ANALISIS SPASIAL PENDUGAAN TINGKAT BAHAYA
EROSI DI DAS LEPAN KABUPATEN LANGKAT
PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh : Septo Ismeldo
101201168
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
ANALISIS SPASIAL PENDUGAAN TINGKAT BAHAYA
EROSI DI DAS LEPAN KABUPATEN LANGKAT
PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh : Septo Ismeldo
101201168/ Manajemen Hutan
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
SEPTO ISMELDO. Analisis Spasial Pendugaan Tingkat Bahaya Erosi di DAS
Lepan Provinsi Sumatera Utara. Dibawah bimbingan RAHMAWATY dan
ABDUL RAUF.
Penutupan lahan hutan dapat menjadi masalah jika tidak dikelola dengan
baik. Hal ini juga terindikasi dari sering terjadinya banjir dan tanah longsor di
wilayah DAS Lepan yang menandakan adanya sesuatu yang salah dalam
pengelolaan DAS Lepan.Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan tingkat
bahaya erosi di DAS Lepan secara spasial dengan menggunakan metode USLE
dan menghitung debit sedimen melayang. Metode yang digunakan adalah metode
survey . Pengambilan sampel tanah dilakukan secara acak dan dilanjutkan
perhitungan prediksi erosi tanah dengan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) dan pengolahan data menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi sangat berat
terjadi pada bagian hulu dan tengah DAS Lepan dan debit sedimen melayang
yang tinggi terjadi pada bagian hilir sebesar 1.825,286 ton/hari.
ABSTRACT
SEPTO ISMELDO. Spatial Analysis of the Erosion Hazard Level in Lepan Watershed North Sumatera. Under academic supervision of RAHMAWATY and ABDUL RAUF.
Forest land covering can become problems if did not manage well. It is indicated from flood and soil erosion in Lepan Watershed that indicate something wrong in Lepan Watershed management. This study aimed to mapping erosion in Lepan watershed using USLE method and counting the suspended load. The method used is a survey method. Taking the sample of soil was done randomly and continued by calculated of soil erosion prediction with Universal Soil Loss Equation (USLE) method and data processing used Geographic Information System (GIS).
The research showed that the erosion hazard level heavy occured at the upper course and medium of Lepan watershed and the highest sediment discharge occurred at downstream watershed as big as 157,704 ton/days
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pua Data, Padang pada tanggal 6 September 1990 dari
ayah I.Tanjung dan ibu (Alm) D.Sikumbang. Penulis merupakan anak kedua dari
dua bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SD Negeri No.3 Kabanjahe. Penulis
melanjutkan ke SMP Negeri 1 Kabanjahe tamat tahun 2006. Kemudian melanjut
ke SMA Negeri 1 Kabanjahe tamat tahun 2009.
Pada tahun 2010 penulis masuk Perguruan Tinggi Universitas Sumatera
Utara melalui jalur SNMPTN dengan jurusan Kehutanan. Penulis masuk
organisasi HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva) tahun 2010, mengikuti kegiatan
P2EH (Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan) tahun 2012 di Taman Hutan Raya
Bukit Barisan Tongkoh selama 10 hari. Penulis melakukan PKL (Praktek Kerja
Lapang) di Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat pada tanggal 28 Februari
2014- 2 Maret 2014. Penulis melakukan penelitian dengan judul Analisis Spasial
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis
Spasial Pendugaan Tingkat Bahaya Erosi di DAS Lepan Provinsi Sumatera Utara”
ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Rahmawaty, S.Hut, M.Si, Ph.D dan Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, M.P selaku Komisi
Pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan penulis juga ingin mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian
USU yang selalu memberi semangat kepada penulis.
Penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan dari pembaca demi
kelancaran penelitian ini. Semoga penelitian ini akan memberi manfaat dan
menyumbangkan kemajuan bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang kehutanan.
Medan, Maret 2015
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 4
Erosi ... 5
Macam dan Bentuk Erosi ... 7
Prediksi Erosi ... 15
Sedimentasi ... 18
Kondisi Umum DAS Lepan ... 20
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 21
Alat dan Bahan Penelitian ... 21
Prosedur Penelitian ... 21
Pengumpulan data ... 21
Penentuan lokasi ... 22
Pengambilan sampel tanah ... 22
Pengambilan sampel air... 22
Analisis Laboratorium ... 23
Pengolahan Data dan Perhitungan ... 23
Pembuatan Peta dengan Menggunakan ArcView GIS 3.3... 23
Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Menggunakan Metode USLE ... 23
Penentuan Tingkat Bahaya Erosi ... 27
Analisis Sedimen ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor Erosivitas (R) ... 30
Faktor Erodibilitas (K) ... 32
Faktor Topografi (LS)... ... 35
Faktor Penutupan Lahan dan Pengelolaan Lahan (CP)... 37
Prediksi Erosi Menggunakan Metode USLE... 38
Tingkat Bahaya Erosi ... 40
Kawasan Hutan di DAS Lepan (SK Menhut No. 579 Tahun 2014) .. 43
Debit Sedimen Melayang ... 44
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46
Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Klasifikasi kelas laju erosi ... 24
2. Kode struktur tanah ... 25
3. Kode permeabilitas profil tanah ... 26
4. Penilaian kelas lereng dan faktor LS ... 24
5. Nilai CP untuk berbagai faktor penutupan lahan ... 27
6. Tingkat bahaya erosi (TBE) berdasarkan laju erosi dan kedalaman tanah ... 27
7. Nilai erosivitas di berbagai stasiun pengukuran CH ... 30
8. Nilai faktor erodibilitas tanah di DAS Lepan... 32
9. Nilai faktor LS di DAS Lepan ... 35
10.Nilai faktor CP pada berbagai penutupan lahan di DAS Lepan... 37
11.Prediksi erosi di DAS Lepan ... 39
12.Tingkat bahaya erosi dan luasannya di DAS Lepan ... 40
13.Tingkat kekritisan lahan dan luasannya di DAS Lepan ... 42
14.Kawasan hutan dan luasannya di DAS Lepan ... 43
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Diagram Alir Pemetaan Tingkat Bahaya ... 29
2. Peta erosivitas di DAS Lepan... 30
3. Peta erodibilitas (K) di DAS ... 33
4. Peta kemiringan lahan di DAS Lepan ... 35
5. Peta penutupan lahan (CP) di DAS Lepan ... 37
6. Peta prediksi erosi di DAS Lepan ... 39
7. Peta tingkat bahaya erosi di DAS Lepan ... 41
8. Peta lahan kritis di DAS Lepan ... 42
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
ABSTRAK
SEPTO ISMELDO. Analisis Spasial Pendugaan Tingkat Bahaya Erosi di DAS
Lepan Provinsi Sumatera Utara. Dibawah bimbingan RAHMAWATY dan
ABDUL RAUF.
Penutupan lahan hutan dapat menjadi masalah jika tidak dikelola dengan
baik. Hal ini juga terindikasi dari sering terjadinya banjir dan tanah longsor di
wilayah DAS Lepan yang menandakan adanya sesuatu yang salah dalam
pengelolaan DAS Lepan.Tujuan dari penelitian ini adalah memetakan tingkat
bahaya erosi di DAS Lepan secara spasial dengan menggunakan metode USLE
dan menghitung debit sedimen melayang. Metode yang digunakan adalah metode
survey . Pengambilan sampel tanah dilakukan secara acak dan dilanjutkan
perhitungan prediksi erosi tanah dengan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) dan pengolahan data menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi sangat berat
terjadi pada bagian hulu dan tengah DAS Lepan dan debit sedimen melayang
yang tinggi terjadi pada bagian hilir sebesar 1.825,286 ton/hari.
ABSTRACT
SEPTO ISMELDO. Spatial Analysis of the Erosion Hazard Level in Lepan Watershed North Sumatera. Under academic supervision of RAHMAWATY and ABDUL RAUF.
