• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Spasial Pendugaan Tingkat Bahaya Erosi di DAS Lepan Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Spasial Pendugaan Tingkat Bahaya Erosi di DAS Lepan Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SPASIAL PENDUGAAN TINGKAT BAHAYA

EROSI DI DAS LEPAN KABUPATEN LANGKAT

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh : Septo Ismeldo

101201168

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ANALISIS SPASIAL PENDUGAAN TINGKAT BAHAYA

EROSI DI DAS LEPAN KABUPATEN LANGKAT

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh : Septo Ismeldo

101201168/ Manajemen Hutan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ABSTRAK

SEPTO ISMELDO. Analisis Spasial Pendugaan Tingkat Bahaya Erosi di DAS

Lepan Provinsi Sumatera Utara. Dibawah bimbingan RAHMAWATY dan

ABDUL RAUF.

Penutupan lahan hutan dapat menjadi masalah jika tidak dikelola dengan

baik. Hal ini juga terindikasi dari sering terjadinya banjir dan tanah longsor di

wilayah DAS Lepan yang menandakan adanya sesuatu yang salah dalam

pengelolaan DAS Lepan.Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan tingkat

bahaya erosi di DAS Lepan secara spasial dengan menggunakan metode USLE

dan menghitung debit sedimen melayang. Metode yang digunakan adalah metode

survey . Pengambilan sampel tanah dilakukan secara acak dan dilanjutkan

perhitungan prediksi erosi tanah dengan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) dan pengolahan data menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi sangat berat

terjadi pada bagian hulu dan tengah DAS Lepan dan debit sedimen melayang

yang tinggi terjadi pada bagian hilir sebesar 1.825,286 ton/hari.

(4)

ABSTRACT

SEPTO ISMELDO. Spatial Analysis of the Erosion Hazard Level in Lepan Watershed North Sumatera. Under academic supervision of RAHMAWATY and ABDUL RAUF.

Forest land covering can become problems if did not manage well. It is indicated from flood and soil erosion in Lepan Watershed that indicate something wrong in Lepan Watershed management. This study aimed to mapping erosion in Lepan watershed using USLE method and counting the suspended load. The method used is a survey method. Taking the sample of soil was done randomly and continued by calculated of soil erosion prediction with Universal Soil Loss Equation (USLE) method and data processing used Geographic Information System (GIS).

The research showed that the erosion hazard level heavy occured at the upper course and medium of Lepan watershed and the highest sediment discharge occurred at downstream watershed as big as 157,704 ton/days

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pua Data, Padang pada tanggal 6 September 1990 dari

ayah I.Tanjung dan ibu (Alm) D.Sikumbang. Penulis merupakan anak kedua dari

dua bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SD Negeri No.3 Kabanjahe. Penulis

melanjutkan ke SMP Negeri 1 Kabanjahe tamat tahun 2006. Kemudian melanjut

ke SMA Negeri 1 Kabanjahe tamat tahun 2009.

Pada tahun 2010 penulis masuk Perguruan Tinggi Universitas Sumatera

Utara melalui jalur SNMPTN dengan jurusan Kehutanan. Penulis masuk

organisasi HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva) tahun 2010, mengikuti kegiatan

P2EH (Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan) tahun 2012 di Taman Hutan Raya

Bukit Barisan Tongkoh selama 10 hari. Penulis melakukan PKL (Praktek Kerja

Lapang) di Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat pada tanggal 28 Februari

2014- 2 Maret 2014. Penulis melakukan penelitian dengan judul Analisis Spasial

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis

Spasial Pendugaan Tingkat Bahaya Erosi di DAS Lepan Provinsi Sumatera Utara”

ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

studi di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Medan.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D dan Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P selaku Komisi

Pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan penulis juga ingin mengucapkan

terima kasih kepada teman-teman di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian

USU yang selalu memberi semangat kepada penulis.

Penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan dari pembaca demi

kelancaran penelitian ini. Semoga penelitian ini akan memberi manfaat dan

menyumbangkan kemajuan bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang kehutanan.

Medan, Maret 2015

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 4

Erosi ... 5

Macam dan Bentuk Erosi ... 7

(8)

Prediksi Erosi ... 15

Sedimentasi ... 18

Kondisi Umum DAS Lepan ... 20

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

Alat dan Bahan Penelitian ... 21

Prosedur Penelitian ... 21

Pengumpulan data ... 21

Penentuan lokasi ... 22

Pengambilan sampel tanah ... 22

Pengambilan sampel air... 22

Analisis Laboratorium ... 23

Pengolahan Data dan Perhitungan ... 23

Pembuatan Peta dengan Menggunakan ArcView GIS 3.3... 23

Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Menggunakan Metode USLE ... 23

Penentuan Tingkat Bahaya Erosi ... 27

Analisis Sedimen ... 28

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor Erosivitas (R) ... 30

Faktor Erodibilitas (K) ... 32

Faktor Topografi (LS)... ... 35

Faktor Penutupan Lahan dan Pengelolaan Lahan (CP)... 37

Prediksi Erosi Menggunakan Metode USLE... 38

Tingkat Bahaya Erosi ... 40

Kawasan Hutan di DAS Lepan (SK Menhut No. 579 Tahun 2014) .. 43

Debit Sedimen Melayang ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46

Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Klasifikasi kelas laju erosi ... 24

2. Kode struktur tanah ... 25

3. Kode permeabilitas profil tanah ... 26

4. Penilaian kelas lereng dan faktor LS ... 24

5. Nilai CP untuk berbagai faktor penutupan lahan ... 27

6. Tingkat bahaya erosi (TBE) berdasarkan laju erosi dan kedalaman tanah ... 27

7. Nilai erosivitas di berbagai stasiun pengukuran CH ... 30

8. Nilai faktor erodibilitas tanah di DAS Lepan... 32

9. Nilai faktor LS di DAS Lepan ... 35

10.Nilai faktor CP pada berbagai penutupan lahan di DAS Lepan... 37

11.Prediksi erosi di DAS Lepan ... 39

12.Tingkat bahaya erosi dan luasannya di DAS Lepan ... 40

13.Tingkat kekritisan lahan dan luasannya di DAS Lepan ... 42

14.Kawasan hutan dan luasannya di DAS Lepan ... 43

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Diagram Alir Pemetaan Tingkat Bahaya ... 29

2. Peta erosivitas di DAS Lepan... 30

3. Peta erodibilitas (K) di DAS ... 33

4. Peta kemiringan lahan di DAS Lepan ... 35

5. Peta penutupan lahan (CP) di DAS Lepan ... 37

6. Peta prediksi erosi di DAS Lepan ... 39

7. Peta tingkat bahaya erosi di DAS Lepan ... 41

8. Peta lahan kritis di DAS Lepan ... 42

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

(13)

ABSTRAK

SEPTO ISMELDO. Analisis Spasial Pendugaan Tingkat Bahaya Erosi di DAS

Lepan Provinsi Sumatera Utara. Dibawah bimbingan RAHMAWATY dan

ABDUL RAUF.

Penutupan lahan hutan dapat menjadi masalah jika tidak dikelola dengan

baik. Hal ini juga terindikasi dari sering terjadinya banjir dan tanah longsor di

wilayah DAS Lepan yang menandakan adanya sesuatu yang salah dalam

pengelolaan DAS Lepan.Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan tingkat

bahaya erosi di DAS Lepan secara spasial dengan menggunakan metode USLE

dan menghitung debit sedimen melayang. Metode yang digunakan adalah metode

survey . Pengambilan sampel tanah dilakukan secara acak dan dilanjutkan

perhitungan prediksi erosi tanah dengan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) dan pengolahan data menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi sangat berat

terjadi pada bagian hulu dan tengah DAS Lepan dan debit sedimen melayang

yang tinggi terjadi pada bagian hilir sebesar 1.825,286 ton/hari.

(14)

ABSTRACT

SEPTO ISMELDO. Spatial Analysis of the Erosion Hazard Level in Lepan Watershed North Sumatera. Under academic supervision of RAHMAWATY and ABDUL RAUF.

