• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resiliensi Pasien yang Mengalami Penyakit Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Resiliensi Pasien yang Mengalami Penyakit Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Sumatera Utara 8 Revisi proposal

(2)

Universitas Sumatera Utara Lampiran 2 Lembar Penjelasan

Assalamualaikum wr. wb

Selamat pagi/ siang/ sore Bapak/ Ibu yang saya hormati

Saya Mahmul Rivai Siregar mahasiswa Fakultas Keperawatan USU yang sedang

melakukan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul “ Resiliensi

Pasien yang Mengalami Penyakit Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan”

memohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk berpartisipasi didalam penelitian ini.

Bapak/ ibu diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tersedia, sesuai

dengan petunjuk pengerjaan yang akan dijelaskan selanjutnya. Bapak/ ibu hanya perlu

menjawab dengan jujur, sesuai dengan keadaan diri masing-masing. Hasil dari

kuesioner dan data pribadi Bapak/ ibu bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk

kepentingan penelitian. Bapak/ Ibu diharapkan untuk menjawab dengan teliti dan jangan

sampai ada pernyataan yang terlewatkan agar memudahkan pengolahan data.

Partisipasi dan bantuan Bapak/ Ibu dalam penelitian ini amatlah penting dan

berharga bagi saya. Saya mengucapkan terima kasih telah meluangkan waktu atas

partisipasi yang Bapak/ Ibu berikan.

Hormat Saya

Mahmul Rivai Siregar

121101004

(3)
(4)

Universitas Sumatera Utara Lampiran 4

DATA PRIBADI Kode Responden

Usia/ Jenis Kelamin : /

Pendidikan Terakhir / Pekerjaan : /

Status : (Menikah / Belum menikah)

Jenis Penyakit yang diderita :

Lama terdiagnosa : Kurang dari 6 bulan / Lebih dari 6 bulan

*

1. Berilah tanda cek (√) pada kolom yang disediakan dengan keterangan sebagai

PETUNJUK PENGISIAN SKALA

berikut :

SS : Sangat Setuju S : Setuju

TS : Tidak Setuju

STS : Sangat Tidak Setuju Contoh :

No Pernyataan SS S TS STS

1. Saya bersemangat melakukan kegiatan bersama anggota kelompok.

(5)

Universitas Sumatera Utara

keadaan diri Anda. Semua jawaban yang Anda berikan adalah benar jika sesuai

dengan diri Anda.

3. Teliti ulang setiap jawaban, agar tidak ada jawaban yang terlewatkan.

No. Item SS S TS STS

1. Saya suka berbincang-bincang dengan orang lain

2. Saya akan melakukan apapun untuk menggapai keinginan

saya

3. Saya merasa masalah yang menimpa saya merupakan

hukuman bagi saya

4. Saya merasa setiap orang pasti mempunyai masalah

5. Saya mampu melakukan pekerjaan yang orang lain bisa

lakukan

6. Saya memikirkan masa depan saya kedepan

7. Saya berusaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan saya

8. Kegagalan selalu menimpa saya

9. Saya bertekad untuk tetap menggapai rencana yang telah

saya buat

10. Saya yakin pada diri saya sendiri dapat menyelesaikan

setiap masalah yang datang

11. Saya merasa memiliki keterbatasan

12. Saya merasa masalah tidak menghambat rencana saya

13. Pengalaman sangat berharga bagi saya

14. Saya lebih suka mengerjakan pekerjaan sendiri tanpa

meminta bantuan orang lain

15. Saya suka berdoa ketika masalah menimpa saya

16. Saya merasa bangga dengan kondisi saya saat ini

17. Saya merasa diri saya unik

18. Jika keinginan saya tidak tercapai, saya mencari alternatif

lain

(6)

Universitas Sumatera Utara

20. Saya tidak bisa melakukan semua pekerjaan yang ditugaskan kepada saya

21. Saya tidak memiliki manfaat kepada orang lain

22. Saya suka terus menerus merenungkan masalah yang datang kepada saya

23. Saya membuat agenda kegiatan setiap hari

24. Saya melakukan kegiatan seperti membaca ketika saya sendiri

(7)
(8)
(9)

Universitas Sumatera Utara VALIDITY INDEKS

Koefisien Validitas isi - Aiken’s

S = R - Lo

Lo = angka penilaian validitas terendah ( 1 ) C = angka penilaian validitas tertinggi ( 4 ) R = angka yang diberikan oleh penilai n = jumlah penilai ahli

(10)

Universitas Sumatera Utara Lampiran 7

Distribusi frekuensi dan Persentase Resiliensi Responden per Item Pernyataan

No. Item (F) SS

1. Saya suka berbincang-bincang dengan

orang lain

2. Saya akan melakukan apapun untuk

menggapai keinginan saya

3. Saya merasa masalah yang menimpa

saya merupakan hukuman bagi saya

8

4. Saya merasa setiap orang pasti

mempunyai masalah

5. Saya mampu melakukan pekerjaan

yang orang lain bisa lakukan

12

6. Saya memikirkan masa depan saya

kedepan

7. Saya berusaha sendiri untuk

memenuhi kebutuhan saya

8. Kegagalan selalu menimpa saya 2

3,3

9. Saya bertekad untuk tetap menggapai

rencana yang telah saya buat

9

10. Saya yakin pada diri saya sendiri

dapat menyelesaikan setiap masalah yang datang

11. Saya merasa memiliki keterbatasan 5

8,3

12. Saya merasa masalah tidak

menghambat rencana saya

13. Pengalaman sangat berharga bagi saya 30

(11)

Universitas Sumatera Utara

14. Saya lebih suka mengerjakan

pekerjaan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain

15. Saya suka berdoa ketika masalah

menimpa saya

16. Saya merasa bangga dengan kondisi

saya saat ini

18. Jika keinginan saya tidak tercapai,

saya mencari alternatif lain

6

19. Tertawa bisa menurunkan kecemasan saya

20. Saya tidak bisa melakukan semua pekerjaan yang ditugaskan kepada saya

21. Saya tidak memiliki manfaat kepada orang lain

22. Saya suka terus menerus merenungkan masalah yang datang kepada saya

17

23. Saya membuat agenda kegiatan setiap hari

24. Saya melakukan kegiatan seperti membaca ketika saya sendiri

23

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

Universitas Sumatera Utara Reliability

RELIABILITY

/VARIABLES=Item_1 Item_2 Item_3 Item_4 Item_5 Item_6 Item_7 Item_8 Item_9 It em_10 Item_11 Item_12 Item_13 Item_14 Item_15 Item_16

Item_17 Item_18 Item_19 Item_20 Item_21 Item_22 Item_23 Item_24 Item_25 /SCALE('ALL VARIABLES') ALL

/MODEL=ALPHA

a. Listwise deletion based on all variables in the

(17)

Universitas Sumatera Utara

Item_6 77.50 62.500 .671 .793

Item_7 77.10 70.989 .313 .812

Item_8 77.50 67.167 .524 .803

Item_9 77.40 67.156 .485 .805

Item_10 77.10 67.211 .546 .803

Item_11 78.10 65.656 .473 .804

Item_12 77.50 72.278 .067 .824

Item_13 76.70 71.789 .402 .812

Item_14 77.60 66.267 .449 .806

Item_15 76.80 74.400 -.073 .822

Item_16 77.50 73.389 -.007 .827

Item_17 77.50 71.833 .133 .819

Item_18 77.70 66.011 .511 .803

Item_19 77.00 70.222 .284 .813

Item_20 77.70 77.567 -.278 .839

Item_21 77.80 67.511 .249 .820

Item_22 77.10 64.767 .625 .797

Item_23 78.20 66.622 .607 .801

Item_24 76.90 68.989 .601 .805

(18)

Universitas Sumatera Utara FREQUENCIES VARIABLES=Jenis_kelamin Usia Pendidikan_terakhir Pekerjaan Status Diagnosa Lama_terdiagnosa Hasil_Resiliensi

/STATISTICS=MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN MODE /ORDER=ANALYSIS.

erakhir Pekerjaan Status

Diagnos

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 20-40 18 30.0 30.0 30.0

41-60 30 50.0 50.0 80.0

(19)

Universitas Sumatera Utara

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

(20)

Universitas Sumatera Utara

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

(21)
(22)
(23)

Universitas Sumatera Utara Lampiran 13 Anggaran Dana Penelitian

No Nama Kegiatan Biaya

1. Proposal

Penelusuran literatur dari internet

Pencetakan literatur dari internet

Fotokopi literatur dari buku

Pencetakan Proposal

Penggandaan dan penjilidan Proposal

Rp 150.000,-

Rp 50.000,-

Rp 50.000,-

Rp 50.000,-

Rp

50.000,-2. Uji Reliabilitas

Pengumpulan Data

- Izin penelitian

- Transportasi

- Penggandaan lembar observasi dan

lembar persetujuan responden

- Penggandaan dan penjilidan skripsi

Rp 100.000,-

Rp 20.000,-

4. Biaya tak terduga Rp 50.000,-

(24)

