Universitas Sumatera Utara 8 Revisi proposal
Universitas Sumatera Utara Lampiran 2 Lembar Penjelasan
Assalamualaikum wr. wb
Selamat pagi/ siang/ sore Bapak/ Ibu yang saya hormati
Saya Mahmul Rivai Siregar mahasiswa Fakultas Keperawatan USU yang sedang
melakukan penelitian dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul “ Resiliensi
Pasien yang Mengalami Penyakit Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan”
memohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk berpartisipasi didalam penelitian ini.
Bapak/ ibu diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tersedia, sesuai
dengan petunjuk pengerjaan yang akan dijelaskan selanjutnya. Bapak/ ibu hanya perlu
menjawab dengan jujur, sesuai dengan keadaan diri masing-masing. Hasil dari
kuesioner dan data pribadi Bapak/ ibu bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian. Bapak/ Ibu diharapkan untuk menjawab dengan teliti dan jangan
sampai ada pernyataan yang terlewatkan agar memudahkan pengolahan data.
Partisipasi dan bantuan Bapak/ Ibu dalam penelitian ini amatlah penting dan
berharga bagi saya. Saya mengucapkan terima kasih telah meluangkan waktu atas
partisipasi yang Bapak/ Ibu berikan.
Hormat Saya
Mahmul Rivai Siregar
121101004
Universitas Sumatera Utara Lampiran 4
DATA PRIBADI Kode Responden
Usia/ Jenis Kelamin : /
Pendidikan Terakhir / Pekerjaan : /
Status : (Menikah / Belum menikah)
Jenis Penyakit yang diderita :
Lama terdiagnosa : Kurang dari 6 bulan / Lebih dari 6 bulan
*
1. Berilah tanda cek (√) pada kolom yang disediakan dengan keterangan sebagai
PETUNJUK PENGISIAN SKALA
berikut :
SS : Sangat Setuju S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju Contoh :
No Pernyataan SS S TS STS
1. Saya bersemangat melakukan kegiatan bersama anggota kelompok.
√
Universitas Sumatera Utara
keadaan diri Anda. Semua jawaban yang Anda berikan adalah benar jika sesuai
dengan diri Anda.
3. Teliti ulang setiap jawaban, agar tidak ada jawaban yang terlewatkan.
No. Item SS S TS STS
1. Saya suka berbincang-bincang dengan orang lain
2. Saya akan melakukan apapun untuk menggapai keinginan
saya
3. Saya merasa masalah yang menimpa saya merupakan
hukuman bagi saya
4. Saya merasa setiap orang pasti mempunyai masalah
5. Saya mampu melakukan pekerjaan yang orang lain bisa
lakukan
6. Saya memikirkan masa depan saya kedepan
7. Saya berusaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan saya
8. Kegagalan selalu menimpa saya
9. Saya bertekad untuk tetap menggapai rencana yang telah
saya buat
10. Saya yakin pada diri saya sendiri dapat menyelesaikan
setiap masalah yang datang
11. Saya merasa memiliki keterbatasan
12. Saya merasa masalah tidak menghambat rencana saya
13. Pengalaman sangat berharga bagi saya
14. Saya lebih suka mengerjakan pekerjaan sendiri tanpa
meminta bantuan orang lain
15. Saya suka berdoa ketika masalah menimpa saya
16. Saya merasa bangga dengan kondisi saya saat ini
17. Saya merasa diri saya unik
18. Jika keinginan saya tidak tercapai, saya mencari alternatif
lain
Universitas Sumatera Utara
20. Saya tidak bisa melakukan semua pekerjaan yang ditugaskan kepada saya
21. Saya tidak memiliki manfaat kepada orang lain
22. Saya suka terus menerus merenungkan masalah yang datang kepada saya
23. Saya membuat agenda kegiatan setiap hari
24. Saya melakukan kegiatan seperti membaca ketika saya sendiri
Universitas Sumatera Utara VALIDITY INDEKS
Koefisien Validitas isi - Aiken’s
S = R - Lo
Lo = angka penilaian validitas terendah ( 1 ) C = angka penilaian validitas tertinggi ( 4 ) R = angka yang diberikan oleh penilai n = jumlah penilai ahli
Universitas Sumatera Utara Lampiran 7
Distribusi frekuensi dan Persentase Resiliensi Responden per Item Pernyataan
No. Item (F) SS
1. Saya suka berbincang-bincang dengan
orang lain
2. Saya akan melakukan apapun untuk
menggapai keinginan saya
3. Saya merasa masalah yang menimpa
saya merupakan hukuman bagi saya
8
4. Saya merasa setiap orang pasti
mempunyai masalah
5. Saya mampu melakukan pekerjaan
yang orang lain bisa lakukan
12
6. Saya memikirkan masa depan saya
kedepan
7. Saya berusaha sendiri untuk
memenuhi kebutuhan saya
8. Kegagalan selalu menimpa saya 2
3,3
9. Saya bertekad untuk tetap menggapai
rencana yang telah saya buat
9
10. Saya yakin pada diri saya sendiri
dapat menyelesaikan setiap masalah yang datang
11. Saya merasa memiliki keterbatasan 5
8,3
12. Saya merasa masalah tidak
menghambat rencana saya
13. Pengalaman sangat berharga bagi saya 30
Universitas Sumatera Utara
14. Saya lebih suka mengerjakan
pekerjaan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain
15. Saya suka berdoa ketika masalah
menimpa saya
16. Saya merasa bangga dengan kondisi
saya saat ini
18. Jika keinginan saya tidak tercapai,
saya mencari alternatif lain
6
19. Tertawa bisa menurunkan kecemasan saya
20. Saya tidak bisa melakukan semua pekerjaan yang ditugaskan kepada saya
21. Saya tidak memiliki manfaat kepada orang lain
22. Saya suka terus menerus merenungkan masalah yang datang kepada saya
17
23. Saya membuat agenda kegiatan setiap hari
24. Saya melakukan kegiatan seperti membaca ketika saya sendiri
23
Universitas Sumatera Utara Reliability
RELIABILITY
/VARIABLES=Item_1 Item_2 Item_3 Item_4 Item_5 Item_6 Item_7 Item_8 Item_9 It em_10 Item_11 Item_12 Item_13 Item_14 Item_15 Item_16
Item_17 Item_18 Item_19 Item_20 Item_21 Item_22 Item_23 Item_24 Item_25 /SCALE('ALL VARIABLES') ALL
/MODEL=ALPHA
a. Listwise deletion based on all variables in the
Universitas Sumatera Utara
Item_6 77.50 62.500 .671 .793
Item_7 77.10 70.989 .313 .812
Item_8 77.50 67.167 .524 .803
Item_9 77.40 67.156 .485 .805
Item_10 77.10 67.211 .546 .803
Item_11 78.10 65.656 .473 .804
Item_12 77.50 72.278 .067 .824
Item_13 76.70 71.789 .402 .812
Item_14 77.60 66.267 .449 .806
Item_15 76.80 74.400 -.073 .822
Item_16 77.50 73.389 -.007 .827
Item_17 77.50 71.833 .133 .819
Item_18 77.70 66.011 .511 .803
Item_19 77.00 70.222 .284 .813
Item_20 77.70 77.567 -.278 .839
Item_21 77.80 67.511 .249 .820
Item_22 77.10 64.767 .625 .797
Item_23 78.20 66.622 .607 .801
Item_24 76.90 68.989 .601 .805
Universitas Sumatera Utara FREQUENCIES VARIABLES=Jenis_kelamin Usia Pendidikan_terakhir Pekerjaan Status Diagnosa Lama_terdiagnosa Hasil_Resiliensi
/STATISTICS=MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN MODE /ORDER=ANALYSIS.
