• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Disolusi Kapsul Piroksikam Secara Spektrofotometri Uv

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Disolusi Kapsul Piroksikam Secara Spektrofotometri Uv"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DISOLUSI KAPSUL PIROKSIKAM SECARA

SPEKTROFOTOMETRI UV

TUGAS AKHIR

OLEH:

DEWI HARDIAH NIM 122410111

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT., yang

telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

perkuliahan yang diakhiri dengan penulisan tugas akhir dengan judul Uji Disolusi

Kapsul Piroksikam Secara Spektrofotometri UV.

Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk

menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan

Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas akhir ini disusun

berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.

Selama menyusun tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua

Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas

Farmasi USU.

3. Ibu T. Ismanelly Hanum,S.Si.,M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing

yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan

tugas akhir.

4. Bapak Drs. M. Alibata Harahap, Apt., M.Kes., selaku Kepala Balai

(4)

5. Ibu Lambok Okta SR, S.Si., M.Kes., Apt., selaku Manajer Mutu di

Balai Besar POM (BBPOM) di Medan, yang memberikan izin tempat

pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.

6. Ibu Lucy Rahmadesi, S.Farm., Apt., selaku Koordinator Pembimbing

Praktek Kerja Lapangan (PKL) beserta seluruh staf laboratorium Balai

Besar POM (BBPOM) di Medan.

7. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf Fakultas Farmasi USU.

Ayahanda dan Ibunda, adik penulis serta seluruh teman-teman mahasiswa

dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan

2012 yang telah memberikan doa restu, motivasi dan dorongan baik moril

maupun materil sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan. Sangat

diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kesempurnaan tulisan ini.

Akhirnya penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua dan

semoga Allah SWT memberikan rahmat dan berkah-Nya atas bantuan yang telah

diberikan kepada penulis. Amin.

Medan, April 2015 Penulis,

Dewi Hardiah

(5)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat ... 3

(6)

2.6 Piroksikam ... 9

3.5.4 Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV ... 18

3.6 Perhitungan... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 21

(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 22

5.2 Saran ... 22

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tabel Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 14

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Uji Disolusi dan Perhitungan Kadar ... 23

Lampiran 2. Gambar Alat Uji Disolusi ... 25

(10)

SPEKTROFOTOMETRI UV

Abstrak

Kapsul piroksikam adalah derivat-benzothianin yang berkhasiat sebagai analgetik, antipiretik, antiradang kuat dan bekerja lama. Kapsul piroksikam harus melalui serangkaian pengujian untuk menentukan kualitas kapsul tersebut. Salah satunya adalah uji disolusi. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah kapsul merek Licofel yang mengandung 20 mg piroksikam memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.

Sampel terdiri dari 6 kapsul yang diambil dari satu bets. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat tipe 1 (metode keranjang) dan penetapan kadar zat terlarut dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV sesuai dengan prosedur dan alat spektrofotometer UV-Vis yang ada di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar zat terlarut dari ke-6 kapsul, yaitu 98,09 %,105,36 %, 104,74 %, 101,88 %, 104,70 %, 100,01 % sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke-6 kapsul yang diuji pada tahap 1 (S1) memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan (Q + 5%) yakni (75% + 5% = 80%).

(11)

SPEKTROFOTOMETRI UV

Abstrak

Kapsul piroksikam adalah derivat-benzothianin yang berkhasiat sebagai analgetik, antipiretik, antiradang kuat dan bekerja lama. Kapsul piroksikam harus melalui serangkaian pengujian untuk menentukan kualitas kapsul tersebut. Salah satunya adalah uji disolusi. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah kapsul merek Licofel yang mengandung 20 mg piroksikam memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.

Sampel terdiri dari 6 kapsul yang diambil dari satu bets. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat tipe 1 (metode keranjang) dan penetapan kadar zat terlarut dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV sesuai dengan prosedur dan alat spektrofotometer UV-Vis yang ada di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar zat terlarut dari ke-6 kapsul, yaitu 98,09 %,105,36 %, 104,74 %, 101,88 %, 104,70 %, 100,01 % sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke-6 kapsul yang diuji pada tahap 1 (S1) memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan (Q + 5%) yakni (75% + 5% = 80%).