Universitas Sumatera Utara Lampiran 14 Riwayat Hidup

Nama : Mahmul Rivai Siregar

Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan/ 07 Oktober 1994

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Jalan Karya Wisata 1 Medan Johor, Medan

Jalan Dr. Payungan Dlt. No. 83 Kelurahan Tobat,

Padangsidimpuan, Sumatera Utara

Orangtua

Ayah : Yahya Siregar

Ibu : Dra. Rosnida Nasution

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri 200113 Padangsidimpuan 2000-2006

3. Sekolah Menengah Pertama Perguruan Sari Putra Padangsidimpuan

2006-2009

4. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Padangsidimpuan 2009-2012

Riwayat Organisasi :

1. Ketua Bidang PSDMO PEMA FKEP USU Periode 2013-2014

(25)
(26)
(27)
(28)
(29)

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Amalia, F., Nadzmir., Azmi S., (2015). Gambaran Tingkat Depresi Pasien Penyakit

Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisis di RSUP. DR. M. Djamil Padang: Jurnal Kesehatan Andalas

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Klinik .Jakarta: PT Rineka Cipta

Asiah, M. D. (2005). Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Ibu Rumah Tangga Di Desa Rukoh di Kec. Syiah Kuala Banda Aceh. Aceh: FKIP Unsyiah

Becker & Newsom, (2005). Resilience in the Face of Serious Illness Among Chronicaly Ill African American In Later Life. Journal of gerontology Vol. 60B No.4 214-223

Bintang, Y. A., Ibrahim, K., Emaliyawati, E. (2012). Gambaran Tingkat Kecemasan, Stress, dan Depresi Pada Pasien kanker yang Menjalani Kemoterapi di RS kota Bandung.Bandung: FKep Unpad

Brunner & Suddarth (2010). Medical-Surgical Nursing (12th Edition).China. Woltesr

Klowter

Caninsti. (2007). Gambaran kecemasan dan depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.Jurnal Psikologi Vol.1 No.2

Connor, M.K., Davidson, T.R.J. (2003). Development of a new resilience scale: The

connor-davidson resilience scale (Cd-Risc). Journal Depression and anxiety.

18:76-82

Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Depok: CV Trans Info Media

Fara, Elsha. (2012). Resiliensi Pada Dewasa Awal Berlatar Belakang Budaya Aceh yang Mengalami Bencana Tsunama 2004.Skripsi

George, N. M., (2005). Stress, Psychosocial Factors, and the Outcomes of Anxiety,

Depression, and Substance Abuse in Rural Adolescents.University of Pittsburgh

Goodman R. A. Et. al. (2013). Defining and Measuring Chronic Condition: Imperatives for Research, Policy, Program, and Practise. US: MCC Papers

(30)

Universitas Sumatera Utara

Hadiningsih, (2014). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan resiliensi pada Remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiah Surakarta.Skripsi

Harsanto, E., Kumawaty I., Yunike, (2011). Pengalaman Pasien Kanker Payudara yang

Menjalani Perawatan di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang. Jurnal Kesehatan

(Journal of Health). Vol. 1No.7. Palembang: Poltekes Palembang

Herrmann et al. (2011). What is Resilience? Canadian Journal of Psyciatry;56;5 Proquest Psychology Journal pg. 258

Hurlock, (2007). Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kematangan Emosi pada Wanita Dewasa Madya.Skripsi

Iliescu, A. Cotoi, (2013). Patient’s Adaptation Difficulties to the Hospital Environment. Nurse’s Part in That Transition, Craiova : General Nursing Department, Faculty of Nursing and Midwives, University of Medicine and Pharmacy

Karabulutlu, E, Y., Bilici, M., Cayir, K., Tekin, S. B., Kantarci, R. (2010) Coping, Anxiety, And Depression in Turkish Patients with Cancer. Eur J Gen Med 2010;7(3): 296-302

Kemenkes (2012). Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia

Malilani, (2015) Pengalaman spiritualitas Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang menjalani Hemodialisa. Medan: F. Keperawatan USU

Morton, P. G. et al.(2012). Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Nasution, S. M. (2011) Resiliensi: Daya Pegas Menghadapi Trauma Kehidupan. Medan: USU Press

Newman, R. (2005) APA’s Resilience Initiative. Professional Psichology: Research and Practise. Vol. 36, No. 3, 227-22

Oetami, F., Thaha I. L.,Wahiduddin (2014). Analisis Dampak Psikologis Pengobatan

Kanker di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar: FKM Universitas Sultan Hasanuddin Makassar

Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, Proses, Dan Praktik. Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa: Yasmin Asih, dkk. Jakarta: EGC.2005

Rasmun. (2004). Stres, Koping dan Adaptasi Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto

(31)

Universitas Sumatera Utara

Rinaldi, (2010). Resiliensi Pada Masyarakat Kota Padang Ditinjau dari Jenis Kelamin. Padang: FIP UNP

Rosviantika, N. (2013). Hubungan Antara Health Locus of Control dengan Tingkat Depresi pada Pasien kanker Serviks. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Skripsi

Rosyani, C. R. (2012). Hubungan Antara Resiliensi dan Coping Pada Pasien Kanker Dewasa. Depok: Fakultas Psikologi UI, Skripsi

Sarafino, E. P. (2006). Health psychology: Biopsychosocial interactions (5th ed). USA: John Wiley & Sons, Inc.

Septiyan, A., (2013). Hubungan Mekanisme Koping dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap. Riau: PSIK Universitas Riau

Setiasih, (2012). Hubungan Antara Manfaat Kerja dan Kepuasan Kerja: Surabaya: University of Surabaya

Sholichah, D. R. (2009). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Derajat Depresi pada Penderita Diabetes Mellitus dengan Komplikasi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.Skripsi

Silitonga, L. D, (2014). Tingkat Kecemasan Pasien Kanker Kanker dalam Menjalani Kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan.Medan:Fakultas Keperawatan USU.Skripsi

Sukadiyanto, (2010). Stress Dan Cara Menguranginya. Yogyakarta: Cakrawala

Pendidikan FIK Universitas Negeri Yogykarta Th. XXIX No. 1

Sunaryo, (2014). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbut Buku Kedokteran EGC

Susanto, (2013). Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan , Kemampuan Coping, dan Resiliensi Remaja. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi. Vol. 1 (2), 101-, 113

Takari, (2002). Seni dalam Kebudayaan Masyarakat Sumatera Utara. Medan: USU

Tama, D. K., (2009). Tingkat Depresi Pada Pasien Kanker Serviks di RSUP H. Adam Malik.Medan:Fakultas Keperawatan USU.Skripsi

Taylor, S, E.(1995). Health Psychology (8th ed). New York: Mc Graw-Hill Companies

Taylor & Francais, (2006). Resiliensce in the Chronic Illness Experince. Vol. 14 Issue 2 pg. 187-201

(32)

Universitas Sumatera Utara

Wagnild, G., Young, H. M. (1993). Development and Psychometric Evaluation of Resilience Scale. Journal of Nursing Measurment Vol. 1 No. 2 1993

Wardani, (2014). Pengaruh Harapan dan Coping Stress Terhadap Resiliensi Care Giver Kanker.Jakarta: Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah.Skripsi

Widakdo & Besral , (2013). Efek Penyakit Kronis Terhadap Gangguan Mental Emosional.Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.7 No. 7

Widiyanti, M.((2010). Hubungan antara Depresi, Cemas, dan Sindrom Koroner Akut. Denpasar: Fakultas Kedokteran Udayana

Wijayani, M.,R.(2008). Gambaran Resiliensi Pada Muslimah Dewasa Yang Menggunakan Cadar. Jakarta: FPSI UI.Skripsi

(33)

Universitas Sumatera Utara BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian merupakan fokus penelitian yang akan diteliti. Kerangka

dalam penelitian ini menggambarkan resiliensi pasien yang mengalami penyakit

kronis. Kerangka dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Skema 1. Kerangka penelitian resiliensi pasien yang mengalami penyakit kronis di RSUP H. Adam Malik

Keterangan :

Resiliensi pasien yang mengalami

penyakit kronis

-Tinggi

-Sedang

-Rendah

: variabel yang diteliti

(34)

Universitas Sumatera Utara 3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

(35)

Universitas Sumatera Utara BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang

bertujuan untuk memperoleh gambaran resiliensi pasien yang mengalami penyakit

kronis di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.2 Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi merupakan unit dimana suatu hasil penelitian akan diterapkan (Dharma,

2011). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan penyakit kronis dengan

jumlah populasi sebanyak 580 pasien rawat inap dan rawat jalan pada tanggal 1- 17

desember 2015 di RSUP H. Adam Malik Medan (Rekam Medis RSUP H. Adam

Malik, 2015).

b. Sampel

Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan

accidental sampling. Teknik sampel ini menggunakan metode pemilihan sampel

dengan memilih siapa yang kebetulan ditemukan atau dijumpai oleh peneliti sampai

dengan jumlah yang diinginkan terpenuhi (Dharma, 2011). Besar sampel ditentukan

apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya

penelitian populasi dan jika subjeknya lebih

besar dari 100 dapat diambil antara 10-15 % atau 20-55 % (Arikunto, 2006).