Forest land covering can become problems if did not manage well. It is indicated from flood and soil erosion in Lepan Watershed that indicate something wrong in Lepan Watershed management. This study aimed to mapping erosion in Lepan watershed using USLE method and counting the suspended load. The method used is a survey method. Taking the sample of soil was done randomly and continued by calculated of soil erosion prediction with Universal Soil Loss Equation (USLE) method and data processing used Geographic Information System (GIS).

The research showed that the erosion hazard level heavy occured at the upper course and medium of Lepan watershed and the highest sediment discharge occurred at downstream watershed as big as 157,704 ton/days

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) Lepan merupakan DAS prioritas yang

terletak di Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Langkat dengan luas 57.407,75

ha.DAS Lepan memiliki 5 Sub DAS yaitu Sub DAS Lepan Hilir (38.026,24 ha),

Sub DAS Lepan Kanan (9.783,58 ha), Sub DAS Lepan Kiri (7.941,27 ha), Sub

adanya sesuatu yang salah dalam pengelolaan DAS Lepan.

Daerah hulu dan tengah DAS merupakan tempat terjadinya erosi tanah,

sementara pada bagian hilir merupakan tempat untuk berlangsungnya sedimentasi

(pengendapan). Curah hujan yang tinggi, tanah yang porous, kemiringan lereng

yang tinggi, vegetasi yang jarang dan aktivitas manusia yang intensif mempunyai

peranan penting untuk berlangsungnya proses erosi yang landai hingga datar,

menyebabkan kecepatan air sungai menjadi lambat dan selalu terjadi luapan air

sungai membentuk genangan dan banjir akan menyebabkan terjadinya

sedimentasi di bagian hilir DAS (Rauf et al, 2011 dalam Juwita, M, 2013).

Bencana alam banjir dan tanah longsor yang terjadi ditentukan oleh

(16)

klimatologis terutama karakteristik curah hujan yang mampu membentuk badai

atau hujan maksimum, ketiga aspek sosial ekonomi masyarakat terutama

karakteristik budaya yang mampu memicu terjadinya kerusakan lahan pada DAS,

sehingga wilayah tersebut tidak lagi mampu berfungsi sebagai penampung,

penyimpan dan penyalur air hujan yang baik. Ketiga aspek tersebut secara garis

besar yang dapat dipakai sebagai dasar penentuan wilayah kritis dalam suatu DAS

(hulu, tengah, hilir) serta sebagai dasar pertimbahan untuk menghitung laju erosi

dan sedimentasi.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk :

1. Memetakan tingkat bahaya erosi di DAS Lepan dengan menggunakan metode

USLE (Universal Soil Loss Equation).

2. Menghitung debit sedimen melayang di DAS Lepan

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini sebagai :

1. Sumber informasi kepada pihak yang berkepentingan terkait tentang laju erosi

dan sedimentasi di DAS Lepan.

2. Sumber informasi yang bermakna dan menjadi rujukan bagi tahapan

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

DAS merupakan unit alam berupa kawasan yang dibatasi oleh pemisah

topografis berupa punggung-punggung bukit yang menampung, menyimpan dan

mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke sungai utama dan kemudian

menyalurkannya ke laut .Wilayah daratan tersebut dinamakan (DTA atau

catchment area ) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai

pemanfaat sumberdaya alam (Asdak 2002).

Ekosistem DAS biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan hilr.

Secara biogeofisik, daerah hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai

kerapatan drainase lebih tinggi, dengan kemiringan lereng lebih besar dari 15%,

bukan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan

jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Sementara daerah hilr DAS merupakan

daerah pemanfatan dengan kemiringan lereng kecil (kurang dari 8%), pada

beberapa tempat merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan

oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi oleh tanaman pertanian

kecuali daerah estuaria yang didominsi hutan gambut/bakau. Ekosistem DAS hulu

merupakan bagian yang penting, karena mempunyai fungsi perlindungan

terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air.

Perencanaan DAS hulu sering kali menjadi fokus perencanaan mengingat bahwa

dalam suatu DAS, daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui

(18)

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Peta merupakan media untuk menyimpan dan menyajikan informasi

tentang rupa bumi dengan penyajian pada skala tertentu. Pemetaan adalah proses

pengukuran, perhitungan, dan penggambaran permukaan bumi (terminology geodesi) dengan menggunakan cara dan atau metode tertentu sehingga didapatkan

hasil berupa softcopy maupun hardcopy peta yang berbentuk vektor maupun

raster. Era komputerisasi telah membuka wawasan dan paradigma baru dalam

proses pengambilan keputusan dan penyebaran informasi. Data yang

merepresentasikan dunia nyata dapat disimpan dan diproses sedemikian rupa

sehingga dapat disajikan dalam bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan sesuai

kebutuhan. Sesuai dengan perkembangan teknologi, khususnya komputer grafik,

basisdata, teknologi informasi, dan teknologi satelit inderaja (penginderaan

jauh/remote sensing), maka kebutuhan mengenai penyimpanan, analisis, dan

penyajian data yang berstruktur kompleks dengan jumlah besar makin mendesak.

Struktur data kompleks tersebut mencakup baik jenis data spasial maupun atribut.

Dengan demikian, untuk mengelola data yang kompleks ini, diperlukan suatu

sistem informasi yang secara terintegrasi mampu mengolah baik data spasial

maupun data atribut ini secara efektif dan efisien. Tidak itu saja, sistem ini pun

harus mampu menjawab dengan baik pertanyaan spasial maupun atribut secara

simultan. Dengan demikian, diharapkan keberadaan suatu sistem informasi yang

efisien dan mampu mengelola data dengan struktur yang kompleks dan dengan

jumlah yang besar ini dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan yang

tepat. Salah satu sistem yang menawarkan solusi-solusi untuk masalah ini adalah

(19)

Secara umum terdapat dua jenis data yang dapat digunakan untuk

mempresentasikan atau memodelkan fenomena-fenomena yang terdapat di dunia

nyata . Yang pertama adalah jenis data yang mempresentasikan aspek-aspek

keruangan dari fenomena yang bersangkutan. Jenis data ini sering disebut sebagai

data-data posisi, koordinat, ruang, atau spasial. Sedangkan yang kedua adalah

jenis data yang mempresentasikan aspek – aspek deskriptif dari fenomena yang

dimodelkannya. Aspek deskriptif ini mencakup items atau properties dari fenomena yang bersangkutan hingga dimensi waktunya. Jenis data ini sering

disebut sebagai data atribut atau data non-spasial (Eddy Prahasta, 2002).

Erosi

Proses-proses hidrologis, langsung atau tidak langsung, mempunyai kaitan

dengan terjadinya erosi, transpor sedimen dan deposisi sedimen di daerah hilir.

Perubahan tata guna lahan dan praktek pengelolaan DAS juga mempengaruhi

terjadinya erosi, sedimentasi, dan pada gilirannya, akan mempengaruhi kualitas

air (Asdak, 2002).

Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan

tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin .Erosi merupakan

tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi (Asdak, 2002).

Proses erosi terjadi melalui penghancuran, pengangkutan, dan

pengendapan (Meyer, dkk.,1991; Utomo, 1989; dan Foth, 1978).Di alam terdapat

(20)

iklim tropika basah seperti Indonesia, air merupakan penyebab utama terjadinya

erosi, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh berarti (Arsyad, 2010).

Erosi tanah (soil erotion) terjadi melalui dua proses yakni penghancuran partikel – partikel tanah (detachment) dan proses pengangkutan (transport) partikel – partikel tanah yang sudah dihancurkan.kedua proses ini terjadi akibat

hujan (rain) dan aliran permukaan (run off) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain curah hujan (intensitas, diameter, lama, dan jumlah hujan),

karakteristik tanah (sifat fisik), penutupan lahan (land cover), kemiringan lereng, panjang lereng, dan sebagainya (Wischmeier dan Smith, 1978). Faktor – faktor

tersebut satu sama lain bekerja sama secara simultan dalam memengaruhi erosi.

Kehilangan tanah hanya akan terjadi jika kedua proses tersebut di atas

berjalan.Tanpa proses penghancuran partikel tanah , maka erosi tidak akan terjadi,

tanpa proses pengangkutan, maka proses erosi akan sangat terbatas.