erakhir Pekerjaan Status
Diagnos
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 20-40 18 30.0 30.0 30.0
41-60 30 50.0 50.0 80.0
Universitas Sumatera Utara
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Universitas Sumatera Utara
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Universitas Sumatera Utara Lampiran 13 Anggaran Dana Penelitian
No Nama Kegiatan Biaya
1. Proposal
Penelusuran literatur dari internet
Pencetakan literatur dari internet
Fotokopi literatur dari buku
Pencetakan Proposal
Penggandaan dan penjilidan Proposal
Rp 150.000,-
Rp 50.000,-
Rp 50.000,-
Rp 50.000,-
Rp
50.000,-2. Uji Reliabilitas
Pengumpulan Data
- Izin penelitian
- Transportasi
- Penggandaan lembar observasi dan
lembar persetujuan responden
- Penggandaan dan penjilidan skripsi
Rp 100.000,-
Rp 20.000,-
4. Biaya tak terduga Rp 50.000,-
Universitas Sumatera Utara Lampiran 14 Riwayat Hidup
Nama : Mahmul Rivai Siregar
Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan/ 07 Oktober 1994
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Alamat : Jalan Karya Wisata 1 Medan Johor, Medan
Jalan Dr. Payungan Dlt. No. 83 Kelurahan Tobat,
Padangsidimpuan, Sumatera Utara
Orangtua
Ayah : Yahya Siregar
Ibu : Dra. Rosnida Nasution
Riwayat Pendidikan :
1. Sekolah Dasar Negeri 200113 Padangsidimpuan 2000-2006
3. Sekolah Menengah Pertama Perguruan Sari Putra Padangsidimpuan
2006-2009
4. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Padangsidimpuan 2009-2012
Riwayat Organisasi :
1. Ketua Bidang PSDMO PEMA FKEP USU Periode 2013-2014
Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA
Amalia, F., Nadzmir., Azmi S., (2015). Gambaran Tingkat Depresi Pasien Penyakit
Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisis di RSUP. DR. M. Djamil Padang: Jurnal Kesehatan Andalas
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Klinik .Jakarta: PT Rineka Cipta
Asiah, M. D. (2005). Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Ibu Rumah Tangga Di Desa Rukoh di Kec. Syiah Kuala Banda Aceh. Aceh: FKIP Unsyiah
Becker & Newsom, (2005). Resilience in the Face of Serious Illness Among Chronicaly Ill African American In Later Life. Journal of gerontology Vol. 60B No.4 214-223
Bintang, Y. A., Ibrahim, K., Emaliyawati, E. (2012). Gambaran Tingkat Kecemasan, Stress, dan Depresi Pada Pasien kanker yang Menjalani Kemoterapi di RS kota Bandung.Bandung: FKep Unpad
Brunner & Suddarth (2010). Medical-Surgical Nursing (12th Edition).China. Woltesr
Klowter
Caninsti. (2007). Gambaran kecemasan dan depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.Jurnal Psikologi Vol.1 No.2
Connor, M.K., Davidson, T.R.J. (2003). Development of a new resilience scale: The
connor-davidson resilience scale (Cd-Risc). Journal Depression and anxiety.
18:76-82
Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Depok: CV Trans Info Media
Fara, Elsha. (2012). Resiliensi Pada Dewasa Awal Berlatar Belakang Budaya Aceh yang Mengalami Bencana Tsunama 2004.Skripsi
George, N. M., (2005). Stress, Psychosocial Factors, and the Outcomes of Anxiety,
Depression, and Substance Abuse in Rural Adolescents.University of Pittsburgh
Goodman R. A. Et. al. (2013). Defining and Measuring Chronic Condition: Imperatives for Research, Policy, Program, and Practise. US: MCC Papers
Universitas Sumatera Utara
Hadiningsih, (2014). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan resiliensi pada Remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiah Surakarta.Skripsi
Harsanto, E., Kumawaty I., Yunike, (2011). Pengalaman Pasien Kanker Payudara yang
Menjalani Perawatan di RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang. Jurnal Kesehatan
(Journal of Health). Vol. 1No.7. Palembang: Poltekes Palembang
Herrmann et al. (2011). What is Resilience? Canadian Journal of Psyciatry;56;5 Proquest Psychology Journal pg. 258
Hurlock, (2007). Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kematangan Emosi pada Wanita Dewasa Madya.Skripsi
Iliescu, A. Cotoi, (2013). Patient’s Adaptation Difficulties to the Hospital Environment. Nurse’s Part in That Transition, Craiova : General Nursing Department, Faculty of Nursing and Midwives, University of Medicine and Pharmacy
Karabulutlu, E, Y., Bilici, M., Cayir, K., Tekin, S. B., Kantarci, R. (2010) Coping, Anxiety, And Depression in Turkish Patients with Cancer. Eur J Gen Med 2010;7(3): 296-302
Kemenkes (2012). Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia
Malilani, (2015) Pengalaman spiritualitas Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang menjalani Hemodialisa. Medan: F. Keperawatan USU
Morton, P. G. et al.(2012). Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nasution, S. M. (2011) Resiliensi: Daya Pegas Menghadapi Trauma Kehidupan. Medan: USU Press
Newman, R. (2005) APA’s Resilience Initiative. Professional Psichology: Research and Practise. Vol. 36, No. 3, 227-22
Oetami, F., Thaha I. L.,Wahiduddin (2014). Analisis Dampak Psikologis Pengobatan
Kanker di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar: FKM Universitas Sultan Hasanuddin Makassar
Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, Proses, Dan Praktik. Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa: Yasmin Asih, dkk. Jakarta: EGC.2005
Rasmun. (2004). Stres, Koping dan Adaptasi Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto
Universitas Sumatera Utara
Rinaldi, (2010). Resiliensi Pada Masyarakat Kota Padang Ditinjau dari Jenis Kelamin. Padang: FIP UNP
Rosviantika, N. (2013). Hubungan Antara Health Locus of Control dengan Tingkat Depresi pada Pasien kanker Serviks. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Skripsi
Rosyani, C. R. (2012). Hubungan Antara Resiliensi dan Coping Pada Pasien Kanker Dewasa. Depok: Fakultas Psikologi UI, Skripsi
Sarafino, E. P. (2006). Health psychology: Biopsychosocial interactions (5th ed). USA: John Wiley & Sons, Inc.
Septiyan, A., (2013). Hubungan Mekanisme Koping dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap. Riau: PSIK Universitas Riau
Setiasih, (2012). Hubungan Antara Manfaat Kerja dan Kepuasan Kerja: Surabaya: University of Surabaya
Sholichah, D. R. (2009). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Derajat Depresi pada Penderita Diabetes Mellitus dengan Komplikasi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.Skripsi
Silitonga, L. D, (2014). Tingkat Kecemasan Pasien Kanker Kanker dalam Menjalani Kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan.Medan:Fakultas Keperawatan USU.Skripsi
Sukadiyanto, (2010). Stress Dan Cara Menguranginya. Yogyakarta: Cakrawala
Pendidikan FIK Universitas Negeri Yogykarta Th. XXIX No. 1
Sunaryo, (2014). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbut Buku Kedokteran EGC
Susanto, (2013). Keterlibatan Ayah Dalam Pengasuhan , Kemampuan Coping, dan Resiliensi Remaja. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi. Vol. 1 (2), 101-, 113
Takari, (2002). Seni dalam Kebudayaan Masyarakat Sumatera Utara. Medan: USU
Tama, D. K., (2009). Tingkat Depresi Pada Pasien Kanker Serviks di RSUP H. Adam Malik.Medan:Fakultas Keperawatan USU.Skripsi
Taylor, S, E.(1995). Health Psychology (8th ed). New York: Mc Graw-Hill Companies
Taylor & Francais, (2006). Resiliensce in the Chronic Illness Experince. Vol. 14 Issue 2 pg. 187-201
Universitas Sumatera Utara
Wagnild, G., Young, H. M. (1993). Development and Psychometric Evaluation of Resilience Scale. Journal of Nursing Measurment Vol. 1 No. 2 1993
Wardani, (2014). Pengaruh Harapan dan Coping Stress Terhadap Resiliensi Care Giver Kanker.Jakarta: Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah.Skripsi
Widakdo & Besral , (2013). Efek Penyakit Kronis Terhadap Gangguan Mental Emosional.Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.7 No. 7
Widiyanti, M.((2010). Hubungan antara Depresi, Cemas, dan Sindrom Koroner Akut. Denpasar: Fakultas Kedokteran Udayana
Wijayani, M.,R.(2008). Gambaran Resiliensi Pada Muslimah Dewasa Yang Menggunakan Cadar. Jakarta: FPSI UI.Skripsi
Universitas Sumatera Utara BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian merupakan fokus penelitian yang akan diteliti. Kerangka
dalam penelitian ini menggambarkan resiliensi pasien yang mengalami penyakit
kronis. Kerangka dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Skema 1. Kerangka penelitian resiliensi pasien yang mengalami penyakit kronis di RSUP H. Adam Malik
Keterangan :
Resiliensi pasien yang mengalami
penyakit kronis
-Tinggi
-Sedang
-Rendah
: variabel yang diteliti
Universitas Sumatera Utara 3.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Universitas Sumatera Utara BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang
bertujuan untuk memperoleh gambaran resiliensi pasien yang mengalami penyakit
kronis di RSUP H. Adam Malik Medan.