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Menurut Farmakope Indonesia kapsul adalah bentuk sediaan obat

terbungkus cangkang kapsul, keras atau lunak. Cangkang kapsul dibuat dari

gelatin atau tanpa zat tambahan lain (Depkes RI,1984).

Kapsul dapat didefenisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu

macam bahan obat atau lebih dan atau bahan inert lainnya yang dimasukkan

kedalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang

sesuai. Tergantung pada formulasinya kapsul dari gelatin bisa lunak dan juga bisa

keras. Kebanyakan kapsul – kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang

semuanya dapat ditelan oleh pasien, untuk keuntungan dalam pengobatan. Begitu

pula, kapsul dapat untuk disisipkan ke dalam rektum sehingga obat dilepaskan dan

diabsorpsi di tempat tersebut, atau isi kapsul dapat dipindahkan dari cangkang

gelatin dan digunakan sebagai pengukur yang dini dari obat – obat bentuk serbuk

(Ansel, 1989).

Disolusi adalah proses suatu zat solid memasuki pelarut untuk

menghasilkan suatu larutan. Disolusi secaara singkat didefinisikan sebagai proses

suatu solid melarut (Siregar, 2010).

Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan

intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar

ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan

(13)

Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion

anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk

yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari

spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara

kuantitatif. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm

sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm

(Dachriyanus, 2004).

1.2Tujuan

Untuk menentukan apakah kapsul piroksikam merek Licofel® memenuhi

persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia.

1.3 Manfaat

Uji disolusi bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai apakah kapsul piroksikam merek Licofel® memenuhi persyaratan

Farmakope Indonesiaatau tidak sehingga produk tersebut layak untuk

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Obat

Obat sering disebut obat modern ialah suatu bahan yang dimaksudkan

untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan,

menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan

badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian

badan manusia (Anief,1997).

2.2 Pengertian Kapsul

Kapsul dapat didefenisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu

macam bahan obat atau lebih dan atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke

dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai.

Tergantung pada formulasinya kapsul dari gelatin bisa lunak dan juga bisa keras.

Kebanyakan kapsul – kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang

semuanya dapat ditelan oleh pasien, untuk keuntungan dalam pengobatan. Begitu

pula, kapsul dapat untuk disisipkan ke dalam rektum sehingga obat dilepaskan dan

diabsorpsi di tempat tersebut, atau isi kapsul dapat dipindahkan dari cangkang

gelatin dan digunakan sebagai pengukur yang dini dari obat – obat bentuk serbuk.

(Ansel,1989).

2.3 Macam-macam Kapsul

2.3.1 Kapsul gelatin yang keras

Kapsul gelatin yang keras merupakan jenis yang digunakan oleh ahli

(15)

lingkungan para pembuat sediaan farmasi dalam memproduksi kapsul umumnya.

Cangkang kapsul kosong dibuat dari campuran gelatin, gula dan air jernih tidak

berwarna dan pada dasarnya tidak mempunyai rasa (Ansel, 1989).

Gelatin, USP, dihasilkan dari hidrolisis sebagian dari kolagen yang

diperoleh dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang binatang-binatang. Dalam

perdagangan didapat gelatin dalam bentuk serbuk halus, serbuk kasar, parutan,

serpihan-serpihan atau lembaran-lembaran (Ansel, 1989).

Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan tetapi

mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan

dalam larutan berair. Oleh karena itu kapsul gelatin yang lunak, mengandung

lebih banyak uap air daripada kapsul keras, pada pembuatannya ditambahkan

bahan pengawet untuk mencegah timbulnya jamur dalam cangkang kapsul.

Biasanya kapsul keras gelatin mengandung uap air antara 9-12% (Ansel, 1989).