Kedua proses tersebut dibedakan menjadi empat subproses yaitu:

1. Penghancuran (splash) oleh energy kinetik butiran hujan 2. Pengangkutan oleh percikan butiran hujan;

3. Penggerusan (scour) oleh aliran permukaan; 4. Pengangkutan oleh aliran permukaan.

Macam dan Bentuk Erosi

Berdasarkan penyebabnya erosi dapat dibedakan mejadi erosi percik

(splash erosion) dan erosi gerusan (scour erosion). Erosi percik (splash erosion) adalah erosi yang disebabkan oleh pemecahan struktur tanah menjadi butir-butir

primer tanah oleh energi kinetik butir-butir hujan. Energi kinetik butir-butir hujan

(21)

dan kecepatan jatuh butir-butir hujan maka erosi percik juga akan semakin besar

(Asdak, 2002).

Erosi gerusan (scour erosion) adalah erosi yang disebabkan oleh gerusan aliran permukaan. Gerusan terjadi akibat adanya aliran permukaan tanah sehingga

tanah mengalami pengangkutan. Apabila dibandingkan daya erosi antara erosi

percik dan erosi gerusan, maka diyakini bahwa erosi percik jauh lebih erosif

daripada erosi gerusan, hal ini berkaitan dengan kecepatan jatuh butir-butir hujan

yang jauh lebih cepat daripada kecepatan aliran permukaan (Banuwa, 2013).

Para ahli menguraikan bentuk erosi ke dalam beberapa bentuk. Menurut

bentuknya, erosi terbagi atas erosi lembar/kulit (sheet erosion atau interrill erosion), erosi alur (rill erosion), erosi parit (gully erosion), erosi tebing sungai (stream/river bank erosion), longsor (land slide) dan erosi internal.

1. Erosi Lembar (sheet erosion atau interrill erosion)

Erosi lembar adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya

dari suatu permukaan bidang tanah. Penyebab utama erosi ini adalah kekuatan

jatuh butir-butir hujan dan aliran air di permukaan tanah. Dari segi energi,

pengaruh butir-butir hujan lebih besar karena kecepatan jatuhnya sekitar 6

hingga 10 meter/detik, sedangkan kecepatan aliran air di permukaan tanah

hanya 0,3 sampai 0,6 meter/detik. Karena erosi yang terjadi seragam maka

bentuk erosi ini tidak segera terlihat. Proses erosi ini disadari setelah tanaman

(22)

2. Erosi Alur (rill erosion)

Erosi alur terjadi karena air terkonsentrasi dan mengalir pada

tempat-tempat tertentu di permukaan tanah sehingga pemindahan tanah lebih banyak

terjadi pada tempat tersebut. Erosi alur biasanya terjadi pada tanah-tanah yang

ditanam berbaris menurut lereng. Erosi lembar dan erosi alur lebih banyak dan

lebih luas terjadinya dibandingkan dengan bentuk lain.

3. Erosi Parit (gully erosion)

Proses terjadinya erosi parit sama dengan erosi alur, yang membedakan

adalah pada erosi parit saluran-saluran yang terbentuk sudah sedemikian dalam

sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Erosi parit

yang baru terbentuk berukuran sekitar 40 cm lebarnya dengan kedalaman

sekitar 25 cm. Erosi parit yang telah lanjut dapat mencapai 30 m dalamnya.

Erosi parit dapat berbentuk V atau U, tergantung dari kepekaan erosi

substratnya. Diantara kedua bentuk tersebut bentuk U lebih sulit diperbaiki

daripada bentuk V.

4. Erosi Tebing Sungai (stream/river bank erosion)

Erosi tebing sungai terjadi sebagai akibat pengikisan tebing oleh air yang

mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan arus air yang kuat pada

kelokan sungai. Erosi tebing akan lebih hebat terjadi jika vegetasi penutup

tebing telah habis atau jika dilakukan pengolahan tanah yang terlalu dekat

tebing.

5. Longsor (land slide)

Longsor adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan

(23)

sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak

kedap air yang jenuh air. Lapisan tesebut yang terdiri dari liat atau

mengandung kadar liat tinggi setelah jenuh air berlaku sebagai peluncur.

6. Erosi Internal

Erosi internal adalah terangkutnya butir-butir primer ke bawah ke dalam

celah-celah atau pori-pori tanah sehingga tanah menjadi kedap air dan udara.

Erosi internal tidak menyebabkan kerusakan yang berarti oleh karena

sebenarnya bagian-bagian tanah tidak hilang ke tempat lain, dan tanah akan

baik kembali jika strukturnya diperbaiki. Akan tetapi erosi internal

menyebabkan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah dengan cepat sehingga

aliran permukaan meningkat yang menyebabkan terjadinya erosi lembar atau

erosi alur. Erosi internal juga disebut erosi vertikal.

(Arsyad, 1989).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi

Banyak faktor yang mempengaruhi laju erosi. Morgan (1979)

mengemukakan bahwa terjadinya erosi dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya : curah hujan, aliran permukaan, jenis tanah, lereng, penutup tanah,

jumlah penduduk dan ada atau tidaknya tindakan konservasi tanah.

Secara ringkas Baver (1959) menyatakan bahwa erosi merupakan hasil

interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, tanah dan tindakan

manusia terhadap tanah, yang dapat dinyatakan dalam suatu persamaan deskriptif

(24)

Keterangan :

E = erosi

f = faktor-faktor yang mempengaruhi atau menimbulkannya

i = iklim

hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan

dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan

kerusakan erosi. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu

areal tertentu. Oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam meter

kubik (m3) per satuan luas atau secara lebih umum dinyatakan dalam tinggi air

berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Unsur lain yang berpengaruh

adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. Kemiringan lereng dinyatakan

dalam derajat atau persen. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 450.

Semakin curam lereng maka kecepatan aliran permukaan dan energi angkut air

(25)

Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai

suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dimana

kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air

berubah. Semakin besar nilai kemiringan lereng, maka kesempatan air untuk

masuk ke dalam tanah (infiltrasi) akan terhambat sehingga volume limpasan

permukaan semakin besar yang mengakibatkan terjadinya bahaya erosi

(Tufaila, 2012).

Vegetasi

Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau

rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap

erosi. Karena kebutuhan manusia akan pangan, sandang dan pemukiman semua

tanah tidak dapat dibiarkan tertutup hutan dan padang rumput. Pengaruh vegetasi

terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam lima bagian, yakni (a)

intersepsi hujan oleh tajuk tanaman; (b) mengurangi kecepatan aliran permukaan

dan kekuatan perusak air; (c) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang

berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas

struktur dan porositas tanah; dan (d) transpirasi yang mengakibatkan kandungan

air tanah berkurang. Seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Rachman

(2003), bahwa pengelolaan tanah dan tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa

tanaman berpengaruh baik terhadap kualitas tanah, yaitu terjadinya perbaikan

stabilitas agregat tanah, dan resistensi atau daya tahan tanah terhadap daya hancur

curah hujan.

Tanah

(26)

erosi yang berbeda. Kepekaan erosi tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah

tererosi dan merupakan fungsi dari berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia

tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1). Sifat-sifat

tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air

dan (2). Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahan struktur tanah terhadap

dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan.

Adapun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah (a) tekstur, (b) struktur,

(c) bahan organik, (d) kedalaman, (e) sifat lapisan, dan (f) tingkat kesuburan

tanah.

Tekstur adalah ukuran dan proporsi kelompok ukuran butir-butir primer

bagian mineral tanah. Butir-butir primer terbagi dalam liat (clay), debu (silt), dan pasir (sand). Jenis tanah dengan tekstur pasir akan mempunyai tingkat infiltrasi yang lebih tinggi dibanding dengan jenis tanah bertekstur lempung. Dengan

demikian jenis tanah dengan tekstur pasir (kasar) akan mempunyai limpasan

permukaan yang lebih kecil daripada tekstur lempung (halus).

Struktur adalah ikatan butir primer ke dalam butir sekunder atau agregat.