4.2 Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi merupakan unit dimana suatu hasil penelitian akan diterapkan (Dharma,
2011). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan penyakit kronis dengan
jumlah populasi sebanyak 580 pasien rawat inap dan rawat jalan pada tanggal 1- 17
desember 2015 di RSUP H. Adam Malik Medan (Rekam Medis RSUP H. Adam
Malik, 2015).
b. Sampel
Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
accidental sampling. Teknik sampel ini menggunakan metode pemilihan sampel
dengan memilih siapa yang kebetulan ditemukan atau dijumpai oleh peneliti sampai
dengan jumlah yang diinginkan terpenuhi (Dharma, 2011). Besar sampel ditentukan
apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
penelitian populasi dan jika subjeknya lebih
besar dari 100 dapat diambil antara 10-15 % atau 20-55 % (Arikunto, 2006).
Berdasarkan formulasi tersebut peneliti mengambil 10,04% dari jumlah populasi
sehingga didapatkan 60 sampel.
Universitas Sumatera Utara 4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di beberapa ruangan di RSUP H. Adam Malik,
diantaranya unit Penyakit Jantung Terpadu (PJT), ruang hemodialisa, ruang rindu A-1,
dan ruang kemoterapi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Penelitian ini
dimulai pada bulan September 2015 – Juni 2016 terhitung sejak pengajuan judul
penelitian sampai pengumpulan skripsi. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan 16
Maret sampai 16 April 2016.
4.4 Pertimbangan Etik Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui dan peneliti
mendapatkan izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Peneliti mendapat persetujuan komisi etik penelitian kesehatan (ethical cleareance)
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian peneliti menemui
responden dengan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian ini. Responden yang
bersedia dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan (informed concern).
Responden yang tidak bersedia berhak menolak dan mengundurkan diri tanpa ada
paksaan dari peneliti (autonomy). Kerahasiaan informasi (confidentiality) responden
merupakan masalah etik yang paling utama dalam penelitian ini dengan tidak
menuliskan nama pada instrumen (anonymity). Peneliti juga akan menghindari dampak
yang dapat merugikan responden selama penelitian berlangsung (non maleficence).
Data-data yang diperoleh dari calon responden digunakan untuk kepentingan penelitian
Universitas Sumatera Utara 4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah skala resiliensi yang disusun
berdasarkan lima aspek resiliensi. Item skala resiliensi diadaptasi dari Resilience Scale
(RS) milik Wagnild dan Young (1993) yang kemudian dimodifikasi oleh peneliti.
Gambaran resiliensi pada pasien yang mengalami penyakit kronis dapat ditinjau secara
umum maupun spesifik berdasarkan aspek-aspek resiliensi. Tujuan pengembangan
dirancang untuk mengidentifikasi individu tangguh atau mereka yang memiliki
kapasitas untuk ketahanan dalam perawatan.
Kuesioner terdiri dari 25 item pernyataan dengan menggunakan skala Likert dimana
pernyataan positif (favorable) sebanyak 18 item dan pernyataan negatif (non favorable)
sebanyak 7 item dengan pemberian skor masing-masing 1 sampai 4. Menentukan hasil
ukur, peneliti menggunakan formula untuk menentukan kelas kategori sebagai berikut :
P = rentang/ banyak kelas
= (25x4)-(25x1) / 3
= 75/ 3
= 25
Berdasarkan formulasi tersebut, maka hasil ukur 25-49 berada dalam resiliensi kategori
rendah, 50-74 berada dalam resiliensi kategori sedang, dan 75-100 berada dalam
resiliensi kategori tinggi.
a. Kuesioner Data Demografi
Kuesioner data demografi meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,
pekerjaan, status, jenis penyakit yang diderita, dan lama terdiagnosa. Data demografi
Universitas Sumatera Utara
b. Resilience Scale (RS)
Untuk mengukur resiliensi pasien yang mengalami penyakit kronis menggunakan
Resilience Scale (RS) milik Wagnild dan Young (1993) kemudian dimodifikasi oleh
peneliti. Kuesioner menggunakan skala Likert, yaitu dengan penilaian sebagai berikut:
Favorable : Nilai 1 : Sangat Tidak Setuju; Nilai 2 : Tidak Setuju; Nilai 3 : Setuju;
Nilai 4: Sangat Setuju, Non favorable : Nilai 1 : Sangat Setuju; Nilai 2 : Setuju; Nilai 3 :
Tidak Setuju; Nilai 4 : Sangat Tidak Setuju.
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas
a. Uji Validitas
Validitas menunjukkan ketepatan pengukuran suatu instrumen, artinya suatu
instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya
diukur (Dharma, 2011). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan validasi isi (content
validity) pada Resilience Scale (RS) milik Wagnild dan Young (1993) sebanyak 25
item yang sudah dimodifikasi oleh peneliti dan divalidasi oleh dosen psikologi
perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, yaitu Dr. Wiwik
Sulistiyaningsih. Nilai validitas pada kuesioner resiliensi adalah 0,97 maka dapat
dikatakan bahwa instrumen telah valid
c. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat konsistensi suatu pengukuran. Reliabilitas
menunjukkan apakah pengukuran menghasilkan data yang konsisten jika instrumen
digunakan kembali secara berulang (Dharma, 2011). Uji reliabilitas dilakukan pada
30 pasien sesuai dengan sampel penelitian di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan. Uji
Universitas Sumatera Utara
digunakan dalam suatu penelitian setidaknya instrumen memiliki nilai reliabilitas
diatas 0,80 (Dharma, 2011). Uji reliabilitas ini dibantu dengan teknik komputerisasi.
Besar sampel untuk uji reliabilitas penelitian berjumlah 30 pasien yang dilakukan di
RS Pirngadi Medan. Hasil uji reliabilitas pada kuesioner didapatkan nilai 0,810.
Maka dapat dikatakan bahwa instrumen sudah reliabel.
4.7 Pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dilakukan setelah menerima surat etik penelitian dan surat
izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan RSUP Haji
Adam Malik Medan. Peneliti selanjutnya mencari calon responden dengan mendatangi
unit Penyakit Jantung Terpadu, hemodialisa, kemoterapi, ruang RA, RB, kemudian
menjelaskan kepada calon responden dibantu oleh keluarga responden tentang tujuan,
manfaat, dan cara mengisi kuesioner. Setelah calon responden bersedia untuk diteliti,
responden diminta untuk menandatangani informed consent. Kemudian peneliti
mengambil data dari responden yang bersedia mengisi kuesioner dengan cara peneliti
menyerahkan kuesioner dan diisi oleh responden atau membacakan dan menjelaskan
pertanyaan pada kuesioner dan responden hanya menjawab sesuai pertanyaan yang ada.
Peneliti memberi kesempatan pada calon responden bila ada pertanyaan yang tidak
dimengerti.
4.8 Analisa Data
Setelah semua data pada kuesioner terkumpul, maka dilakukan analisa melalui
beberapa tahap. Pertama melakukan pengecekan kelengkapan data (editing) responden
dan memastikan semua pertanyaan telah diisi. Selanjutnya memberikan kode (coding)
Universitas Sumatera Utara
memberikan kode, selanjutnya memastikan data yang telah dimasukkan diperiksa
kembali agar data bersih dari kesalahan (cleaning), baik kesalahan dalam pengkodean
maupun dalam membaca kode. Selanjutnya melakukan pengukuran terhadap
masing-masing jawaban responden (tabulating), kemudian dicari besarnya presentase untuk
masing-masing jawaban responden, dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi
Universitas Sumatera Utara BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Maret sampai 16 April 2016 di ruang
Penyakit Jantung Terpadu (PJT), ruang hemodialisa, ruang rindu A-1, dan ruang
kemoterapi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Responden dalam
penelitian ini berjumlah 60 orang.
