• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Teladan Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Teladan Kota Medan"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

56

Lampiran 1

PENJELASAN PENELITIAN

Judul Penelitia : Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Teladan Kota Medan.

Peneliti : Indri Yulia Rahmi

NIM : 101101074

Saya mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui kualitas hidup penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan. Saudara yang turut berpartisipasi dalam penelitian ini akan diharapkan mengisi kuesioner.

Saya menjamin bahwa penelitian ini tidak berdampak negatif atau merugikan Saudara. Bila selama penelitian ini Saudara merasakan ketidaknyamanan, maka Saudara berhak berhenti dari penelitian ini.

Saya akan berusaha menjaga hak-hak Saudara dari kerahasiaan selama penelitian berlangsung, dan saya menghargai keinginan responden untuk tidak meneruskan keikutsertaan dalam penelitian, kapan saja selama penelitian berlangsung. Hasil penelitian ini kelak bermanfaat sebagai masukan bagi perawat untuk meningkatkan kualitas hidup penderita TB Paru. Dengan penjelasan ini saya sangat mengharapkan partisipasi Saudara dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.

Medan, 2016 Peneliti,

Indri Yulia Rahmi

(2)

57

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN KUALITAS HIDUP PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS TELADAN KOTA MEDAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: nama (inisial) :

umur :

setelah mendengarkan penjelasan dari peneliti dan membaca penjelasan penelitian, saya memahami bahwa penelitian ini akan menjunjung tinggi hak-hak saya selaku responden. Saya berhak tidak melanjutkan berpartisipasi dalam penelitian ini jika suatu saan merugikan saya.

Saya sangat memahami bahwa keikutsertaan saya menjadi responden pada penelitian ini sangat besar manfaatnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita TB Paru. Dengan menandatangani lembar persetujuan ini, berarti saya telah menyatakan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan dari siapapun.

Peneliti,

INDRI YULIA RAHMI

Medan, Juni 2016 Responden

(3)

58

Lampiran 3

Tanggal : __________ Kode (diisi oleh peneliti): ________

INSTRUMEN PENELITIAN

Petunjuk pengisian :

1. Semua pertanyaan harus dijawab

2. Berilah tanda checklist ( √ ) pada tempat yang disediakan dan isilah titik titik jika pertanyaan yang harus dijawab

3. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban

4. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti 1. Data demografi

Inisial : ………

Usia : ……… Tahun

Jenis kelamin : 1. ( ) Laki-laki 2. ( ) perempuan Agama : 1. ( ) Islam 2. ( ) Kristen

3. ( ) Katolik 4. ( ) Hindu 5. ( ) Budha

Suku : 1. ( ) Batak 2. ( ) Melayu 3. ( ) Minang 4. ( ) Jawa 5. Lain-lain, sebutkan ………

Status : 1. ( ) menikah 2. ( ) Tidak menikah 3. ( ) cerai

Pendidikan : 1. ( ) SD 2. ( ) SMP 3. ( ) SMA 4. ( ) Sarjana

5. ( ) Lain-lain sebutkan Pekerjaan : 1. ( ) PNS 2. ( ) TNI/POLRI

3. ( ) Wiraswasta

(4)

59

Lamanya menderita TB Paru : ____ Hari/ Minggu/ Bulan

2. Kuesioner Kualitas Hidup

PETUNJUK

Kuesioner ini menyatakan bagaimana perasaan anda tentang kualitas hidup, kesehatan dan masalah lain dalam kehidupan anda. Mohon dijawab semua pertanyaan. Pilihlah jawaban yang menurut anda paling sesuai. Mohon diingat tentang standar, harapan, kesenangan dan kekhawatiran anda. Kami menanyakan apa yan anda pikirkan tentang kehidupan anda pada empat minggu terakhir.

No. Sangat 1. Bagaimanakah anda

menilai kualitas hidup 2. Seberapa puaskah anda

dengan kesehatan anda?

(5)

60

Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering anda mengalami hal-hal berikut ini dalam 4 minggu terakhir.

Tidak

4. Seberapa sering anda membutuhkan terapi

7. Seberapa baikkah anda

(6)

61

Pertanyaan berikut ini menyatakan tentang bagaimana secara keseluruhan pengalaman atau kemampuan anda untuk melakukan hal tertentu selama empat minggu terakhir.

Tidak sama sekali

Sedikit Sedang Sering-kali

13. Seberapa banyak tersedianya

14. Sampai seberapa jauh anda 15. Seberapa baik anda

mampu bergerak berkeliling?

(7)

62

18. Seberapa puaskah anda dengan kemampuan anda untuk bekerja?

1 2 3 4 5

19. Seberapa puaskah anda terhadap diri

(8)

63

24. Bagaimana kepuasan anda terhadap akses atau kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan?

1 2 3 4 5

25. Bagaimana kepuasan anda terhadap

transportasi anda?

1 2 3 4 5

Pertanyaan berikut merujuk pada seberapa sering anda merasakan atau mengalami hal-hal berikut dalam empat minggu terakhir.

Tidak

pernah Jarang

Cukup sering

Sangat

sering Selalu 26. Seberapa sering

anda mengalami perasaan negatif seperti perasaan sedih, kecewa, cemas, depresi?

(9)

64

(10)
(11)

66

(12)

lxvii

UMR: Umur AGM: Agama SB: Suku Bangsa SP: Status Perkawinan PD: Pendidika n PK: Pekerjaan

1. Islam 1. Batak 1. Menikah 1. SD 1. PNS

JK: Jenis Kelamin 2. Kristen 2. Melayu 2. B elum Menika h 2. SMP 2. T NI/POLRI 1. Laki-laki 3. Katolik 3. M inang 3. Bercerai 3. SMA 3. Wiraswasta

2. Perempuan 4. Hindu 4. Jawa 4. Diploma 4. P etani/Buruh

5. Budha 5. L ain-lain 5. SMA 5. Pegawai Swasta

6. L ain-lain 6. L ain-lain

PH: Penghasilan Per Bulan LM TB: Lama Menderita TB Paru

1. < Rp 1.000.000 3. Rp 1.500.000 s/d Rp 2.000.000 2. Rp 1.000.000 s/d Rp 1.500.000 4. > Rp 2.000.000

Data Kualitas Hidup Penderita Tuberk ulos is Paru di Wi layah Kerja Pus k es mas Teladan Kota Medan

(13)

lxviii

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

(14)

lxix

22 1 2.0 2.0 20.4

23 1 2.0 2.0 22.4

26 1 2.0 2.0 24.5

28 2 4.1 4.1 28.6

29 1 2.0 2.0 30.6

30 1 2.0 2.0 32.7

31 1 2.0 2.0 34.7

32 2 4.1 4.1 38.8

35 1 2.0 2.0 40.8

36 1 2.0 2.0 42.9

37 2 4.1 4.1 46.9

38 1 2.0 2.0 49.0

40 1 2.0 2.0 51.0

41 2 4.1 4.1 55.1

44 1 2.0 2.0 57.1

45 2 4.1 4.1 61.2

47 2 4.1 4.1 65.3

51 2 4.1 4.1 69.4

53 2 4.1 4.1 73.5

55 1 2.0 2.0 75.5

57 1 2.0 2.0 77.6

61 2 4.1 4.1 81.6

64 1 2.0 2.0 83.7

65 1 2.0 2.0 85.7

67 2 4.1 4.1 89.8

69 1 2.0 2.0 91.8

72 1 2.0 2.0 93.9

77 3 6.1 6.1 100.0

(15)

lxx

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

(16)

lxxi

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Lama Menderita Tb Paru

Frequency Percent Valid Percent

(17)

lxxii

Kualitas Hidup Penderita Tb Paru

(18)

lxxiii

Domain Psikologikal

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 13 26.5 26.5 26.5

Buruk 36 73.5 73.5 100.0

Total 49 100.0 100.0

Domain Hubungan Sosial

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 25 51.0 51.0 51.0

Buruk 24 49.0 49.0 100.0

Total 49 100.0 100.0

Domain Lingkungan

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 27 55.1 55.1 55.1

Buruk 22 44.9 44.9 100.0

(19)

lxxiv

Statistics Kualitas Hidup Penderita Tb Paru

N Valid 49

Missing 0

Mean 1.6531

Median 2.0000

Mode 2.00

Std. Deviation .48093

Minimum 1.00

Maximum 2.00

Sum 81.00

Percentiles 100 2.0000

Kualitas Hidup Penderita Tb Paru

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Baik 17 34.7 34.7 34.7

Buruk 32 65.3 65.3 100.0

Total 49 100.0 100.0

(20)

lxxv

Lampiran 9

TAKSASI DANA

Keterangan dana yang dipakai dan diperlukan untuk pembiayaan kegiatan mulai dari proses pembuatan proposal, yaitu:

1. Proposal Penelitian (Dana yang telah dipakai)

a. Photocopy bahan : Rp 50.000,-

b. Internet : Rp 100.000,-

c. Kertas A4 80 gram : Rp 38.000,-

d. Perbanyak proposal : Rp 50.000,-

e. Konsumsi Dosen Penguji dan Pembimbing : Rp 200.000,-

f. Dana tak terduga : Rp 100.000,- +

Jumlah : Rp 538.000,-

2. Pengumpulan Data

a. Izin Penelitian : Rp 250.000,-

b. Transportasi : Rp 50.000,-

c. Photocopy kuesioner : Rp 60.000,-

d. Cendramata : Rp 200.000,- +

Jumlah : Rp 560.000,-

3. Analisis Data dan Pengumpulan Laporan

a. Kertas A4 80 gram : Rp 38.000,-

b. Penjilidan : Rp 100.000,-

c. Fotocopy Laporan Penelitian : Rp 100.000,-

d. Sidang Skripsi : Rp 200.000,-

e. Konsumsi Dosen Penguji dan Pembimbing : Rp 200.000,- +

Jumlah : Rp 638.000,-

4. Biaya Tak Terduga : Rp 150.000,-

(21)

lxxvi

Lampiran 10

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Indri Yulia Rahmi

Tempat, Tanggal Lahir : Batusangkar, 15 Juli 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Djamin Ginting Gg. Sarmin No. 83a Medan. Riwayat Pendidikan :

1. TK Iqra’ Abadi Tahun 1997-1998 2. SD N 06 Sungayang 1998-2004 3. SMP N 1 Sungayang 2004-2007 4. SMA N 1 Sungayang 2007-2010

5. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2010-2016

(22)

53

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Calman, K.C. (1985). Quality of Life- a Response to K C Calman. Journal of Medical Ethics.

Depkes. (2013). Profil Kesehatan provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. Medan: Dinas Kesehatan Sumatera Utara.

Depkes. (2014). Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Medan: Departemen Kesehatan Sumatera Utara.

Djojodibroto, D. (2012). Respirologi. Jakarta: EGC

Guo, N., Marra, F., Marra, C. A., (2009). Measuring Health-Related Quality of Life in Tuberculosis: A Systemic. Canada: Licensee BioMed Central Ltd. Hendrik, Perwitasari, D.A., Mulyani, U.D., Thobari, J.A. (2015). Pengukuran

Kualitas Hidup Pasien Tuberkulosis Menggunakan Instrument St. George Respiratory Questionnaire (SGRQ) di Yogyakarta. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Farmasi Universitas Ahmad Dahlan.

Hays, R.D., Sherbourne, C.D., Mazel, R.M. (1995). User’s Manual for TheMedical Outcomes Study (MOS) Core Measures of Health-Ralated Quality of Life.

Jannah, A., M. (2015). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Tuberkulosis Paru di poli Rawat Jalan Rumah Sakit Paru Jember. Jember: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas jember.

Juliandari, N. M., Kusnanto, Hidayati, L. (2014). Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Coping Stres dengan Kualitas Hidup Pasien TB Paru di Puskesmas Perak Timur Surabaya Tahun 2014. Surabaya: Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

Kemenkes. (2011). Terobosan Menuju Akses Universal Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan.

Kemenkes. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

(23)

54

Lima, Mary Licia de., Santos, Jair Licio Ferreira., Sawada, Namie Okino., Lima, Livia Aparecida Perreira de. (2014). Quality Of Life of Individuals With Stroke and Their Caregivers in A City of Triangulo Mineiro.

http://www.scielo.br/pdf/rbepid/v17n2/1415-790X-rbepid-17-02-00453.pdf. Rev Bras Epidemiol.

Lombu, K. E. (2015). Gambaran Kualitas Hidup Pasien Paska Sroke di RSUD Gunung Sitoli. Skripsi, Universitas Sumatera Utara.

Masood, S.A., Muhammad, W., Muhammad, A. A. (2012). Factor Influencing Quality of Life in Patients with Active Tuberculosis In Pakistan. Munich Personal RePEe Archive (MPRA).

Nazir, M. (1983). Metodologi Penlitian. Jakarta: Graha Indonesia.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian Kesehata. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehata., Jakarta: Rineka Cipta. Putri, R. M., Wahiduddin, Arsyad, D. S. hubunan Dukungan Sosial dengan

Kualitas Hidup Penderita TB Paru di BBKPM Kota Makasar. Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas hasanuddin. Ratnasari, N.Y. (2012). Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada

Penderita Tuberkulosis Paru (TB Paru) di Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Yogyakarta Unit minggiran, Jurnal Tuberkulosis Indonesia Vol. 8.

Rizqina, M. (2001). Konsep Diri Penderita TB paru di Balai Pengobatan penyakit Paru-paru (BP4) Medan.

Saragih, S.W. (2011). Hubungan Dukungan Keluara dengan Harga Diri Pasien Tb Paru yang Dirawat di RSUD Sidikalang.

Sitompul, A.I. (2013). Prevalensi dan Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4) Medan Tahun 2012.

Tambunan, M. F. (2014). Hubungan Efikasi Diri dengan Kualitas Hidup Pasien TB Paru di RSUP H Adam Malik Medan Tahun 2013. Medan: Fakultas Keperawatan USU.

Terok, M. P., Bawotong, J., Untu, F. M. (2012). Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada Pasien Tuberkulosis Paru di Poli Paru BLU RSUP Prof. DR. R. D Kandou Manado. Ejournal Keperawatan (E-Kp) Volume 1.

Vantegodt, S., Merrick, J., Andersen, N.J. (2003). Quality of Life Theory I. The IQOL Theory: An Integrative Theory of The Global Quality of Life Concept, The Scientific World Journal.

(24)

55

Wardiyah, M. (2002). Gambaran Kualitas Hidup Pasien HIV/AIDS yang Diawat di RSUP H. Adam Malik Medan, Skripsi, Universitas Sumatera Utara. World Health Organization. (1996). WHOQOL-BREF US English Version.

http://depts.washington.edu/seaqol/WHOQOL-BREF diperoleh tanggal 19 Mei 2016

WHO. (2015). Global Tuberculosis Report 2015. France: 20th Edition.

(25)

30 BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangaka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan kualitas hidup pasien TB Paru, secara deskriptif yang digambarkan sebagai berikut:

Skema 3.1. Kerangka konseptual penelitian Kualitas Hidup Penderita TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas Teladan Kota Medan

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Berhubungan Kualitas hidup pasien TB Paru:

• Domain fisik • Domain psikologis • Domain hubungn sosial • Domain lingkungan

Baik

Buruk

(26)

31

3.2 Defenisi Operasional

Tabel 3.1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

(27)

32 BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2005). Desain penelitian deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan bagaimana kualitas hidup pasien TB Paru.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Teladan Kota Medan yang beralamat di jalan Sisingamangaraja Kecamatan Medan Kota. Penelitian dilakukan pada bulan April s/d Agustus 2016. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi penelitian di Puskesmas Teladan Kota Medan karena jumlah kasus baru TB paru bulan Desember s/d Mei 2016 cukup banyak sehingga memudahkan untuk pengambilan sampel.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari objek dalam penelitian (Arikunto, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien TB Paru yang menjalani pengobatan di Puskesmas Teladan Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini yaitu sebanyak 122.

(28)

33

4.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Sampel pada penelitian ini berdasarkan kriteria inklusi yaitu penderita TB paru yang berada di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan baik laki-laki ataupun perempuan, sudah menderita TB Paru selama satu bulan atau lebih, dapat berbicara dengan baik dan bersedia menjadi responden penelitian dengan memberikan persetujuan menjadi responden dengan menandatangani informed consent.

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara convenient sampling yaitu dengan cara memilih sampel di antara populasi yang

sesuai dengan kriteria penelitian sehingga sampel tersebut dapat mewakili

karakteristik populasi yan sudah dikenali sebelumnya sesuai dengan criteria inklusi

yang ditentukan.

Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus perkiraan besar sampel dengan menggunakan rumus estimasi proporsi, yaitu

n =Z1-a/2 . P(1−P) d

Keterangan:

n : Besar sampel

Z1-a/2 : Nilai Z pada derajat kemaknaan (95%= 1,96)

P : Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi

(29)

34

n =Z1-a/2 . P(1−P) d

n =1,96 . 0,5 (1−0,5)

0,01

n =1,96 .0,5(0,5)

0,01

n =0,49

0,01

n = 49

Hasil perhitungan paling sedikit dibutuhkan 49 pasien TB paru untuk responden penelitian.