Susunan butir-butir primer tersebut menentukan tipe struktur. Tanah-tanah yang

berstruktur kersai atau granular lebih terbuka dan lebih sarang dan akan menyerap

air lebih cepat daripada yang berstruktur dengan susunan butir-butir primernya

lebih rapat. Terdapatnya dua aspek struktur yang penting dalam hubungannya

dengan erosi. Pertama adalah sifat fisik-kimia liat yang menyebabkan terjadinya

flokulasi, dan aspek yang kedua adanya bahan pengikat butir-butir primer

sehingga terbentuk agregat yang mantap (Arsyad, 1989).

(27)

yang menutupi permukaan tanah merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan

perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan organik tersebut juga menghambat

aliran permukaan, sehingga kecepatan alirannya lebih lambat dan relatif tidak

merusak (Dariah dkk, 2003). Bahan organik yang telah mulai mengalami

pelapukan mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi.

Bahan organik dapat menyerap air sebesar dua sampai tiga kali beratnya, akan

tetapi kemampuan itu hanya faktor kecil dalam pengaruhnya terhadap aliran

permukaan. Pengaruh bahan organik dalam mengurangi aliran permukaan

terutama berupa perlambatan aliran, peningkatan infiltrasi dan pemantapan

agregat tanah.

Tanah-tanah yang dalam dan permeabel kurang peka terhadap erosi

daripada tanah yang permeabel, tetapi dangkal. Kedalaman tanah sampai lapisan

kedap air menentukan banyaknya air yang dapat diserap tanah dan dengan

demikian mempengaruhi besarnya aliran permukaan.Permeabilitas dipengaruhi

oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah yang lapisan bawahnya berstruktur granuler

dan permeabel kurang peka erosi dibandingkan dengan tanah yang lapisan

bawahnya padat dan permeabilitasnya rendah (Arsyad, 2010).

Secara garis besar metode konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi

tiga golongan utama, yaitu (1) secara agronomis, (2) secara mekanis, dan (3)

secara kimia. Metode agronomis atau biologi adalah memanfaatkan vegetasi

untuk membantu menurunkan erosi lahan. Metode mekanis atau fisik adalah

konservasi yang berkonsentrasi pada penyiapan tanah supaya dapat ditumbuhi

vegetasi yang lebat, dan cara memanipulasi topografi mikro untuk mengendalikan

(28)

ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga lebih tahan terhadap erosi.

Atau secara singkat dapat dikatakan metode agronomis ini merupakan usaha

untuk melindungi tanah, mekanis untuk mengendalikan energi aliran permukaan

yang erosif, dan metode kimia untuk meningkatkan daya tahan tanah

(Suripin, 2002 dalamA’Yunin, 2008).

Manusia

Pada akhirnya manusialah yang menentukan apakah tanah yang

diusahakannya akan rusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif

secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan

memperlakukan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana

sehingga menjadi lebih baik dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk

jangka waktu yang tidak terbatas (Banuwa, 2013).

Prediksi Erosi

Prediksi erosi adalah metode untuk memperkirakan laju erosi yang akan

terjadi dari tanah yang digunakan untuk penggunaan lahan dan pengelolaan

tertentu. Prediksi erosi merupakan alat untuk menilai apakah suatu program atau

tindakan konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu bidang tanah

atau suatu daerah aliran sungai (DAS). Disamping itu, prediksi erosi juga sebagai

alat bantu untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada

suatu areal (Arsyad, 1989).

Banyak model erosi yang telah dikembangkan, dimulai dengan USLE dan

(29)

atau berpatokan pada konsep USLE. Beberapa model fisik dikembangkan setelah

USLE, salah satu diantaranya adalah model fisik Griffith University Erosion SystemTemplate (GUEST). Beberapa model erosi untuk DAS yang berkaitan dengan hidrologi yang juga berdasarkan pada konsep USLE adalah Areal Non-point Sources WatershedEnvironment Response Simulation (ANSWER) yang selanjutnya diperbaiki dengan model Agriculture Non-point Sources Pollution Model atau AGNPS (Vadari et al., 2004 dalam A’Yunin, 2008).

Prediksi erosi yang umum digunakan pada saat ini adalah model

parametrik. Suatu model parametrik untuk memprediksi erosi dari suatu bidang

tanah telah dikembangkan oleh Wischmeier and Smith (1978), yang disebut The Universal Soil Loss Equation (USLE). USLE adalah suatu model pendugaan erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi jangka panjang dari erosi

lembar atau alur pada keadaan tertentu. USLE dikembangkan di National Run off and Soil Loss Data Centre yang didirikan dalam tahun 1954 oleh The Science and Education Administration Amerika Serikat (dahulu namanya Agricultural

Research Service) bekerja sama dengan Universitas Purdue (Wischmeier and Smith, 1978).

Kelemahan metode USLE adalah sebagai berikut :

1. Tidak dapat melakukan prediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan

hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai.

2. Akurasi terbatas pada panjang lereng < 400 kaki, kemiringan lereng 3-18%,

tekstur tanah medium, pada tanaman dan manajemen yang konsisten,

(30)

kesalahan dalam menghitung atau menilai parameter (RKLSCP) maka prediksi

5. Tidak dapat mengukur pencucian unsur hara dan pestisida.

6. Tidak dapat mengukur penurunan kualitas air.

(Banuwa, 2013).

Meskipun terdapat kelemahan, persamaan USLE hingga saat ini masih

relevan dan paling banyak digunakan.

Keterangan :

A = banyaknya tanah tererosi dalam (ton/ha/th).

R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi

hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan

intensitas hujan maksimum 30 menit (I30) tahunan.

K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk

suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak

percobaan yang panjangnya 72,6 kaki (22 meter) terletak pada lereng 9%

tanpa tanaman.

L = faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan

suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang

(31)

S = faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari

suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari

tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.

C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara

besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan

tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa

tanaman.

P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara

besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus

seperti pengolahan menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras

terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan

yang identik.

(Arsyad, 1989).

Tingkat Bahaya Erosi

Besarnya tingkat bahaya erosi dapat menjadi acuan pengelolaan lahan dan

DAS secara berkelanjutan. Pada penelitian ini penentuan tingkat bahaya erosi

menggunakan pendekatan kedalaman tanah. Departemen kehutanan (1998)

menggunakan pendekatan tebal solum tanah yang telah ada. Makin dangkal solum

tanah berarti semakin sedikit tanah yang boleh tererosi, sehingga tingkat bahaya

sudah cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar. Peta tingkat

bahaya erosi diperoleh melalui tumpang tindih (overlay) antara prediksi laju erosi dengan peta kedalaman tanah. Untuk penilaian tingkat bahaya erosi berdasarkan

(32)

Sedimentasi

Tanah atau bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat

yang mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk ke dalam

suatu badan air secara umum disebut sedimen. Sedimen yang dihasilkan oleh

proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan diendapkan pada suatu tempat yang

kecepatan alirannya melambat atau terhenti. Peristiwa pengendapan ini dikenal

dengan peristiwa atau proses sedimentasi (Arsyad, 2010).

Proses Pengangkutan Sedimen

Sedimen di dalam sungai, terlarut atau tidak terlarut, merupakan produk

dari pelapukan batuan induk yaitu partikel-partikel tanah. Begitu sedimen

memasuki badan sungai, maka berlangsunglah pengangkutan sedimen. Kecepatan

pengangkutan sedimen merupakan fungsi dari kecepatan aliran sungai dan ukuran

partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti tanah liat dan debu dapat

diangkut aliran air dalam bentuk terlarut (wash load). Pasir halus bergerak dengan cara melayang (suspended load), sedang partikel yang lebih besar antara lain, pasir kasar cenderung bergerak dengan cara melompat (saltation load). Partikel yang lebih besar dari pasir, misalnya kerikil (gravel) bergerak dengan cara merayap atau menggelinding di dasar sungai (bed load) Karena bed loadsenantiasa bergerak, maka permukaan dasar sungai kadang-kadang naik

(agradasi), tetapi kadang-kadang turun (degradasi) dan naik turunnya dasar sungai

disebut alterasi dasar sungai (river bed alterasion). Wash oaddan suspended loadtidak berpengaruh pada alterasi dasar sungai, tetapi dapat mengendap di

(33)

erosi permukaan lereng pegunungan, erosi sungai (dasar dan tebing alur sungai)

dan bahan-bahan hasil letusan gunung berapi yang masih aktif (Asdak, 1995).