Forest land covering can become problems if did not manage well. It is indicated from flood and soil erosion in Lepan Watershed that indicate something wrong in Lepan Watershed management. This study aimed to mapping erosion in Lepan watershed using USLE method and counting the suspended load. The method used is a survey method. Taking the sample of soil was done randomly and continued by calculated of soil erosion prediction with Universal Soil Loss Equation (USLE) method and data processing used Geographic Information System (GIS).
The research showed that the erosion hazard level heavy occured at the upper course and medium of Lepan watershed and the highest sediment discharge occurred at downstream watershed as big as 157,704 ton/days
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) Lepan merupakan DAS prioritas yang
terletak di Provinsi Sumatera Utara Kabupaten Langkat dengan luas 57.407,75
ha.DAS Lepan memiliki 5 Sub DAS yaitu Sub DAS Lepan Hilir (38.026,24 ha),
Sub DAS Lepan Kanan (9.783,58 ha), Sub DAS Lepan Kiri (7.941,27 ha), Sub
adanya sesuatu yang salah dalam pengelolaan DAS Lepan.
Daerah hulu dan tengah DAS merupakan tempat terjadinya erosi tanah,
sementara pada bagian hilir merupakan tempat untuk berlangsungnya sedimentasi
(pengendapan). Curah hujan yang tinggi, tanah yang porous, kemiringan lereng
yang tinggi, vegetasi yang jarang dan aktivitas manusia yang intensif mempunyai
peranan penting untuk berlangsungnya proses erosi yang landai hingga datar,
menyebabkan kecepatan air sungai menjadi lambat dan selalu terjadi luapan air
sungai membentuk genangan dan banjir akan menyebabkan terjadinya
sedimentasi di bagian hilir DAS (Rauf et al, 2011 dalam Juwita, M, 2013).
Bencana alam banjir dan tanah longsor yang terjadi ditentukan oleh
klimatologis terutama karakteristik curah hujan yang mampu membentuk badai
atau hujan maksimum, ketiga aspek sosial ekonomi masyarakat terutama
karakteristik budaya yang mampu memicu terjadinya kerusakan lahan pada DAS,
sehingga wilayah tersebut tidak lagi mampu berfungsi sebagai penampung,
penyimpan dan penyalur air hujan yang baik. Ketiga aspek tersebut secara garis
besar yang dapat dipakai sebagai dasar penentuan wilayah kritis dalam suatu DAS
(hulu, tengah, hilir) serta sebagai dasar pertimbahan untuk menghitung laju erosi
dan sedimentasi.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk :
1. Memetakan tingkat bahaya erosi di DAS Lepan dengan menggunakan metode
USLE (Universal Soil Loss Equation).
2. Menghitung debit sedimen melayang di DAS Lepan
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini sebagai :
1. Sumber informasi kepada pihak yang berkepentingan terkait tentang laju erosi
dan sedimentasi di DAS Lepan.
2. Sumber informasi yang bermakna dan menjadi rujukan bagi tahapan
TINJAUAN PUSTAKA
DAS merupakan unit alam berupa kawasan yang dibatasi oleh pemisah
topografis berupa punggung-punggung bukit yang menampung, menyimpan dan
mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke sungai utama dan kemudian
menyalurkannya ke laut .Wilayah daratan tersebut dinamakan (DTA atau
catchment area ) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai
pemanfaat sumberdaya alam (Asdak 2002).
Ekosistem DAS biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan hilr.
Secara biogeofisik, daerah hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai
kerapatan drainase lebih tinggi, dengan kemiringan lereng lebih besar dari 15%,
bukan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan
jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Sementara daerah hilr DAS merupakan
daerah pemanfatan dengan kemiringan lereng kecil (kurang dari 8%), pada
beberapa tempat merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan
oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi oleh tanaman pertanian
kecuali daerah estuaria yang didominsi hutan gambut/bakau. Ekosistem DAS hulu
merupakan bagian yang penting, karena mempunyai fungsi perlindungan
terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air.
Perencanaan DAS hulu sering kali menjadi fokus perencanaan mengingat bahwa
dalam suatu DAS, daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Peta merupakan media untuk menyimpan dan menyajikan informasi
tentang rupa bumi dengan penyajian pada skala tertentu. Pemetaan adalah proses
pengukuran, perhitungan, dan penggambaran permukaan bumi (terminology geodesi) dengan menggunakan cara dan atau metode tertentu sehingga didapatkan
hasil berupa softcopy maupun hardcopy peta yang berbentuk vektor maupun
raster. Era komputerisasi telah membuka wawasan dan paradigma baru dalam
proses pengambilan keputusan dan penyebaran informasi. Data yang
merepresentasikan dunia nyata dapat disimpan dan diproses sedemikian rupa
sehingga dapat disajikan dalam bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan sesuai
kebutuhan. Sesuai dengan perkembangan teknologi, khususnya komputer grafik,
basisdata, teknologi informasi, dan teknologi satelit inderaja (penginderaan
jauh/remote sensing), maka kebutuhan mengenai penyimpanan, analisis, dan
penyajian data yang berstruktur kompleks dengan jumlah besar makin mendesak.
Struktur data kompleks tersebut mencakup baik jenis data spasial maupun atribut.
Dengan demikian, untuk mengelola data yang kompleks ini, diperlukan suatu
sistem informasi yang secara terintegrasi mampu mengolah baik data spasial
maupun data atribut ini secara efektif dan efisien. Tidak itu saja, sistem ini pun
harus mampu menjawab dengan baik pertanyaan spasial maupun atribut secara
simultan. Dengan demikian, diharapkan keberadaan suatu sistem informasi yang
efisien dan mampu mengelola data dengan struktur yang kompleks dan dengan
jumlah yang besar ini dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan yang
tepat. Salah satu sistem yang menawarkan solusi-solusi untuk masalah ini adalah
Secara umum terdapat dua jenis data yang dapat digunakan untuk
mempresentasikan atau memodelkan fenomena-fenomena yang terdapat di dunia
nyata . Yang pertama adalah jenis data yang mempresentasikan aspek-aspek
keruangan dari fenomena yang bersangkutan. Jenis data ini sering disebut sebagai
data-data posisi, koordinat, ruang, atau spasial. Sedangkan yang kedua adalah
jenis data yang mempresentasikan aspek – aspek deskriptif dari fenomena yang
dimodelkannya. Aspek deskriptif ini mencakup items atau properties dari fenomena yang bersangkutan hingga dimensi waktunya. Jenis data ini sering
disebut sebagai data atribut atau data non-spasial (Eddy Prahasta, 2002).
Erosi
Proses-proses hidrologis, langsung atau tidak langsung, mempunyai kaitan
dengan terjadinya erosi, transpor sedimen dan deposisi sedimen di daerah hilir.
Perubahan tata guna lahan dan praktek pengelolaan DAS juga mempengaruhi
terjadinya erosi, sedimentasi, dan pada gilirannya, akan mempengaruhi kualitas
air (Asdak, 2002).
Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan
tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin .Erosi merupakan
tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi (Asdak, 2002).
Proses erosi terjadi melalui penghancuran, pengangkutan, dan
pengendapan (Meyer, dkk.,1991; Utomo, 1989; dan Foth, 1978).Di alam terdapat
iklim tropika basah seperti Indonesia, air merupakan penyebab utama terjadinya
erosi, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh berarti (Arsyad, 2010).
Erosi tanah (soil erotion) terjadi melalui dua proses yakni penghancuran partikel – partikel tanah (detachment) dan proses pengangkutan (transport) partikel – partikel tanah yang sudah dihancurkan.kedua proses ini terjadi akibat
hujan (rain) dan aliran permukaan (run off) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain curah hujan (intensitas, diameter, lama, dan jumlah hujan),
karakteristik tanah (sifat fisik), penutupan lahan (land cover), kemiringan lereng, panjang lereng, dan sebagainya (Wischmeier dan Smith, 1978). Faktor – faktor
tersebut satu sama lain bekerja sama secara simultan dalam memengaruhi erosi.