4.4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Fkultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dengan izin dari Pimpinan Dinas Kesehatan Kota Medan dan Pimpinan Puskesmas Teladan.

Peneliti ini menggunakan individu atau manusia sebagai subjek dalam penelitian, maka hakikatnya sebagai manusia harus dilindungi dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam pertimbangan etik, yaitu hak dihargai privacy-nya, merahasiakan informasi yang diberikan, memperoleh jaminan

keamanan dan keselamatan akibat dari informasi yang diberikan, hak menerima imbalan dan kompensasi (Notoatmodjo, 2012). Kemudian responden diminta untuk membaca dan memahami isi lembar persetujuan (informed consent). Apabila responden bersedia maka responden diminta untk menandatangani surat persetujuan yang telah dibaca dan dipahami. Dalam hal ini responden berhak menolak terlibat dalam penelitian ini maupun menarik kesediaanya pada proses

(30)

35

pengumpulan data. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tapi dengan member kode pada masing-masing lembar saja.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner, pada bagian pertama instrumen penelitian berisi data demografi pasien yang meliputi: umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, lamanya menderita TB paru dan penghasilan.

Instrument kedua berisi kuesioner untuk mengukur kualitas hidup dengan mengadopsi model instrument World Health Organization Quality of Life-BREF (WHOQOL-BREF, 1996). Kuesioner ini telah diterjemahkan oleh Wulandari (2004) dan dipakai untuk mengukur kualitas hidup pasien stroke oleh Lombu (2015). Kuesioner ini merupakan rangkuman dari World health Organization Quality of Life (WHOQOL)-100 yang terdiri dari 26 pertanyaan.

(31)

36

dukungan sosial, aktivitas seksual, pertanyaannya terdapat pada nomor 20, 21, dan 22. Keempat, domain lingkungan yang beirisi pertanyaan mengenai keamanan fisik dan keamanan, lingkungan rumah, sumber penghasilan, kesehatan dan perhatian sosial: ketersediaan dan kualitas, kesempatan untuk memperoleh informasi baru dan keterampilan, partisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang, lingkungan fisik, dan transportasi. Pertanyaan untuk domain lingkungan terdapat pada nomor 8, 9, 12, 13, 14, 23, 24, dan 25. Pertanyaan unutuk kualitas hidup secara menyeluruh dan kesehatan secara umum terdapat pada nomor 1 dan 2. Instrument ini juga terdiri dari pertanyaan negatif yang terdapat pada nomor 3, 4, dan 26. Nilai dari domain menunjukkan persepsi individu pada kualitas hidup di masing-masing domain. Nilai dari domain siskala dalam arah yang positif dimana semakin tinggi nilai berarti kualitas hidup semakin baik.

Penilaian pada instrument ini dilakukan dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari lima kategori respon dengan jawaban setiap pertanyaan dinilai 1 sampai dengan 5. Dengan nilai 1 sebagai nilai terendah dan nilai 5 sebagai nilai tertinggi.

Berdasarkan rumus statistik untuk mencari panjang kelas (p = rentang/ banyak kelas), dimana p merupakan panjang kelas yaitu selisih anyara nilai tertinggi dan nilai terendah yaitu 200. Kualitas hidup dikategorikan menjadi dua kelas yaitu kualitas hidup baik dan kualitas hidup buruk maka didapatlah panjang kelas sepanjang 200. Nilai terendah yang didapat adalah 0 yang merupakan batas bawah interval pertama dan nilai tertinggi adalah 400 sebagai batas atas interval

(32)

37

kedua, sehingga kualitas hidup pasien tuberkulosis paru dapat dikategorikan menjadi dua interval kualitas hidup, yaitu skor 0-200 dikategorian kualitas hidup buruk dan skor 201-400 dikategorikan kualitas hidup baik.

4.6. Uji Validitas

Uji Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Suatu instrument yang valid mempunyai validitas yang tinggi (Arikunto, 2010). Dalam penelitian ini peneliti tidak lagi melakukan uji validitas karena instrument yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup diadopsi dari model instrument World health Organization Quality of Life-BREF (1996) yang telah diterjemahkan oleh

Wulandari (2004) dan telah dipakai oleh Lombu (2015). Hasil uji konsistensi internal menunjukkan nilai Cronbach Alpha yang tertinggi adalah 0,7808 dan yang terendah adalah 0,6138.

4.7. Uji Reliabilitas

(33)

38

Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach Alpha 0,871 yang artinya kuesioner penelitian reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian. Responden uji reliabilitas tidak diikutsertakan sebagai responden sampel penelitian.

4.8. Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut, mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara, kemudian mengirimkan permohonan izin yang diperoleh ke Dinas Kesehatan Kota. Setelah mendapat surat balasan dari Dinas Kesehatan Kota Medan peneliti meneruskan surat tersebut ke Puskesmas Teladan. Setelah mendapat izin dari pimpinan Puskesmas peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian dengan cara terlebih dahulu menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner. Kemudian peneliti menanyakan apakah calon responden bersedia atau tidak untuk menjadi responden dalam penelitian. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani informed consent (Syarat Persetujuan) menjadi responden kemudian menjelaskan dan membantu responden dalam pengisian kuesioner, responden diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak dimengerti kemudian mencatat jawaban responden sampai selesai dan data dikumpulkan untuk dianalisa.

4.9. Analisa Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data maka peneliti melakukan pengolahan data yang terdiri dari dari 3 langkah, yaitu:

(34)

39

1. Editing yaitu memeriksa kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi.

2. Coding yaitu memberikan kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah penulisan. Coding data dilakukan dengan menggunakan tehnologi komputer.

3. Tabulating yaitu menentukan persentase jawaban dari setiap responden,

mempermudah analisa data dan pengolahan data serta pengambilan keputusan.

(35)

40 BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini menggambarkan tentang kualitas hidup penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas teladan Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan terhadap 49 responden yaitu penderita Tuberkulosis paru pada tanggal 21 Juni 2016 sampai dengan 02 Agustus 2016.

5.1.1. Data demografi

Karakteristik responden yang digambarkan dalam penelitian ini mencakup umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, penghasilan per bulan, lama menderita TB paru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rentang umur penderita Tb paru yang paling banyak adalah dari umur 17-25 tahun (22,4%). Penderita TB paru berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini terdiri dari laki-laki 36 orang (73,5%) dan perempuan 13 orang (26,5%). Mayoritas responden beragama islam (61,2%) dan bersuku batak (69,4%). Status perkawinan responden pada umumnya menikah (73,5%). Dari tingkat pendidikan, yang paling banyak adalah tamatan SMA sebanyak 31 orang (63,3%), sedangkan berdasarkan jenis pekerjaan, yang terbanyak adalah wiraswasta dengan jumlah 24 orang (49,0%), penghasilan rata-rata perbulan responden adalah < Rp 1.000.000 (36,7%), serta lama menderita Tb paru, paling banyak responden menderita selama 3 bulan (65,3%).

(36)

41

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi data demografi responden penderita Tb Paru di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan (n=49 orang).

Data Demografi Frekuensi (f) Persentase (%)

Umur

Rp 1.000.000 s/d Rp 1.500.000 Rp 1.500.000 s/d Rp 2.000.000 > Rp 2.000.000 Lama Menderita TB Paru

(37)

42

5.1.2. Kualitas Hidup

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa nilai kategori kualitas hidup penderita Tb paru yang dilihat dari empat domain adalah domain fisik menunjukkan sebanyak 24,4% kategori baik dan 75,5% kategori buruk, domain psikologika menunjukkan 26,5% kategori baik dan 73,5% kategori buruk, domain hubungan sosial menunjukkan 51% kategori baik dan 49% kategori buruk dan domain lingkungan menunjukkan 55,1% kategori baik dan 44,9% kategori buruk.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi domain kualitas hidup penderita Tb paru di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan (n=49 orang).

Domain Kualitas Hidup Kategori Frekuensi (f) Persentase (%)

Domain Fisik Baik 12 24,5%

Buruk 37 75,5%

Domain Psikologikal Baik 13 26,5%

Buruk 36 73,5%

Domain Hubungan Sosial Baik 25 51,0%

Buruk 24 49,0%

Domain Lingkungan Baik 27 55,1%

Buruk 22 44,9%

Total 49 100%

Hasil penelitian pada tabel 5.3 menunjukan bahwa jumlah responden dengan kualitas hidup baik yaitu 17 orang (34,7%) dan responden dengan kualitas hidup buruk yaitu 32 orang (65,3%).