Berdasarkan formulasi tersebut peneliti mengambil 10,04% dari jumlah populasi

sehingga didapatkan 60 sampel.

(36)

Universitas Sumatera Utara 4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di beberapa ruangan di RSUP H. Adam Malik,

diantaranya unit Penyakit Jantung Terpadu (PJT), ruang hemodialisa, ruang rindu A-1,

dan ruang kemoterapi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Penelitian ini

dimulai pada bulan September 2015 – Juni 2016 terhitung sejak pengajuan judul

penelitian sampai pengumpulan skripsi. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan 16

Maret sampai 16 April 2016.

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui dan peneliti

mendapatkan izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Peneliti mendapat persetujuan komisi etik penelitian kesehatan (ethical cleareance)

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian peneliti menemui

responden dengan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian ini. Responden yang

bersedia dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan (informed concern).

Responden yang tidak bersedia berhak menolak dan mengundurkan diri tanpa ada

paksaan dari peneliti (autonomy). Kerahasiaan informasi (confidentiality) responden

merupakan masalah etik yang paling utama dalam penelitian ini dengan tidak

menuliskan nama pada instrumen (anonymity). Peneliti juga akan menghindari dampak

yang dapat merugikan responden selama penelitian berlangsung (non maleficence).

Data-data yang diperoleh dari calon responden digunakan untuk kepentingan penelitian

(37)

Universitas Sumatera Utara 4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah skala resiliensi yang disusun

berdasarkan lima aspek resiliensi. Item skala resiliensi diadaptasi dari Resilience Scale

(RS) milik Wagnild dan Young (1993) yang kemudian dimodifikasi oleh peneliti.

Gambaran resiliensi pada pasien yang mengalami penyakit kronis dapat ditinjau secara

umum maupun spesifik berdasarkan aspek-aspek resiliensi. Tujuan pengembangan

dirancang untuk mengidentifikasi individu tangguh atau mereka yang memiliki

kapasitas untuk ketahanan dalam perawatan.

Kuesioner terdiri dari 25 item pernyataan dengan menggunakan skala Likert dimana

pernyataan positif (favorable) sebanyak 18 item dan pernyataan negatif (non favorable)

sebanyak 7 item dengan pemberian skor masing-masing 1 sampai 4. Menentukan hasil

ukur, peneliti menggunakan formula untuk menentukan kelas kategori sebagai berikut :

P = rentang/ banyak kelas

= (25x4)-(25x1) / 3

= 75/ 3

= 25

Berdasarkan formulasi tersebut, maka hasil ukur 25-49 berada dalam resiliensi kategori

rendah, 50-74 berada dalam resiliensi kategori sedang, dan 75-100 berada dalam

resiliensi kategori tinggi.

a. Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,

pekerjaan, status, jenis penyakit yang diderita, dan lama terdiagnosa. Data demografi

(38)

Universitas Sumatera Utara

b. Resilience Scale (RS)

Untuk mengukur resiliensi pasien yang mengalami penyakit kronis menggunakan

Resilience Scale (RS) milik Wagnild dan Young (1993) kemudian dimodifikasi oleh

peneliti. Kuesioner menggunakan skala Likert, yaitu dengan penilaian sebagai berikut:

Favorable : Nilai 1 : Sangat Tidak Setuju; Nilai 2 : Tidak Setuju; Nilai 3 : Setuju;

Nilai 4: Sangat Setuju, Non favorable : Nilai 1 : Sangat Setuju; Nilai 2 : Setuju; Nilai 3 :

Tidak Setuju; Nilai 4 : Sangat Tidak Setuju.

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Uji Validitas

Validitas menunjukkan ketepatan pengukuran suatu instrumen, artinya suatu

instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya

diukur (Dharma, 2011). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan validasi isi (content

validity) pada Resilience Scale (RS) milik Wagnild dan Young (1993) sebanyak 25

item yang sudah dimodifikasi oleh peneliti dan divalidasi oleh dosen psikologi

perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, yaitu Dr. Wiwik

Sulistiyaningsih. Nilai validitas pada kuesioner resiliensi adalah 0,97 maka dapat

dikatakan bahwa instrumen telah valid

c. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat konsistensi suatu pengukuran. Reliabilitas

menunjukkan apakah pengukuran menghasilkan data yang konsisten jika instrumen

digunakan kembali secara berulang (Dharma, 2011). Uji reliabilitas dilakukan pada

30 pasien sesuai dengan sampel penelitian di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan. Uji

(39)

Universitas Sumatera Utara

digunakan dalam suatu penelitian setidaknya instrumen memiliki nilai reliabilitas

diatas 0,80 (Dharma, 2011). Uji reliabilitas ini dibantu dengan teknik komputerisasi.

Besar sampel untuk uji reliabilitas penelitian berjumlah 30 pasien yang dilakukan di

RS Pirngadi Medan. Hasil uji reliabilitas pada kuesioner didapatkan nilai 0,810.

Maka dapat dikatakan bahwa instrumen sudah reliabel.

4.7 Pengumpulan Data

Pengumpulan data akan dilakukan setelah menerima surat etik penelitian dan surat

izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan RSUP Haji

Adam Malik Medan. Peneliti selanjutnya mencari calon responden dengan mendatangi

unit Penyakit Jantung Terpadu, hemodialisa, kemoterapi, ruang RA, RB, kemudian

menjelaskan kepada calon responden dibantu oleh keluarga responden tentang tujuan,

manfaat, dan cara mengisi kuesioner. Setelah calon responden bersedia untuk diteliti,

responden diminta untuk menandatangani informed consent. Kemudian peneliti

mengambil data dari responden yang bersedia mengisi kuesioner dengan cara peneliti

menyerahkan kuesioner dan diisi oleh responden atau membacakan dan menjelaskan

pertanyaan pada kuesioner dan responden hanya menjawab sesuai pertanyaan yang ada.

Peneliti memberi kesempatan pada calon responden bila ada pertanyaan yang tidak

dimengerti.

4.8 Analisa Data

Setelah semua data pada kuesioner terkumpul, maka dilakukan analisa melalui

beberapa tahap. Pertama melakukan pengecekan kelengkapan data (editing) responden

dan memastikan semua pertanyaan telah diisi. Selanjutnya memberikan kode (coding)

(40)

Universitas Sumatera Utara

memberikan kode, selanjutnya memastikan data yang telah dimasukkan diperiksa

kembali agar data bersih dari kesalahan (cleaning), baik kesalahan dalam pengkodean

maupun dalam membaca kode. Selanjutnya melakukan pengukuran terhadap

masing-masing jawaban responden (tabulating), kemudian dicari besarnya presentase untuk

masing-masing jawaban responden, dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi

(41)

Universitas Sumatera Utara BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Maret sampai 16 April 2016 di ruang

Penyakit Jantung Terpadu (PJT), ruang hemodialisa, ruang rindu A-1, dan ruang

kemoterapi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Responden dalam

penelitian ini berjumlah 60 orang.

5.1.1 Karakteristik demografi responden

Karakteristik responden meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,

pekerjaan, status, jenis penyakit yang diderita dan lama terdiagnosa. Hasil dari

penelitian ini mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 35

orang (58,3%), rentang usia 41-60 tahun sebanyak 30 orang (50%), pendidikan

terakhir SMA sebanyak 25 orang (41,7%), pekerjaan wiraswasta sebanyak 29 orang

(48,3%), status menikah sebanyak 52 orang (86,7%), jenis penyakit yang diderita

mayoritas Penyakit Ginjal Kronis (PGK) sebanyak 25 orang (41,7%), serta lama

terdiagnosa antara 1 tahun-3 tahun sebanyak 31 orang (51,7%). Karakteristik

demografi responden dapat dilihat lebih lengkapnya pada tabel 5.1.1

(42)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.1.1 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik responden di ruang Penyakit Jantung Terpadu (PJT), ruang hemodialisa, ruang rindu A-1, dan ruang kemoterapi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan tahun 2016 (n=60)

Karakteristik Responden Frekuensi

(F)

(43)

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa resiliensi pasien berada pada

resiliensi tinggi yaitu sebanyak 35 dari 60 responden (58,3%), sebanyak 21

responden (35%) dengan resiliensi sedang, dan sebanyak 4 responden (6,7%)

dengan resiliensi rendah. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.2

Tabel 5.1.2 Distribusi frekuensi dan presentase resiliensi pasien yang mengalami penyakit kronis di RSUP H. Adam Malik Medan

Resiliensi Frekuensi (F) Presentase (%)

Rendah 4 6,7

Sedang 21 35

Tinggi 35 58,3

5.1.3 Hasil resiliensi responden berdasarkan jenis kelamin

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa dari 35 responden berjenis kelamin

laki-laki terdapat 2 responden memiliki resiliensi rendah, 6 responden memiliki resiliensi

sedang serta 27 responden memiki resiliensi tinggi, dan 25 responden berjenis kelamin

perempuan terdapat 2 responden memiliki resiliensi rendah, 9 responden memiliki

resiliensi sedang serta 14 responden memiki resiliensi tinggi. Hasil resiliensi responden

berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.1.3.