Bilamana disimpan dalam lingkungan dengan kelembapan yang tinggi,

penambahan uap air akan diabsorbsi oleh kapsul dan kapsul keras ini akan rusak

dari bentuk kekerasannya. Sebaliknya dalam lingkungan udara yang sangat

kering, sebagian dari uap air yang terdapat dalam kapsul gelatin mungkin akan

hilang, dan kapsul ini menjadi rapuh serta mungkin akan remuk bila dipegang

(Ansel, 1989).

Karena uap air bisa diabsorbsi atau dilepaskan oleh kapsul gelatin,

tergantung pada keadaan lingkungan, maka merupakan perlindungan fisik

sederhana bila memasukkan bahan higroskopis atau yang mudah mencair, bila

(16)

hal yang tidak lazim, kapsul dari bahan yang mudah dipengaruhi kelembapan

dikemas dalam wadah yang mengandung kantung “zat pengering“, untuk

mencegah kapsul mengabsorbsi uap air dari udara. Dengan atau tanpa “zat

pengering” seperti itu, kapsul umunya harus disimpan dalam suasana dengan

kelembapan yang rendah (Ansel, 1989).

2.3.2 Kapsul gelatin lunak

Kapsul gelatin lunak dibuat dari gelatin dimana gliserin atau alkohol

polivalen dan sorbitol ditambahkan supaya gelatin bersifat elastis seperti plastik.

Kapsul-kapsul ini yang mungkin bentuknya membujur seperti elips atau seperti

bola dapat digunakan untuk diisi cairan, suspensi, bahan berbentuk pasta atau

serbuk kering. Biasanya pada pembuatan kapsul ini, mengisi dan menyegelnya

dilakukan secara berkesinambungan dengan suatu mesin khusus. Kapsul lunak

yang kosong dibuat dan diberi segel dalam keadaan kedap udara (untuk

mencegah kempis dam saling melekat satu dengan lainnya). Untuk pengisian

kapsul akan dilakukan kemudian, tapi cara ini jarang dilakukan (Ansel, 1989).

Kapsul gelatin lunak menjadi bermanfaat, bila diperlukan langsung disegel

begitu obat masuk ke dalam kapsul. Kapsul menjadi sangat penting bila diisi

dengan obat-obat cair atau larutan obat begitu juga obat dari bahan – bahan yang

mudah menguap atau obat yang mudah mencair bila terkena udara. Untuk

obat-obat ini lebih sesuai menggunakan kapsul lunak daripada kapsul keras.

Kapsul lunak bentuknya bagus dan lebih mudah ditelan oleh pasien.

Tetapi, membuatnya tidak mudah kecuali dalam industri skala besar dan

(17)

2.4 Syarat – syarat kapsul

1. Keseragaman Bobot

Menurut FI. III, dibagi menjadi dua kelompok , yaitu :

 Kapsul berisi obat kering

Timbang 20 kapsul, timbang lagi satu persatu, keluarkan isi semua kapsul,

timbang seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bobot isi kapsul dan bobot

rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap bobot

rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari dua kapsul yang penyimpangannya

lebih besar dari harga yang ditetapkan oleh kolom A dan tidak satu kapsul pun

yang penyimpangannya melebihi yang ditetapkan oleh kolom B.

Bobot rata-rata kapsul

Perbedaan bobot isi kapsul dalam %

A B

 Kapsul berisi obat cair atau pasta

Timbang 10 kapsul, timbang lagi satu persatu. Keluarkan isi semua kapsul, cuci

cangkang kapsul dengan eter. Buang cairan cucian, biarkan hingga tidak berbau

eter, timbang seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bobot isi kapsul dan bobot

rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap

(18)

2. Waktu Hancur

Uji waktu hancur digunakan untuk menguji kapsul keras maupun kapsul

lunak. Waktu hancur ditentukan untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh

kapsul yang bersangkutan untuk hancur menjadi butiran-butiran bebas yang tidak

terikat oleh satu bentuk.

3. Keseragaman Sediaan

Terdiri dari keragaman bobot untuk kapsul keras dan keseragaman kandungan

untuk kapsul lunak.

4. Uji Disolusi

Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi

yang tertera dalam masing – masing monografi. Persyaratan disolusi tidak berlaku

untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing – masing

monografi (Depkes RI,1984).