(38)

43

Table 5.3. Distribusi frekuensi kualitas hidup penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas teladan Kota Medan (n= 49 orang).

Kualitas Hidup Frekuensi (f) Persentase (%)

Baik 17 34,7

Buruk 32 65,3

Total 49 100

5.2. Pembahasan

5.2.1. Kualitas Hidup Penderita Tb Paru

Penelitian tentang kualitas hidup pada penderita tuberkulosis paru sangat penting dilakukan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh penyakit tuberkulosis paru terhadap kualitas hidup. Hal ini bisa juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk membuat implementasi pelayanan kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di masyarakat.

(39)

44

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup adalah usia. Rochmayanti (2011) dalam Tambunan (2014) menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia maka kualitas hidup akan menurun, hal ini terjadi akibat penurunan fungsi fisiologis yang terjadi seiring dengan bertambahnya usia dan penurunan fungsi fisiologis ini menyebabkan seseorang mengalami hambatan dalam setiap upaya untuk meningkatkan gaya hidup dan meningkatkan kualitas kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan pasien. Teori tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan penulis. Pada penelitian ini rata-rata responden berada pada usia produktif yaitu rentang usia 17-45 tahun yaitu sebanyak 61,2%.

Kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan, berdasarkan perbedaan jenis kelamin menunjukkan bahwa pada pasien tuberkulosis paru laki-laki mempunyai kualitas hidup lebih buruk dari pada perempuan. Hal ini dikarenakan kebiasaan merokok pada laki-laki. Perbedaan kebiasaan dalam mencari pertolongan medis yang menyebabkan deteksi yang buruk terhadap kejadian penyakit dikalangan wanita, stigma buruk yang ditempelkan terhadap wanita yang terdiagnosis positif tuberkulosis paru menyebabkan banyak wanita yang akhirnya enggan mencari pengobatan, jadi mereka tidak mencari pertolongan medis sampai penyakitnya menjadi berat (Waisbord, dalam Tambunan, 2014). Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki (73,5%).

Tambunan (2014) mengemukakan bahwa orang yang menikah atau tinggal bersama pasangannya akan mempunyai kualitas hidup yang baik. Responden yang

(40)

45

menikah dan tinggal bersama keluarga mempunyai keteraturan dalam menjalani pengobatannya. Peran keluarga sangat dibutuhkan dalam memperhatikan pengobatan anggota keluarganya. Keluarga harus memberi dukungan agar penderita dapat menyelesaikan pengobatannya sampai sembuh. Peran keluarga yang baik merupakan motivasi atau dukungan yang ampuh dalam mendorong pasien untuk berobat teratur sesuai anjuran. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa sebagian besar penderita tuberkulosis paru sudah menikah yaitu sebanyak 73,5%.

(41)

46

Selain faktor usia, jenis kelamin, status perkawinan dan pendidikan. Status pekerjaan juga berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien tuberkulosis paru. Tambunan (2014) yang di kutip dari Elisabeth, et al (2005) menyatakan bahwa status pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien, pekerjaan berhubungan dengan aktualisasi diri seseorang dan mendorong seseorang lebih bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas. Namun responden yang bekerja kemungkinan besar mempunyai kegiatan yang lebih padat dan mengalami stres yang lebih tinggi terhadap pekerjaannya, sehingga dapat mempengaruhi efikasi diri dan kualitas hidup seseorang. Pada penelitian ini status pekerjaan responden sebagian besar adalah wiraswasta yaitu sebanyak 49,0%.

Panjaitan (2011) dalam Tambunan (2014) menyebutkan bahwa penderita tuberkulosis paru pada umumnya adalah masyarakat yang tergolong miskin. Peneliti mengemukakan kemiskinan secara langsung menjadi faktor risiko menderita tuberkulosis paru dan cenderung akan menurunkan kualitas hidup pasien tuberkulosis paru, karena hal ini dapat memperberat kondisi pasien. Penyakit tuberkulosis paru seringkali dihubungkan dengan kemiskinan dan sanitasi lingkungan yang buruk. Sebagian besar kasus Tuberkulosis paru terjadi pada masyarakat miskin. Orang yang tidak bekerja mempunyai kondisi sosial ekonomi yang rendah serta mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah bila dibandingkan dengan orang yang mempunyai pekerjaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang terdapat pada table 5.1 bahwa pengasilan per bulan rata-rata responden adalah dibawah 1.000.000 yaitu sebanyak 36,7%. Hal ini juga

(42)

47

berkaitan dengan banyak juga respnden yang tidak memiliki pekerjaan, masih dalam tahap pendidikan dan hanya sebagai ibu rumah tangga saja.

Kualitas hidup yang menurun pada pasien tuberkulosis dapat menyebabkan keterlambatan pengobatan dan berdampak negatif terhadap kelangsungan pengobatan sehingga menyebabkan pengobatan menjadi terputus atau tidak tuntas (drop out) (Ratnasari, 2012). Faktor paling dominan yang mempengaruhi kualitas hidup pasien tuberkulosis paru adalah faktor lama pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan yang lebih lama dapat menyebabkan semakin baiknya kualitas hidup pasien (Jannah, 2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita tuberkulosis paru yang menjadi responden penelitian menderita TB paru selama 3 bulan (30,6%), hal ini menunjukkan bahwa proses pengobatan masih pada tahap awal pengobatan.

5.2.2. Kualitas Hidup Penderita Tuberkulosis Paru Berdasarkan Domain

Kualitas Hidup.

Kualitas hidup penderita Tuberkulosi paru pada penelitian ini dibahsa berdasarkan empat domain kualitas hidup menurut WHOQOL-BREF, yaitu domain fisik, domain psikologikal, domain hubungan sosial, dan domain lingkungan.

(43)

48

menyatakan bahwa domain fisik merupakan domain yang berada pada kondisi paling buruk pada penderita tuberkulosis paru. Sekitar 74,2% penderita tuberkulosis paru sering merasakan nyeri pada tubuhnya.

Djojodibroto (2009) menjelaskan bahwa penyakit tuberkulosis paru sangat mempengaruhi fungsi fisik penderitanya. Penderita akan sering merasa demam, malaise yang terjadi dalam jangka panjang. Selain itu penderita tuberkulosis paru akan mengalami batuk kering ataupun batuk produktif. Hal ini juga menyebabkan sesak napas pada penderitanya, serta adanya rasa nyeri pada dada yang disebabkan oleh infeksi kuman tuberkulosis tersebut.

Domain psikologis juga menunjukkan perbandingan yang berarti antara kategori baik dan kategori buruk. Penderita tuberkulosis paru yang memiliki kategori baik hanya 26,5% sedangkan sebanyak 73,5% menunjukkan kategori buruk. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Masood, Muhammad dan Muhammad (2012) yang menyatakan bahwa pada umumnya penderita tuberkulosis paru hidup dengan depresi dan merasakan ancaman kematian yang cukup tinggi.

International Union Againts Tuberculosis and Lung Desease (dalam Jannah 2015) menyatakan bahwa pasien ketika didiagnosa tuberkulosis paru akan timbul ketakutan dalam dirinya, biasanya berupa ketakutan akan pengobatan, kematian, efek samping obat, menularkan penyakit ke orang lain, perasaan rendah diri, serta selalu mengisolasi diri karena malu dengan keadaan sekitarnya, bahkan ada dari pasien tuberculosis paru yang berpikir untuk bunuh diri.

(44)

49

Domain hubungan sosial menunjukkan sebanyak 51% penderita tuberkulosis paru berada pada kategori baik dan 49% diantara nya berada pada kategori buruk. Rata-rata penderita tuberkulosis paru memperoleh kepuasan dengan hubungan pribadinya, hubungan seksualnya serta mendapatkan kepuasan dengan dukungan yang diberikan oleh orang sekitarnya. Terok, M. P., Bawotong, J., Untu, F. M., menyatakan bahwa semakin tinggi dukungan yang diperoleh oleh penderita tuberkulosis paru maka semakin tinggi pula kualitas hidup penderitanya. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2012) yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang sangat bermakna antara dukungan sosial dengan kualitas hidup penderita tuberkulosis paru.