Tabel 5.1.3 Distribusi frekuensi resiliensi berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Resiliensi Jumlah

responden

Rendah Sedang Tinggi

Laki-laki 2 6 27 35

Perempuan 2 9 14 25

(44)

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa dari 18 responden berusia 20-40

tahun terdapat 1 responden dengan resiliensi rendah, 6 responden dengan

resiliensi sedang, serta 11 responden dengan resiliensi tinggi. Sebanyak 30

responden berusia 41-60 tahun terdapat 2 responden dengan resiliensi rendah, 9

responden dengan resiliensi sedang, serta 19 responden dengan resiliensi tinggi.

Sebanyak 12 responden berusia 61-80 tahun terdapat 1 responden dengan

resiliensi rendah, 6 responden dengan resiliensi sedang, serta 5 responden dengan

resiliensi tinggi. Hasil resiliensi responden berdasarkan usia dapat dilihat pada

tabel 5.1.4.

Tabel 5.1.4. Distribusi frekuensi resiliensi responden berdasarkan usia

Usia Resiliensi Jumlah

responden

Rendah Sedang Tinggi

20-40 tahun 1 6 11 18

41-60 tahun 2 9 19 30

61-80 tahun 1 6 5 12

5.1.5 Hasil resiliensi responden berdasarkan pendidikan terakhir

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa 9 responden dengan pendidikan

terakhir SD terdapat masing-masing 2 responden memiliki resiliensi yang rendah

dan sedang serta 5 responden memiliki resiliensi yang tinggi. Sebanyak 15

responden dengan pendidikan terakhir SMP terdapat 1 responden memiliki

resiliensi yang rendah, 7 responden dengan resiliensi sedang serta 7 responden

memiliki resiliensi yang tinggi. Pada tingkat pendidikan terakhir SMA terdapat 1

responden memiliki resiliensi yang rendah, 10 responden dengan resiliensi sedang

serta 14 responden memiliki resiliensi yang tinggi. Pendidikan terakhir S1

sebanyak 11 responden terdapat 2 responden memiliki resiliensi yang sedang serta

9 responden memiliki resiliensi yang tinggi. Hasil resiliensi responden

(45)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.1.5 Distribusi frekuensi resiliensi berdasarkan pendidikan terakhir

Pendidikan

terakhir

Resiliensi

Jumlah

Rendah Sedang Tinggi

SD 2 2 5 9

SMP 1 7 7 15

SMA 1 10 14 25

S1 0 2 9 11

5.1.6 Hasil resiliensi responden berdasarkan pekerjaan

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa dari 17 responden tidak bekerja,

1 responden memiliki resiliensi yang rendah, 7 responden dengan resiliensi yang

sedang serta 9 responden dengan resiliensi yang tinggi. Sebanyak 3 responden

sebagai mahasiswa dimana 3 responden memiliki resiliensi yang sedang. Pada

pekerjaan wiraswasta sebanyak 29 responden terdapat 2 responden memiliki

resiliensi yang rendah, 7 responden dengan resiliensi yang sedang serta 20

responden dengan resiliensi yang tinggi. Sebanyak 4 responden bekerja sebagai

PNS terdapat masing-masing 1 responden dengan resiliensi rendah dan sedang

serta 2 responden dengan resiliensi tinggi, sedangkan 7 responden yang sudah

pensiun terdapat 3 responden dengan resiliensi yang sedang dan 4 responden

dengan resiliensi yang tinggi. Hasil resiliensi responden berdasarkan pekerjaan

dapat dilihat pada tabel 5.1.6.

Tabel 5.1.6. Distribusi frekuensi resiliensi responden berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan Resiliensi Jumlah

responden

Rendah Sedang Tinggi

Tidak bekerja 1 7 9 17

Mahasiswa 0 3 0 3

Wiraswasta 2 7 20 29

PNS 1 1 2 4

(46)

Universitas Sumatera Utara

5.1.7 Hasil resiliensi responden berdasarkan status

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa dari 8 responden dengan status

belum menikah terdapat 1 responden memiliki resiliensi yang rendah, 2 responden

dengan resiliensi sedang serta 5 responden dengan resiliensi tinggi. Sebanyak 52

responden dengan status menikah terdapat 3 responden dengan resiliensi rendah,

19 responden dengan resiliensi sedang serta 30 responden dengan resiliensi tinggi.

Hasil resiliensi responden berdasarkan status dapat dilihat pada tabel 5.1.7.

Tabel 5.1.7. Distribusi frekuensi resiliensi berdasarkan status

Status Resiliensi Jumlah

responden

Rendah Sedang Tinggi

Belum menikah 1 2 5 8

Menikah 3 19 30 52

5.1.8 Hasil resiliensi responden berdasarkan jenis penyakit yang diderita

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa dari 25 responden menderita PGK

terdapat 6 responden memiliki resiliensi sedang dan 19 responden dengan resiliensi

tinggi. Sebanyak 10 responden menderita penyakit kardiovaskuler terdapat 4

responden memiliki resiliensi sedang dan 6 responden dengan resiliensi tinggi.

Pada 15 responden menderita penyakit kanker terdapat 1 responden memiliki

resiliensi rendah, 6 responden dengan resiliensi sedang dan 8 responden dengan

resiliensi tinggi. Sebanyak 5 responden menderita penyakit tumor dimana terdapat

1 responden masing-masing memiliki resiliensi rendah dan tinggi sedangkan 3

(47)

Universitas Sumatera Utara

terdapat 1 responden masing-masing memiliki resiliensi sedang dan tinggi. Pada

penyakit lupus dan splenomegali masing-masing 1 responden memiliki resiliensi

rendah namun 1 responden dengan effusi pleura dengan resiliensi sedang. Hasil

resiliensi responden berdasarkan jenis penyakit yang diderita dapat dilihat pada

tabel 5.1.8.

Tabel 5.1.8. Distribusi frekuensi resiliensi berdasarkan jenis penyakit yang diderita Jenis penyakit yang

diderita

Resiliensi Jumlah

respoden

Rendah Sedang Tinggi

Penyakit Ginjal Kronis 0 6 19 25

5.1.9 Hasil resiliensi responden berdasarkan lama terdiagnosa

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa dari 18 responden yang telah

terdiagnosa 6-11 bulan lalu terdapat 2 responden memiki resiliensi rendah, 4

responden dengan resiliensi sedang, serta 12 responden dengan resiliensi tinggi.

Pada 31 responden yang telah terdiagnosa 1-3 tahun terdapat terdapat 2 responden

memiki resiliensi rendah, 14 responden dengan resiliensi sedang, serta 15

responden dengan resiliensi tinggi. Sebanyak 5 responden yang telah terdiagnosa

3,5-5 tahun terdapat 1 responden dengan resiliensi sedang, serta 4 responden

(48)

Universitas Sumatera Utara

2 responden dengan resiliensi sedang, serta 4 responden dengan resiliensi tinggi.

Hasil resiliensi responden berdasarkan lama terdiagnosa dapat dilihat pada tabel

5.1.9.

Tabel 5.1.9. Distribusi frekuensi resiliensi berdasarkan lama terdiagnosa

Lama terdiagnosa Resiliensi Jumlah

responden

Rendah Sedang Tinggi

6-11 bulan 2 4 12 18

1-3 tahun 2 14 15 31

3,5-5 tahun 0 1 4 5

>5 tahun 0 2 4 6

5.1.10 Hasil resiliensi responden per item pernyataan

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa 32 dari 60 responden (53,3%) masih

suka berbincang-bincang dengan orang lain, sebaliknya 5 responden (8,3%)

mengatakan sangat tidak suka berbincang-bincang dengan orang lain serta 20

responden (33,3%) mengatakan bahwa masalah yang menimpa dirinya bukan

merupakan hukuman bagi dirinya. Hasil penelitian ini juga memperoleh hasil

bahwa 36 responden (60%) masih memikirkan masa depannya, namun sebaliknya

1 responden (1,7%) sudah tidak memikirkan lagi masa depannya dan terdapat 43

responden (71,3%) merasa yakin terhadap dirinya sendiri dapat menyelesaikan

setiap masalah kehidupan yang menimpa dirinya. Hasil penelitian ini diperoleh

data bahwa sebanyak 39 responden (65%) merasa bangga saat ini, sedangkan 3

responden (5%) merasa sangat tidak bangga dengan kondisinya saat ini. Hasil

(49)

Universitas Sumatera Utara

ketika masalah menimpa dirinya serta mayoritas responden menganggap dirinya

unik (71,7%). Lebih lengkapnya dapat dilihat distribusi frekuensi dan persentase

resiliensi responden per item pernyataan pada lampiran 7.