5.1.1 Karakteristik demografi responden
Karakteristik responden meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,
pekerjaan, status, jenis penyakit yang diderita dan lama terdiagnosa. Hasil dari
penelitian ini mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 35
orang (58,3%), rentang usia 41-60 tahun sebanyak 30 orang (50%), pendidikan
terakhir SMA sebanyak 25 orang (41,7%), pekerjaan wiraswasta sebanyak 29 orang
(48,3%), status menikah sebanyak 52 orang (86,7%), jenis penyakit yang diderita
mayoritas Penyakit Ginjal Kronis (PGK) sebanyak 25 orang (41,7%), serta lama
terdiagnosa antara 1 tahun-3 tahun sebanyak 31 orang (51,7%). Karakteristik
demografi responden dapat dilihat lebih lengkapnya pada tabel 5.1.1
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1.1 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik responden di ruang Penyakit Jantung Terpadu (PJT), ruang hemodialisa, ruang rindu A-1, dan ruang kemoterapi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan tahun 2016 (n=60)
Karakteristik Responden Frekuensi
(F)
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa resiliensi pasien berada pada
resiliensi tinggi yaitu sebanyak 35 dari 60 responden (58,3%), sebanyak 21
responden (35%) dengan resiliensi sedang, dan sebanyak 4 responden (6,7%)
dengan resiliensi rendah. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.2
Tabel 5.1.2 Distribusi frekuensi dan presentase resiliensi pasien yang mengalami penyakit kronis di RSUP H. Adam Malik Medan
Resiliensi Frekuensi (F) Presentase (%)
Rendah 4 6,7
Sedang 21 35
Tinggi 35 58,3
5.1.3 Hasil resiliensi responden berdasarkan jenis kelamin
Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa dari 35 responden berjenis kelamin
laki-laki terdapat 2 responden memiliki resiliensi rendah, 6 responden memiliki resiliensi
sedang serta 27 responden memiki resiliensi tinggi, dan 25 responden berjenis kelamin
perempuan terdapat 2 responden memiliki resiliensi rendah, 9 responden memiliki
resiliensi sedang serta 14 responden memiki resiliensi tinggi. Hasil resiliensi responden
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.1.3.
Tabel 5.1.3 Distribusi frekuensi resiliensi berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Resiliensi Jumlah
responden
Rendah Sedang Tinggi
Laki-laki 2 6 27 35
Perempuan 2 9 14 25
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa dari 18 responden berusia 20-40
tahun terdapat 1 responden dengan resiliensi rendah, 6 responden dengan
resiliensi sedang, serta 11 responden dengan resiliensi tinggi. Sebanyak 30
responden berusia 41-60 tahun terdapat 2 responden dengan resiliensi rendah, 9
responden dengan resiliensi sedang, serta 19 responden dengan resiliensi tinggi.
Sebanyak 12 responden berusia 61-80 tahun terdapat 1 responden dengan
resiliensi rendah, 6 responden dengan resiliensi sedang, serta 5 responden dengan
resiliensi tinggi. Hasil resiliensi responden berdasarkan usia dapat dilihat pada
tabel 5.1.4.
Tabel 5.1.4. Distribusi frekuensi resiliensi responden berdasarkan usia
Usia Resiliensi Jumlah
responden
Rendah Sedang Tinggi
20-40 tahun 1 6 11 18
41-60 tahun 2 9 19 30
61-80 tahun 1 6 5 12
5.1.5 Hasil resiliensi responden berdasarkan pendidikan terakhir
Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa 9 responden dengan pendidikan
terakhir SD terdapat masing-masing 2 responden memiliki resiliensi yang rendah
dan sedang serta 5 responden memiliki resiliensi yang tinggi. Sebanyak 15
responden dengan pendidikan terakhir SMP terdapat 1 responden memiliki
resiliensi yang rendah, 7 responden dengan resiliensi sedang serta 7 responden
memiliki resiliensi yang tinggi. Pada tingkat pendidikan terakhir SMA terdapat 1
responden memiliki resiliensi yang rendah, 10 responden dengan resiliensi sedang
serta 14 responden memiliki resiliensi yang tinggi. Pendidikan terakhir S1
sebanyak 11 responden terdapat 2 responden memiliki resiliensi yang sedang serta
9 responden memiliki resiliensi yang tinggi. Hasil resiliensi responden
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1.5 Distribusi frekuensi resiliensi berdasarkan pendidikan terakhir
Pendidikan
terakhir
Resiliensi
Jumlah
Rendah Sedang Tinggi
SD 2 2 5 9
SMP 1 7 7 15
SMA 1 10 14 25
S1 0 2 9 11
5.1.6 Hasil resiliensi responden berdasarkan pekerjaan
Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa dari 17 responden tidak bekerja,
1 responden memiliki resiliensi yang rendah, 7 responden dengan resiliensi yang
sedang serta 9 responden dengan resiliensi yang tinggi. Sebanyak 3 responden
sebagai mahasiswa dimana 3 responden memiliki resiliensi yang sedang. Pada
pekerjaan wiraswasta sebanyak 29 responden terdapat 2 responden memiliki
resiliensi yang rendah, 7 responden dengan resiliensi yang sedang serta 20
responden dengan resiliensi yang tinggi. Sebanyak 4 responden bekerja sebagai
PNS terdapat masing-masing 1 responden dengan resiliensi rendah dan sedang
serta 2 responden dengan resiliensi tinggi, sedangkan 7 responden yang sudah
pensiun terdapat 3 responden dengan resiliensi yang sedang dan 4 responden
dengan resiliensi yang tinggi. Hasil resiliensi responden berdasarkan pekerjaan
dapat dilihat pada tabel 5.1.6.
Tabel 5.1.6. Distribusi frekuensi resiliensi responden berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Resiliensi Jumlah
responden
Rendah Sedang Tinggi
Tidak bekerja 1 7 9 17
Mahasiswa 0 3 0 3
Wiraswasta 2 7 20 29
PNS 1 1 2 4
Universitas Sumatera Utara
5.1.7 Hasil resiliensi responden berdasarkan status
Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa dari 8 responden dengan status
belum menikah terdapat 1 responden memiliki resiliensi yang rendah, 2 responden
dengan resiliensi sedang serta 5 responden dengan resiliensi tinggi. Sebanyak 52
responden dengan status menikah terdapat 3 responden dengan resiliensi rendah,
19 responden dengan resiliensi sedang serta 30 responden dengan resiliensi tinggi.
Hasil resiliensi responden berdasarkan status dapat dilihat pada tabel 5.1.7.
Tabel 5.1.7. Distribusi frekuensi resiliensi berdasarkan status
Status Resiliensi Jumlah
responden
Rendah Sedang Tinggi
Belum menikah 1 2 5 8
Menikah 3 19 30 52
5.1.8 Hasil resiliensi responden berdasarkan jenis penyakit yang diderita
Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa dari 25 responden menderita PGK
terdapat 6 responden memiliki resiliensi sedang dan 19 responden dengan resiliensi
tinggi. Sebanyak 10 responden menderita penyakit kardiovaskuler terdapat 4
responden memiliki resiliensi sedang dan 6 responden dengan resiliensi tinggi.
Pada 15 responden menderita penyakit kanker terdapat 1 responden memiliki
resiliensi rendah, 6 responden dengan resiliensi sedang dan 8 responden dengan
resiliensi tinggi. Sebanyak 5 responden menderita penyakit tumor dimana terdapat
1 responden masing-masing memiliki resiliensi rendah dan tinggi sedangkan 3
Universitas Sumatera Utara
terdapat 1 responden masing-masing memiliki resiliensi sedang dan tinggi. Pada
penyakit lupus dan splenomegali masing-masing 1 responden memiliki resiliensi
rendah namun 1 responden dengan effusi pleura dengan resiliensi sedang. Hasil
resiliensi responden berdasarkan jenis penyakit yang diderita dapat dilihat pada
tabel 5.1.8.
Tabel 5.1.8. Distribusi frekuensi resiliensi berdasarkan jenis penyakit yang diderita Jenis penyakit yang
diderita
Resiliensi Jumlah
respoden
Rendah Sedang Tinggi
Penyakit Ginjal Kronis 0 6 19 25
5.1.9 Hasil resiliensi responden berdasarkan lama terdiagnosa
Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa dari 18 responden yang telah
terdiagnosa 6-11 bulan lalu terdapat 2 responden memiki resiliensi rendah, 4
responden dengan resiliensi sedang, serta 12 responden dengan resiliensi tinggi.
Pada 31 responden yang telah terdiagnosa 1-3 tahun terdapat terdapat 2 responden
memiki resiliensi rendah, 14 responden dengan resiliensi sedang, serta 15
responden dengan resiliensi tinggi. Sebanyak 5 responden yang telah terdiagnosa
3,5-5 tahun terdapat 1 responden dengan resiliensi sedang, serta 4 responden
Universitas Sumatera Utara
2 responden dengan resiliensi sedang, serta 4 responden dengan resiliensi tinggi.
Hasil resiliensi responden berdasarkan lama terdiagnosa dapat dilihat pada tabel
5.1.9.