Kehilangan tanah hanya akan terjadi jika kedua proses tersebut di atas
berjalan.Tanpa proses penghancuran partikel tanah , maka erosi tidak akan terjadi,
tanpa proses pengangkutan, maka proses erosi akan sangat terbatas.
Kedua proses tersebut dibedakan menjadi empat subproses yaitu:
1. Penghancuran (splash) oleh energy kinetik butiran hujan 2. Pengangkutan oleh percikan butiran hujan;
3. Penggerusan (scour) oleh aliran permukaan; 4. Pengangkutan oleh aliran permukaan.
Macam dan Bentuk Erosi
Berdasarkan penyebabnya erosi dapat dibedakan mejadi erosi percik
(splash erosion) dan erosi gerusan (scour erosion). Erosi percik (splash erosion) adalah erosi yang disebabkan oleh pemecahan struktur tanah menjadi butir-butir
primer tanah oleh energi kinetik butir-butir hujan. Energi kinetik butir-butir hujan
dan kecepatan jatuh butir-butir hujan maka erosi percik juga akan semakin besar
(Asdak, 2002).
Erosi gerusan (scour erosion) adalah erosi yang disebabkan oleh gerusan aliran permukaan. Gerusan terjadi akibat adanya aliran permukaan tanah sehingga
tanah mengalami pengangkutan. Apabila dibandingkan daya erosi antara erosi
percik dan erosi gerusan, maka diyakini bahwa erosi percik jauh lebih erosif
daripada erosi gerusan, hal ini berkaitan dengan kecepatan jatuh butir-butir hujan
yang jauh lebih cepat daripada kecepatan aliran permukaan (Banuwa, 2013).
Para ahli menguraikan bentuk erosi ke dalam beberapa bentuk. Menurut
bentuknya, erosi terbagi atas erosi lembar/kulit (sheet erosion atau interrill erosion), erosi alur (rill erosion), erosi parit (gully erosion), erosi tebing sungai (stream/river bank erosion), longsor (land slide) dan erosi internal.
1. Erosi Lembar (sheet erosion atau interrill erosion)
Erosi lembar adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya
dari suatu permukaan bidang tanah. Penyebab utama erosi ini adalah kekuatan
jatuh butir-butir hujan dan aliran air di permukaan tanah. Dari segi energi,
pengaruh butir-butir hujan lebih besar karena kecepatan jatuhnya sekitar 6
hingga 10 meter/detik, sedangkan kecepatan aliran air di permukaan tanah
hanya 0,3 sampai 0,6 meter/detik. Karena erosi yang terjadi seragam maka
bentuk erosi ini tidak segera terlihat. Proses erosi ini disadari setelah tanaman
2. Erosi Alur (rill erosion)
Erosi alur terjadi karena air terkonsentrasi dan mengalir pada
tempat-tempat tertentu di permukaan tanah sehingga pemindahan tanah lebih banyak
terjadi pada tempat tersebut. Erosi alur biasanya terjadi pada tanah-tanah yang
ditanam berbaris menurut lereng. Erosi lembar dan erosi alur lebih banyak dan
lebih luas terjadinya dibandingkan dengan bentuk lain.
3. Erosi Parit (gully erosion)
Proses terjadinya erosi parit sama dengan erosi alur, yang membedakan
adalah pada erosi parit saluran-saluran yang terbentuk sudah sedemikian dalam
sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Erosi parit
yang baru terbentuk berukuran sekitar 40 cm lebarnya dengan kedalaman
sekitar 25 cm. Erosi parit yang telah lanjut dapat mencapai 30 m dalamnya.
Erosi parit dapat berbentuk V atau U, tergantung dari kepekaan erosi
substratnya. Diantara kedua bentuk tersebut bentuk U lebih sulit diperbaiki
daripada bentuk V.
4. Erosi Tebing Sungai (stream/river bank erosion)
Erosi tebing sungai terjadi sebagai akibat pengikisan tebing oleh air yang
mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan arus air yang kuat pada
kelokan sungai. Erosi tebing akan lebih hebat terjadi jika vegetasi penutup
tebing telah habis atau jika dilakukan pengolahan tanah yang terlalu dekat
tebing.
5. Longsor (land slide)
Longsor adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan
sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak
kedap air yang jenuh air. Lapisan tesebut yang terdiri dari liat atau
mengandung kadar liat tinggi setelah jenuh air berlaku sebagai peluncur.
6. Erosi Internal
Erosi internal adalah terangkutnya butir-butir primer ke bawah ke dalam
celah-celah atau pori-pori tanah sehingga tanah menjadi kedap air dan udara.
Erosi internal tidak menyebabkan kerusakan yang berarti oleh karena
sebenarnya bagian-bagian tanah tidak hilang ke tempat lain, dan tanah akan
baik kembali jika strukturnya diperbaiki. Akan tetapi erosi internal
menyebabkan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah dengan cepat sehingga
aliran permukaan meningkat yang menyebabkan terjadinya erosi lembar atau
erosi alur. Erosi internal juga disebut erosi vertikal.
(Arsyad, 1989).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Banyak faktor yang mempengaruhi laju erosi. Morgan (1979)
mengemukakan bahwa terjadinya erosi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya : curah hujan, aliran permukaan, jenis tanah, lereng, penutup tanah,
jumlah penduduk dan ada atau tidaknya tindakan konservasi tanah.
Secara ringkas Baver (1959) menyatakan bahwa erosi merupakan hasil
interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, tanah dan tindakan
manusia terhadap tanah, yang dapat dinyatakan dalam suatu persamaan deskriptif
Keterangan :
E = erosi
f = faktor-faktor yang mempengaruhi atau menimbulkannya
i = iklim
hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan
dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan
kerusakan erosi. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu
areal tertentu. Oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam meter
kubik (m3) per satuan luas atau secara lebih umum dinyatakan dalam tinggi air
berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Unsur lain yang berpengaruh
adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. Kemiringan lereng dinyatakan
dalam derajat atau persen. Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman 450.
Semakin curam lereng maka kecepatan aliran permukaan dan energi angkut air
Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai
suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dimana
kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air
berubah. Semakin besar nilai kemiringan lereng, maka kesempatan air untuk
masuk ke dalam tanah (infiltrasi) akan terhambat sehingga volume limpasan
permukaan semakin besar yang mengakibatkan terjadinya bahaya erosi
(Tufaila, 2012).
Vegetasi
Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau
rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap
erosi. Karena kebutuhan manusia akan pangan, sandang dan pemukiman semua
tanah tidak dapat dibiarkan tertutup hutan dan padang rumput. Pengaruh vegetasi
terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam lima bagian, yakni (a)
intersepsi hujan oleh tajuk tanaman; (b) mengurangi kecepatan aliran permukaan
dan kekuatan perusak air; (c) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang
berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas
struktur dan porositas tanah; dan (d) transpirasi yang mengakibatkan kandungan
air tanah berkurang. Seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Rachman
(2003), bahwa pengelolaan tanah dan tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa
tanaman berpengaruh baik terhadap kualitas tanah, yaitu terjadinya perbaikan
stabilitas agregat tanah, dan resistensi atau daya tahan tanah terhadap daya hancur
curah hujan.
Tanah
erosi yang berbeda. Kepekaan erosi tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah
tererosi dan merupakan fungsi dari berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia
tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1). Sifat-sifat
tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air
dan (2). Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahan struktur tanah terhadap
dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan.
Adapun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah (a) tekstur, (b) struktur,
(c) bahan organik, (d) kedalaman, (e) sifat lapisan, dan (f) tingkat kesuburan
tanah.