Kondisi Umum DAS Lepan

Daerah Aliran Sungai (DAS)Lepan merupakan Daerah Aliran Sungai di

Provinsi Sumatera Utara dengan luas 57,363.46 ha. Daerah Aliran Sungai Ular

terbentang antara 3° 42' 42,96'' s/d 4° 04' 34,96'' Lintang Utara dan 98° 00'

09,43'' s/d 98° 24' 16,30'' Bujur Timur.

Secara administrasi DAS Lepan berada pada 1 (satu) kabupaten yaitu

Langkat seluas 57,363.46 ha (100 %). Adapun batas DAS Lepan adalah:

Sebelah Utara : Daerah Aliran Sungai Malaka

Sebelah Selatan : Daerah Aliran Sungai Batang Serangan

Sebelah Barat : Daerah Aliran Sungai Besitang

Sebelah Timur : Daerah Aliran Sungai Wampu

DAS Lepan terletak pada satu Kabupaten di Sumatera Utara yaitu yaitu

Kabupaten Langkat seluas 57,363.46 ha (100 %) (Pada data spasial sebagian

wilayah NAD di Kabupaten Aceh Tenggara masuk DAS Besitang, karena

beberapa pertimbangan luasan tersebut digabungkan ke Kabupaten Langkat).

Pada kegiatan review DAS Prioritas SWP DAS Wampu Sei Ular Tahun 2009

DAS Lepan memiliki luas 57,407.75 ha. DAS Lepan memiliki 5 Sub DAS

yaitu Sub DAS Lepan Hilir (38,026.24 ha),Sub DAS Lepan Kanan (9,783.58 ha),

Sub DAS Lepan Kiri (7,941.27 ha), Sub DAS Lepan Tengah (16,194.88 ha) dan

(34)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2014 di

kawasan DAS Lepan. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu survey

lapangan dan analisis data. Survey lapangan dilakukan di Kabupaten Langkat.

Analisis data dilakukan di Laboratorium Riset Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System), bor tanah, ring sampel tanah, meteran, pita ukur, turbidimeter, kantong plastik, plastik kiloan, kertas label, karet gelang, parang, cutter, botol plastik, sekop semen, broti, kamera digital dan perangkat komputer dilengkapi software Arcview Gis 3.3.

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah contoh tanah, contoh

air, peta administrasi, peta jenis tanah peta geologi, peta kelas lereng, peta

penutupan dan penggunaan lahan, dan data sekunder curah hujan selama 10 tahun

terakhir.

Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian adalah :

1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data

primer diperoleh dari hasil peninjauan langsung ke lapangan. Data primer tersebut

(35)

yang digunakan yaitu data peta jenis tanah, peta kelas lereng, peta kedalaman

tanah, peta penutupan dan penggunaan lahan yang diperoleh dari BPDAS Wampu

Sei Ular, dan data curah hujan selama 10 tahun terakhir yang diperoleh dari

BMKG.

2. Penentuan Lokasi

Lokasi yang menjadi titik pengambilan sampel meliputi DAS Lepan bagian hulu,

tengah dan hilir. Dari masing-masing bagian akan diambil sampel sebanyak 3 titik.

3. Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan cara purposive sampling.

Pengambilan sampel tanah dilakukan dalam dua bentuk, yaitu tanah tidak

terganggu dengan menggunakan ring sampel dan tanah terganggu dengan

menggunakan plastik. Sampel tanah tidak terganggu digunakan untuk analisis

sifat fisik tanah seperti permeabilitas, bulk density, dan struktur tanah. Sedangkan

tanah terganggu digunakan untuk analisis tekstur dan bahan organik.

4. Pengambilan Sampel Air

Pengambilan sampel air bertujuan untuk mengukur sedimen melayang yang

terbawa oleh arus sungai. Sampel air diambil dengan menggunakan botol plastik

pada 3 titik, yaitu pada tepi kiri, tengah, dan tepi kanan sungai. Setelah

pengambilan sampel maka dilakukan pengujian tingkat kekeruhan air dengan

menggunakan turbidimeter.

5. Analisis Laboratorium

Parameter-parameter yang dianalisis di laboratorium adalah tekstur tanah, struktur

tanah, bahan organik tanah, bulk density, permeabilitas, dan konsentrasi sedimen

(36)

6. Pengolahan Data dan Perhitungan

Data yang telah diperoleh dari laboratorium kemudian diolah dan dihitung dengan

menggunakan rumus USLE.

7. Pembuatan Peta dengan Mengunakan ArcView GIS 3.3

Indeks erosivitas, erodibilitas, kelerengan, faktor vegetasi dan konservasi lahan

setelah diolah dan dihitung kemudian dipetakan masing-masing. Setelah itu

peta-peta tersebut dioverlay hingga menjadi peta-peta tingkat bahaya erosi.

Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Menggunakan Metode USLE

Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah suatu persamaan untuk memperkirakan kehilangan tanah yang telah dikembangkan oleh Wichmeier and Smith tahun 1978. Alasan utama penggunaan metode USLE untuk memprediksi erosi DAS karena model tersebut relatif sederhana dan input parameter model

yang diperlukan mudah diperoleh.

Keterangan:

A = Besarnya erosi yang diperkirakan (ton/ha/tahun)

R = Faktor erosivitas hujan

K = Faktor erodibilitas tanah

L = Panjang lereng

S = Kemiringan lereng

C = Faktor pengolahan tanah dan tanaman penutup tanah

P = Faktor teknik konservasi tanah

Hasil akhir yang diperoleh dari perhitungan faktor-faktor tersebut

merupakan nilai erosi yang terjadi pada suatu lahan tertentu (ton/ha/thn).

Distribusi nilai erosi tersebut dapat dibagi menjadi beberapa kelas seperti pada

(37)

Tabel 1.Klasifikasi Kelas Laju Erosi

Kelas Keterangan Laju Erosi (ton/ha/thn)

I Sangat Rendah <`15

II Rendah 15-60

III Sedang 60-180

IV Tinggi 180-480

V Sangat Tinggi >480

Sumber : Kementerian Kehutanan (2005) dalam Rahmawaty, et al (2011)

Masing-masing faktor tersebut akan ditentukan nilainya dengan

mempergunakan rumus seperti berikut ini:

Faktor erosivitas hujan (R)

Erosivitas merupakan kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi pada

tanah. Penelitian ini menggunakan data curah hujan bulanan di 7 stasiun penakar

curah hujan yang tersebar di sepanjang DAS Lepan. Data curah hujan diperoleh

dari BMKG Sampali dan BPDAS Wampu Sei Ular. Data tersebut kemudian

dihitung nilai erosivitasnya melalui persamaan Lanvine (1989) dalam Rahmawaty, et al (2011) :

Keterangan :

R = erosivitas

Rm = curah hujan bulanan (cm)

Faktor erodibilitas (K)

Erodibilitas adalah tingkat kepekaan tanah terhadap erosi atau mudah

tidaknya suatu tanah tererosi. Faktor erodibilitas dihitung dengan persamaan

berikut (Arsyad, 1989).

