleh sel lalu dibawa ke hepar oleh vena porta, sehingga hepar berpotensi mengalami
Selanjutnya berdasarkan hasil uji statistik terhadap perbandingan rerata berat
hepar (Lampiran E) antara kelompok pemberian pra implantasi 0-3 hari dan kelompok
pasca implantasi 6-14 hari menunjukkan perbedaan nyata terhadap penurunan berat
hepar yang diberikan selama masa pasca implantasi dibandingkan dengan kelompok
yang diberi perlakuan ekstrak n-heksan buah andaliman selama pra implantasi. Hal
tersebut ditunjukkan dengan terjadinya perbedaan penurunan berat hepar antara kedua
kelompok pemberian yang terjadi seiring dengan kenaikan konsentrasi ekstrak yang
diberikan serta lamanya waktu (intensitas waktu paparan) yang diberikan juga sangat
berpengaruh. Perbedaan ini dapat dilihat pada Gambar 4.2, dimana kelompok
pemberian pasca implantasi 6-14 hari mengalami penurunan berat hepar dibandingkan
dengan kelompok pra implantasi 0-3 hari.
Kondisi ini sesuai dengan penyataan Dewi & Saraswati (2009 dalam Nababan,
2012) yang menyatakan bahwa dosis dan pemasukan yang berulang sangat
mempengaruhi kerja suatu zat, dimana dosis yang diberikan secara berlebih dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada suatu organ tubuh, terlebih pada hepar yang
merupakan organ utama dalam metabolisme dan detoksifikasi zat. Menurut Tambunan
(1994), hepar merupakan organ penting didalam tubuh karena hepar merupakan
tempat pertama dan terbesar untuk mendetoksifikasi berbagi zat yang dicerna oleh
traktus digestivus.
Menurut Junquiera & Carneiro (1992), hepar merupakan organ terpenting
dalam biotransformasi dan hepar juga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi.
Namun jika hepar dipapari dengan senyawa toksik secara terus menerus maka proses
detoksifikasi akan berjalan lebih lambat yang mengakibatkan terjadinya penumpukan
senyawa toksik dan meyebabkan terjadinya kerusakan pada organ hepar.
4.3 Tingkat Kerusakan Hepatosit Mencit Setelah Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman Selama Masa Pra Implantasi dan Pasca Implantasi
Hasil pengamatan terhadap tingkat kerusakan hepatosit pada kelompok pemberian Pra
Implantasi 0-3 Hari setelah dilakukan uji statistik (Lampiran F) menunjukkan adanya
(245,77) menunjukkan perbedaan nyata terhadap peningkatan kerusakan hepatosit bila
dibandingkan dengan KPA (191,55) dan K0A (113,83) . Sedangkan pada kelompok
pemberian Pasca Implantasi 6-14 Hari setelah dilakukan uji statistik (Lampiran G)
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Dimana antara PB1 (239,05), PB2
(242,49), dan PB3 (265,89) menunjukkan perbedaan nyata terhadap peningkatan
kerusakan hepatosit bila dibandingkan dengan KPA (174,50) dan K0A (119,83). Hal
[image:44.595.123.517.226.444.2]ini dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Tingkat Kerusakan Hepatosit Antara Kelompok Pra Implantasi
(A) dan Pasca Implantasi (B). K0 = kontrol blank; KP = kontrol
pelarut CMC 1%; P1, P2, dan P3 = ekstrak n-heksan buah andaliman
masing-masing konsentrasi 2%, 4%, dan 6%. Huruf yang sama pada perlakuan yang berbeda menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf 5%. (tn = p>0,05)
Berdasarkan Gambar 4.3 tersebut di atas dapat dilihat bahwa pemberian
ekstrak n-heksan buah andaliman selama masa pra implantasi 0-3 hari sudah
mempengaruhi tingkat kerusakan hepatosit. Meskipun ekstrak tersebut tidak begitu
berpengaruh terhadap rata-rata berat hepar namun secara histologis ekstrak tersebut
berpengaruh. Peningkatan kerusakan hepatosit yang terjadi kemungkinan besar
diakibatkan oleh senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak n-heksan buah
andaliman seperti steroid, yang menurut Indriani (2007) bahwa steroid banyak
ditemukan di alam, yaitu pada tumbuhan dan hewan. Steroid pada jaringan tumbuhan
disebut dengan sitosterol yang biasanya terdapat pada lapisan lilin daun yang
Selanjutnya setelah dilakukan uji statistik (lampiran H) terhadap perbandingan
tingkat kerusakan hepatosit setelah diberikan ekstrak n-heksan buah andaliman antara
kelompok pemberian selama masa pra implantasi 0-3 hari dan pasca implantasi 6-14
hari menunjukkan hasil tidak berbeda nyata antara kedua kelompok pemberian
tersebut (p>0,05). Akan tetapi terjadi peningkatan kerusakan seiring dengan
peningkatan konsentrasi ekstrak dan lamanya waktu pemberian. Hal ini berarti
senyawa yang dikandung dalam ekstrak n-heksan buah andaliman yang umumnya
merupakan senyawa non polar seperti steroid dan minyak atsiri memberikan pengaruh
terhadap tingkat kerusakan hepatositnya.
Menurut (Moslen, 2001 dalam Hapsari, 2010), bahwa kerusakan hepar karena
zat toksik dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis zat kimia, dosis yang
diberikan, dan lamanya paparan zat tersebut seperti akut, subkronik atau kronik.
Dimana semakin tinggi konsentrasi suatu senyawa yang diberikan maka respon toksik
yang ditimbulkan semakin besar (Amalina, 2009). Akan tetapi walaupun hepar
merupakan organ yang sel-selnya mengalami pembaharuan yang lambat, hepar juga
mempunyai kemampuan regenerasi yang cukup cepat.
Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan Junqueira dan Carneiro (1997),
dimana kehilangan jaringan akibat zat-zat toksik atau pembedahan memacu suatu
mekanisme dimana sel-sel hepar mulai membelah dan hal ini terus berlangsun