Tekstur adalah ukuran dan proporsi kelompok ukuran butir-butir primer
bagian mineral tanah. Butir-butir primer terbagi dalam liat (clay), debu (silt), dan pasir (sand). Jenis tanah dengan tekstur pasir akan mempunyai tingkat infiltrasi yang lebih tinggi dibanding dengan jenis tanah bertekstur lempung. Dengan
demikian jenis tanah dengan tekstur pasir (kasar) akan mempunyai limpasan
permukaan yang lebih kecil daripada tekstur lempung (halus).
Struktur adalah ikatan butir primer ke dalam butir sekunder atau agregat.
Susunan butir-butir primer tersebut menentukan tipe struktur. Tanah-tanah yang
berstruktur kersai atau granular lebih terbuka dan lebih sarang dan akan menyerap
air lebih cepat daripada yang berstruktur dengan susunan butir-butir primernya
lebih rapat. Terdapatnya dua aspek struktur yang penting dalam hubungannya
dengan erosi. Pertama adalah sifat fisik-kimia liat yang menyebabkan terjadinya
flokulasi, dan aspek yang kedua adanya bahan pengikat butir-butir primer
sehingga terbentuk agregat yang mantap (Arsyad, 1989).
yang menutupi permukaan tanah merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan
perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan organik tersebut juga menghambat
aliran permukaan, sehingga kecepatan alirannya lebih lambat dan relatif tidak
merusak (Dariah dkk, 2003). Bahan organik yang telah mulai mengalami
pelapukan mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi.
Bahan organik dapat menyerap air sebesar dua sampai tiga kali beratnya, akan
tetapi kemampuan itu hanya faktor kecil dalam pengaruhnya terhadap aliran
permukaan. Pengaruh bahan organik dalam mengurangi aliran permukaan
terutama berupa perlambatan aliran, peningkatan infiltrasi dan pemantapan
agregat tanah.
Tanah-tanah yang dalam dan permeabel kurang peka terhadap erosi
daripada tanah yang permeabel, tetapi dangkal. Kedalaman tanah sampai lapisan
kedap air menentukan banyaknya air yang dapat diserap tanah dan dengan
demikian mempengaruhi besarnya aliran permukaan.Permeabilitas dipengaruhi
oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah yang lapisan bawahnya berstruktur granuler
dan permeabel kurang peka erosi dibandingkan dengan tanah yang lapisan
bawahnya padat dan permeabilitasnya rendah (Arsyad, 2010).
Secara garis besar metode konservasi tanah dapat dikelompokkan menjadi
tiga golongan utama, yaitu (1) secara agronomis, (2) secara mekanis, dan (3)
secara kimia. Metode agronomis atau biologi adalah memanfaatkan vegetasi
untuk membantu menurunkan erosi lahan. Metode mekanis atau fisik adalah
konservasi yang berkonsentrasi pada penyiapan tanah supaya dapat ditumbuhi
vegetasi yang lebat, dan cara memanipulasi topografi mikro untuk mengendalikan
ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga lebih tahan terhadap erosi.
Atau secara singkat dapat dikatakan metode agronomis ini merupakan usaha
untuk melindungi tanah, mekanis untuk mengendalikan energi aliran permukaan
yang erosif, dan metode kimia untuk meningkatkan daya tahan tanah
(Suripin, 2002 dalamA’Yunin, 2008).
Manusia
Pada akhirnya manusialah yang menentukan apakah tanah yang
diusahakannya akan rusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif
secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan
memperlakukan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana
sehingga menjadi lebih baik dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk
jangka waktu yang tidak terbatas (Banuwa, 2013).
Prediksi Erosi
Prediksi erosi adalah metode untuk memperkirakan laju erosi yang akan
terjadi dari tanah yang digunakan untuk penggunaan lahan dan pengelolaan
tertentu. Prediksi erosi merupakan alat untuk menilai apakah suatu program atau
tindakan konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu bidang tanah
atau suatu daerah aliran sungai (DAS). Disamping itu, prediksi erosi juga sebagai
alat bantu untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada
suatu areal (Arsyad, 1989).
Banyak model erosi yang telah dikembangkan, dimulai dengan USLE dan
atau berpatokan pada konsep USLE. Beberapa model fisik dikembangkan setelah
USLE, salah satu diantaranya adalah model fisik Griffith University Erosion SystemTemplate (GUEST). Beberapa model erosi untuk DAS yang berkaitan dengan hidrologi yang juga berdasarkan pada konsep USLE adalah Areal Non-point Sources WatershedEnvironment Response Simulation (ANSWER) yang selanjutnya diperbaiki dengan model Agriculture Non-point Sources Pollution Model atau AGNPS (Vadari et al., 2004 dalam A’Yunin, 2008).
Prediksi erosi yang umum digunakan pada saat ini adalah model
parametrik. Suatu model parametrik untuk memprediksi erosi dari suatu bidang
tanah telah dikembangkan oleh Wischmeier and Smith (1978), yang disebut The Universal Soil Loss Equation (USLE). USLE adalah suatu model pendugaan erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi jangka panjang dari erosi
lembar atau alur pada keadaan tertentu. USLE dikembangkan di National Run off and Soil Loss Data Centre yang didirikan dalam tahun 1954 oleh The Science and Education Administration Amerika Serikat (dahulu namanya Agricultural
Research Service) bekerja sama dengan Universitas Purdue (Wischmeier and Smith, 1978).
Kelemahan metode USLE adalah sebagai berikut :
1. Tidak dapat melakukan prediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan
hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai.
2. Akurasi terbatas pada panjang lereng < 400 kaki, kemiringan lereng 3-18%,
tekstur tanah medium, pada tanaman dan manajemen yang konsisten,
kesalahan dalam menghitung atau menilai parameter (RKLSCP) maka prediksi
5. Tidak dapat mengukur pencucian unsur hara dan pestisida.
6. Tidak dapat mengukur penurunan kualitas air.
(Banuwa, 2013).
Meskipun terdapat kelemahan, persamaan USLE hingga saat ini masih
relevan dan paling banyak digunakan.
Keterangan :
A = banyaknya tanah tererosi dalam (ton/ha/th).
R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi
hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan
intensitas hujan maksimum 30 menit (I30) tahunan.
K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk
suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak
percobaan yang panjangnya 72,6 kaki (22 meter) terletak pada lereng 9%
tanpa tanaman.
L = faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan
suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang
S = faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari
suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari
tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik.
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan
tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa
tanaman.
P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus
seperti pengolahan menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras
terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan
yang identik.
(Arsyad, 1989).
Tingkat Bahaya Erosi
Besarnya tingkat bahaya erosi dapat menjadi acuan pengelolaan lahan dan
DAS secara berkelanjutan. Pada penelitian ini penentuan tingkat bahaya erosi
menggunakan pendekatan kedalaman tanah. Departemen kehutanan (1998)
menggunakan pendekatan tebal solum tanah yang telah ada. Makin dangkal solum
tanah berarti semakin sedikit tanah yang boleh tererosi, sehingga tingkat bahaya
sudah cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar. Peta tingkat
bahaya erosi diperoleh melalui tumpang tindih (overlay) antara prediksi laju erosi dengan peta kedalaman tanah. Untuk penilaian tingkat bahaya erosi berdasarkan
Sedimentasi
Tanah atau bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat
yang mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk ke dalam
suatu badan air secara umum disebut sedimen. Sedimen yang dihasilkan oleh
proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan diendapkan pada suatu tempat yang
kecepatan alirannya melambat atau terhenti. Peristiwa pengendapan ini dikenal
dengan peristiwa atau proses sedimentasi (Arsyad, 2010).