5.2 Pembahasan

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa gambaran resiliensi pasien yang

mengalami penyakit kronis 35 dari 60 responden berada pada tingkat resiliensi tinggi

dengan presentase 58,3%. Wagnild and Young (1993) berpendapat bahwa individu

yang memiliki resiliensi yang tinggi mampu berteman dengan dirinya sendiri sehingga

merasa nyaman, puas, dan menyadari keunikan dalam dirinya. Nilai resiliensi tinggi

menyebabkan kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupannya juga tinggi, namun

sebaliknya jika nilai resiliensi rendah maka kemungkinan kesuksesan seseorang dalam

menjalani kehidupannya juga akan rendah (Reivich & Shatte, 2002). Sejalan dengan

pendapat tersebut, Ratnawati (2012) juga berpendapat bahwa resiliensi tinggi pasien

penyakit kronis artinya individu telah berusaha mengkondisikan dirinya untuk

bersyukur dan berpikir positif akan penyakit yang menimpanya sehingga tetap semangat

dalam menjalani kehidupannya. Mailani (2015) menambahkan bahwa pasien-pasien

penyakit kronik selalu berusaha menggunakan strategi-strategi dalam menghadapi

penyakitnya. Mereka cenderung lebih mendekatkan diri pada Tuhan, mendapatkan

perhatian dari keluarga dan pasangan hidup, mempunyai harapan besar untuk sembuh,

dan menerima dengan ikhlas penyakit yang diderita sebagai bagian dari cobaan Tuhan.

Hal ini dapat memberikan penguatan dan motivasi bagi pasien untuk tetap menjalani

(50)

Universitas Sumatera Utara

Lafromboise (2006, dalam Fara 2012) berpendapat bahwa resiliensi individu

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah gender sebagai faktor individual.

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak

35 orang (58,3%) sedangkan perempuan sebanyak 25 orang (41,7%). Purnomo (2014)

berpendapat bahwa laki-laki cenderung menggunakan problem-focused coping karena

laki-laki biasanya menggunakan rasio atau logika, selain itu laki-laki terkadang kurang

emosional sehingga mereka lebih memilih untuk langsung menyelesaikan masalah yang

dihadapi dan langsung menghadapi sumber stres. Perempuan lebih cenderung

menggunakan emotion-focused coping karena mereka lebih menggunakan perasaan atau

lebih emosional sehingga jarang menggunakan logika atau rasio yang membuat wanita

cenderung untuk mengatur emosi dalam menghadapi sumber stres atau melakukan

penyelesaian secara religius dimana wanita lebih merasa dekat dengan Tuhan

dibandingkan dengan pria.

Rinaldi (2010) berpendapat bahwa pria sering menggunakan pendekatan

penyelesaian masalah dan mempunyai sikap optimis dibandingkan wanita, sedangkan

wanita menggunakan pola ketidakberdayaan dibandingkan laki-laki. Laki-laki memiliki

keyakinan dalam memecahkan masalah dan percaya pada kemampuannya (kompetensi)

untuk menguasai tugas atau situasi yang sulit, lebih positif dibandingkan dengan wanita.

Individu dengan tingkat resiliensi yang tinggi (laki-laki) mampu beradaptasi dengan

berbagai macam kondisi untuk mengubah keadaan dan fleksibel dalam memecahkan

masalah, sedangkan individu dengan tingkat resiliensi yang rendah (perempuan)

memiliki fleksibilitas adaptif yang kecil, tidak mampu untuk bereaksi terhadap

(51)

Universitas Sumatera Utara

perubahan atau tekanan, serta mengalami kesukaran untuk menyesuaikan kembali

setelah mengalami pengalaman traumatik (Barend dalam Rinaldi, 2010).

Mayoritas dalam penelitian ini juga didominasi oleh responden dengan kelompok

usia 41-60 tahun sebanyak 30 orang (50%). Hurlock (2007) berpendapat bahwa

individu dengan rentang usia 41-60 tahun disebut sebagai masa dewasa pertengahan

(dewasa madya) dimana pada masa ini akan mulai terjadi penurunan kemampuan fisik

dan psikologis, namun individu pada masa ini telah mampu menentukan

masalah-masalah mereka dengan cukup baik sehingga cukup stabil dan matang secara emosi

dalam menghadapi permasalahan hidup terutama penyakit yang dideritanya. Individu

yang telah mencapai kematangan emosi akan mampu mengontrol dan mengendalikan

emosinya, dapat berpikir secara baik dengan melihat persoalan secara objektif dan

mampu mengambil sikap dan keputusan. Menurut Hurlock (2007) masa ini merupakan

masa keberhasilan dari segi keuangan dan sosial termasuk kekuasaan dan prestise. Masa

ini juga merupakan masa bahagia bagi sebagian pasangan suami istri, walaupun pada

masa ini anak-anak tidak tinggal bersama dengan orang tua lagi, namun justru merasa

lebih bahagia karena merasa bebas mencapai karier dan lebih banyak menghabiskan

waktu luang bersama pasangan dibandingkan masa dewasa muda sehingga cenderung

menanggapi suatu penyakit dengan sikap terbuka terhadap pasangannya.

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa pendidikan terakhir responden sebanyak

25 orang (41,7%) adalah tingkat SMA. Menurut Entjang (1985 dalam Asiah, 2005)

berpendapat bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi pola berpikir individu dimana

tingkat pendidikan yang tinggi akan memperluas cara berpikirnya. Semakin tinggi

(52)

Universitas Sumatera Utara

selain itu individu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih baik

perkembangan kognitifnya dibandingkan seseorang pendidikan lebih rendah sehingga

akan mempunyai penilaian yang lebih realititas dan menjadikan masalah penyakit

adalah sesuatu yang mesti dihadapi (Septiyan, 2007). Sejalan dengan pendapat tersebut,

Widakdo dan Besral (2013) juga berpendapat bahwa pasien yang berpendidikan lebih

tinggi memiliki kemampuan dan pengetahuan yang lebih baik sehingga cenderung

mampu mengatasi permasalahan hidup, sebaliknya pendidikan yang rendah akan

memiliki pengetahuan dan kemampuan yang rendah sehingga mempunyai keterbatasan

dalam pola koping terhadap permasalahan-permasalahan yang dialami. Reivich &

Shatte (2002) menambahkan bahwa individu yang memiliki pemikiran yang luas akan

memiliki fleksibilitas kognitif yang baik sehingga individu yang memiliki fleksibilitas

kognitif yang baik akan memiliki resiliensi yang baik pula.

Pekerjaan juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental. Hasil penelitian ini

diperoleh data bahwa mayoritas responden penderita penyakit kronis bekerja sebagai

wiraswasta sebanyak 29 orang (48,3%). Setiasih (2012) berpendapat bahwa pekerjaan

merupakan salah satu ranah kehidupan yang penting bagi individu. Pekerjaan juga

berfungsi sebagai sumber identitas, sumber otonomi, memberi kesempatan untuk

mengembangkan keterampilan dan kreativitas, sumber tujuan dalam hidup, sumber

penghasilan dan rasa aman, serta sumber berbagai aktivitas lainnya, misalnya rekreasi.

Individu yang mempunyai pekerjaan berpengaruh positif terhadap kesehatan mental,

dimana subjective wellbeing individu yang mempunyai pekerjaan lebih baik daripada

subjective wellbeing individu yang tidak mempunyai pekerjaan. Individu yang tidak

(53)

Universitas Sumatera Utara

memperoleh manfaat kerja sehingga menjadikan subjective wellbeing individu rendah.

Jika tidak memiliki pekerjaan, maka mereka tidak mempunyai pendapatan dan tidak

memperoleh akses untuk mendapatkan pengalaman psikologis, sebaliknya dengan

memiliki pekerjaan maka individu akan memiliki pengalaman psikologis yang baik.

Ditinjau dari status responden, sebanyak 52 orang (86,7%) berstatus menikah.