2.5 Analgetika

Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi

atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan

anestetika umum) (Tjay, 2007).

Rasa sakit ialah suatu fenomena subjektif yang amat dipengaruhi oleh

penyebabnya, jenisnya dan individu tertentu. Rasa sakit ini merupakan sensasi

yang timbul oleh karena stimulus yang berasal dari gangguan atau kerusakan

jaringan. Jadi rasa sakit ini penting untuk melindungi tubuh, oleh karena dengan

adanya rasa sakit maka kita akan berusaha untuk menghindarkan ataupun

(19)

2.5.1 Penggolongan obat analgetika

Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok

besar, yakni :

a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat

narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok ini

b. Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,

seperti pada fractura dan kanker (Tjay, 2007).

 Analgetika Non Narkotika yaitu obat – obat yang dapat menghilangkan

rasa sakit/nyeri somatis. Obat – obat yang termasuk analgetika non

narkotika :

I. Golongan Salisilat

II. Golongan Para – aminofenol

III. Golongan Pirazolon

IV. Golongan lain, misalnya : - Indomethacin

- Mefanamic acid

- Preparat – preparat campuran.

 Analgetika narkotik ini merupakan bahan – bahan yang dapat

menimbulkan analgesia yang amat kuat dan dapat menimbulkan

kecanduan. Pada umumnya bahan –bahan ini didapati dari opium

sehingga sering juga disebut opiate – analgesic. Obat – obat yang

termasuk analgetik narkotik :

I. Opium

(20)

III. Methadone dan turunannya (Anwar,1973).

2.6 Piroksikam

Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisika dan kimia piroksikam adalah

sebagai berikut:

4-Hidroksi-2-metil-N-2- piridil-2H-1,2- benzotiazin-3-karboksamida 1,1- dioksida

[36322-90-4]

Piroksikam mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0%

Berat Molekul : 331,35

Rumus Molekul : C15H13N3O4S

Pemerian : Serbuk hampir putih atau coklat terang atau kuning terang,

tidak berbau. Bentuk monohidrat berwarna kuning.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, dalam asam-asam encer dan

sebagian besar pelarut organik, sukar larut dalam etanol dan

dalam larutan alkali mengandung air.

2.6.1 Indikasi

Menghilangkan rasa sakit, radang, dan gangguan muskuloskeletal akut

(21)

2.7 Uji Disolusi

Uji disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu tetap dalam

praktik Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Uji disolusi merupakan suatu

indikator sederhana dan tidak mahal untuk ketetapan fisik produk. Jika suatu bets

sangat berbeda dari yang lain dalam karakteristik disolusinya, atau jika waktu

disolusi bets produk menunjukkan kecenderungan tetap menaik atau menurun, hal

tersebut diduga suatu peringatan pasti bahwa beberapa faktor dalam bahan baku,

formulasi atau proses berada di luar kendali (Siregar, 2010).

2.7.1 Alat uji disolusi

Alat uji disolusi berfungsi melepaskan dan melarutkan zat aktif dari

sediaannya. Pada dasarnya alat ini berfungsi mengekstraksi zat aktif dari

sediaannya dalam satuan waktu di bawah antar permukaan cairan solid, suhu, dan

komposisi media yang dibakukan (Siregar, 2010).

Pada prinsipnya, alat uji disolusi terdiri atas bejana dan tutup, yang

berfungsi sebagai wadah yang mendisolusi zat aktif; pengaduk, motor pemutar

pengaduk; termometer; penangas air yang dilengkapi dengan thermostat (Siregar,

2010).

2.7.2 Prosedur pengujian Disolusi

Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti

yang tertera dalam masing-masing monografi) ke dalam wadah, pasang alat dan

dibiarkan media disolusi mencapai temperatur 37oC. Satu tablet atau kapsul

dicelupkan dalam keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah,

(22)

monografi. Pada interval waktu yang ditetapkan dari media diambil cuplikan pada

daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari

keranjang berputar atau daun dari alat dayung tidak kurang 1 cm dari dinding

wadah. Lakukan penetapan seperti yang tertera dalam masing – masing monografi

(Depkes RI, 1995).