Ratnasari (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa hubungan sosial berupa dukungan sosial yang didapat penderita tuberkulosis dari orang-orang di sekitar pendrita dapat mempengaruhi perilaku penderita tuberkulosis paru, seperti penurunan rasa cemas, rasa tidak berdaya dan putus asa sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan penderita tuberkulosis paru tersebut. Selain itu, dukungan dari pihak keluarga ataupun orang-orang sekitar juga dapat meningkatkan kepatuhan penderita tuberkulosis paru dalam proses pengobatan, dengan adanya pengawasan dalam minum obat serta terkait pemberian semangat pada penderita tuberkulosis paru.

(45)

50

puas dengan kondisi lingkungan mereka. Lima, dkk (2004) dalam Lombu (2015) menyatakan bahwa domain lingkungan berhubungan dengan kebebasan, keamanan fisik, akses ke lingkungan sosial, akses pelayanan kesehatan serta transportasi. Domain lingkungan akan rendah nilainya apabila penderita tuberkulosis paru tidak memiliki orang lain yang dapat memberikan dukungan pada mereka selama masa penyakit atau pengobatannya.

(46)

51 BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan kualitas hidup penderita tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan. Kesimpulan yang didapatkan bahwa kualitas hidup penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan adalah buruk. Domain yang berada pada kategori buruk adalah domain fisik dan domain psikologikal, sedangkan domain hubungan sosial dan domain lingkungan berada pada kategori baik.

6.2. Saran

6.2.1. Bagi Praktik keperawatan

Perawat diharapkan dapat memberikan informasi mengenai penyakit tuberkulosis paru kepada pasien dan keluarga termasuk perawatannya serta hal-hal yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya, sehingga pelayanan kesehatan kepada pasien tuberkulosis paru dapat terlaksana dengan baik dan mencegah penurunan kualitas hidup pada penderita.

6.2.2. Bagi Pendidikan Keperawatan

(47)

52

6.2.3. Bagi Penelitian Keperawatan

Penelitian ini memberikan gambaran tentang kualitas hidup penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan dengan menggunakan instrument penelitian WHOQOL-BREF yang merupakan instrument penelitian kualitas hidup secara umum. Oleh karena itu, diharapkan ada penelitian selanjutnya tentang kualitas hidup penderita tuberkulosis paru menggunakan instrumen kualitas hidup khusus penyakit pada sistem respiratori.

(48)

8 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TB Paru

2.1.1 Definisi TB Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobakterium Tuberculosis. Kuman ini biasanya menyerang organ paru-paru,

namun dapat juga menyerang organ lain (WHO, 2015).

Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit golongan penyakit dengan penularan melalui udara yang kemudian masuk ke dalam tubuh melalui udara. Manusia menghirup udara untuk bernapas melalui saluran pernapasan sampai ke paru-paru. Setelah itu kuman-kuman penyebab Tb paru akan menyebar mulai dari paru-paru ke bagian tubuh lain melalui sisstem peredaran darah, system saluran limfe, bronkus dan penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya (Widyanto, 2013).

2.1.2 Tanda dan Gejala TB Paru

(49)

9

Selain dari gejala umum terdapat juga gejala respiratorik pada penderita TB Paru. Penderita mengalami batuk berdahak selama sekitar 2-3 minggu lebih. Batuk disertai dengan dahak, dan dahak bercampur darah. Selain itu penderita juga mengalami sesak nafas (Widyanto, 2013).

2.1.3 Cara Penularan TB Paru

Sumber penularan adalah penderita TB Paru dengan hasil laboratorium BTA positif. Waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan sputum (dahak) yang mengandung kuman tuberculosis ke udara dalam bentuk percikan dahak. Orang sekitar akan terinfeksi apabila kuman tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan melalui udara pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, sluran nafas, atau penyebaran langsung kebagian tubuh lainnya (Widyanto, 2013). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Kemenkes, 2014).

Pasien dengan hasil pemeriksaan TB BTA negatif bukan berarti tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal ini bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5000 kuman/cc dahak sehingga sulit untuk dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung. Pasien TB dengan BTA (-) masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan penyakit TB pada pasien TB BTA (+) adalah 65%, pasien TB BTA (-) dengan hasil kultur positif adalah 26%, sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif adalah 17% (Kemenkes, 2014).

(50)

10

2.1.4 Klasifikasi TB Paru

Widyanto (2013) dalam bukunya Trend Disease Trend Penyakit Saat Ini mengklasifikasikan penyakit TB paru menjadi 4 hal, yaitu lokasi atau organ tubuh yang terkena, bakteriologi, tingkat keparahan penyakit dan riwayat pengobatan TB sebelumnya. Adapun penjelasan masing-masing klasifikasi adalah sebagai berikut:

a. Berdasarkan lokasi atau organ tubuh yang terkena

- TB paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru dan tidak termasuk pleura dan kelenjer hilus.

- TB ekstra paru adalah TB yang menyerang organtubuh selain paru seperti pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjer limfe, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain lain.

b. Berdasarkan bakteriologi

Klasifikasi bakteriologi didasarkan pada hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu:

- TB paru BTA (+)

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif

2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya positif dan foto thoraks dada menunjang gambaran TB.

(51)

11

tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (Obat Anti TB).

- TB paru BTA negatif

Semua kasus yang tidak termasuk criteria TB paru BTA positif termasuk pada klasifikasi TB paru BTA negatif dengan criteria sebagai berikut:

1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif. 2) Foto thoraks abnormal menunjukkan gambar TB.

3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika OAT. 4) Ditentukan oleh dokter untuk diberi pengobatan.

c. Berdasarkan tingkat keparahan penyakit

Pembagian TB paru BTA negatif dengan foto thoraks positif berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu didasarkan pada bentuk berat dan ringan. Bentuk berat digambarkan dengan foto thoraks yang memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.

d. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

- Baru, yaitu klien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.

- Kambuh (relaps), yaitu klien TB yang sebelumnya pernah mendapat penobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif melalui apusan kultur.

- Pengobatan setelah putus berobat, yaitu klien yang telah berobat dan putus obat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

(52)

12

- Gagal (failure), yaitu klien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

- Pindahan (transfer in), yaitu klien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

- Lain-lain, yaitu semua kasus yang tidak memenuhi criteria seperti kasus kronis yang hasil pemeriksaan BTA masih positif meskipun telah menyelesaikan pengobatan ulangan.

2.1.5 Pemeriksaan TB Paru

(53)

13

kemudian.Yang keempat pemeriksaan darah, pemeriksaan darah yang biasanya disarankan oleh dokter yaitu pertama HB, kadar darah (penanda anemia) ketiga diff count, hitung jenis leukosit, keempat LED (Laju Endapan Darah, penanda

penyakit kronis kelima SGOT / SGPT (penanda fungsi liver/hati) (Saragih, 2011). 2.1.6 Manifestasi Klinis

Perjalanan penyakit dan gejala penyakit TB paru ini bervariasi, tergantung pada umur dan kondisi fisik penderita saat terinfeksi. Gejala umum berupa demam dan malaise. Demam timbul pada petang dan malam hari disertai dengan berkeringat. Demam ini terkadang bisa mencapai suhu 40°- 41°C. Gejala demam ini bersifat hilang timbul. Gejala malaise yang terjadi dalam jangka panjang berupa pegal-pegal, rasa lelah, anoreksia, nafsu makan berkurang, serta penurunan berat badan. Gejala respiratorik batuk kering ataupun batuk produktif yang merupakan indikator yang sensitif untuk menentukan kasus TB paru aktif. Gejala sesak napas timbul karena adanya pembesaran nodus limfa pada hilus yang menekan bronkus. Selain itu, nyeri dada juga dirasakan oleh penderita, biasanya nyeri dada bersifat nyeri pleuritik karena terlibatnya pleura dalam penyakit TB paru tersebut (Djojodibroto, 2009).

2.1.7 Pengobatan TB Paru

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan, memperbaiki kualitas hidup, meningkatkan produktivitas, mencegah kematian, mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap obat anti TB (Misnadiarly dalam Widyanto, 2013).

(54)

14

Kementerian Kesehatan Nasional (2014) dalam Pedoman Pengendalian Nasional Tuberkulosis mengatakan bahwa penobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kumat TB.

a. Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:

- Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi

- Diberikan dalam dosis yang tepat

- Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan.

- Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

b. Tahapan pengobatan TB meliputi:

- Tahap Awal, yaitu pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Tahap ini harus diberikan selama 2 bulan. Umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu.