Proses Pengangkutan Sedimen
Sedimen di dalam sungai, terlarut atau tidak terlarut, merupakan produk
dari pelapukan batuan induk yaitu partikel-partikel tanah. Begitu sedimen
memasuki badan sungai, maka berlangsunglah pengangkutan sedimen. Kecepatan
pengangkutan sedimen merupakan fungsi dari kecepatan aliran sungai dan ukuran
partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti tanah liat dan debu dapat
diangkut aliran air dalam bentuk terlarut (wash load). Pasir halus bergerak dengan cara melayang (suspended load), sedang partikel yang lebih besar antara lain, pasir kasar cenderung bergerak dengan cara melompat (saltation load). Partikel yang lebih besar dari pasir, misalnya kerikil (gravel) bergerak dengan cara merayap atau menggelinding di dasar sungai (bed load) Karena bed loadsenantiasa bergerak, maka permukaan dasar sungai kadang-kadang naik
(agradasi), tetapi kadang-kadang turun (degradasi) dan naik turunnya dasar sungai
disebut alterasi dasar sungai (river bed alterasion). Wash oaddan suspended loadtidak berpengaruh pada alterasi dasar sungai, tetapi dapat mengendap di
erosi permukaan lereng pegunungan, erosi sungai (dasar dan tebing alur sungai)
dan bahan-bahan hasil letusan gunung berapi yang masih aktif (Asdak, 1995).
Kondisi Umum DAS Lepan
Daerah Aliran Sungai (DAS)Lepan merupakan Daerah Aliran Sungai di
Provinsi Sumatera Utara dengan luas 57,363.46 ha. Daerah Aliran Sungai Ular
terbentang antara 3° 42' 42,96'' s/d 4° 04' 34,96'' Lintang Utara dan 98° 00'
09,43'' s/d 98° 24' 16,30'' Bujur Timur.
Secara administrasi DAS Lepan berada pada 1 (satu) kabupaten yaitu
Langkat seluas 57,363.46 ha (100 %). Adapun batas DAS Lepan adalah:
Sebelah Utara : Daerah Aliran Sungai Malaka
Sebelah Selatan : Daerah Aliran Sungai Batang Serangan
Sebelah Barat : Daerah Aliran Sungai Besitang
Sebelah Timur : Daerah Aliran Sungai Wampu
DAS Lepan terletak pada satu Kabupaten di Sumatera Utara yaitu yaitu
Kabupaten Langkat seluas 57,363.46 ha (100 %) (Pada data spasial sebagian
wilayah NAD di Kabupaten Aceh Tenggara masuk DAS Besitang, karena
beberapa pertimbangan luasan tersebut digabungkan ke Kabupaten Langkat).
Pada kegiatan review DAS Prioritas SWP DAS Wampu Sei Ular Tahun 2009
DAS Lepan memiliki luas 57,407.75 ha. DAS Lepan memiliki 5 Sub DAS
yaitu Sub DAS Lepan Hilir (38,026.24 ha),Sub DAS Lepan Kanan (9,783.58 ha),
Sub DAS Lepan Kiri (7,941.27 ha), Sub DAS Lepan Tengah (16,194.88 ha) dan
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2014 di
kawasan DAS Lepan. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu survey
lapangan dan analisis data. Survey lapangan dilakukan di Kabupaten Langkat.
Analisis data dilakukan di Laboratorium Riset Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System), bor tanah, ring sampel tanah, meteran, pita ukur, turbidimeter, kantong plastik, plastik kiloan, kertas label, karet gelang, parang, cutter, botol plastik, sekop semen, broti, kamera digital dan perangkat komputer dilengkapi software Arcview Gis 3.3.
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah contoh tanah, contoh
air, peta administrasi, peta jenis tanah peta geologi, peta kelas lereng, peta
penutupan dan penggunaan lahan, dan data sekunder curah hujan selama 10 tahun
terakhir.
Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian adalah :
1. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil peninjauan langsung ke lapangan. Data primer tersebut
yang digunakan yaitu data peta jenis tanah, peta kelas lereng, peta kedalaman
tanah, peta penutupan dan penggunaan lahan yang diperoleh dari BPDAS Wampu
Sei Ular, dan data curah hujan selama 10 tahun terakhir yang diperoleh dari
BMKG.
2. Penentuan Lokasi
Lokasi yang menjadi titik pengambilan sampel meliputi DAS Lepan bagian hulu,
tengah dan hilir. Dari masing-masing bagian akan diambil sampel sebanyak 3 titik.
3. Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan cara purposive sampling.
Pengambilan sampel tanah dilakukan dalam dua bentuk, yaitu tanah tidak
terganggu dengan menggunakan ring sampel dan tanah terganggu dengan
menggunakan plastik. Sampel tanah tidak terganggu digunakan untuk analisis
sifat fisik tanah seperti permeabilitas, bulk density, dan struktur tanah. Sedangkan
tanah terganggu digunakan untuk analisis tekstur dan bahan organik.
4. Pengambilan Sampel Air
Pengambilan sampel air bertujuan untuk mengukur sedimen melayang yang
terbawa oleh arus sungai. Sampel air diambil dengan menggunakan botol plastik
pada 3 titik, yaitu pada tepi kiri, tengah, dan tepi kanan sungai. Setelah
pengambilan sampel maka dilakukan pengujian tingkat kekeruhan air dengan
menggunakan turbidimeter.
5. Analisis Laboratorium
Parameter-parameter yang dianalisis di laboratorium adalah tekstur tanah, struktur
tanah, bahan organik tanah, bulk density, permeabilitas, dan konsentrasi sedimen
6. Pengolahan Data dan Perhitungan
Data yang telah diperoleh dari laboratorium kemudian diolah dan dihitung dengan
menggunakan rumus USLE.
7. Pembuatan Peta dengan Mengunakan ArcView GIS 3.3
Indeks erosivitas, erodibilitas, kelerengan, faktor vegetasi dan konservasi lahan
setelah diolah dan dihitung kemudian dipetakan masing-masing. Setelah itu
peta-peta tersebut dioverlay hingga menjadi peta-peta tingkat bahaya erosi.
Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Menggunakan Metode USLE
Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah suatu persamaan untuk memperkirakan kehilangan tanah yang telah dikembangkan oleh Wichmeier and Smith tahun 1978. Alasan utama penggunaan metode USLE untuk memprediksi erosi DAS karena model tersebut relatif sederhana dan input parameter model
yang diperlukan mudah diperoleh.
Keterangan:
A = Besarnya erosi yang diperkirakan (ton/ha/tahun)
R = Faktor erosivitas hujan
K = Faktor erodibilitas tanah
L = Panjang lereng
S = Kemiringan lereng
C = Faktor pengolahan tanah dan tanaman penutup tanah
P = Faktor teknik konservasi tanah
Hasil akhir yang diperoleh dari perhitungan faktor-faktor tersebut
merupakan nilai erosi yang terjadi pada suatu lahan tertentu (ton/ha/thn).
Distribusi nilai erosi tersebut dapat dibagi menjadi beberapa kelas seperti pada
Tabel 1.Klasifikasi Kelas Laju Erosi
Kelas Keterangan Laju Erosi (ton/ha/thn)
I Sangat Rendah <`15
II Rendah 15-60
III Sedang 60-180
IV Tinggi 180-480
V Sangat Tinggi >480
Sumber : Kementerian Kehutanan (2005) dalam Rahmawaty, et al (2011)
Masing-masing faktor tersebut akan ditentukan nilainya dengan
mempergunakan rumus seperti berikut ini:
Faktor erosivitas hujan (R)
Erosivitas merupakan kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi pada
tanah. Penelitian ini menggunakan data curah hujan bulanan di 7 stasiun penakar
curah hujan yang tersebar di sepanjang DAS Lepan. Data curah hujan diperoleh
dari BMKG Sampali dan BPDAS Wampu Sei Ular. Data tersebut kemudian
dihitung nilai erosivitasnya melalui persamaan Lanvine (1989) dalam Rahmawaty, et al (2011) :
Keterangan :
R = erosivitas
Rm = curah hujan bulanan (cm)
Faktor erodibilitas (K)
Erodibilitas adalah tingkat kepekaan tanah terhadap erosi atau mudah
tidaknya suatu tanah tererosi. Faktor erodibilitas dihitung dengan persamaan
berikut (Arsyad, 1989).