Tabel 5.1.9. Distribusi frekuensi resiliensi berdasarkan lama terdiagnosa
Lama terdiagnosa Resiliensi Jumlah
responden
Rendah Sedang Tinggi
6-11 bulan 2 4 12 18
1-3 tahun 2 14 15 31
3,5-5 tahun 0 1 4 5
>5 tahun 0 2 4 6
5.1.10 Hasil resiliensi responden per item pernyataan
Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa 32 dari 60 responden (53,3%) masih
suka berbincang-bincang dengan orang lain, sebaliknya 5 responden (8,3%)
mengatakan sangat tidak suka berbincang-bincang dengan orang lain serta 20
responden (33,3%) mengatakan bahwa masalah yang menimpa dirinya bukan
merupakan hukuman bagi dirinya. Hasil penelitian ini juga memperoleh hasil
bahwa 36 responden (60%) masih memikirkan masa depannya, namun sebaliknya
1 responden (1,7%) sudah tidak memikirkan lagi masa depannya dan terdapat 43
responden (71,3%) merasa yakin terhadap dirinya sendiri dapat menyelesaikan
setiap masalah kehidupan yang menimpa dirinya. Hasil penelitian ini diperoleh
data bahwa sebanyak 39 responden (65%) merasa bangga saat ini, sedangkan 3
responden (5%) merasa sangat tidak bangga dengan kondisinya saat ini. Hasil
Universitas Sumatera Utara
ketika masalah menimpa dirinya serta mayoritas responden menganggap dirinya
unik (71,7%). Lebih lengkapnya dapat dilihat distribusi frekuensi dan persentase
resiliensi responden per item pernyataan pada lampiran 7.
5.2 Pembahasan
Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa gambaran resiliensi pasien yang
mengalami penyakit kronis 35 dari 60 responden berada pada tingkat resiliensi tinggi
dengan presentase 58,3%. Wagnild and Young (1993) berpendapat bahwa individu
yang memiliki resiliensi yang tinggi mampu berteman dengan dirinya sendiri sehingga
merasa nyaman, puas, dan menyadari keunikan dalam dirinya. Nilai resiliensi tinggi
menyebabkan kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupannya juga tinggi, namun
sebaliknya jika nilai resiliensi rendah maka kemungkinan kesuksesan seseorang dalam
menjalani kehidupannya juga akan rendah (Reivich & Shatte, 2002). Sejalan dengan
pendapat tersebut, Ratnawati (2012) juga berpendapat bahwa resiliensi tinggi pasien
penyakit kronis artinya individu telah berusaha mengkondisikan dirinya untuk
bersyukur dan berpikir positif akan penyakit yang menimpanya sehingga tetap semangat
dalam menjalani kehidupannya. Mailani (2015) menambahkan bahwa pasien-pasien
penyakit kronik selalu berusaha menggunakan strategi-strategi dalam menghadapi
penyakitnya. Mereka cenderung lebih mendekatkan diri pada Tuhan, mendapatkan
perhatian dari keluarga dan pasangan hidup, mempunyai harapan besar untuk sembuh,
dan menerima dengan ikhlas penyakit yang diderita sebagai bagian dari cobaan Tuhan.
Hal ini dapat memberikan penguatan dan motivasi bagi pasien untuk tetap menjalani
Universitas Sumatera Utara
Lafromboise (2006, dalam Fara 2012) berpendapat bahwa resiliensi individu
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah gender sebagai faktor individual.
Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak
35 orang (58,3%) sedangkan perempuan sebanyak 25 orang (41,7%). Purnomo (2014)
berpendapat bahwa laki-laki cenderung menggunakan problem-focused coping karena
laki-laki biasanya menggunakan rasio atau logika, selain itu laki-laki terkadang kurang
emosional sehingga mereka lebih memilih untuk langsung menyelesaikan masalah yang
dihadapi dan langsung menghadapi sumber stres. Perempuan lebih cenderung
menggunakan emotion-focused coping karena mereka lebih menggunakan perasaan atau
lebih emosional sehingga jarang menggunakan logika atau rasio yang membuat wanita
cenderung untuk mengatur emosi dalam menghadapi sumber stres atau melakukan
penyelesaian secara religius dimana wanita lebih merasa dekat dengan Tuhan
dibandingkan dengan pria.
Rinaldi (2010) berpendapat bahwa pria sering menggunakan pendekatan
penyelesaian masalah dan mempunyai sikap optimis dibandingkan wanita, sedangkan
wanita menggunakan pola ketidakberdayaan dibandingkan laki-laki. Laki-laki memiliki
keyakinan dalam memecahkan masalah dan percaya pada kemampuannya (kompetensi)
untuk menguasai tugas atau situasi yang sulit, lebih positif dibandingkan dengan wanita.
Individu dengan tingkat resiliensi yang tinggi (laki-laki) mampu beradaptasi dengan
berbagai macam kondisi untuk mengubah keadaan dan fleksibel dalam memecahkan
masalah, sedangkan individu dengan tingkat resiliensi yang rendah (perempuan)
memiliki fleksibilitas adaptif yang kecil, tidak mampu untuk bereaksi terhadap
Universitas Sumatera Utara
perubahan atau tekanan, serta mengalami kesukaran untuk menyesuaikan kembali
setelah mengalami pengalaman traumatik (Barend dalam Rinaldi, 2010).
Mayoritas dalam penelitian ini juga didominasi oleh responden dengan kelompok
usia 41-60 tahun sebanyak 30 orang (50%). Hurlock (2007) berpendapat bahwa
individu dengan rentang usia 41-60 tahun disebut sebagai masa dewasa pertengahan
(dewasa madya) dimana pada masa ini akan mulai terjadi penurunan kemampuan fisik
dan psikologis, namun individu pada masa ini telah mampu menentukan
masalah-masalah mereka dengan cukup baik sehingga cukup stabil dan matang secara emosi
dalam menghadapi permasalahan hidup terutama penyakit yang dideritanya. Individu
yang telah mencapai kematangan emosi akan mampu mengontrol dan mengendalikan
emosinya, dapat berpikir secara baik dengan melihat persoalan secara objektif dan
mampu mengambil sikap dan keputusan. Menurut Hurlock (2007) masa ini merupakan
masa keberhasilan dari segi keuangan dan sosial termasuk kekuasaan dan prestise. Masa
ini juga merupakan masa bahagia bagi sebagian pasangan suami istri, walaupun pada
masa ini anak-anak tidak tinggal bersama dengan orang tua lagi, namun justru merasa
lebih bahagia karena merasa bebas mencapai karier dan lebih banyak menghabiskan
waktu luang bersama pasangan dibandingkan masa dewasa muda sehingga cenderung
menanggapi suatu penyakit dengan sikap terbuka terhadap pasangannya.
Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa pendidikan terakhir responden sebanyak
25 orang (41,7%) adalah tingkat SMA. Menurut Entjang (1985 dalam Asiah, 2005)
berpendapat bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi pola berpikir individu dimana
tingkat pendidikan yang tinggi akan memperluas cara berpikirnya. Semakin tinggi
Universitas Sumatera Utara
selain itu individu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih baik
perkembangan kognitifnya dibandingkan seseorang pendidikan lebih rendah sehingga
akan mempunyai penilaian yang lebih realititas dan menjadikan masalah penyakit
adalah sesuatu yang mesti dihadapi (Septiyan, 2007). Sejalan dengan pendapat tersebut,
Widakdo dan Besral (2013) juga berpendapat bahwa pasien yang berpendidikan lebih
tinggi memiliki kemampuan dan pengetahuan yang lebih baik sehingga cenderung
mampu mengatasi permasalahan hidup, sebaliknya pendidikan yang rendah akan
memiliki pengetahuan dan kemampuan yang rendah sehingga mempunyai keterbatasan
dalam pola koping terhadap permasalahan-permasalahan yang dialami. Reivich &
Shatte (2002) menambahkan bahwa individu yang memiliki pemikiran yang luas akan
memiliki fleksibilitas kognitif yang baik sehingga individu yang memiliki fleksibilitas
kognitif yang baik akan memiliki resiliensi yang baik pula.
Pekerjaan juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental. Hasil penelitian ini
diperoleh data bahwa mayoritas responden penderita penyakit kronis bekerja sebagai
wiraswasta sebanyak 29 orang (48,3%). Setiasih (2012) berpendapat bahwa pekerjaan
merupakan salah satu ranah kehidupan yang penting bagi individu. Pekerjaan juga
berfungsi sebagai sumber identitas, sumber otonomi, memberi kesempatan untuk
mengembangkan keterampilan dan kreativitas, sumber tujuan dalam hidup, sumber
penghasilan dan rasa aman, serta sumber berbagai aktivitas lainnya, misalnya rekreasi.
Individu yang mempunyai pekerjaan berpengaruh positif terhadap kesehatan mental,
dimana subjective wellbeing individu yang mempunyai pekerjaan lebih baik daripada
subjective wellbeing individu yang tidak mempunyai pekerjaan. Individu yang tidak
Universitas Sumatera Utara
memperoleh manfaat kerja sehingga menjadikan subjective wellbeing individu rendah.