Keterangan :

(38)

OM = organic matter, yaitu bahan organik tanah (% C x 1,724) A = kode struktur tanah (Tabel 4)

B = kode permeabilitas profil tanah (Tabel 5)

Untuk menentukan kode struktur dan kode permeabilitas tanah, hasil perhitungan

yang diperoleh dari laboratorium dipadankan ke Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Kode Struktur Tanah

Kelas Struktur Tanah (Ukuran Diameter) Kode

Granuler sangat halus (< 1 mm) 1

Granuler halus (1 hingga 2 mm) 2

Granuler sedang sampai kasar (2 hingga 10 mm) 3 Kubus/gumpal, gumpal bersudut, plat, masif 4 Sumber : Arsyad (2010)

Tabel 3. Kode Permeabilitas Profil Tanah

Kelas Permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode

Sangat Lambat < 0,5 6

Lambat 0,5 hingga 2,0 5

Lambat sampai sedang 2,0 hingga 6,3 4

Sedang 6,3 hingga 12,7 3

Sedang sampai cepat 12,7 hingga 25,4 2

Cepat > 25,4 1

Sumber : Arsyad (2010)

Faktor Topografi (LS)

Faktor ini merupakan gabungan antara pengaruh panjang dan kemiringan

lereng. Nilai LS dalam penelitian ini ditentukan hanya dengan menggunakan

faktor kemiringan saja, sedangkan faktor panjang lereng dapat diabaikan karena

sulit untuk mendapatkan atau menghitung panjang lereng.

Data kemiringan lereng dalam penelitian ini bersumber dari peta

kelerengan DAS Lepan yang dibuat oleh BPDAS Wampu Sei Ular. Untuk

memperoleh nilai LS maka kemiringan lereng dipadankan dengan Tabel 4.

Tabel 4. Penilaian Kelas Lereng dan Faktor LS

Kelas Lereng Kemiringan Lereng Nilai LS

I 0 – 8 0,40

(39)

III 15 – 25 3,10

IV 25– 40 6,80

V > 40 9,50

Sumber : Kementerian Kehutanan (2006) dalam Rahmawaty, et al (2011).

Faktor Pengelolaan Lahan (CP)

Nilai C dan P adalah faktor pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi

lahan yang sangat berpengaruh terhadap laju erosi permukaan. Dalam penelitian

ini nilai C dan P diduga dari hasil penelitian terdahulu seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai CP untuk berbagai faktor penutupan lahan

No. Penutupan Lahan Nilai CP

1. Belukar Rawa 0,010

2. Rawa 0,010

3. Semak / Belukar 0,300

4. Pertanian Lahan Kering Campur 0,190

5 Pertanian Lahan Kering 0,280

6. Perkebunan 0,500

7. Pemukiman 0,950

8. Hutan Lahan Kering Sekunder 0,010

9. Hutan Mangrove Sekunder 0,010

10. Hutan Rawa Sekunder 0,010

Sumber : BPDAS Wampu Sei Ular dalam Jayusri (2012)

Penentuan Tingkat Bahaya Erosi

Penentuan tingkat bahaya erosi dapat dihitung dengan menggunakan tabel

hubungan nilai kedalaman tanah dan kelas laju erosi seperti disajikan pada

Tabel 6.

Tabel 6. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Berdasarkan Laju Erosi dan Kedalaman Tanah

Kedalaman Tanah (cm)

(40)

Analisis Sedimen

Analisis sedimen diperlukan untuk mengetahui besarnya angka produksi

sedimen dan tingkat erosi. Muatan layang (suspended load) dapat juga dihitung dengan menggunakan metode USBR (United State Beureu Reclamation). Untuk menghitung debit muatan layang diperlukan pengukuran debit air (Qw) yang

dikombinasikan dengan konsentrasi sedimen (Cs). Debit muatan layang dihitung

dengan persamaan berikut.

Keterangan :

Qs = Debit muatan layang / debit sedimen (ton/hari)

Cs = Konsentrasi muatan layang atau konsentrasi sedimen (mg/l)

Qw = Debit aliran sungai (m3/s)

Debit aliran sungai (Q = A x V)

A : Luas bagian penampang basah (m2)

V : kecepatan aliran sungai (m/detik)

K = 0,0864

Analisis Spasial

Analisis spasial dilakukan untuk membuat peta dasar atau peta lokasi

penelitian berdasarkan atas Peta Rupa Bumi Indonesia. Melakukan

(41)

Gambar 1. Diagram Alir Pemetaan Tingkat Bahaya Mulai

Pengumpulan Data

Data Curah Hujan Peta Jenis Tanah Peta Kelerengan Peta Penutupan Lahan

Analisis dan pengolahan Data

Peta CP Peta LS

Peta K Peta R

Overlay Peta

Peta Prediksi Erosi

Selesai

Solum Tanah

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor Erosivitas (R)

Hasil dari pengolahan data curah hujan (data sekunder) di DAS Lepan

dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 2.

Tabel 7. Nilai erosivitas di berbagai stasiun pengukuran CH

Nama Stasiun Pengukuran CH Erosivitas (R) Luas

Ha %

Sei Curai Utara 1054 15.412,91 26,85

Babalan 1989 1.222,14 0,17

Tanjung pasir 1975 100,12 0,17

Batang Serangan 1874 8.024,19 13,98

Tanjung Jati 1456 20.008,95 34,85

Berandan Barat 1490 36,25 0,06

Sawit Sebrang 1697 12.603,19 21,95

Total 57.407,75 100

Sumber : Hasil pengolahan data sekunder

Gambar 2. Peta erosivitas di DAS Lepan

Curah hujan mempunyai peranan yang cukup tinggi terhadap erosi,

(43)

daerah. Untuk mengetahui laju erosi yang terjadi di DAS Lepan ini langkah

pertama yang dilakukan ialah mengumpulkan data curah hujan. Adapun data

curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan yang berasal dari Stasiun Sei

Curai Utara, Babalan, Tanjung Pasir, Batang Serangan, Tanjung Jati, Berandan

Barat dan Stasiun Sawit Sebrang.

Dari peta erosivitas tersebut dapat dilihat bahwa indeks erosivitas tertinggi

sebesar 1.989 terdapat pada stasiun curah hujan Babalan yang mencakup 0,17 %

dari luas DAS Lepan. Sedangkan indeks erosivitas terendah sebesar 1054 terdapat

pada stasiun curah hujan Sei Curai Utara yang mencakup 26,85 % dari luas DAS

Lepan. Indeks erosivitas sebesar 1.989 terjadi pada bagian hilir DAS Lepan. Hal

ini menunjukkan bahwa pada bagian hilir DAS intensitas curah hujannya tinggi

sehingga sangat memungkinkan terjadinya aliran permukaan yang besar.

Intensitas curah hujan rata - rata yang besar di DAS Lepan dapat dengan

mudah menyebabkan erosi karena energi kinetik butir - butir hujan yang

dihasilkan oleh massa butir hujan dan kecepatan jatuhnya yang turun secara

vertikal dapat menyebabkan erosi percik (splash erosion) yang merusak agregat - agregat tanah yang nantinya akan bergerak secara horizontal membawa partikel

tanah sebagai aliran permukaan.

Faktor Erodibilitas (K)

Nilai faktor erodibilitas di DAS Lepan dapat dilihat pada Tabel 8 dan

(44)

Tabel 8. Nilai faktor erodibilitas tanah di DAS Lepan

Podsolik 0,320 11.506,38 20,043

Podsolik 0,320 42,79 0,075

Podsolik 0,320 14,37 0,025

Total 57.407,75 100

Sumber : BPDAS Wampu Sei Ular (2011)

(45)

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai erodibilitas yang didapat bervariasi.

Tanah yang erodibilitasnya tinggi akan rentan terkena erosi dibandingkan dengan

tanah yang erodibilitasnya rendah. Nilai erobilitas tertinggi 0,470 dengan luas

0,02 ha dan terendah 0,042 dengan luas 834.14 ha.

Nilai erodibilitas dihitung dengan mengetahui sifat fisik tanah, yaitu

tekstur tanah (% debu, % pasir, % liat), struktur tanah, nilai permeabilitas tanah,

kadar C organik yang terkandung dalam bahan organik tanah. Sifat fisik tanah

tersebut dapat mempengaruhi besarnya erosi. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Arsyad (1989) yang menyatakan bahwa sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi

adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan dan tingkat

kesuburan tanah.