Menurut Ditjen POM (1995), ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan

yang tertera dalam masing-masing monografi:

a. Alat 1 (Tipe Keranjang)

Alat terdiri dari wadah bertutup yang terbuat dari kaca, suatu motor, suatu

batang logam yang digerakkan oleh motor dan wadah disolusi (keranjang)

berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm−175 mm,

diameter 98 mm−106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Batang logam

berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm

pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus dan

tanpa goyangan. Sebuah tablet diletakkan dalam keranjang saringan kawat

kecil yang diikatkan pada bagian bawah batang logam yang digerakkan

oleh motor yang kecepatannya dapat diatur. Wadah dicelupkan sebagian di

dalam suatu tangas air yang sesuai sehingga dapat mempertahankan suhu

dalam wadah pada 37o ± 0,5oC selama pengujian dan menjaga agar

gerakan air halus dan tetap. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar,

(23)

b. Alat 2 (Tipe Dayung)

Alat ini sama dengan alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung

yang terdiri dari daun dan batang logam sebagai pengaduk. Daun melewati

diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi

spesifikasi dengan jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dasar

wadah yang dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan obat

dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah sebelum dayung mulai

berputar. Gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk

mencegah mengapungnya sediaan.

2.7.3 Metode Uji Disolusi

Banyak metode untuk menetapkan laju disolusi zat aktif dari sediaanya.

Antara lain yaitu metode keranjang dan dayung.

1. Metode Keranjang

Metode ini pada mulanya diusulkan oleh Pernaworski (1968) dan

dimodifikasi menjadi metode resmi pertama yang diadopsi oleh USP

XVIII dan NF XIII pada tahun 1971.

Metode basket berputar telah digunakan lebih dar 30 tahun dalam

pengujian yan gluas untuk ssemua jenis bentuk sediaan.

Metode basket menunkukkan suatu upaya membatasi posisi bentuk

sediaan untuk memberikan kemungkinan maksimum suatu

antarpermukaan solid-cairan yang tetap. Metode ini mempunyai beberapa

keterbatasan, yaitu kecenderungan zat bergerak menyumbat kasa basket,

(24)

yang kurang memadai ketika partikel meninggalkan basket dan

mengapung dalam media, dan kesulitan konstruksi jika diupayakan

metode yang diotomatisasi.

2. Metode Dayung

Pada mulanya dikembangkan oleh Poole (1969), kemudian dimodifikasi

melului karya ilmuwan di National Center for Drug Analysis (NCDA),

FDA di St. Louis (Mo). Metode ini pada dasarnya terdiri atas batang dan

daun pengaduk yang merupakan dayung berputar dengan dimensi tertentu

sesuai dengan radius bagian dalam labu dengan dasar bundar. Metode ini

mengatasi banyak keterbatasan basket berputar, tetapi mensyaratkan

presisi yang eksterm dalam geometri dayung, labu, dan perlakuan variasi

yang tidak dapat diterima dalam data disolusi berikutnya bahkan

perubahan yang sangat kecil dalam penempatan (orientasi) dayung.

Metode ini sangat baik untuk sistem otomatis (Siregar, 2010).

2.7.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi

Dengan menganalisa parameter-parameter persamaan Noyes dan Withney,

maka faktor-faktor itu antara lain :

1. Pengaruh ukuran partikel

Kecepatan disolusi berbanding lurus dengan luas permukaan zat aktif.

2. Pengaruh kelarutan zat aktif

Kecepatan disolusi berbanding lurus dengan perbedaan Cs – C. Jadi,

makin besar kelarutan zat aktif makin besar kecepatan disolusi (Soewarni,

(25)

2.7.5 Formulasi medium disolusi

Idealnya, medium disolusi diformulasi sedekat mungkin dengan pH in vivo

yang diantisipasi. Sebagai contoh, medium disolusi yang didasarkan pada 0,1 N

HCl digunakan untuk menurunkan pH mendekati pH lambung. Hal ini disebabkan

pH lambung manusia berada di sekitar nilai 1-3. Cairan disolusi lambung dapat

pula digunakan. Makanan dapat meningkatkan pH lambung sampai 3-5.