Taylor dan Francis (2006) berpendapat bahwa dukungan pasangan dan keluarga sangat

berpengaruh terhadap kesehatan mental anggota keluarga. Rachmawati (2009 dalam

Siburian, 2011) juga berpendapat bahwa dukungan sosial keluarga dapat memberikan

hasil yang positif terhadap kesehatan dan kesejahteraan pada pasien-pasien penyakit

kronis. Dukungan sosial pasangan dan keluarga memiliki pengaruh yang positif atau

signifikan dengan resiliensi yang tinggi. Dukungan sosial merupakan salah satu faktor

yang dapat membuat seseorang bertahan dalam situasi apapun atau dalam ilmu

psikologi dikategorikan sebagai manifestasi dari resiliensi. Semakin tinggi dukungan

sosial pasangan dan keluarga kepada anggota keluarga yang sakit, maka semakin tinggi

resiliensinya (Hadiningsih, 2014).

Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa mayoritas responden menderita Penyakit

Ginjal Kronis (PGK) sebanyak 25 orang (41,7%) di RSUP H. Adam Malik. Pasien

Penyakit Ginjal Kronis menjadi salah satu angka kunjungan pasien rawat jalan tertinggi

di RSUP H. Adam Malik. Jumlah kunjungan pasien perhari mencapai 25-30 pasien

untuk menjalani terapi cuci darah, dimana akan membutuhkan waktu 4-5 jam untuk satu

kali terapi di ruang hemodialisa (Rekam Medik RSUP HAM, 2016). Menurut penelitian

Caninsti (2007) pasien Penyakit Ginjal Kronis yang menjalani hemodialisa telah

(54)

Universitas Sumatera Utara

menjalani terapi hemodialisa bukan berarti tidak dapat lagi beraktivitas. Strategi

spiritualitas yang dilakukan oleh penderita penyakit kronis memberikan semangat dan

penguatan bagi dirinya sendiri. Ketika penyakit menyerang seseorang, kekuatan

spiritual dapat membantunya ke arah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan

dan perhatian spiritual. Kekuatan spiritualitas seseorang dapat menjadi faktor penting

dalam cara menghadapi perubahan yang diakibatkan oleh penyakit kronis (Potter &

Perry, 2005).

RSUP H. Adam Malik Medan menjadi rumah sakit rujukan utama pasien yang

berasal dari berbagai kota/kabupaten di Sumatera Utara dengan berbagai macam

penyakit, salah satunya penyakit kronis untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan

lebih lanjut. Pasien yang dominan berasal dari Sumatera Utara tersebut tidak lepas dari

komposisi penduduk, budaya yang sangat heterogen, memiliki banyak

keanekaraganaman dan toleransi yang tinggi. Penduduk Sumatera Utara mencerminkan

peradaban nusantara yang beraneka ragam namun tetap memiliki integritas dan rasa

kebersamaan yang tinggi sehingga memunculkan harapan pasien untuk sembuh

walaupun dalam kondisi sakit kronis (Takari, 2002). Keanekaragaman budaya yang

dianut oleh pasien-pasien juga dapat mempengaruhi status kesehatannya. Menurut

Becker dan Newsom (2005) budaya dapat menekankan kepada kemandirian,

spiritualitas, dan kelangsungan hidup pasien sehingga akan meningkatkan kemampuan

(55)

Universitas Sumatera Utara BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan, peneliti dapat mengambil

kesimpulan bahwa tingkat resiliensi pasien yang mengalami penyakit kronik di

RSUP H. Adam Malik Medan berada pada kategori resiliensi tinggi, artinya

pasien walaupun dalam kondisi sakit kronis tetapi masih tetap bersyukur dan

berpikir positif serta menyadari keunikan dalam dirinya sehingga masih tetap

semangat dalam menjalani kehidupannya. Resiliensi tinggi pasien juga ditinjau

dari faktor gender, usia, pendidikan, pekerjaan, status, dan jenis penyakit kronis

yang diderita pasien juga memberikan pengaruh akan kesehatan psikologis

pasien selama menderita sakit kronis.

6.2 Saran

6.2.1 Pasien

Pasien disarankan agar tetap yakin dan optimis dalam menjalani kehidupan

dimasa yang akan datang dengan baik, selalu terbuka dan melibatkan keluarga akan

masalah ataupun kondisi yang dialami.

6.2.2 Pelayanan Keperawatan

Perawat disarankan agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal,

melakukan komunikasi yang intensif kepada pasien, serta melakukan

kegiatan-kegiatan yang dapat membantu resiliensi pasien dari dampak psikologis penyakit

(56)

Universitas Sumatera Utara

6.2.3 Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan disarankan dapat merancang

suatu program intervensi terkait kesehatan jiwa pasien untuk menunjang

kemampuan resiliensinya serta memfasilitasi pasien dalam melakukan kegiatan

ringan di rumah sakit dengan harapan dapat mengurangi gangguan-gangguan

(57)

Universitas Sumatera Utara BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kronis

2.1.1 Definisi Penyakit Kronis

Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang

atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama , yakni lebih dari 6 bulan

(Sarafino, 2006). Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang memiliki

durasi penyakit yang lama dan umumnya perkembangannya lambat (WHO,

2012). Anderson (2010, dalam Goodman 2013) menambahkan bahwa kondisi

kronis mungkin membutuhkan perawatan medis dalam menangani masalah

kesehatannya sehingga membatasi apa yang dapat ia lakukan (Anderson

2010, dalam Goodman 2013).

2.1.2 Karakteristik Penyakit Kronis

Menurut McKenna dan Collins (2010 dalam Goodman et. al. 2013)

penyakit kronis pada umumnya memiliki karakteristik seperti berikut ini : a.

Penyebabnya belum pasti; b. Multiple faktor resiko; c. Periode laten yang

panjang; d. Nyeri berkepanjangan; e. Ketidakmampuan atau gangguan

fisiologis

2.1.3 Tipe-tipe Penyakit Kronis

Berdasarkan pada faktor keberbahayaan dan tingkat ketidaknyamanan

yang dirasakan, Dennis Turk, Donald Meichenbaum, dan Myles Genest

(58)

36

Universitas Sumatera Utara

a. chronic recurrent pain yang ditandai oleh adanya pengulangan dan episode

rasa sakit yang dipisahkan dengan periode tanpa rasa sakit (seperti migrain

dan tension type headache); b. chonic intracable beningn pain yang ditandai

oleh ketidaknyamanan yang dirasakan sepanjang waktu dengan tingkat

bervariasi, namun bukan merupakan kondisi yang berbahaya (seperti nyeri

pinggang kronis); c. chronic progressive pain yang ditandai oleh

ketidaknyamanan berkelanjutan yang merupakan kondisi berbahaya, dimana

rasa sakit akan semakin meningkat saat kondisi semakin memburuk seperti

rheumatoid arthritis dan kanker (Sarafino, 2006).

2.1.4 Fase-fase Penyakit Kronis

Menurut Brunner & Suddarth (2010) ada sembilan fase dalam penyakit

kronis, yaitu :

a. Fase pra-trajectory, yaitu individu berisiko terhadap penyakit kronis

karena faktor -faktor genetik atau gaya hidup.

b. Fase trajectory, yaitu adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit

kronis. Fase ini sering tidak jelas karena pada fase ini individu sedang

dievaluasi dan dilakukan pemeriksaan diagnostik.

c. Fase stabil, yaitu terjadi ketika gejala -gejala dan perjalanan penyakit

terkontrol. Aktifitas dalam kehidupan sehari-hari dapat tertangani oleh

penderita dalam keterbatasan penyakit.

d. Fase tidak stabil, yaitu periode ketidakmampuan untuk mengontrol

gejala penyakit atau reaktivasi penyakit serta terdapat gangguan dalam

(59)

Universitas Sumatera Utara

e. Fase akut, yaitu pada fase ini ditandai dengan adanya gejala -gejala

yang berat dan tidak dapat pulih atau penyakit sudah mencapai

komplikasi sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit.

f. Fase krisis, yaitu fase yang ditandai dengan situasi kritis atau

mengancam jiwa penderitanya yang membutuhkan pengobatan atau

perawatan kedaruratan.

g. Fase pulih yaitu pulih kembali namun gaya hidup yang diterima

berada dalam keterbatasan karena dibebani oleh penyakit kronis.

h. Fase penurunan, yaitu terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang

disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam

mengatasi gejala – gejala yang datang kembali.

i. Fase kematian, yaitu hari-hari terakhir atau 1 minggu sebelum

kematian. Pada fase ini ditandai dengan penurunan bertahap atau cepat

fungsi tubuh dan berakhirnya hubungan individual.

2.1.5 Dampak Psikososial Penderita Penyakit Kronis

Menurut George (2005) mengatakan bahwa psikososial merupakan keadaan

pikiran serta perilaku individu atau kelompok. Karabulutlu, Bilici, Cayir, Tekin

dan Kantarci (2010) sebelumnya menjelaskan bahwa penderita penyakit kronis

bukan hanya memberikan gangguan fisik pada penderitanya namun juga

memberikan efek psikososial yang negatif. Hurlock (1996) membagi kelompok

umur masa dewasa kedalam 3 periode sesuai dengan perkembangan psikologisnya

sehingga diketahui akan respon individu terhadap suatu penyakit, yaitu dewasa

(60)

Universitas Sumatera Utara

meninggal). Pada masa dewasa awal, individu mengalami perubahan fisik dan

psikologis namun masih dalam kondisi stabil, bersamaan dengan

masalah-masalah penyesuaian diri dan harapan-harapan terhadap perubahan tersebut.