Jika tidak memiliki pekerjaan, maka mereka tidak mempunyai pendapatan dan tidak
memperoleh akses untuk mendapatkan pengalaman psikologis, sebaliknya dengan
memiliki pekerjaan maka individu akan memiliki pengalaman psikologis yang baik.
Ditinjau dari status responden, sebanyak 52 orang (86,7%) berstatus menikah.
Taylor dan Francis (2006) berpendapat bahwa dukungan pasangan dan keluarga sangat
berpengaruh terhadap kesehatan mental anggota keluarga. Rachmawati (2009 dalam
Siburian, 2011) juga berpendapat bahwa dukungan sosial keluarga dapat memberikan
hasil yang positif terhadap kesehatan dan kesejahteraan pada pasien-pasien penyakit
kronis. Dukungan sosial pasangan dan keluarga memiliki pengaruh yang positif atau
signifikan dengan resiliensi yang tinggi. Dukungan sosial merupakan salah satu faktor
yang dapat membuat seseorang bertahan dalam situasi apapun atau dalam ilmu
psikologi dikategorikan sebagai manifestasi dari resiliensi. Semakin tinggi dukungan
sosial pasangan dan keluarga kepada anggota keluarga yang sakit, maka semakin tinggi
resiliensinya (Hadiningsih, 2014).
Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa mayoritas responden menderita Penyakit
Ginjal Kronis (PGK) sebanyak 25 orang (41,7%) di RSUP H. Adam Malik. Pasien
Penyakit Ginjal Kronis menjadi salah satu angka kunjungan pasien rawat jalan tertinggi
di RSUP H. Adam Malik. Jumlah kunjungan pasien perhari mencapai 25-30 pasien
untuk menjalani terapi cuci darah, dimana akan membutuhkan waktu 4-5 jam untuk satu
kali terapi di ruang hemodialisa (Rekam Medik RSUP HAM, 2016). Menurut penelitian
Caninsti (2007) pasien Penyakit Ginjal Kronis yang menjalani hemodialisa telah
Universitas Sumatera Utara
menjalani terapi hemodialisa bukan berarti tidak dapat lagi beraktivitas. Strategi
spiritualitas yang dilakukan oleh penderita penyakit kronis memberikan semangat dan
penguatan bagi dirinya sendiri. Ketika penyakit menyerang seseorang, kekuatan
spiritual dapat membantunya ke arah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan
dan perhatian spiritual. Kekuatan spiritualitas seseorang dapat menjadi faktor penting
dalam cara menghadapi perubahan yang diakibatkan oleh penyakit kronis (Potter &
Perry, 2005).
RSUP H. Adam Malik Medan menjadi rumah sakit rujukan utama pasien yang
berasal dari berbagai kota/kabupaten di Sumatera Utara dengan berbagai macam
penyakit, salah satunya penyakit kronis untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan
lebih lanjut. Pasien yang dominan berasal dari Sumatera Utara tersebut tidak lepas dari
komposisi penduduk, budaya yang sangat heterogen, memiliki banyak
keanekaraganaman dan toleransi yang tinggi. Penduduk Sumatera Utara mencerminkan
peradaban nusantara yang beraneka ragam namun tetap memiliki integritas dan rasa
kebersamaan yang tinggi sehingga memunculkan harapan pasien untuk sembuh
walaupun dalam kondisi sakit kronis (Takari, 2002). Keanekaragaman budaya yang
dianut oleh pasien-pasien juga dapat mempengaruhi status kesehatannya. Menurut
Becker dan Newsom (2005) budaya dapat menekankan kepada kemandirian,
spiritualitas, dan kelangsungan hidup pasien sehingga akan meningkatkan kemampuan
Universitas Sumatera Utara BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan, peneliti dapat mengambil
kesimpulan bahwa tingkat resiliensi pasien yang mengalami penyakit kronik di
RSUP H. Adam Malik Medan berada pada kategori resiliensi tinggi, artinya
pasien walaupun dalam kondisi sakit kronis tetapi masih tetap bersyukur dan
berpikir positif serta menyadari keunikan dalam dirinya sehingga masih tetap
semangat dalam menjalani kehidupannya. Resiliensi tinggi pasien juga ditinjau
dari faktor gender, usia, pendidikan, pekerjaan, status, dan jenis penyakit kronis
yang diderita pasien juga memberikan pengaruh akan kesehatan psikologis
pasien selama menderita sakit kronis.
6.2 Saran
6.2.1 Pasien
Pasien disarankan agar tetap yakin dan optimis dalam menjalani kehidupan
dimasa yang akan datang dengan baik, selalu terbuka dan melibatkan keluarga akan
masalah ataupun kondisi yang dialami.
6.2.2 Pelayanan Keperawatan
Perawat disarankan agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal,
melakukan komunikasi yang intensif kepada pasien, serta melakukan
kegiatan-kegiatan yang dapat membantu resiliensi pasien dari dampak psikologis penyakit
Universitas Sumatera Utara
6.2.3 Rumah Sakit
Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan disarankan dapat merancang
suatu program intervensi terkait kesehatan jiwa pasien untuk menunjang
kemampuan resiliensinya serta memfasilitasi pasien dalam melakukan kegiatan
ringan di rumah sakit dengan harapan dapat mengurangi gangguan-gangguan
Universitas Sumatera Utara BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kronis
2.1.1 Definisi Penyakit Kronis
Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang
atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama , yakni lebih dari 6 bulan
(Sarafino, 2006). Penyakit kronis merupakan suatu kondisi yang memiliki
durasi penyakit yang lama dan umumnya perkembangannya lambat (WHO,
2012). Anderson (2010, dalam Goodman 2013) menambahkan bahwa kondisi
kronis mungkin membutuhkan perawatan medis dalam menangani masalah
kesehatannya sehingga membatasi apa yang dapat ia lakukan (Anderson
2010, dalam Goodman 2013).
2.1.2 Karakteristik Penyakit Kronis
Menurut McKenna dan Collins (2010 dalam Goodman et. al. 2013)
penyakit kronis pada umumnya memiliki karakteristik seperti berikut ini : a.
Penyebabnya belum pasti; b. Multiple faktor resiko; c. Periode laten yang
panjang; d. Nyeri berkepanjangan; e. Ketidakmampuan atau gangguan
fisiologis
2.1.3 Tipe-tipe Penyakit Kronis
Berdasarkan pada faktor keberbahayaan dan tingkat ketidaknyamanan
yang dirasakan, Dennis Turk, Donald Meichenbaum, dan Myles Genest
36
Universitas Sumatera Utara
a. chronic recurrent pain yang ditandai oleh adanya pengulangan dan episode
rasa sakit yang dipisahkan dengan periode tanpa rasa sakit (seperti migrain
dan tension type headache); b. chonic intracable beningn pain yang ditandai
oleh ketidaknyamanan yang dirasakan sepanjang waktu dengan tingkat
bervariasi, namun bukan merupakan kondisi yang berbahaya (seperti nyeri
pinggang kronis); c. chronic progressive pain yang ditandai oleh
ketidaknyamanan berkelanjutan yang merupakan kondisi berbahaya, dimana
rasa sakit akan semakin meningkat saat kondisi semakin memburuk seperti
rheumatoid arthritis dan kanker (Sarafino, 2006).
2.1.4 Fase-fase Penyakit Kronis
Menurut Brunner & Suddarth (2010) ada sembilan fase dalam penyakit
kronis, yaitu :
a. Fase pra-trajectory, yaitu individu berisiko terhadap penyakit kronis
karena faktor -faktor genetik atau gaya hidup.
b. Fase trajectory, yaitu adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit
kronis. Fase ini sering tidak jelas karena pada fase ini individu sedang
dievaluasi dan dilakukan pemeriksaan diagnostik.
c. Fase stabil, yaitu terjadi ketika gejala -gejala dan perjalanan penyakit
terkontrol. Aktifitas dalam kehidupan sehari-hari dapat tertangani oleh
penderita dalam keterbatasan penyakit.
d. Fase tidak stabil, yaitu periode ketidakmampuan untuk mengontrol
gejala penyakit atau reaktivasi penyakit serta terdapat gangguan dalam
Universitas Sumatera Utara
e. Fase akut, yaitu pada fase ini ditandai dengan adanya gejala -gejala
yang berat dan tidak dapat pulih atau penyakit sudah mencapai
komplikasi sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit.
f. Fase krisis, yaitu fase yang ditandai dengan situasi kritis atau
mengancam jiwa penderitanya yang membutuhkan pengobatan atau
perawatan kedaruratan.
g. Fase pulih yaitu pulih kembali namun gaya hidup yang diterima
berada dalam keterbatasan karena dibebani oleh penyakit kronis.
h. Fase penurunan, yaitu terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang
disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam
mengatasi gejala – gejala yang datang kembali.
i. Fase kematian, yaitu hari-hari terakhir atau 1 minggu sebelum
kematian. Pada fase ini ditandai dengan penurunan bertahap atau cepat
fungsi tubuh dan berakhirnya hubungan individual.