Tanah - tanah yang mengandung liat dalam jumlah yang tinggi dapat

tersuspensi oleh butir - butir hujan yang jatuh menimpanya dan pori - pori lapisan

permukaan akan tersumbat oleh butir - butir liat. Hal ini akan menyebabkan

terjadinya aliran permukaan dan erosi yang hebat. Akan tetapi jika mempunyai

struktur yang mantap yaitu tidak mudah terdispersi maka infiltrasi masih cukup

besar sehingga aliran permukaan dan erosi tidak begitu hebat.

Kadar C organik diperoleh dari bahan organik yang telah mengalami

pelapukan yaitu berupa ranting, daun, dan sebagainya yang memiliki kemampuan

dalam menyerap dan menahan air. Semakin banyak bahan organik yang

terkandung di dalam tanah maka semakin besar kemampuannya dalam menyerap

dan menahan air yang menyebabkan aliran permukaan (run-off) semakin kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arsyad (1989) yang menyatakan bahwa bahan

(46)

merupakan pelindung tanah terhadap butir - butir hujan yang jatuh ke permukaan

tanah. Bahan organik juga akan menghambat aliran air di atas permukaan tanah

sehingga mengalir dengan lambat.

Faktor Topografi (LS)

Nilai faktor topografi di DAS Lepan dapat dilihat pada Tabel 9 dan

Gambar 4.

Tabel 9.Nilai faktor LS di DAS Lepan

Kelas Kemiringan (%) Nilai LS Luas

Ha %

1 0-8 0,4 36.505,13 63,59

2 8-15 1,4 12.147,56 21,16

3 15-25 3,1 4.734,66 8,24

4 25-40 6,8 2.790,17 4,86

5 >40 9,5 1.230,3 2,14

Total 57.407.75 100

(47)

Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa DAS Lepan didominasi oleh

wilayah yang datar dengan kemiringan 0-8% seluas 36.505,13 ha. Kemiringan

lereng berpengaruh terhadap kecepatan dan jumlah aliran permukaan. Kemiringan

lereng yang rendah akan memberikan kontribusi yang kecil terhadap nilai LS, dan

nilai LS yang kecil menyebabkan erosi yang ringan. Air yang mengalir di

permukaan tanah akan berkumpul di ujung lereng, dengan demikian lebih banyak

air yang mengalir akan makin besar kecepatan di bagian bawahnya sehingga erosi

lebih besar pada bagian bawah, hal ini diakibatkan karena bertambahnya

kecepatan aliran permukaan. Sehingga makin panjang lereng, makin tinggi

potensial erosi yang akan terjadi.Hal ini sesuai dengan pernyataan Arsyad (2010)

yang menyatakan bahwa makin curam lereng jumlah tanah yang terpercik oleh

tumbukan hujan akan semakin banyak. Jika kecuraman lereng meningkat menjadi

dua kali, maka jumlah erosi menjadi 2,0-2,5 kali lebih besar.

Faktor Penutupan Lahan dan Pengelolaan Lahan (CP)

Klasifikasi jenis penutupan dan pengelolaan lahan DAS Lepan

ditunjukkan pada Tabel 10 dan Gambar 5.

Tabel 10.Nilai faktor CP pada berbagai penutupan lahan di DAS Lepan

Tipe Penutupan Lahan Nilai CP Luas

Ha %

Perkebunan 0,500 15.501,69 27,00

Pertanian Lahan Kering 0,280 18.928,88 32,97

Tanah Terbuka 0,950 784,74 1,37

Hutan Lahan Kering Sekunder 0,010 49,45 0,09

Belukar 0,300 3.555,76 6,19

Hutan Lahan Kering Primer 0,010 14.563,97 25,37

(48)

Gambar 5. Peta penutupan lahan (CP) di DAS Lepan

Pada DAS Lepan penggunaan lahan terluas yaitu pertanian lahan kering

seluas 18.928,88 ha atau 32,97% dari seluruh luas DAS Lepan. Faktor vegetasi

penutupan lahan dan tindakan khusus konservasi merupakan salah satu faktor

erosi tanah yang paling mungkin untuk dikelola dalam memperkecil laju erosi

pada suatu lahan. Kedua faktor ini merupakan hal yang mudah untuk dirubah

terutama dalam menyesuaikan dengan kemampuan suatu lahan dalam

pengelolaannya.

Berubahnya fungsi hutan menjadi penggunaan pertanian maupun usaha

tani lainnya menyebabkan perubahan kondisi fisika tanahnya. Permukaan tanah

yang lebih terbuka memungkinkan aliran air sulit ditahan oleh tanah sehingga

dapat mengakibatkan aliran air di permukaan tanah lebih cepat. Ini disebabkan

kanopi penutup tanah dari tajuk tanaman hutan sudah tidak ada dan digantikan

dengan kanopi tanaman budidaya yang lebih sedikit jumlahnya. Penanggulangan

(49)

tanah yang memiliki peranan besar dalam menghambat dan mencegah erosi

karena dapat menghalangi tumbukan langsung butir-butir hujan dan dapat

mengurangi kecepatan aliran permukaan.

Prediksi Erosi Menggunakan Metode USLE

Laju erosi diperoleh dari hasil perhitungan faktor erosivitas, erodibilitas,

topografi dan faktor penggunaan dan pengelolaan lahan. Laju erosi yang terjadi di

DAS Lepan dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 6.

Tabel 11. Prediksi erosi di DAS Lepan

Kelas Keterangan ton/ha/thn Luas

Ha %

I Sangat Rendah <15 14.052,81 24,48

II Rendah 15-60 21.498,98 37,45

III Sedang 60-180 15.309,42 26,67

IV Tinggi 180-480 5.520,14 9,62

V Sangat Tinggi >480 1.026,49 1,79

Total 57.407,75 100

(50)

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat laju erosi dominan yang terjadi di

wilayah DAS Lepan termasuk dalam kelas II (15-60 ton/ha/thn) dengan

persentase 37,45% dari luas DAS Lepan dan kelas III (60-180 ton/ha/thn) dengan

persentase 26,67% dari luas DAS Lepan. Prediksi laju erosi dipengaruhi oleh

faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, kemiringan lereng, dan penggunaan

lahan yang menyebabkan suatu nilai prediksi tersebut rendah, sedang, tinggi,

sangat tinggi, dan sangat rendah.

Tingkat Bahaya Erosi

Tingkat bahaya erosi yang terjadi di DAS Lepan dapat dilihat pada Tabel

12 dan Gambar 7.

Tabel 12. Tingkat bahaya erosi dan luasannya di DAS Lepan Tingkat

Sedang (S) Kecamatan Gebang, Sei Lepan dan

Babalan Hulu, Hilir 14.054,03 24,48

Berat (B)

Kecamatan Batang Serangan, Sawit Seberang, Sei Lepan, Padang

Tualang

Hulu,

Tengah, Hilir 21.498,55 37,44 Sangat Berat

(SB)

Kecamatan Batang Serangan, Sawit

Seberang, Padang Tualang Tengah, Hulu 21.855,15 38,07

Total 57.407,75 100

(51)

Gambar 7. Peta tingkat bahaya erosi di DAS Lepan

Berdasarkan Tabel 12 diperoleh hasil bahwa tingkat bahaya erosi yang

terjadi di DAS Lepan termasuk dalam kategori sangat berat sebesar 38,07% dari

total luas DAS Lepan dan diikuti dengan kategori berat sebesar 37,44% dari total

DAS Lepan. Dari gambar dapat dilihat bahwa persebaran tingkat bahaya erosi

merata dalam setiap bagian morfologi DAS. Dari gambar dapat dilihat pada

bagian tengah DAS Lepan didominasi oleh tingkat bahaya erosi yang sangat berat

dan berat hal ini diakibatkan oleh sistem penggunaan lahan pertanian lahan kering

pada bagian tengah DAS.

Untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan di DAS Padang dapat dilihat

(52)

Tabel 13. Tingkat kekritisan lahan dan luasannya di DAS Lepan

Tingkat Kekritisan Lahan Luas

Ha %

Sangat kritis 9,6 0,02

Tidak kritis 23.735,7 41,35

Potensial kritis 16.786,39 29,21

Kritis 2.951,54 5,14

Agak kritis 13.944,52 24,29

Total 57.407,75 100

Sumber : BPDAS Wampu Sei Ular (2013)

Gambar 8. Peta lahan kritis di DAS Lepan

Data spasial lahan kritis diperoleh dari hasil analisis terhadap beberapa

data spasial yang merupakan parameter penentu kekritisan lahan.Parameter

penentu kekritisan lahan berdasarkan SK Dirjen RRL No.041/Kpts/V/1998

meliputi:

Kondisi tutupan vegetasi

(53)

Tingkat bahaya erosi dan singkapan batuan

Kondisi pengelolaan

Menurut PP No.150 Tahun 2000 maka krteria baku kerusakan tanah nasional

untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan hutan tanaman meliputi:

Kriteria baku kerusakan tanah akibat erosi air

Kriteria baku kerusakan tanah di lahan kering

Kriteria baku kerusakan tanah di lahan basah

Berdasarkan Tabel 13 dapat dlihat bahwa tingkat kekritisan lahan sangat

kritis hanya 0,02% dari total luas DAS Lepan sedangkan tidak kritis mencapai

41,35% dari total luas DAS Lepan. Sekitar 29,21% dari luas DAS Lepan

merupakan daerah yang potensial kritis sehingga tidak menutup kemungkinan

sewaktu - waktu daerah DAS Lepan akan mencapai tingkat kritis di atas 50% dari

total luas DAS Lepan.

Kawasan Hutan di DAS Lepan (SK Menhut No.579 Tahun 2014)

Kawasan Hutan di DAS Lepan dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 9 .

Tabel 14. Kawasan Hutan di DAS Lepan

(54)

Gambar 9. Peta kawasan hutan di DAS Lepan

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa luas kawasan hutan seluruhnya

yang ada di DAS Lepan adalah 27.482,590 ha atau sebesar 47,87 % dari luas DAS

Lepan. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan hutan yang ada di DAS Lepan masih

sesuai dengan luas kawasan minimal yang diatur dalam undang-undang.

Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dalam pasal 18 ayat 2 menyatakan

bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas DAS.

Debit Sedimen Melayang

Untuk menghitung debit sedimen melayang digunakan data konsentrasi

sedimen dan debit aliran sungai. Setelah melakukan analisis pada setiap parameter

tersebut maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 15 dan Gambar 10.

(55)

Kode

Gambar 10. Debit Sedimen Melayang di DAS Lepan

Berdasarkan Tabel 15 hasil perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa debit

sedimen melayang yang tertinggi terjadi pada Sungai Lepan di bagian hilir DAS

Lepan dengan nilai 157,704ton/hari. Sementara debit sedimen melayang terendah

(56)

Nilai debit sedimen melayang yang relatif besar tersebut menggambarkan

bahwa kondisi biogeofisik sebagian besar DAS Lepan telah mengalami gangguan.

Jika dihubungkan dengan nilai laju erosi yang terjadi di bagian hulu dan tengah,

maka hubungannya adalah semakin besar erosi yang terjadi di bagian hulu dan

(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tingkat bahaya erosi sangat berat terjadi di bagian hulu dan bagian tengah

DAS Lepan yaitu pada bagian wilayah administrasi Kecamatan Batang

Serangan, Sawit Seberang, dan Padang Tualang sedangkan tingkat bahaya

erosi sedang terjadi di bagian hulu lainnya dan bagian hilir DAS Lepan yaitu

pada bagian wilayah administrasi Kecamatan Gebang, Sei Lepan, dan

Kecamatan Babalan.

2. Nilai debit sedimen melayang yang tinggi terjadi pada bagian hilir DAS Lepan

sebesar 157,704 ton/hari, sedangkan debit sedimen melayang terendah terjadi

pada bagian hulu DAS Lepan sebesar 0,63 ton/hari.

Saran

Perlu dilakukan tindakan konservasi pada bagian hulu dan bagian tengah

DAS Lepan untuk menekan tingginya tingkat bahaya erosi dan perlu dilakukan

penelitian setiap tahunnya agar dapat diketahui informasi terbaru mengenai

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB. Bogor.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. IPB Press. Bogor.

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press. Yogyakarta.

A’Yunin, Q. 2008. Prediksi Tingkat Bahaya Erosi Dengan Metode USLE di Lereng Timur Gunung Sindoro. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Banuwa, I. S. 2013. Erosi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Baver, L.D. 1959. Soil Physics.John Wiley and Sons Inc. New York. USA.

Dariah, A., Subagyo, H., Tafakresnanto dan S. Marwan. 2003. Kepekaan Tanah Terhadap Erosi. Jurnal Akta Agrosia Vol.8, No.2.

Foth, H.D. 1978. Fundamentals of Soil Science. Sixth Edition. John Wiley and Sons. New York.

Jayusri. 2012. Analisa Potensi Erosi Pada DAS Belawan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Meyer, L.D. Chia-Chun Wu, and H. Grissinger. 1991. Use of Basic Erosion Principles to Identify Effective Erosion Control Practices. In W.C. Moldenhauer, N.W.Hudson, T.C. Sheng, and San Wei Lee (Ed). Development of Conservation Farming on Hillsopes.Soil and Water Conservation Society. Ankeny Iowa USA in cooperations with World Assoc. of Soil and Water Conservation Society Chinese Soil and Water Conservation Society. National Chung-Hshing Univ. in Taiching City.

(59)

Prahasta, Eddy, 2002. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. CV Informatika, Bandung.

Rachman, A. 2003. Influence of Longterm Cropping System on Soil Physical Properties Related to Soil Erodibility. Soil Sci. Soc. Am. J. 67 : 637-644.

Rahmawaty, T. R. Villanueva, M. G. Carandang. 2011. Participatory Land Use Allocation, Case Study In Besitang Watershed, Langkat, North Sumatra, Indonesia. Lambert Academic Publishing. Jerman.

Rauf, A., K. S. Lubis, Jamilah. 2011. Dasar-Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, dalam Juwita, M. 2013. Pendugaan erosi tanah di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun berdasarkan metode USLE. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol 1: 2

Sinukaban, N 1986. Dasar-dasar Konservasi Tanah dan Perencanaan Pertanian Konservasi. Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tufaila, M. 2012. Analisis spasial tingkat bahaya erosi di daerah aliran Sungai (DAS) Moramo Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (GIS). Jurnal Agroteknos ISSN.2087-7706 Vol 2:3 hal 134-142

Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia: Suatu Rekaman dan Analisa/oleh Wani Hadi Utomo. Edisi Pertama Cetakan Pertama CV Rajawali. Jakarta.

(60)

Lampiran 1.Data curah hujan rataan bulanan di 7 stasiun (mm )

Sumber : BPDAS Wampu Sei Ular (20 tahun terakhir)

BMKG Sampali (10 tahun terakhir)

Data curah hujan rataan bulanan di 7 stasiun (cm)

(61)

Rumus yang digunakan :

Keterangan :

R = erosivitas

(62)

Lampiran 2. Data Tanah

Gambar

Tabel 1.Klasifikasi Kelas Laju Erosi
Tabel 3. Kode Permeabilitas Profil Tanah
Tabel 5. Nilai CP untuk berbagai faktor penutupan lahan
Gambar 1. Diagram Alir Pemetaan Tingkat Bahaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi Rekanan yang merasa keberatan atas Hasil Pelelangan Pemilihan Langsung tersebut di atas, diberi kesempatan untuk mengajukan Sanggahan secara terfulis kepada

Mengadakan perlawanan terhadap Belanda meskipun suaminya (Teuku Umar) telah gugur dalam pertempuran

Perumahan Dinas Cipta Karya Dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah sejak Tanggal 28 Juni 2011 sampai dengan Tanggal 6 Juli 2011. Demikian atas perhatian dan

[r]

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XXXVIII-5/W16, 2011 ISPRS Trento 2011 Workshop, 2-4 March 2011, Trento,

[r]

Pemegang Saham atau kuasa Pemegang Saham yang akan menghadiri Rapat, diminta dengan hormat untuk membawa dan menyerahkan fotokopi Surat Kolektif Saham dan

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XXXVIII-5/W16, 2011 ISPRS Trento 2011 Workshop, 2-4 March 2011, Trento,