Dewasa madya (usia pertengahan) 40-60 tahun terjadi penurunan fungsi fisik dan

psikologis sehingga pada fase ini mulai muncul gejala-gejala penurunan fungsi

tubuh, sedangkan pada usia lanjut 60- meninggal kemampuan fisik dan psikologis

cepat menurun. Dampak psikososial akan penyakit kronis dipandang dari

kelompok umur akan selalu bervariasi, hal tersebut diakibatkan adanya penurunan

fungsi dan psikologis sehingga mempengaruhi penerimaan individu terhadap

suatu penyakit yang dideritanya. Berbagai kondisi psikososial pada penderita

penyakit kronis dari berbagai penelitian adalah sebagai berikut:

a. Pasien Kanker

Kanker menyerang siapa saja dan membahayakan kesehatan seseorang

dimana sel-sel membelah secara abnormal tanpa terkontrol dan menyerang

jaringan disekitarnya dan menyebabkan kematian. Salah satu penanganan

kanker adalah dengan menjalani pengobatan kemoterapi dimana pasien

tersebut akan mengalami masalah psikologis sebagai efek dari perjalanan

kanker atau efek dari kemoterapi yang dapat memperkecil peluang

kesembuhan sehingga memunculkan keinginan penderitanya untuk

menghentikan kemoterapi (Bintang, Ibrahim, Emaliyawati, 2012)

Penelitian Oetami, F., Thaha I. L., dan Wahiduddin (2014) pada 25

(61)

Universitas Sumatera Utara

payudara mengalami dampak psikologis berupa ketidakberdayaan (68%)

dan kecemasan (84%).

b. Pasien Diabetes Mellitus

Perubahan yang besar terjadi pada seseorang yang mengidap penyakit

diabetes mellitus. Seseorang yang mengalami diabetes mellitus harus

melakukan banyak sekali penyesuaian diri dalam kehidupannya, seperti

tidak boleh mengkonsumsi makanan dengan sembarangan, cek gula darah

yang rutin, serta treatmen dan pemakaian obat secara rutin (Sholihah,

2009).

Saat seseorang didiagnosis menderita diabetes melitus maka respon

emosional yang biasanya muncul yaitu penolakan, kecemasan dan depresi,

tidak jauh berbeda dengan penyakit kronis lain. Penderita diabetes melitus

memiliki tingkat depresi dan kecemasan yang tinggi, yang berkaitan

dengan treatmen yang harus dijalani dan terjadinya komplikasi serius.

Depresi yang dialami penderita berkaitan dengan treatmen yang harus

dijalani seperti diet atau pengaturan makan, pemeriksaan kadar gula darah,

konsumsi obat dan juga olahraga. Selain itu, risiko komplikasi penyakit

yang dapat dialami penderita juga menyebabkan terjadinya depresi

(Taylor, 1995).

c. Pasien Penyakit Ginjal Kronis

Penyakit ginjal kronik memiliki dampak yang signifikan pada aspek

psikologis. Beberapa penyebab kondisi tersebut adalah akibat efek

(62)

Universitas Sumatera Utara

ketidakmampuan untuk bekerja, disfungsi seksual, takut mati dan

ketergantungan pada mesin untuk hidup. Hal tersebut sangat

mempengaruhi kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis

sehingga berujung terjadinya depresi.

Depresi merupakan permasalahan psikiatri terbanyak pada pasien yang

menjalani hemodialisis. Gejala depresi terdapat pada 30% pada pasien

yang menjalani hemodialisis. Gejala depresi ini berhubungan dengan

peningkatan mortalitas dan penurunan kualitas hidup dari pasien yang

menjalani hemodialisis (Amalia, Nadzmir, Azmi, 2015).

d. Pasien Penyakit Jantung

Pada kebanyakan pasien dengan penyakit jantung, depresi merupakan

keadaan yang umum terjadi, persisten dan kurang disadari. Gangguan

nafsu makan, konsentrasi, tidur, dan energi, depresi yang nyata (dengan

mood depresi yang persisten atau anhedonia) merupakan konsekuensi

yang tidak normal dari penyakit jantung.

Cemas juga umum terjadi pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler

akut. Peningkatan level cemas yang dilaporkan sendiri mencapai

20%-50% pada pasien dengan infark miokard akut, dengan seperempatnya

mengalami gejala cemas yang sama dengan yang dialami pasien di unit

(63)

Universitas Sumatera Utara 2.2 Resiliensi

2.2.1 Definisi Resiliensi

Secara harfiah resiliensi berasal dari kata resile yang berarti bangkit atau

bangkit kembali. Definisi mengenai resiliensi kian berkembang dan

bervariasi. Pada awalnya, resiliensi dianggap sebagai sifat kepribadian yang

bekerja setelah mereka mengalami peristiwa traumatis dalam hidup (Klohnen,

1996 dalam Herrmann et al., 2011).

Salah satu ahli yang melihat resiliensi sebagai sifat adalah Newman

(2005), yang menyatakan bahwa resiliensi merupakan kemampuan seseorang

untuk beradaptasi saat menghadapi tragedi, trauma, kesulitan, serta stressor

dalam hidup yang bersifat signifikan. Resiliensi merupakan konsep yang

bersifat multidimensional dimana tidak ada sifat kepribadian atau

karakteristik yang disebut sebagai resiliensi. Resiliensi lebih diasosiasikan

dengan kemampuan menjaga hubungan dengan orang lain, menjaga

pandangan yang optimis terhadap kehidupan, memiliki tujuan, dan

mengambil langkah untuk mencapainya hingga mencapai individu yang

percaya diri (Luthar & Cichetti, 2000 dalam Newman, 2005).

Henderson & Milstein (2003 dalam Nasution, 2011) juga mendefinisikan

resiliensi sebagai suatu kemampuan individu untuk bangkit dari pengalaman

negatif, bahkan menjadi lebih kuat selama menjalani proses

penanggulangannya. Menurut penilitian Masten (2001 dalam Newman,

2005), tingkah laku yang banyak dikaitkan dengan resiliensi bukanlah tingkah

(64)

Universitas Sumatera Utara

Bahkan menurutnya, anak-anak yang mengalami kesulitan hidup selama

tahap perkembangannya pun masih mampu untuk mengatasi hal tersebut

seperti layaknya orang dewasa. Maka pada dasarnya resiliensi dimiliki semua

orang bahkan anak-anak.

Kemudian sejalan dengan pandangan diatas, Herrmann et al. (2011),

mengatakan bahwa meskipun definisi resiliensi berkembang seiring waktu,

namun secara fundamental resiliensi dapat dipahami sebagai adaptasi positif,

atau kemampuan untuk menjaga atau mengembalikan kesehatan mental

setelah menghadapi hambatan. Menurutnya resiliensi bukanlah suatu hal yang

menetap, melainkan suatu hal yang dinamis dan berkembang sepanjang

kehidupan manusia, serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Wagnild dan Young (1993) sebelumnya juga menemukan bahwa

resiliensi merupakan suatu hal yang dinamis, tepat suatu kekuatan dalam diri

individu sehingga mampu beradaptasi dalam menghadapi kondisi sulit dan

kemalangan yang menimpanya.

Hampir semua manusia mengalami kesulitan dan jatuh dalam perjalanan

hidup, namun mereka memiliki ketahanan untuk bangkit dan melanjutkan

hidupnya. Kemampuan untuk bangkit dan terus melanjutkan hidup ini disebut

resiliensi. Penelitian Wagnild dan Young (1993) menemukan bahwa resiliensi

dapat menjadi faktor protektif dari munculnya depresi, kecemasan, ketakutan,

perasaan tidak berdaya, dan berbagai emosi negatif lainnya sehingga

memiliki potensi untuk mengurangi efek fisiologis yang mungkin muncul.

(65)

Universitas Sumatera Utara

pada tujuan dimana hal tersebut akan mendorongnya untuk selalu bangkit dan

terus maju ketika menghadapi kesulitan. Ia juga mengetahui kekuatan yang

dimiliki dirinya, serta bahwa ia dapat bergantung pada dirinya sendiri untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan, meskipun harus menyelesaikannya sendiri.

Untuk itu, Wagnild dan Young menekankan bahwa semua individu sangat

membutuhkan kemampuan yang dapat dikembangkan melalui lima

komponen resiliensi yaitu kebermaknaan, ketenangan hati, ketekunan,

kemandirian dan eksistensi kesendirian.