Keterangan :
OM = organic matter, yaitu bahan organik tanah (% C x 1,724) A = kode struktur tanah (Tabel 4)
B = kode permeabilitas profil tanah (Tabel 5)
Untuk menentukan kode struktur dan kode permeabilitas tanah, hasil perhitungan
yang diperoleh dari laboratorium dipadankan ke Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Kode Struktur Tanah
Kelas Struktur Tanah (Ukuran Diameter) Kode
Granuler sangat halus (< 1 mm) 1
Granuler halus (1 hingga 2 mm) 2
Granuler sedang sampai kasar (2 hingga 10 mm) 3 Kubus/gumpal, gumpal bersudut, plat, masif 4 Sumber : Arsyad (2010)
Tabel 3. Kode Permeabilitas Profil Tanah
Kelas Permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode
Sangat Lambat < 0,5 6
Lambat 0,5 hingga 2,0 5
Lambat sampai sedang 2,0 hingga 6,3 4
Sedang 6,3 hingga 12,7 3
Sedang sampai cepat 12,7 hingga 25,4 2
Cepat > 25,4 1
Sumber : Arsyad (2010)
Faktor Topografi (LS)
Faktor ini merupakan gabungan antara pengaruh panjang dan kemiringan
lereng. Nilai LS dalam penelitian ini ditentukan hanya dengan menggunakan
faktor kemiringan saja, sedangkan faktor panjang lereng dapat diabaikan karena
sulit untuk mendapatkan atau menghitung panjang lereng.
Data kemiringan lereng dalam penelitian ini bersumber dari peta
kelerengan DAS Lepan yang dibuat oleh BPDAS Wampu Sei Ular. Untuk
memperoleh nilai LS maka kemiringan lereng dipadankan dengan Tabel 4.
Tabel 4. Penilaian Kelas Lereng dan Faktor LS
Kelas Lereng Kemiringan Lereng Nilai LS
I 0 – 8 0,40
III 15 – 25 3,10
IV 25– 40 6,80
V > 40 9,50
Sumber : Kementerian Kehutanan (2006) dalam Rahmawaty, et al (2011).
Faktor Pengelolaan Lahan (CP)
Nilai C dan P adalah faktor pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi
lahan yang sangat berpengaruh terhadap laju erosi permukaan. Dalam penelitian
ini nilai C dan P diduga dari hasil penelitian terdahulu seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai CP untuk berbagai faktor penutupan lahan
No. Penutupan Lahan Nilai CP
1. Belukar Rawa 0,010
2. Rawa 0,010
3. Semak / Belukar 0,300
4. Pertanian Lahan Kering Campur 0,190
5 Pertanian Lahan Kering 0,280
6. Perkebunan 0,500
7. Pemukiman 0,950
8. Hutan Lahan Kering Sekunder 0,010
9. Hutan Mangrove Sekunder 0,010
10. Hutan Rawa Sekunder 0,010
Sumber : BPDAS Wampu Sei Ular dalam Jayusri (2012)
Penentuan Tingkat Bahaya Erosi
Penentuan tingkat bahaya erosi dapat dihitung dengan menggunakan tabel
hubungan nilai kedalaman tanah dan kelas laju erosi seperti disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Berdasarkan Laju Erosi dan Kedalaman Tanah
Kedalaman Tanah (cm)
Analisis Sedimen
Analisis sedimen diperlukan untuk mengetahui besarnya angka produksi
sedimen dan tingkat erosi. Muatan layang (suspended load) dapat juga dihitung dengan menggunakan metode USBR (United State Beureu Reclamation). Untuk menghitung debit muatan layang diperlukan pengukuran debit air (Qw) yang
dikombinasikan dengan konsentrasi sedimen (Cs). Debit muatan layang dihitung
dengan persamaan berikut.
Keterangan :
Qs = Debit muatan layang / debit sedimen (ton/hari)
Cs = Konsentrasi muatan layang atau konsentrasi sedimen (mg/l)
Qw = Debit aliran sungai (m3/s)
Debit aliran sungai (Q = A x V)
A : Luas bagian penampang basah (m2)
V : kecepatan aliran sungai (m/detik)
K = 0,0864
Analisis Spasial
Analisis spasial dilakukan untuk membuat peta dasar atau peta lokasi
penelitian berdasarkan atas Peta Rupa Bumi Indonesia. Melakukan
Gambar 1. Diagram Alir Pemetaan Tingkat Bahaya Mulai
Pengumpulan Data
Data Curah Hujan Peta Jenis Tanah Peta Kelerengan Peta Penutupan Lahan
Analisis dan pengolahan Data
Peta CP Peta LS
Peta K Peta R
Overlay Peta
Peta Prediksi Erosi
Selesai
Solum Tanah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor Erosivitas (R)
Hasil dari pengolahan data curah hujan (data sekunder) di DAS Lepan
dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 2.
Tabel 7. Nilai erosivitas di berbagai stasiun pengukuran CH
Nama Stasiun Pengukuran CH Erosivitas (R) Luas
Ha %
Sei Curai Utara 1054 15.412,91 26,85
Babalan 1989 1.222,14 0,17
Tanjung pasir 1975 100,12 0,17
Batang Serangan 1874 8.024,19 13,98
Tanjung Jati 1456 20.008,95 34,85
Berandan Barat 1490 36,25 0,06
Sawit Sebrang 1697 12.603,19 21,95
Total 57.407,75 100
Sumber : Hasil pengolahan data sekunder
Gambar 2. Peta erosivitas di DAS Lepan
Curah hujan mempunyai peranan yang cukup tinggi terhadap erosi,
daerah. Untuk mengetahui laju erosi yang terjadi di DAS Lepan ini langkah
pertama yang dilakukan ialah mengumpulkan data curah hujan. Adapun data
curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan yang berasal dari Stasiun Sei
Curai Utara, Babalan, Tanjung Pasir, Batang Serangan, Tanjung Jati, Berandan
Barat dan Stasiun Sawit Sebrang.
Dari peta erosivitas tersebut dapat dilihat bahwa indeks erosivitas tertinggi
sebesar 1.989 terdapat pada stasiun curah hujan Babalan yang mencakup 0,17 %
dari luas DAS Lepan. Sedangkan indeks erosivitas terendah sebesar 1054 terdapat
pada stasiun curah hujan Sei Curai Utara yang mencakup 26,85 % dari luas DAS
Lepan. Indeks erosivitas sebesar 1.989 terjadi pada bagian hilir DAS Lepan. Hal
ini menunjukkan bahwa pada bagian hilir DAS intensitas curah hujannya tinggi
sehingga sangat memungkinkan terjadinya aliran permukaan yang besar.
Intensitas curah hujan rata - rata yang besar di DAS Lepan dapat dengan
mudah menyebabkan erosi karena energi kinetik butir - butir hujan yang
dihasilkan oleh massa butir hujan dan kecepatan jatuhnya yang turun secara
vertikal dapat menyebabkan erosi percik (splash erosion) yang merusak agregat - agregat tanah yang nantinya akan bergerak secara horizontal membawa partikel
tanah sebagai aliran permukaan.
Faktor Erodibilitas (K)
Nilai faktor erodibilitas di DAS Lepan dapat dilihat pada Tabel 8 dan
Tabel 8. Nilai faktor erodibilitas tanah di DAS Lepan
Podsolik 0,320 11.506,38 20,043
Podsolik 0,320 42,79 0,075
Podsolik 0,320 14,37 0,025
Total 57.407,75 100
Sumber : BPDAS Wampu Sei Ular (2011)
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai erodibilitas yang didapat bervariasi.