2.1.5 Dampak Psikososial Penderita Penyakit Kronis
Menurut George (2005) mengatakan bahwa psikososial merupakan keadaan
pikiran serta perilaku individu atau kelompok. Karabulutlu, Bilici, Cayir, Tekin
dan Kantarci (2010) sebelumnya menjelaskan bahwa penderita penyakit kronis
bukan hanya memberikan gangguan fisik pada penderitanya namun juga
memberikan efek psikososial yang negatif. Hurlock (1996) membagi kelompok
umur masa dewasa kedalam 3 periode sesuai dengan perkembangan psikologisnya
sehingga diketahui akan respon individu terhadap suatu penyakit, yaitu dewasa
Universitas Sumatera Utara
meninggal). Pada masa dewasa awal, individu mengalami perubahan fisik dan
psikologis namun masih dalam kondisi stabil, bersamaan dengan
masalah-masalah penyesuaian diri dan harapan-harapan terhadap perubahan tersebut.
Dewasa madya (usia pertengahan) 40-60 tahun terjadi penurunan fungsi fisik dan
psikologis sehingga pada fase ini mulai muncul gejala-gejala penurunan fungsi
tubuh, sedangkan pada usia lanjut 60- meninggal kemampuan fisik dan psikologis
cepat menurun. Dampak psikososial akan penyakit kronis dipandang dari
kelompok umur akan selalu bervariasi, hal tersebut diakibatkan adanya penurunan
fungsi dan psikologis sehingga mempengaruhi penerimaan individu terhadap
suatu penyakit yang dideritanya. Berbagai kondisi psikososial pada penderita
penyakit kronis dari berbagai penelitian adalah sebagai berikut:
a. Pasien Kanker
Kanker menyerang siapa saja dan membahayakan kesehatan seseorang
dimana sel-sel membelah secara abnormal tanpa terkontrol dan menyerang
jaringan disekitarnya dan menyebabkan kematian. Salah satu penanganan
kanker adalah dengan menjalani pengobatan kemoterapi dimana pasien
tersebut akan mengalami masalah psikologis sebagai efek dari perjalanan
kanker atau efek dari kemoterapi yang dapat memperkecil peluang
kesembuhan sehingga memunculkan keinginan penderitanya untuk
menghentikan kemoterapi (Bintang, Ibrahim, Emaliyawati, 2012)
Penelitian Oetami, F., Thaha I. L., dan Wahiduddin (2014) pada 25
Universitas Sumatera Utara
payudara mengalami dampak psikologis berupa ketidakberdayaan (68%)
dan kecemasan (84%).
b. Pasien Diabetes Mellitus
Perubahan yang besar terjadi pada seseorang yang mengidap penyakit
diabetes mellitus. Seseorang yang mengalami diabetes mellitus harus
melakukan banyak sekali penyesuaian diri dalam kehidupannya, seperti
tidak boleh mengkonsumsi makanan dengan sembarangan, cek gula darah
yang rutin, serta treatmen dan pemakaian obat secara rutin (Sholihah,
2009).
Saat seseorang didiagnosis menderita diabetes melitus maka respon
emosional yang biasanya muncul yaitu penolakan, kecemasan dan depresi,
tidak jauh berbeda dengan penyakit kronis lain. Penderita diabetes melitus
memiliki tingkat depresi dan kecemasan yang tinggi, yang berkaitan
dengan treatmen yang harus dijalani dan terjadinya komplikasi serius.
Depresi yang dialami penderita berkaitan dengan treatmen yang harus
dijalani seperti diet atau pengaturan makan, pemeriksaan kadar gula darah,
konsumsi obat dan juga olahraga. Selain itu, risiko komplikasi penyakit
yang dapat dialami penderita juga menyebabkan terjadinya depresi
(Taylor, 1995).
c. Pasien Penyakit Ginjal Kronis
Penyakit ginjal kronik memiliki dampak yang signifikan pada aspek
psikologis. Beberapa penyebab kondisi tersebut adalah akibat efek
Universitas Sumatera Utara
ketidakmampuan untuk bekerja, disfungsi seksual, takut mati dan
ketergantungan pada mesin untuk hidup. Hal tersebut sangat
mempengaruhi kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis
sehingga berujung terjadinya depresi.
Depresi merupakan permasalahan psikiatri terbanyak pada pasien yang
menjalani hemodialisis. Gejala depresi terdapat pada 30% pada pasien
yang menjalani hemodialisis. Gejala depresi ini berhubungan dengan
peningkatan mortalitas dan penurunan kualitas hidup dari pasien yang
menjalani hemodialisis (Amalia, Nadzmir, Azmi, 2015).
d. Pasien Penyakit Jantung
Pada kebanyakan pasien dengan penyakit jantung, depresi merupakan
keadaan yang umum terjadi, persisten dan kurang disadari. Gangguan
nafsu makan, konsentrasi, tidur, dan energi, depresi yang nyata (dengan
mood depresi yang persisten atau anhedonia) merupakan konsekuensi
yang tidak normal dari penyakit jantung.
Cemas juga umum terjadi pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler
akut. Peningkatan level cemas yang dilaporkan sendiri mencapai
20%-50% pada pasien dengan infark miokard akut, dengan seperempatnya
mengalami gejala cemas yang sama dengan yang dialami pasien di unit
Universitas Sumatera Utara 2.2 Resiliensi
2.2.1 Definisi Resiliensi
Secara harfiah resiliensi berasal dari kata resile yang berarti bangkit atau
bangkit kembali. Definisi mengenai resiliensi kian berkembang dan
bervariasi. Pada awalnya, resiliensi dianggap sebagai sifat kepribadian yang
bekerja setelah mereka mengalami peristiwa traumatis dalam hidup (Klohnen,
1996 dalam Herrmann et al., 2011).
Salah satu ahli yang melihat resiliensi sebagai sifat adalah Newman
(2005), yang menyatakan bahwa resiliensi merupakan kemampuan seseorang
untuk beradaptasi saat menghadapi tragedi, trauma, kesulitan, serta stressor
dalam hidup yang bersifat signifikan. Resiliensi merupakan konsep yang
bersifat multidimensional dimana tidak ada sifat kepribadian atau
karakteristik yang disebut sebagai resiliensi. Resiliensi lebih diasosiasikan
dengan kemampuan menjaga hubungan dengan orang lain, menjaga
pandangan yang optimis terhadap kehidupan, memiliki tujuan, dan
mengambil langkah untuk mencapainya hingga mencapai individu yang
percaya diri (Luthar & Cichetti, 2000 dalam Newman, 2005).
Henderson & Milstein (2003 dalam Nasution, 2011) juga mendefinisikan
resiliensi sebagai suatu kemampuan individu untuk bangkit dari pengalaman
negatif, bahkan menjadi lebih kuat selama menjalani proses
penanggulangannya. Menurut penilitian Masten (2001 dalam Newman,
2005), tingkah laku yang banyak dikaitkan dengan resiliensi bukanlah tingkah
Universitas Sumatera Utara
Bahkan menurutnya, anak-anak yang mengalami kesulitan hidup selama
tahap perkembangannya pun masih mampu untuk mengatasi hal tersebut
seperti layaknya orang dewasa. Maka pada dasarnya resiliensi dimiliki semua
orang bahkan anak-anak.
Kemudian sejalan dengan pandangan diatas, Herrmann et al. (2011),
mengatakan bahwa meskipun definisi resiliensi berkembang seiring waktu,
namun secara fundamental resiliensi dapat dipahami sebagai adaptasi positif,
atau kemampuan untuk menjaga atau mengembalikan kesehatan mental
setelah menghadapi hambatan. Menurutnya resiliensi bukanlah suatu hal yang
menetap, melainkan suatu hal yang dinamis dan berkembang sepanjang
kehidupan manusia, serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Wagnild dan Young (1993) sebelumnya juga menemukan bahwa
resiliensi merupakan suatu hal yang dinamis, tepat suatu kekuatan dalam diri
individu sehingga mampu beradaptasi dalam menghadapi kondisi sulit dan
kemalangan yang menimpanya.