Beberapa cairan disolusi farmakope berada pada pH netral, walaupun

dalam kenyataannya apabila tablet ditelan akan berada/mencapai pH rendah

lambung. Penggunaan surfaktan dan enzim dapat dipakai sebagai perkiraan kasar

cairan intestinal walaupun surfaktan ditambahkan untuk menigkatkan kelarutan

obat secara solubilitas miselar (Agoes, 2008).

2.7.6 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Farmakope Indonesia Ed. IV menyatakan, kecuali dinyatakan lain dalam

masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut

dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan (Siregar, 2010).

Tabel 2.1 Tabel Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Tahap Jumlah Sediaan

yang diuji Kriteria Penerimaan

S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%

S2 6

(26)

Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut, seperti yang tertera dalam

masing-masing monografi, dinyatakan dalam persen dari jumlah yang tertera pada

etiket. Angka 5% dan 15% adalah persen dari jumlah yang tertera pada etiket

sehingga mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali ditetapkan lain dalam

masing-masing monografi, persyaratan umum untuk penetapan satu titik tunggal

ialah terdisolusi 75% dalam 45 menit dengan menggunakan Alat 1 pada 100 rpm

atau Alat 2 pada 50 rpm (Siregar, 2010).

2.8 Spektrofotometri UV

Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan

intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar

ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan

elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus,2004).

Interaksi antara radiasi dan materi merupakan hal yang sangat menarik.

Kebanyakan molekul obat menyerap radiasi dalam daerah ultraviolet spektrum

tersebut, meskipun sebagian diwarnai sehingga menyerap radiasi dalam daerah

visibel, misalnya suatu zat berwarna biru menyerap radiasi pada daerah merah

spektrum tersebut. Serapan radiasi UV/visibel terjadi melalui eksitasi

elektron-elektron di dalam struktur molekular menjadi keadaan energi yang lebih tinggi.

S3 12

(27)

Radiasi di daerah UV/visibel diserap melalui eksitasi elektron-elektron

yang terlibat dalam ikatan-ikatan antara atom-atom pembentuk molekul sehingga

awan elektron menahan atom-atom bersama-sama mendistribusikan kembali

atom-atom itu sendiri dan orbital yang ditempati oleh elektron-elektron pengikat

tidak lagi bertimpang tindih.

Radiasi UV panjang gelombang pendek < 150 nm ( >8,3 eV) dapat

menyebabkan putusnya ikatan paling kuat di dalam molekul organik sehingga

sangat membahayakan organisme hidup. Yang lebih menarik perhatian para analis

adalah ikatan-ikatan yang lebih lemah di dalam molekul karena ikatan tersebut

dapat dieksitasi dengan radiasi UV panjang gelombang yang lebih panjang > 200

nm ( > 6,2 eV), yang terdapat pada panjang gelombang yang lebih panjang

daripada daerah di tempat udara dan pelarut – pelarut umum mengabsorbsi

(Watson, 2005).

Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk

digunakan pada kadar yang kecil. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai

gugus kromofor. Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan

(28)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan waktu pengujian

Pengujian uji disolusi kapsul piroksikam 20 mg dilakukan di Laboratorium

Napza, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan Jalan

Willem Iskandar, Pasar V Barat I No. 2 Medan pada tanggal 16 Februari 2015.

3.2 Alat-alat

Alat yang digunakan adalah alat disolusi, beaker glass, corong, erlenmeyer,

gelas ukur, labu tentukur 100 ml dan 25 ml, pipet volum, spuit, vial.

3.3 Sampel

Sampel yang digunakan adalah Licofel® yang berasal dari pabrik Berlico

Mulia Farma.

3.4 Bahan

Bahan yang digunakan adalah HCl 0,1 N dan akuades.

3.5 Prosedur

3.5.1 Pembuatan Pereaksi

a. Larutkan 14,0 g natrium klorida (p) dalam 49 ml asam klorida (p).

b. Ditambahkan aquadest secukupnya hingga 6000 ml.

c. Larutan mempunyai pH lebih kurang 1,2.

d. Dimasukkan masing-masing 900 ml ke dalam vessel dissolusi.

e. Ditunggu hingga suhu 37o C.