Tanah yang erodibilitasnya tinggi akan rentan terkena erosi dibandingkan dengan
tanah yang erodibilitasnya rendah. Nilai erobilitas tertinggi 0,470 dengan luas
0,02 ha dan terendah 0,042 dengan luas 834.14 ha.
Nilai erodibilitas dihitung dengan mengetahui sifat fisik tanah, yaitu
tekstur tanah (% debu, % pasir, % liat), struktur tanah, nilai permeabilitas tanah,
kadar C organik yang terkandung dalam bahan organik tanah. Sifat fisik tanah
tersebut dapat mempengaruhi besarnya erosi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Arsyad (1989) yang menyatakan bahwa sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi
adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan dan tingkat
kesuburan tanah.
Tanah - tanah yang mengandung liat dalam jumlah yang tinggi dapat
tersuspensi oleh butir - butir hujan yang jatuh menimpanya dan pori - pori lapisan
permukaan akan tersumbat oleh butir - butir liat. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya aliran permukaan dan erosi yang hebat. Akan tetapi jika mempunyai
struktur yang mantap yaitu tidak mudah terdispersi maka infiltrasi masih cukup
besar sehingga aliran permukaan dan erosi tidak begitu hebat.
Kadar C organik diperoleh dari bahan organik yang telah mengalami
pelapukan yaitu berupa ranting, daun, dan sebagainya yang memiliki kemampuan
dalam menyerap dan menahan air. Semakin banyak bahan organik yang
terkandung di dalam tanah maka semakin besar kemampuannya dalam menyerap
dan menahan air yang menyebabkan aliran permukaan (run-off) semakin kecil. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arsyad (1989) yang menyatakan bahwa bahan
merupakan pelindung tanah terhadap butir - butir hujan yang jatuh ke permukaan
tanah. Bahan organik juga akan menghambat aliran air di atas permukaan tanah
sehingga mengalir dengan lambat.
Faktor Topografi (LS)
Nilai faktor topografi di DAS Lepan dapat dilihat pada Tabel 9 dan
Gambar 4.
Tabel 9.Nilai faktor LS di DAS Lepan
Kelas Kemiringan (%) Nilai LS Luas
Ha %
1 0-8 0,4 36.505,13 63,59
2 8-15 1,4 12.147,56 21,16
3 15-25 3,1 4.734,66 8,24
4 25-40 6,8 2.790,17 4,86
5 >40 9,5 1.230,3 2,14
Total 57.407.75 100
Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa DAS Lepan didominasi oleh
wilayah yang datar dengan kemiringan 0-8% seluas 36.505,13 ha. Kemiringan
lereng berpengaruh terhadap kecepatan dan jumlah aliran permukaan. Kemiringan
lereng yang rendah akan memberikan kontribusi yang kecil terhadap nilai LS, dan
nilai LS yang kecil menyebabkan erosi yang ringan. Air yang mengalir di
permukaan tanah akan berkumpul di ujung lereng, dengan demikian lebih banyak
air yang mengalir akan makin besar kecepatan di bagian bawahnya sehingga erosi
lebih besar pada bagian bawah, hal ini diakibatkan karena bertambahnya
kecepatan aliran permukaan. Sehingga makin panjang lereng, makin tinggi
potensial erosi yang akan terjadi.Hal ini sesuai dengan pernyataan Arsyad (2010)
yang menyatakan bahwa makin curam lereng jumlah tanah yang terpercik oleh
tumbukan hujan akan semakin banyak. Jika kecuraman lereng meningkat menjadi
dua kali, maka jumlah erosi menjadi 2,0-2,5 kali lebih besar.
Faktor Penutupan Lahan dan Pengelolaan Lahan (CP)
Klasifikasi jenis penutupan dan pengelolaan lahan DAS Lepan
ditunjukkan pada Tabel 10 dan Gambar 5.
Tabel 10.Nilai faktor CP pada berbagai penutupan lahan di DAS Lepan
Tipe Penutupan Lahan Nilai CP Luas
Ha %
Perkebunan 0,500 15.501,69 27,00
Pertanian Lahan Kering 0,280 18.928,88 32,97
Tanah Terbuka 0,950 784,74 1,37
Hutan Lahan Kering Sekunder 0,010 49,45 0,09
Belukar 0,300 3.555,76 6,19
Hutan Lahan Kering Primer 0,010 14.563,97 25,37
Gambar 5. Peta penutupan lahan (CP) di DAS Lepan
Pada DAS Lepan penggunaan lahan terluas yaitu pertanian lahan kering
seluas 18.928,88 ha atau 32,97% dari seluruh luas DAS Lepan. Faktor vegetasi
penutupan lahan dan tindakan khusus konservasi merupakan salah satu faktor
erosi tanah yang paling mungkin untuk dikelola dalam memperkecil laju erosi
pada suatu lahan. Kedua faktor ini merupakan hal yang mudah untuk dirubah
terutama dalam menyesuaikan dengan kemampuan suatu lahan dalam
pengelolaannya.
Berubahnya fungsi hutan menjadi penggunaan pertanian maupun usaha
tani lainnya menyebabkan perubahan kondisi fisika tanahnya. Permukaan tanah
yang lebih terbuka memungkinkan aliran air sulit ditahan oleh tanah sehingga
dapat mengakibatkan aliran air di permukaan tanah lebih cepat. Ini disebabkan
kanopi penutup tanah dari tajuk tanaman hutan sudah tidak ada dan digantikan
dengan kanopi tanaman budidaya yang lebih sedikit jumlahnya. Penanggulangan
tanah yang memiliki peranan besar dalam menghambat dan mencegah erosi
karena dapat menghalangi tumbukan langsung butir-butir hujan dan dapat
mengurangi kecepatan aliran permukaan.
Prediksi Erosi Menggunakan Metode USLE
Laju erosi diperoleh dari hasil perhitungan faktor erosivitas, erodibilitas,
topografi dan faktor penggunaan dan pengelolaan lahan. Laju erosi yang terjadi di
DAS Lepan dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 6.
Tabel 11. Prediksi erosi di DAS Lepan
Kelas Keterangan ton/ha/thn Luas
Ha %
I Sangat Rendah <15 14.052,81 24,48
II Rendah 15-60 21.498,98 37,45
III Sedang 60-180 15.309,42 26,67
IV Tinggi 180-480 5.520,14 9,62
V Sangat Tinggi >480 1.026,49 1,79
Total 57.407,75 100
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat laju erosi dominan yang terjadi di
wilayah DAS Lepan termasuk dalam kelas II (15-60 ton/ha/thn) dengan
persentase 37,45% dari luas DAS Lepan dan kelas III (60-180 ton/ha/thn) dengan
persentase 26,67% dari luas DAS Lepan. Prediksi laju erosi dipengaruhi oleh
faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, kemiringan lereng, dan penggunaan
lahan yang menyebabkan suatu nilai prediksi tersebut rendah, sedang, tinggi,
sangat tinggi, dan sangat rendah.
Tingkat Bahaya Erosi
Tingkat bahaya erosi yang terjadi di DAS Lepan dapat dilihat pada Tabel
12 dan Gambar 7.
Tabel 12. Tingkat bahaya erosi dan luasannya di DAS Lepan Tingkat
Sedang (S) Kecamatan Gebang, Sei Lepan dan
Babalan Hulu, Hilir 14.054,03 24,48
Berat (B)
Kecamatan Batang Serangan, Sawit Seberang, Sei Lepan, Padang
Tualang
Hulu,
Tengah, Hilir 21.498,55 37,44 Sangat Berat
(SB)
Kecamatan Batang Serangan, Sawit
Seberang, Padang Tualang Tengah, Hulu 21.855,15 38,07
Total 57.407,75 100
Gambar 7. Peta tingkat bahaya erosi di DAS Lepan
Berdasarkan Tabel 12 diperoleh hasil bahwa tingkat bahaya erosi yang
terjadi di DAS Lepan termasuk dalam kategori sangat berat sebesar 38,07% dari
total luas DAS Lepan dan diikuti dengan kategori berat sebesar 37,44% dari total
DAS Lepan. Dari gambar dapat dilihat bahwa persebaran tingkat bahaya erosi
merata dalam setiap bagian morfologi DAS. Dari gambar dapat dilihat pada
bagian tengah DAS Lepan didominasi oleh tingkat bahaya erosi yang sangat berat
dan berat hal ini diakibatkan oleh sistem penggunaan lahan pertanian lahan kering
pada bagian tengah DAS.