(55)

15

c. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Table 2.1 Obat Anti Tuberkulosis Lini Pertama

Jenis Sifat Efek Samping

Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksis, gangguan fungsi hati, kejang. Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan

gastrointestinal, urine berwarna merah, gangguan fungsi hati, trombositopeni, demam, skin rash, sesak nafas, anemia hemolitik. Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan

gastrointestinal,gangguan fungsi hati, gout artriris.

Streptomisin (S)

Bakterisidal Nyeri di tempat suntikan, gangguan keseimbangan dan pendengaran, renjatan anafilaktik,

anemia, agranulositosis, trombositopeni.

Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buata warna, neuritis perifer.

2.1.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi TB Paru

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis yaitu: a. Faktor Ekonomi

Keadaan sosial yang rendah pada umumnya berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan karena ketidakmampuan dalam mengatasi masalah kesehatan. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemapuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi, pemukiman dan lingkungan sehat. Jelas semua ini akan menumbuhkan penyakit tuberkulosis.

(56)

16

b. Status Gizi

Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon imunologik terhadap penyakit. Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB paru (Syahpitri, 2015).

c. Status Pendidikan

Latar belakang pendidikan mempengaruhi penyebaran penyakit menular khususnya tuberkulosis. Semakin rendah latar belakang pendidikan maka cenderung terjadi kasus tuberkulosis (Famy dalam Rizqina, 2011).

Sedangkan menurut departemen kesehatan, TB paru dapat dipengaruhi oleh status sosial ekonomi, kepadatan penduduk, status gizi, pendidikan, pengetahuan, jarak tempuh dengan pusat pelayanan kesehatan, dan ketidakteraturan berobat (Rizqina, 2011).

2.2 Kualitas Hidup

2.2.1 Definisi Kualitas Hidup

(57)

17

demikian juga mengenai kualitas hidup, kualitas hidup bukan berarti hanya tidak ada keluhan saja, akan tetapi masih ada hal-hal lain yang dirasakan oleh penderita, bagaimana perasaan penderita sebenarnya dan apa yang sebenarnya menjadi keinginannya.

Calman (1985) mengungkapkan bahwa konsep dari kualitas hidup adalah bagaimana perbedaan antara keinginan yang ada dibandingkan perasaan yang ada sekarang, definisi ini dikenal dengan sebutan “Calman’s Gap”. Calman mengungkapkan pentingnya mengetahui perbedaan antara perasaan yang ada dengan keinginan yang sebenarnya. Jika perbedaan antara kedua keadaan ini sangat mencolok, ini menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang tersebut rendah. Sedangkan kualitas hidup tinggi jika perbedaan yang ada antara keduanya kecil. Definisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi dari penderita terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antara keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain.

Vantegodt (2003) menjelaskan, secara biologi kesehatan fisik mencerminkan keadaan informasi sistem biologis, karena sel-sel tubuh memerlukan informasi yang tepat untuk berfungsi dengan benar dan untuk menjaga tubuh yang sehat dan baik. Gagasan ini menjelaskan bahwa, kualitas hidup terletak pada kesesuaian antara kehidupan yang sebenarnya peran seseorang untuk menjadi individu dalam masyarakat. Aspek biologis juga dikondisikan

(58)

18

sebagai kesadaran dan pengalaman hidup. Pengalaman bahwa hidup memiliki atau tidak memiliki makna juga dapat dilihat sebagai suatu keadaan sistem informasi biologis. Artinya dalam hidup dan keteraturan biologis berjalan beriringan dalam teori kehidupan. Oleh karena itu, hubungan antara kualitas hidup dan penyakit diilustrasikan dengan menggunakan teori individu sebagai sistem informasi.

2.2.2 Komponen Kualitas Hidup

Kualitas hidup dikembangkan untuk memberikan suatu pengukuran komponen dan determinan kesehatan dan kesejahteraan. Pengukuran kualitas hidup ini penting berhubungan dengan prioritas kesehatan sepanjang atau semasa hidup yang tidak hanya membutuhkan pengobatan tetapi juga kualitas dari kelangsungan hidup.

Hays dkk., (1995) mengatakan kualitas hidup dapat disimpulkan menjadi 2 komponen yaitu kesehatan fisik dan kesehatan mental, untuk mengkaji kualitas hidup tersebut maka didapat 36 pertanyaan tentang kemampuan pasien yang dibagi menjadi delapan subvariabel yaitu:

a. Fungsi fisik terdiri dari beberapa pernyataan tentang aktivitas yang memerlukan energi, aktivitas yang ringan, mengangkat dan membawa barang yang ringan, menaiki beberapa anak tangga, menaiki satu anak tangga, membungkuk, berjalan dan mandi atau memakai baju sendiri. b. Keterbatasan peran fisik terdiri dari pertanyaan tentang penggunaan waktu

(59)

19

c. Nyeri pada tubuh terdiri dari pernyataan tentang seberapa besar rasa nyeri pada tubuh dan seberapa besar nyeri mengganggu aktivitas.

d. Pesepsi kesehatan secara umum terdiri dari pernyataan bagaimana kondisi kesehatan saat ini dan satu tahun yang lalu, mudah terserang sakit, sama sehatnya dengan orang lain, kesehatan yang buruk dan kesehatan yang sangat baik.

e. Vitalitas terdiri dari pernyataan yang menggambarkan tentang bagaimana pasien dalam melaksanakan aktivitasnya apakah memiliki energi yang banyak, bosan atau lelah.

f. Fungsi sosial terdiri dari pernyataan seberapa besar masalah emosi mengganggu aktivitas sosial dan mempengaruhi aktivitas sosial.

g. Keterbatasan peran emosional terdiri dari pernyataan apakah masalah emosi mempengaruhi penggunaan waktu yang singkat dalam pekerjaan atau lebih lama lagi melakukan pekerjaan dan tidak berhati-hati sebagai mana mestinya. h. Kesehatan mental terdiri dari pernyataan apakah pasien sering gugup, merasa

tertekan, tenang, sedih dan periang.

University of Toronto (2004) yang dikutip oleh Maysarah (2012) menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu internal hidup, kepemilikan (hubungan indivindu dengan lingkungannya) dan harapan (prestasi dan aspirasi indivindu).

a. Internal hidup

Internal hidup dalam kualitas hidup dibagi 3 yaitu secara fisik, psikologis dan spiritual. Secara fisik internal hidup terdiri dari kesehatan fisik,

(60)

20

personal higienis, nutrisi, olah raga, pakaian dan penampilan fisik secara umum. Secara psikologis terdiri dari kesehatan dan penyesuaian psikologis, kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri dan control diri. Secara spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi, standart-standart pribadi dan kepercayaan spiritual.

b. Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan indivindu dengan lingkungannya) dalam kualitas hidup dibagi 2 yaitu secara fisik dan sosial. Secara fisik yang terdiri dari rumah, tempat kerja/sekolah, tetangga/lingkungan dan masyarakat.

c. Harapan

Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas hidup dapat dibagi 2 yaitu secara praktis dan secara pekerjaan. Secara praktis yaitu aktivitas rumah tangga, pekerjaan, aktivitas sekolah atau sukarelawan dan pencarian kebutuhan atau sosial. Secara pekerjaan yaitu aktivitas peningkatan pengetahuan dan kemampuan serta adaptasi terhadap perubahan dan penggunaan waktu santai, aktivitas relaksasi dan reduksi stress.

2.2.3 Teori Kualitas Hidup

(61)

21

Kualitas hidup dapat dikelompokkan dalam 3 bagian yang berpusat pada suatu aspek hidup yang baik, yaitu :

a. Kualitas hidup subjektif, yaitu bagaimana suatu hidup yang baik dirasakan oleh masing-masing indivindu yang memilikinya. Masing-masing indivindu secara personal mengevaluasi bagaimana meraka menggambarkan sesuatu dan perasaan mereka.

b. Kualitas hidup eksistensial, yaitu seberapa baik hidup seseorang atau berada dilevel mana kehidupan seseorang. Ini mengansumsikan bahwa indivindu memiliki suatu sifat dasar yang lebih dalam yang berhak untuk dihormati dan indivindu tersebut berhak untuk dapat hidup dalam keharmonisan.

c. Kualitas hidup objektif, yaitu bagaimana hidup seseorang dirasakan oleh dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya.