3.5.2 Uji Disolusi Sampel

(29)

a. Ditimbang masing-masing 6 kapsul piroksikam, dicatat hasilnya.

b. Disiapkan alat, pastikan alat siap pakai.

c. Dimasukkan 900 ml media disolusi, dipasang alat dengan pengaduk

bentuk keranjang.

d. Dimasukkan 6 kapsul piroksikam 20 mg ke dalam masing-masing wadah

secara serentak. Segera jalankan alat pada suhu 37oC ± 0,5oC dengan laju

kecepatan 100 rpm dan tunggu selama 45 menit.

e. Dipasang spuit pada alat disolusi.

f. Pada menit ke 40 bilas spuit sebanyak 5 ml dengan media disolusi, lalu

dimenit ke 45 diambil dengan spuit media disolusi sebanyak 20 ml

dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

g. Dipipet masing-masing 3 ml filtrat dimasukkan ke dalam labu tentukur 10

ml, lalu dicukupkan sampai garis tanda (Depkes RI,1995).

3.5.3 Baku Pembanding

a. Ditimbang 10,232 mg baku pembanding, masukkan dalam labu 100 ml.

b. Dilarutkan dengan media disolusi, dicukupkan hingga 100 ml.

c. Dipipet 4 ml masukkan ke dalam labu 100 ml, dicukupkan dengan media

disolusi.

3.5.4 Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV

Tahapan kerja penetapan kadar yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Hidupkan alat spektofotometer ultra violet (UV).

b. Klik program spektofotometer ultra violet (UV) yang terdapat di

(30)

c. Klik menu Quantification, masukkan panjang gelombang maksimum (273

nm) serta jarak batas atas dan batas bawah panjang gelombang (200 nm

dan 400 nm).

d. Masukkan akuades (blanko) ke dalam kuvet.

e. Letakkan kuvet di tempat pengukuran.

f. Klik blank, lalu spektrum keluar.

g. Masukkan larutan A (Larutan baku pembanding) ke dalam kuvet.

h. Letakkan kuvet di tempat pengukuran.

i. Klik standard, keluar 1 absorbansi di dalam tabel, klik 3 kali sehingga

diperoleh 3 buah absorbansi. Dalam perhitungan kadar yang digunakan

adalah nilai absorbansi yang terdapat di tengah.

j. Masukkan larutan B (Larutan uji) ke dalam kuvet.

k. Letakkan kuvet di tempat pengukuran.

l. Klik sampel, keluar 1 buah absorbansi di dalam tabel, klik 2 kali sehingga

diperoleh 2 absorbansi untuk masing-masing sampel. Dalam perhitungan

kadar, yang digunakan sebagai Au (Absorbansi larutan uji) adalah nilai

absorbansi yang mendekati nilai absorbansi larutan baku.

3.6 Perhitungan

Perhitungan kadar zat terlarut kapsul piroksikam dapat dilakukan dengan

menggunakan rumus:

a. Faktor perkalian (Fk)

FK = �� ��������

�������� � 100%

(31)

Fu = faktor pengenceran uji

Bb = bobot baku

Kb = kemurnian baku

Fb = faktor pengenceran baku

Ab = absorbansi baku

Kc = keterangan etiket

b. % Zat aktif terlarut (Dx)

% Dx = Fk x Au

Keterangan : Fk = faktor perkalian

(32)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil

Berdasarkan uji disolusi kapsul piroksikam 20 mg yang dilakukan,

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Hasil Uji Disolusi

No. Berat Kapsul

Cara perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2Pembahasan

Dari hasil uji disolusi kapsul piroksikam yang dilakukan diperoleh kadar

zat terlarut, yaitu 98,09 %,105,36 %, 104,74 %, 101,88 %, 104,70 %, 100,01 %.