Definisi yang dikemukakan oleh Wagnild dan Young (1993) seperti yang

dipaparkan diatas tidak hanya melihat resiliensi sebagai suatu hal yang

dinamis dan dapat dikembangkan sepanjang kehidupan manusia, melainkan

juga memberikan pemahaman yang menyeluruh mengenai lima komponen

yang mendasari resiliensi itu sendiri.

2.2.2 Bangunan resiliensi

Menurut Nasution (2011) resiliensi memiliki konstruk yang

bi-dimensional, yaitu:

a. Mengalami kesengsaraan berkepanjangan, seseorang telah mencapai

resiliensi apabila ia pernah mengalami suatu kejadian yang

menyebabkan penderitaan hidup yang berkepanjangan.

b. Perwujudan dari keberhasilan beradaptasi bila berhadapan dengan

resiko seseorang dapat dikatakan telah mencapai resiliensi apabila ia

(66)

Universitas Sumatera Utara

Dimensi tersebut menjelaskan bahwa penjelasan tentang resiliensi selalu

melibatkan adanya kesulitan sebagai faktor resiko dan adanya adaptasi positif

sebagai reaksi dalam menghadapi resiko.

2.2.3 Komponen Resiliensi

Adapun komponen resiliensi menurut Wagnild dan Young (1993) adalah

sebagai berikut :

a. Kebermaknaan (Meaningfulness)

Kebermaknaan merupakan suatu kesadaran hidup memiliki tujuan,

dimana diperlukan suatu usaha untuk mencapai tujuan tersebut. Komponen

ini adalah yang menjadi dasar dari keempat komponen lainnya sekaligus

menjadikan komponen-komponen terpenting dari resiliensi itu sendiri. Hal

ini dikarenakan tanpa tujuan akan menjadi sia-sia dan tidak bermakna.

Menurutnya, akan sangat sulit untuk menjalani hidup tanpa tujuan yang

baik, karena tujuan tersebut yang akan membantu setiap individu yang

mengalami kesulitan ataupun mendorong untuk maju.

b. Ketenangan hati (Equanimity)

Ketenangan hati merupakan suatu perspektif mengenai keseimbangan

dan harmoni yang dimiliki individu yang berkaitan tentang hidup

berdasarkan pengalaman yang terjadi masa hidupnya. Para individu yang

resilien telah memahami bahwa hidup bukanlah sebatas hal yang baik dan

buruk. Mereka mampu untuk memperluas perspektifnya sehingga dapat

lebih fokus pada aspek positif daripada negatif dari setiap kejadian dalam

(67)

Universitas Sumatera Utara

respon yang ekstreem dan sikap tenang. Hal tersebut menjadikan individu

yang resilien sebagai individu yang optimis, karena bahkan pada situasi

yang sulit mereka mampu melihat kesempatan untuk tidak menyerah dan

menemukan jalan keluar. Baik pengalaman diri sendiri maupun orang lain

pun dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran bagi mereka. Dalam

komponen ini juga termasuk adanya humor pada individu yang resilien.

Mereka mampu menertawai diri sendiri maupun lingkungannya ketika

berada pada situasi yang relevan.

c. Ketekunan (Perseverance)

Ketekunan yaitu suatu tindakan untuk bertahan meskipun harus

menghadapi tantangan dan kesulitan. Selain itu, memiliki komponen

ketekunan juga berarti bahwa seseorang bersedia untuk berjuang untuk

menyusun kembali hidupnya dan disiplin terhadap dirinya sendiri. Secara

umum, resiliensi melibatkan komponen ketekunan karena pada dasarnya

konsep ini merupakan sebuah kemampuan untuk bangkit ketika seseorang

telah jatuh. Dalam mencapai tujuan hidup, sering kali kita bertemu dengan

hambatan, kesulitan bahkan kegagalan. Kondisi ini sangat mendorong

seseorang untuk menyerah. Namun demikian, individu yang resilien akan

terus bertahan untuk terus berjuang sampai akhir. Salah satu cara untuk

membangun ketahanan ini adalah dengan menekuni rutinitas yang positif

(68)

Universitas Sumatera Utara

d. Kemandirian (Self-Reliance)

Kemandirian yaitu keyakinan individu terhadap diri serta kemampuan

yang ia miliki. Melalui berbagai pengalaman, baik itu kesuksesan maupun

kegagalan, individu yang resilien belajar untuk mengatasi masalahnya

sendiri. Keterampilan tersebut yang kemudian memunculkan rasa percaya

akan kemampuan dirinya sendiri. Mereka secara berkesinambungan

menggunakan, mengadaptasi, memperkuat, serta memperbaiki

keterampilan tersebut sepanjang hidupnya. Selain itu, kemandirian juga

merupakan kemampuan individu untuk bergantung pada dirinya serta

mengenali kekuatan dan keterbatasan yang ia miliki.

e. Eksistensial kesendirian (Existential aloneness)

Eksistensial kesendirian merupakan suatu kesadaran bahwa jalan hidup

setiap orang bersifat unik serta mampu menghargai keberadaan dirinya

sendiri. Individu yang resilien mampu berteman dengan dirinya sendiri

dalam artian merasa puas, nyaman, dan menghargai keunikan yang ada

pada dirinya. Komponen eksistensial kesendirian menunjukkan bahwa

individu yang resilien mampu untuk merasa nyaman atas kondisi dirinya

sendiri. Mereka menghargai dirinya dan sadar penuh bahwa ia memiliki

banyak hal yang dapat dikontribusikan untuk lingkungan sekitarnya.

Mereka pun tidak merasakan tekanan untuk melakukan konformitas

dengan lingkungannya. Karakteristik eksistensial kesendirian bukan berarti

tidak menghiraukan pentingnya berbagi pengalaman dan merendahkan

(69)

Universitas Sumatera Utara 2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Resiliensi

Faktor-faktor yang memengaruhi resiliensi terbagi menjadi faktor risiko

dan faktor protektif. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Nasution (2011)

adalah sebagai berikut :

a. Faktor resiko

Faktor resiko dalam kehidupan dapat berasal dari berbagai sumber,

yaitu sumber internal dan eksternal dalam keluarga dan dari dalam diri

sendiri. Berbagai faktor resiko yang dapat disandangkan pada individu

antara lain sebagai berikut: a. anggota dari kelompok berisiko tinggi,

misalnya anak-anak dari keluarga yang serba kekurangan dalam kebutuhan

materialnya serta hidup dalam kemelaratan; b. tumbuh dilingkungan yang

penuh kekerasan atau tercerabut; c. terlahir memiliki cacat fisik,

mengalami trauma fisik atau penyakit; d. mengalami kondisi penuh

tekanan dalam jangka waktu yang lama, misalnya mengalami disfungsi

dalam keluarga atau anak-anak dari orang tua yang memiliki gangguan

mental; e. menderita trauma, misalnya kekerasan fisik atau seksual, atau

berada dalam situasi perang.

Pada dasarnya manusia menerjemahkan berbagai pengalaman hidup

tersebut secara berbeda. Hasil penelitian Reivich & Shatte (2002)

menunjukkan bahwa kebanyakan orang menganggap dirinya cukup

memiliki resiliensi, padahal sebenarnya kebanyakan orang tidak siap

secara emosional ataupun psikologis untuk menghadapi penderitaan.

Gambar

Tabel 5.1.1 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik responden di ruang Penyakit Jantung Terpadu (PJT), ruang hemodialisa, ruang rindu A-1, dan ruang kemoterapi Rumah Sakit Umum Pusat H
Tabel 5.1.2 Distribusi frekuensi dan presentase resiliensi pasien yang mengalami penyakit kronis di RSUP H
Tabel 5.1.4. Distribusi frekuensi resiliensi responden berdasarkan usia
Tabel 5.1.5 Distribusi frekuensi resiliensi berdasarkan pendidikan terakhir
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara koping nyeri dengan intensitas nyeri pada pasien nyeri kronis di RSUP H.. Adam Malik Medan dengan desain

Adam Malik Medan perbedaan ekspresi dari reseptor estrogen dan progesterone pada pasien kanker payudara premenopausal dan postmenopausaldi RSUP H. Adam Malik

menurut golongan darah pada pasien pasca luka di RSUP H..Adam Malik Medan. Universitas

Kesimpulan pada penelitian ini adalah ada hubungan antara intensitas nyeri dengan insomnia pada pasien nyeri punggung bawah kronis di RSUP H Adam Malik pada

“Hubungan Intensitas Nyeri dengan Insomnia pada Pasien Nyeri Punggung Bawah Kronis di RSUP Haji Adam Malik Medan”. Saya yang bertandatangan di

KMB selaku Wakil Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu serta dengan penuh keikhlasan

Judul Penelitian : Prevalensi dan faktor risiko penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2014-2015.. Demikian

Judul penelitian : Dukungan Keluarga dalam Pencegahan Sekunder pada Pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Terpasang Stent di RSUP H.. Adam