Ketiga aspek kualitas hidup ini keseluruhan dikelompokkan dengan pernyataan yang relevan yang ditempatkan dalam suatu rentang dari subjektif ke objektif, elemen eksistensial berada diantaranya. Teori kualitas hidup meliputi:

a. Kesejahteraan

Kesejahteraan merupakan aspek yang paling alami dari kualitas subjektif kehidupan. kesejahteraan erat kaitannya dengan bagaimana hal-hal berfungsi dalam dunia objektif dan dengan faktor-faktor eksternal kehidupan. Ketika seseorang berbicara tentang perasaan yang baik, umumnya tidak memulai diskusi

(62)

22

panjang tentang arti hidup yang mendalam, masalah eksistensial dan aspirasi seseorang, sehingga kualitas hidup dapat diartikan sebagai sesuatu yang bermakna dalam hidup, pemenuhan kebutuhan, dan self-realization.

b. Kepuasan hidup

Ketika harapan individu, kebutuhan, dan keinginan dalam hidup dipenuhi oleh dunia sekitarnya, maka individu tersebut akan merasa puas. Kepuasan merupakan suatu kondisi mental atau entitas kognitif. Hal ini dapat terjadi dalam dua cara, baik dengan mencoba untuk mengubah eksternal dunia sehingga cocok dengan impian seseorang atau menyerah tentang impiannya tersebut karena tidak realistis. Kedua pendekatan menghasilkan kepuasan yang sama, namun dua strategi ini dapat menghasilkan kehidupan yang sangat berbeda, yaitu satu kehidupan bertemu dengan impiannya dan kehidupan lainnya tinggal pengunduran diri, namun kedua kehidupan akan memuaskan. Kepuasan tidak selalu dilibatkan untuk mewujudkan kehidupan potensial, pemenuhan kebutuhan, atau kemampuan untuk berfungsi dengan baik dalam kehidupan obyektif.

c. Kebahagiaan

(63)

23

namun, tidak banyak orang percaya bahwa kebahagiaan dapat dicapai dengan hanya beradaptasi dengan budaya dan faktor-faktor yang berhubungan, dengan kata lain, kebahagiaan memerlukan individu untuk tidak menyerah terlalu banyak tetapi berjuang untuk sesuatu yang lebih penting bagi mereka. Biasanya, kebahagiaan dikaitkan dengan dimensi rasional, seperti cinta, hubungan dekat dengan alam, dll, tapi tidak dengan uang, kondisi kesehatan, dan faktor-faktor obyektif lainnya. Kebahagiaan ditemukan dalam filsafat klasik dan konsep agama, dan itu telah mengilhami umat manusia secara luas.

d. Makna dalam hidup

Makna dalam hidup merupakan suatu konsep yang sangat penting dan jarang digunakan. Pencarian makna hidup melibatkan suatu penerimaan dari sesuatu yang tidak berarti dan sangat berarti dari hidup dan suatu kewajiban untuk mengarahkan diri seseorang untuk memperbaiki apa yang tidak berarti.

e. Gambaran Biologis Kualitas Hidup

Gambaran biologis kualitas hidup yaitu sistem informasi biologis dan tingkat keseimbangan eksistensial yang dilihat dari segi kesehatan fisik yang mencerminkan tingkat sistem informasi biologi seperti sel-sel dalam tubuh yang membutuhkan informasi yang tepat untuk berfungsi secara benar dan untuk menjaga kesehatan dan kebaikan tubuh. Kesadaran dan pengalaman hidup juga dikondisikan secara biologis. Pengalaman dimana hidup bermakna atau tidak dapat dilihat sebagai suatu kondisi dari sistem informasi biologis. Orang yang hidup tanpa makna juga merupakan jenis orang yang rentan terhadap penyakit karena akan mempengaruhi penampilan fisik dan kesejahteraan dari tubuh.

(64)

24

Hubungan antara kualitas hidup dan penyakit diilustrasikan dengan baik menggunakan suatu teori individual sebagai suatu sistem informasi biologis.

f. Mencapai Potensi Hidup

Teori pencapaian potensi hidup merupakan suatu teori dari hubungan antara sifat dasar individu. Hal ini tidak akan mengurangi kekhususan dari mahluk hidup tetapi hanya merupakan suatu teori umum dari pertukaran informasi yang bermakna dalam sistem hidup individu untuk dapat menadi makhluk sosial.

g. Pemenuhan kebutuhan

Kebutuhan dihubungkan dengan kualitas hidup dimana ketika kebutuhan seseorang terpenuhi maka kualitas hidup dapat dinilai tinggi. Kebutuhan merupakan suatu ekspresi sifat dasar individu yang pada umumnya dimiliki oleh mahluk hidup. Pemenuhan kebutuhan dihubungkan pada aspek sifat dasar manusia. Informasi ini berada dalam suatu bentuk kompleks yang dapat dikurangi menjadi sederhana yakni kebutuhan aktual.

h. Faktor-faktor objektif

Aspek faktor objektif dari kualitas hidup di hubungkan dengan faktor-faktor eksternal hidup.. Hal tesebut mencakup pendapatan, status perkawinan, status kesehatan dan jumlah hubungan dengan orang lain. Kualitas hidup objektif sangat mencerminkan kemampuan untuk beradaptasi pada budaya dimana individu hidup. Derajat adaptasi pada budaya secara normal sama dengan gagasan kesejahteraan.

(65)

25

dalam dimensi kesehatan. Selain itu, hal ini berhubungan juga dengan dimensi khusus dari hidup yang telah ditentukan untuk orang yang memiliki penyakit spesifik. Konsep kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan yang menegaskan efek penyakit pada fisik, peran sosial, psikologi/emosional dan fungsi kognitif. Gejala-gejala persepsi kesehatan dan keseluruhan kualitas hidup sering tercakup dalam konsep kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (Ventegodt, dkk.,, 2003).

2.2.4. Pengukuran Kualitas Hidup

Pengukuran kualitas hidup dapat mengunakan instrument World Health Organization Quality of Life-BREF (1996 dalam Lombu, 2015) yang membagi

kualitas hidup menjadi empat domain yaitu domain fisik, psikologis, tingkat kebebasan, hubungan social, dan lingkungan.

1. Domain Pertama: Fisik

WHOQOL membagi domain fisik pada tiga bagian, yaitu: a. Nyeri dan ketidaknyamanan

Menilai pengalaman sensasi fisik yang tidak menyenangkan yang dialami oleh pasien dan sampai sejauh mana sensasi tersebut mengganggu dan mempengaruhi kehidupan sehari-harinya.

b. Tenaga dan lelah

Aspek ini mengeksplor tenaga, antusiasme dan keinginan individu untuk selalu dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sebaik aktivitas lain seperti rekreasi. Kelelahan membuat individu tidak mampu mencapai kekuatan yang cukup untuk

(66)

26

merasakan hidup yang sebenarnya. Kelelahan merupakan akibat dari beberapa hal seperti sakit, depresi, atau pekerjaan yang terlalu berat.

c. Tidur dan istirahat

Aspek ini fokus pada seberapa banyak tidur dan istirahat. Masalah tidur termasuk kesulitan untuk pergi tidur, bangun tengah malam, bangun di pagi hari dan tidak dapat kembali tidur dan kurang segar saat bangun di pagi hari.

2. Domain Kedua: Psikologis

WHOQOL membagi domain psikologis pada lima bagian, yaitu: a. Perasaan positif

Menilai seberapa besar pengalaman perasaaan positif yang memberikan perasaan kebahagiaan, penuh harapan, kedamaian, kenikmatan terhadap hal-hal yang menyenangkan dalam hidup serta pandangan tentang masa depannya.

b. Berfikir, belajar, ingatan dan konsentrasi

Aspek ini mengeksplor pandangan individu terhadap pikiran, pembelajaran, ingatan, konsentrasi dan kemampuannya dalam membuat keputusan. Hal ini juga termasuk kecepatan dan kejelasan individu mengambil gagasan.

c. Harga diri

(67)

27

d. Gambaran diri dan penampilan

Aspek ini menguji pandangan individu dengan tubuhnya. Apakah penampilan tubuh kelihatan positif atau negatif.Fokus pada kepuasan individu dengan penampilan dan akibat yang dimilikinya pada konsep diri. Hal ini termasuk perluasan dimana apabila ada bagian tubuh yang cacat akan bisa dikoreksi misalnya dengan berdandan, berpakaian, menggunakan organ buatan dan sebagainya.

e. Perasaan negatif

Aspek ini fokus pada seberapa banyak pengalaman perasaan negatif individu, termasuk patah semangat, perasaan berdosa, kesedihan, keputusasaan, kegelisahan, kecemasan, dan kurang bahagia dalam hidup. Hal ini termasuk pertimbangan dari seberapa menyedihkan perasaan negatif dan akibatnya pada fungsi keseharian individu.