Untuk mengetahui tingkat kekritisan lahan di DAS Padang dapat dilihat
Tabel 13. Tingkat kekritisan lahan dan luasannya di DAS Lepan
Tingkat Kekritisan Lahan Luas
Ha %
Sangat kritis 9,6 0,02
Tidak kritis 23.735,7 41,35
Potensial kritis 16.786,39 29,21
Kritis 2.951,54 5,14
Agak kritis 13.944,52 24,29
Total 57.407,75 100
Sumber : BPDAS Wampu Sei Ular (2013)
Gambar 8. Peta lahan kritis di DAS Lepan
Data spasial lahan kritis diperoleh dari hasil analisis terhadap beberapa
data spasial yang merupakan parameter penentu kekritisan lahan.Parameter
penentu kekritisan lahan berdasarkan SK Dirjen RRL No.041/Kpts/V/1998
meliputi:
Kondisi tutupan vegetasi
Tingkat bahaya erosi dan singkapan batuan
Kondisi pengelolaan
Menurut PP No.150 Tahun 2000 maka krteria baku kerusakan tanah nasional
untuk kegiatan pertanian, perkebunan, dan hutan tanaman meliputi:
Kriteria baku kerusakan tanah akibat erosi air
Kriteria baku kerusakan tanah di lahan kering
Kriteria baku kerusakan tanah di lahan basah
Berdasarkan Tabel 13 dapat dlihat bahwa tingkat kekritisan lahan sangat
kritis hanya 0,02% dari total luas DAS Lepan sedangkan tidak kritis mencapai
41,35% dari total luas DAS Lepan. Sekitar 29,21% dari luas DAS Lepan
merupakan daerah yang potensial kritis sehingga tidak menutup kemungkinan
sewaktu - waktu daerah DAS Lepan akan mencapai tingkat kritis di atas 50% dari
total luas DAS Lepan.
Kawasan Hutan di DAS Lepan (SK Menhut No.579 Tahun 2014)
Kawasan Hutan di DAS Lepan dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 9 .
Tabel 14. Kawasan Hutan di DAS Lepan
Gambar 9. Peta kawasan hutan di DAS Lepan
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa luas kawasan hutan seluruhnya
yang ada di DAS Lepan adalah 27.482,590 ha atau sebesar 47,87 % dari luas DAS
Lepan. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan hutan yang ada di DAS Lepan masih
sesuai dengan luas kawasan minimal yang diatur dalam undang-undang.
Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dalam pasal 18 ayat 2 menyatakan
bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas DAS.
Debit Sedimen Melayang
Untuk menghitung debit sedimen melayang digunakan data konsentrasi
sedimen dan debit aliran sungai. Setelah melakukan analisis pada setiap parameter
tersebut maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 15 dan Gambar 10.
Kode
Gambar 10. Debit Sedimen Melayang di DAS Lepan
Berdasarkan Tabel 15 hasil perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa debit
sedimen melayang yang tertinggi terjadi pada Sungai Lepan di bagian hilir DAS
Lepan dengan nilai 157,704ton/hari. Sementara debit sedimen melayang terendah
Nilai debit sedimen melayang yang relatif besar tersebut menggambarkan
bahwa kondisi biogeofisik sebagian besar DAS Lepan telah mengalami gangguan.
Jika dihubungkan dengan nilai laju erosi yang terjadi di bagian hulu dan tengah,
maka hubungannya adalah semakin besar erosi yang terjadi di bagian hulu dan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Tingkat bahaya erosi sangat berat terjadi di bagian hulu dan bagian tengah
DAS Lepan yaitu pada bagian wilayah administrasi Kecamatan Batang
Serangan, Sawit Seberang, dan Padang Tualang sedangkan tingkat bahaya
erosi sedang terjadi di bagian hulu lainnya dan bagian hilir DAS Lepan yaitu
pada bagian wilayah administrasi Kecamatan Gebang, Sei Lepan, dan
Kecamatan Babalan.
2. Nilai debit sedimen melayang yang tinggi terjadi pada bagian hilir DAS Lepan
sebesar 157,704 ton/hari, sedangkan debit sedimen melayang terendah terjadi
pada bagian hulu DAS Lepan sebesar 0,63 ton/hari.
Saran
Perlu dilakukan tindakan konservasi pada bagian hulu dan bagian tengah
DAS Lepan untuk menekan tingginya tingkat bahaya erosi dan perlu dilakukan
penelitian setiap tahunnya agar dapat diketahui informasi terbaru mengenai
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB. Bogor.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. IPB Press. Bogor.
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press. Yogyakarta.
A’Yunin, Q. 2008. Prediksi Tingkat Bahaya Erosi Dengan Metode USLE di Lereng Timur Gunung Sindoro. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Banuwa, I. S. 2013. Erosi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Baver, L.D. 1959. Soil Physics.John Wiley and Sons Inc. New York. USA.
Dariah, A., Subagyo, H., Tafakresnanto dan S. Marwan. 2003. Kepekaan Tanah Terhadap Erosi. Jurnal Akta Agrosia Vol.8, No.2.
Foth, H.D. 1978. Fundamentals of Soil Science. Sixth Edition. John Wiley and Sons. New York.
Jayusri. 2012. Analisa Potensi Erosi Pada DAS Belawan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Meyer, L.D. Chia-Chun Wu, and H. Grissinger. 1991. Use of Basic Erosion Principles to Identify Effective Erosion Control Practices. In W.C. Moldenhauer, N.W.Hudson, T.C. Sheng, and San Wei Lee (Ed). Development of Conservation Farming on Hillsopes.Soil and Water Conservation Society. Ankeny Iowa USA in cooperations with World Assoc. of Soil and Water Conservation Society Chinese Soil and Water Conservation Society. National Chung-Hshing Univ. in Taiching City.
Prahasta, Eddy, 2002. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. CV Informatika, Bandung.
Rachman, A. 2003. Influence of Longterm Cropping System on Soil Physical Properties Related to Soil Erodibility. Soil Sci. Soc. Am. J. 67 : 637-644.
Rahmawaty, T. R. Villanueva, M. G. Carandang. 2011. Participatory Land Use Allocation, Case Study In Besitang Watershed, Langkat, North Sumatra, Indonesia. Lambert Academic Publishing. Jerman.
Rauf, A., K. S. Lubis, Jamilah. 2011. Dasar-Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, dalam Juwita, M. 2013. Pendugaan erosi tanah di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun berdasarkan metode USLE. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol 1: 2
Sinukaban, N 1986. Dasar-dasar Konservasi Tanah dan Perencanaan Pertanian Konservasi. Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tufaila, M. 2012. Analisis spasial tingkat bahaya erosi di daerah aliran Sungai (DAS) Moramo Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (GIS). Jurnal Agroteknos ISSN.2087-7706 Vol 2:3 hal 134-142
Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia: Suatu Rekaman dan Analisa/oleh Wani Hadi Utomo. Edisi Pertama Cetakan Pertama CV Rajawali. Jakarta.
Lampiran 1.Data curah hujan rataan bulanan di 7 stasiun (mm )
Sumber : BPDAS Wampu Sei Ular (20 tahun terakhir)
BMKG Sampali (10 tahun terakhir)
Data curah hujan rataan bulanan di 7 stasiun (cm)
Rumus yang digunakan :
Keterangan :
R = erosivitas
Lampiran 2. Data Tanah