Hampir semua manusia mengalami kesulitan dan jatuh dalam perjalanan
hidup, namun mereka memiliki ketahanan untuk bangkit dan melanjutkan
hidupnya. Kemampuan untuk bangkit dan terus melanjutkan hidup ini disebut
resiliensi. Penelitian Wagnild dan Young (1993) menemukan bahwa resiliensi
dapat menjadi faktor protektif dari munculnya depresi, kecemasan, ketakutan,
perasaan tidak berdaya, dan berbagai emosi negatif lainnya sehingga
memiliki potensi untuk mengurangi efek fisiologis yang mungkin muncul.
Universitas Sumatera Utara
pada tujuan dimana hal tersebut akan mendorongnya untuk selalu bangkit dan
terus maju ketika menghadapi kesulitan. Ia juga mengetahui kekuatan yang
dimiliki dirinya, serta bahwa ia dapat bergantung pada dirinya sendiri untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan, meskipun harus menyelesaikannya sendiri.
Untuk itu, Wagnild dan Young menekankan bahwa semua individu sangat
membutuhkan kemampuan yang dapat dikembangkan melalui lima
komponen resiliensi yaitu kebermaknaan, ketenangan hati, ketekunan,
kemandirian dan eksistensi kesendirian.
Definisi yang dikemukakan oleh Wagnild dan Young (1993) seperti yang
dipaparkan diatas tidak hanya melihat resiliensi sebagai suatu hal yang
dinamis dan dapat dikembangkan sepanjang kehidupan manusia, melainkan
juga memberikan pemahaman yang menyeluruh mengenai lima komponen
yang mendasari resiliensi itu sendiri.
2.2.2 Bangunan resiliensi
Menurut Nasution (2011) resiliensi memiliki konstruk yang
bi-dimensional, yaitu:
a. Mengalami kesengsaraan berkepanjangan, seseorang telah mencapai
resiliensi apabila ia pernah mengalami suatu kejadian yang
menyebabkan penderitaan hidup yang berkepanjangan.
b. Perwujudan dari keberhasilan beradaptasi bila berhadapan dengan
resiko seseorang dapat dikatakan telah mencapai resiliensi apabila ia
Universitas Sumatera Utara
Dimensi tersebut menjelaskan bahwa penjelasan tentang resiliensi selalu
melibatkan adanya kesulitan sebagai faktor resiko dan adanya adaptasi positif
sebagai reaksi dalam menghadapi resiko.
2.2.3 Komponen Resiliensi
Adapun komponen resiliensi menurut Wagnild dan Young (1993) adalah
sebagai berikut :
a. Kebermaknaan (Meaningfulness)
Kebermaknaan merupakan suatu kesadaran hidup memiliki tujuan,
dimana diperlukan suatu usaha untuk mencapai tujuan tersebut. Komponen
ini adalah yang menjadi dasar dari keempat komponen lainnya sekaligus
menjadikan komponen-komponen terpenting dari resiliensi itu sendiri. Hal
ini dikarenakan tanpa tujuan akan menjadi sia-sia dan tidak bermakna.
Menurutnya, akan sangat sulit untuk menjalani hidup tanpa tujuan yang
baik, karena tujuan tersebut yang akan membantu setiap individu yang
mengalami kesulitan ataupun mendorong untuk maju.
b. Ketenangan hati (Equanimity)
Ketenangan hati merupakan suatu perspektif mengenai keseimbangan
dan harmoni yang dimiliki individu yang berkaitan tentang hidup
berdasarkan pengalaman yang terjadi masa hidupnya. Para individu yang
resilien telah memahami bahwa hidup bukanlah sebatas hal yang baik dan
buruk. Mereka mampu untuk memperluas perspektifnya sehingga dapat
lebih fokus pada aspek positif daripada negatif dari setiap kejadian dalam
Universitas Sumatera Utara
respon yang ekstreem dan sikap tenang. Hal tersebut menjadikan individu
yang resilien sebagai individu yang optimis, karena bahkan pada situasi
yang sulit mereka mampu melihat kesempatan untuk tidak menyerah dan
menemukan jalan keluar. Baik pengalaman diri sendiri maupun orang lain
pun dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran bagi mereka. Dalam
komponen ini juga termasuk adanya humor pada individu yang resilien.
Mereka mampu menertawai diri sendiri maupun lingkungannya ketika
berada pada situasi yang relevan.
c. Ketekunan (Perseverance)
Ketekunan yaitu suatu tindakan untuk bertahan meskipun harus
menghadapi tantangan dan kesulitan. Selain itu, memiliki komponen
ketekunan juga berarti bahwa seseorang bersedia untuk berjuang untuk
menyusun kembali hidupnya dan disiplin terhadap dirinya sendiri. Secara
umum, resiliensi melibatkan komponen ketekunan karena pada dasarnya
konsep ini merupakan sebuah kemampuan untuk bangkit ketika seseorang
telah jatuh. Dalam mencapai tujuan hidup, sering kali kita bertemu dengan
hambatan, kesulitan bahkan kegagalan. Kondisi ini sangat mendorong
seseorang untuk menyerah. Namun demikian, individu yang resilien akan
terus bertahan untuk terus berjuang sampai akhir. Salah satu cara untuk
membangun ketahanan ini adalah dengan menekuni rutinitas yang positif
Universitas Sumatera Utara
d. Kemandirian (Self-Reliance)
Kemandirian yaitu keyakinan individu terhadap diri serta kemampuan
yang ia miliki. Melalui berbagai pengalaman, baik itu kesuksesan maupun
kegagalan, individu yang resilien belajar untuk mengatasi masalahnya
sendiri. Keterampilan tersebut yang kemudian memunculkan rasa percaya
akan kemampuan dirinya sendiri. Mereka secara berkesinambungan
menggunakan, mengadaptasi, memperkuat, serta memperbaiki
keterampilan tersebut sepanjang hidupnya. Selain itu, kemandirian juga
merupakan kemampuan individu untuk bergantung pada dirinya serta
mengenali kekuatan dan keterbatasan yang ia miliki.
e. Eksistensial kesendirian (Existential aloneness)
Eksistensial kesendirian merupakan suatu kesadaran bahwa jalan hidup
setiap orang bersifat unik serta mampu menghargai keberadaan dirinya
sendiri. Individu yang resilien mampu berteman dengan dirinya sendiri
dalam artian merasa puas, nyaman, dan menghargai keunikan yang ada
pada dirinya. Komponen eksistensial kesendirian menunjukkan bahwa
individu yang resilien mampu untuk merasa nyaman atas kondisi dirinya
sendiri. Mereka menghargai dirinya dan sadar penuh bahwa ia memiliki
banyak hal yang dapat dikontribusikan untuk lingkungan sekitarnya.
Mereka pun tidak merasakan tekanan untuk melakukan konformitas
dengan lingkungannya. Karakteristik eksistensial kesendirian bukan berarti
tidak menghiraukan pentingnya berbagi pengalaman dan merendahkan
Universitas Sumatera Utara 2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Resiliensi
Faktor-faktor yang memengaruhi resiliensi terbagi menjadi faktor risiko
dan faktor protektif. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Nasution (2011)
adalah sebagai berikut :
a. Faktor resiko
Faktor resiko dalam kehidupan dapat berasal dari berbagai sumber,
yaitu sumber internal dan eksternal dalam keluarga dan dari dalam diri
sendiri. Berbagai faktor resiko yang dapat disandangkan pada individu
antara lain sebagai berikut: a. anggota dari kelompok berisiko tinggi,
misalnya anak-anak dari keluarga yang serba kekurangan dalam kebutuhan
materialnya serta hidup dalam kemelaratan; b. tumbuh dilingkungan yang
penuh kekerasan atau tercerabut; c. terlahir memiliki cacat fisik,
mengalami trauma fisik atau penyakit; d. mengalami kondisi penuh
tekanan dalam jangka waktu yang lama, misalnya mengalami disfungsi
dalam keluarga atau anak-anak dari orang tua yang memiliki gangguan
mental; e. menderita trauma, misalnya kekerasan fisik atau seksual, atau
berada dalam situasi perang.
Pada dasarnya manusia menerjemahkan berbagai pengalaman hidup
tersebut secara berbeda. Hasil penelitian Reivich & Shatte (2002)
menunjukkan bahwa kebanyakan orang menganggap dirinya cukup
memiliki resiliensi, padahal sebenarnya kebanyakan orang tidak siap
secara emosional ataupun psikologis untuk menghadapi penderitaan.