3. Domain Ketiga: Hubungan sosial

WHOQOL membagi domain hubungan sosial menjadi tiga bagian, yaitu: a. Hubungan perorangan

Menilai seberapa jauh hubungan pertemanan, cinta dan dukungan yang diharapkan dan diperoleh dalam menjalin hubungan intim baik secara emosional maupun fisik.

b. Dukungan sosial

Aspek ini menguji apa yang individu rasakan pada tanggung jawab, dukungan, dan tersedianya bantuan dari keluarga dan teman. Aspek ini fokus pada

(68)

28

seberapa banyak yang individu rasakan pada dukungan keluarga dan teman, faktanya pada tingkatan mana individu tergantung pada dukungan di saat sulit. c. Aktivitas seksual

Aspek ini fokus pada dorongan dan hasrat pada seks, dan tingkatan dimana individu dapat mengekspresikan dan senang dengan hasrat seksual yang tepat.

4. Domain Keempat: Lingkungan

WHOQOL membagi domain lingkungan pada delapan bagian, yaitu: a. Keamanan fisik dan keamanan

Aspek ini menguji perasaan individu pada keamanan dari kejahatan fisik. Ancaman pada keamanan bisa timbul dari beberapa sumber seperti tekanan orang lain atau politik. Aspek ini berhubungan langsung dengan perasaan bebas individu.

b. Lingkungan rumah

Aspek ini menguji tempat yang terpenting dimana individu tinggal (tempat berlindung dan menjaga barang-barang). Kualitas sebuah rumah dapat dinilai pada kenyamanan, tempat teraman individu untuk tinggal.

c. Sumber penghasilan

(69)

29

d. Kesehatan dan perhatian sosial: ketersediaan dan kualitas

Aspek ini menguji pandangan individu pada kesehatan dan perhatian sosial di dekat sekitar. Dekat berarti berapa lama waktu yang diperlukan untuk mendapatkan bantuan.

e. Kesempatan untuk memperoleh informasi baru dan keterampilan

Aspek ini menguji kesempatan individu dan keinginan untuk mempelajari keterampilan baru, mendapatkan pengetahuan baru, dan peka pada apa yang terjadi. Termasuk program pendidikan formal, atau pembelajaran orang dewasa atau aktivitas di waktu luang, baik dalam kelompok atau sendiri.

f. Patisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang

Aspek ini mengeksplor kemampuan individu, kesempatan dan keinginan untuk berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan dan relaksasi.

g. Lingkungan fisik (polusi/ keributan/ kemacetan/ iklim)

Aspek ini menguji pandangan individu pada lingkungannya. Hal ini mencakup kebisingan, polusi, iklim dan estetika lingkungan dimana pelayanan ini dapat meningkatkan atau memperburuk kualitas hidup.

h. Transportasi

Aspek ini menguji pandangan individu pada seberapa mudah untuk menemukan dan menggunakan pelayanan transportasi.

(70)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini tergolong penyakit yang penularannya melalui udara, dimana bakteri penyebab TB masuk ke tubuh manusia melalui udara pernapasan yang akan menuju ke paru-paru. TB paru menjadi penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok umur (Widyanto, 2013).

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendunia. Kasus tuberkulosis tahun 2013 adalah sebanyak 8,6 juta kasus, dimana 75% dari kasus tersebut berada di wilayah Afrika (WHO, 2013 dalam Kemenkes, 2014). Kasus ini meningkat pada tahun 2014, terdapat sebanyak 9,6 juta jiwa menderita tuberkulosis, 5,4 juta di antaranya berjenis kelamin laki-laki, 3,2 juta perempuan dan 1,0 juta adalah anak-anak (WHO, 2015).

(71)

2

Indonesia termasuk negara dengan kasus tuberkulosis yang tinggi di dunia (Widyanto, 2013). Angka penemuan kasus TB untuk semua kasus di Indonesia tahun 2013 sebesar 196.310 kasus, dimana kasus paling banyak terdapat di Papua dan yang paling sedikit terdapat di DI Yogyakarta. Angka keberhasilan penemuan kasus ini sebesar 90,8%, yang berarti telah mencapai target WHO sebesar 85% (Kemenkes, 2013). Kasus TB paru menurun di tahun 2014 yaitu sebanyak 176.677 kasus. Kasus TB paru ini lebih tinggi 1,5 kali pada laki-laki di bandingkan perempuan, selain itu menurut kelompok umur kasus paling banyak ditemukan pada umur 25-34 tahun yaitu sebesar 20,76% diikuti umur 45-54 tahun sebesar 19,57% dan umur 35-44 tahun sebesar 19,24% (Kemenkes, 2015).

Penemuan kasus baru TB paru di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 adalah sebesar yaitu 17.459 (82,57%). Angka ini mengalami peningkatanan bila dibandingkan tahun 2011 sebesar 76,57% dan 2010 sebesar 68,86% (Dinkes, 2013). Jumlah penderita TB paru tahun 2014 di Sumatera Utara yang positif setelah dilakukan pemeriksaan dan diobati sebanyak 13.744 orang, serta yang sembuh sebanyak 9.390 orang atau sekitar 68,32% (Dinkes Prov. Sumatera Utara, 2014).

Angka penemuan kasus TB paru tahun 2012 di Kota Medan mencapai 84,92% dengan target yang ditetapkan 70%. Jumlah penderita TB paru tahun 2014 setelah dilakukan pemeriksaan dan diobati adalah sebanyak 1.960 orang, dan yang sembuh sebanyak 790 orang (52,11%). Proporsi penderita penyakit TB paru di Kota Medan dari seluruh penderita di Sumatera Utara sebesar 10,15%. Kota Medan merupakan angka tertingi ketiga setelah Kabupaten Langkat (15,21%) dan

(72)

3

Kabupaten Deli Serdang (11,75%) (Dinkes Kota Medan, 2014). Jumlah penderita Tb Paru di Kota Medan ini tersebar di beberapa wilayah kerja puskesmas yang ada di Kota Medan, salah satunya di wilayah kerja puskesmas teladan. Jumlah kasus tb paru di wilayah kerja puskesmas telada tahun 2014 adal sebanyak 142 kasus.

Penyakit Tuberkulosis paru akan berdampak bukan hanya pada kesehatan fisik, tetapi juga pada keadaan psikis (mental) dan sosialnya. Dampak psikis dan sosial dirasakan pasien akibat adanya stigma terkait tuberkulosis dan perubahan sikap orang di sekitarnya. Dampak akibat tuberkulosis paru dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan dan menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien. Kualitas hidup pasien yang optimal menjadi isu penting yang harus diperhatikan dalam memberikan pelayanan keperawatan yang komprehensif. Hal ini dikarenakan kualitas hidup akan mempengaruhi kelangsungan hidup pasien itu sendiri terkait dengan harapan hidupnya. Kualitas hidup menjadi salah satu tujuan terapi pengobatan tuberkulosis, untuk peningkatan status kesehatan pasien secara umum. Kualitas hidup merupakan konsep yang luas yang mempengaruhi secara kompleks dan subyektif pada berbagai dimensi kehidupan yang berhubungan dengan penyakit dan terapi (Jannah, 2015).

Gambar

Tabel 3.1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi data demografi responden penderita Tb Paru di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan (n=49 orang)
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi domain kualitas hidup penderita Tb paru di wilayah kerja Puskesmas Teladan Kota Medan (n=49 orang)
Table 5.3. Distribusi frekuensi kualitas hidup penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas teladan Kota Medan (n= 49 orang)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada kelas XI IPA I dan IPA II tentang proses pelaksanaan pembelajaran, penyampaiaan materi, metode yang digunakan, proses

Tahapan penelitian pada Gambar 2, dapat dijelaskan sebagai berikut, Tahap Identifikasi Masalah : Pada tahapan ini dilakukan analisis terhadap permasalahan yang ada,

Pada tahap ini dilaksanakan alternatif bantuan sebagaimana dirumuskan dalam prognosis, maka dalam treatment akan diambil tindakan dengan langkah- langkah sebagai berikut:

Tahapan ini merupakan langkah awal penulis dalam melakukan penelitian terhadap hal yang dikaji. Heuristik merupakan kegiatan dalam pengumpulan sumber-sumber relevan dengan

“Kalo layanan lebih bagus di Berry Benka ya Mbak, karena kalo di Zalora tu karena yang beli banyak jadi kan chat nya suka numpuk. Kalo

Dispersi atmosfer kondisi kontur untuk daerah rural didominasi oleh dispersi ke arah sejajar dengan lepasan (arah x), sehingga dispersi yang terjadi tanpa

[r]

Dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) sebelumnya bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK), sebanyak 139 bidang