Kadar tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia,

dimana jumlah ke-6 kapsul yang diuji pada tahap 1 (S1) memenuhi kriteria

penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang

dari (Q + 5%) yaitu (75% + 5%= 80%). Dari data di atas dinyatakan bahwa kapsul

(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil uji disolusi yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa kapsul

piroksikam 20 mg merek Licofel® telah memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai

dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV. Dimana persyaratan

uji disolusi tiap unit sediaan tidak satupun kadar kurang dari ketentuan (Q + 5%)

yaitu (75% + 5%= 80%). Berarti hasil uji disolusi memenuhi persyaratan.

5.2Saran

Disarankan kepada penguji selanjutnya untuk melakukan uji disolusi dengan

metode yang lain dan dengan sampel yang berbeda. Hal tersebut sangat

dibutuhkan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu produk untuk dikonsumsi

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes,G. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung : ITB University Press. Hal. 381

Anief, M. (2006). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Hal. 13

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Hal. 244, 246, 247.

Dachriyanus, (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Hal. 1.

Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan. Hal. 4, 422, 423, 1084, 1085.

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan. Hal. 4, 422, 423, 1084, 1085.

Sardjoko. (1993). Rancangan Obat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 162.

Sartono. (1993). Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat-Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Cetakan Pertama. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 36, 37.

Siregar, C.J.P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Dasar-Dasar Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 84 – 86, 90, 96.

Tjay,T.H, dan Rahardja,K. (2007). Obat-obat Penting. Jakarta: Gramedia. Hal 312-314.

(35)

Lampiran 1.

Data Uji Disolusi dan Perhitungan Kadar

Nama sediaan : Licofel

Zat berkhasiat : 20 mg piroksikam tiap kapsul

No. Bets :

Media Disolusi : 900 ml HCl 0,1 N

Tipe Alat : Tipe 1 keranjang

Waktu : 45 menit

Kecepatan Rotasi : 100 rpm

Panjang Gelombang : ± 273 nm

Persyaratan (Q) : Harus larut tidak kurang dari 75% dari jumlah yang

tertera pada etiket

Bobot Baku (Bb) : 10,232 mg

Faktor Pengenceran Larutan Baku (Fb) : 2500 ml

Faktor Pengenceran Larutan Uji (Fu) : 3,33 ml

Kandungan Gliseril Guaiakolat pada etiket (Ke) : 20 mg

Absorbansi Larutan Baku (Ab) : 0,3165

(36)

Lanjutan Lampiran 1

Perhitungan:

a. Faktor perkalian (Fk)

FK = �� ��������

�������� � 100%

Keterangan : V = volume tabung vessel disolusi

Fu = faktor pengenceran uji

Bb = bobot baku

Kb = kemurnian baku

Fb = faktor pengenceran baku

Ab = absorbansi baku

Kc = keterangan etiket

b. % Zat aktif terlarut (Dx)

% Dx = Fk x Au

Keterangan : Fk = faktor perkalian

Au = absorbansi uji

(37)

Lampiran 2.

Gambar Alat Uji Disolusi

(38)
(39)

Gambar

Tabel 2.1  Tabel Penerimaan Hasil Uji Disolusi
Tabel 4.1 Data Hasil Uji Disolusi
Gambar Alat Uji Disolusi
Gambar alat disolusi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari kedua kode contoh tablet ranitidin HCl 150 mg, persentase zat aktif terlarut tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia edisi IV, dimana jumlah

Dari hasil percobaan pengujian disolusi dan penetapan kadar kloramfenikol dalam kapsul dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi, diketahui bahwa zat aktif terlarut

Uji ini dilakukan untuk menentukan kesesuain dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penetapan kadar piroksikam dalam sediaan kapsul yang ditentukan ternyata 5 sampel memenuhi persyaratan kadar dan 1 sampel

Contoh Perhitungan Penetapan Kadar Piroksikam dalam sampel (KapsulPirofel® SANBE).. Berat20 kapsul =

Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada

Dari kedua kode contoh tablet ranitidin HCl 150 mg persentase zat aktif terlarut tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia edisi IV, dimana jumlah

SKRIPSI UJI LAJU DISOLUSI PIROKSIKAM