UJI DISOLUSI TABLET KALSIUM LAKTAT PRODUKSI PT.
KIMIA FARMA (Persero) Tbk. PLANT MEDAN
TUGAS AKHIR
OLEH:
TRY IGA SEPTIAWANDARI NIM 122410104
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim,
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan,
kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini yang berjudul “Uji Disolusi Tablet Kalsium Laktat Produksi PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan”. Tugas akhir ini disusun untuk
memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Diploma III
Analis Farmasi Dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak
akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Untuk itu penulis juga mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., sebagai wakil Dekan I Dekan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Koordinator
Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si,. Apt., sebagai Dosen Pembimbing Tugas
Akhir yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta
meluangkan waktu untuk penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.
5. Bapak Yogi Sugianto, S.Farm., Apt., sebagai Koordinator Pembimbing
Medan beserta staf yang telah membimbing dan memberikan banyak ilmu
dan arahan pada saat Praktek Kerja Lapangan.
6. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara atas semua ilmu, didikan dan bimbingan kepada penulis selama di
perguruan tinggi ini.
7. Sahabat-sahabat penulis Hilvina Anugrahwati, Anggi Nulvi Siregar,
Vanesia A.O. Manurung, Sherina Elvira Nst yang selalu memberikan
semangat dan bantuannya.
Dan Untuk kedua orang tua penulis H. Wagiran, SH dan Hj.
Yusminarni dan saudara kandung penulis Randy Pahlevi, SH dan Dytha
Oktari, SE terimakasih yang sebesar-besarnya untuk perhatian, dukungan dan
nasehat yang diberikan hingga penulis dapa tmenyelesaikan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa isi dari Tugas Akhir ini masih terdapat
kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi peningkatan mutu penulisan Tugas Akhir.
Akhir kata, penulis sangat berharap semoga Tugas Akhir ini dapat
memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan.Amin.
Medan, Maret 2015
Penulis
UJI DISOLUSI TABLET KALSIUM LAKTAT PRODUKSI PT.
KIMIA FARMA (Persero) Tbk. PLANT MEDAN
ABSTRAK
Pengujian disolusi secara in vitro pada sediaan tablet Kalsium Laktat adalah untuk memastikan bahwa zat aktif yang terdapat di dalam obat dapat melarut setelah obat hancur agar efek terapi tercapai. Pengujian disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu dalam pembuatan obat yang sesuai dengan persyaratan resmi dari Farmakope Indonesia edisi IV.
Pengujiandisolusi tablet KalsiumLaktatdilakukan di laboratorium Quality Control (QC) di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. Enam tablet KalsiumLaktat diuji dengan menggunakan alat disolusi yang menggunakan metode keranjang. Media disolusi yang digunakan adalah Aquadest. Pengukuran kadar tablet Kalsium Laktat yang terlepas diukur dengan metode titrasi kompleksometri.
Hasil pengujian disolusi menunjukkan toleransi (Q) dalam waktu 45 menit dari 6 tablet Kalsium Laktat yaitu: 102.67, 99.47, 101.23, 105.03, 103.32 dan 106.84% dengan hasil rata-rata 103,09%. Keseluruhan tablet Kalsium Laktat memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu toleransi dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 75% (Q) dari jumlah yang tertera pada etiket.
3.2.1 Sampel ... 16
3.2.2 Pereaksi... 16
3.2.3 Alat-alat ... 16
3.3Pembuatan Pereaksi ... 16
3.3.1 Pembuatan Buffer Ammonia ... 16
3.3.2 Pembuatan Indikator EBT ... 16
3.3.3 Pembuatan Larutan EDTA 0,05 N ... 17
3.4Prosedur Kerja ... 17
3.4.1 Uji Disolusi Metode Keranjang ... 17
3.4.2 Penetapan Kadar Dengan Titrasi Komplesometri Dalam Uji Disolusi ... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
4.1Hasil ... 18
4.1.1 Uji Disolusi ... 18
4.1.2 Penetapan Kadar Dengan Titrasi Kompleksometri Dalam Uji Disolusi ... 18
4.2Pembahasan ... 18
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 22
5.1Kesimpulan ... 22
5.2Saran ... 22
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.1. Hasil Uji Disolusi ... 18
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I ... 24
Lampiran II ... 25
UJI DISOLUSI TABLET KALSIUM LAKTAT PRODUKSI PT.
KIMIA FARMA (Persero) Tbk. PLANT MEDAN
ABSTRAK
Pengujian disolusi secara in vitro pada sediaan tablet Kalsium Laktat adalah untuk memastikan bahwa zat aktif yang terdapat di dalam obat dapat melarut setelah obat hancur agar efek terapi tercapai. Pengujian disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu dalam pembuatan obat yang sesuai dengan persyaratan resmi dari Farmakope Indonesia edisi IV.
Pengujiandisolusi tablet KalsiumLaktatdilakukan di laboratorium Quality Control (QC) di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. Enam tablet KalsiumLaktat diuji dengan menggunakan alat disolusi yang menggunakan metode keranjang. Media disolusi yang digunakan adalah Aquadest. Pengukuran kadar tablet Kalsium Laktat yang terlepas diukur dengan metode titrasi kompleksometri.
Hasil pengujian disolusi menunjukkan toleransi (Q) dalam waktu 45 menit dari 6 tablet Kalsium Laktat yaitu: 102.67, 99.47, 101.23, 105.03, 103.32 dan 106.84% dengan hasil rata-rata 103,09%. Keseluruhan tablet Kalsium Laktat memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu toleransi dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 75% (Q) dari jumlah yang tertera pada etiket.
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai
dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada
manusia dan hewan. Salah satu kualitas obat yang paling mengherankan adalah
mempunyai beraneka ragam kerja dan efek pada tubuh (Ansel, 2005).
Bentuk sediaan obat yang banyak dipakai adalah tablet. Syarat-syarat tablet
adalah memenuhi keseragaman ukuran, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan
tidak kurang dari 11
3tebal tablet, memenuhi keseragaman bobot, memenuhi waktu
hancur, memenuhi keseragaman isi zat berkhasiat, memenuhi waktu larut atau
Dissolution Test (Anief, 1994).
Uji disolusi harus memberikan hasil yang reprodusibel (memberikan hasil
yang sama pada setiap pengukuran), sekalipun dilakukan di laboratorium berbeda
oleh personel yang berbeda pula. Perlu diperhatikan bahwa spesifikasi peralatan
uji disolusi di Farmakope sudah dibakukan secara rinci sehingga meskipun
peralatan di laboratorium berbeda sebetulnya tetap identik (Agoes, 2008).
Penetapan jumlah tablet Kalsium laktat yang terlarut seperti yang tertera pada
etiket. Toleransi dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 75% (Q)
C6H10CaO6.5H2O dari jumlah yang tertera pada etiket. Penetapan kadar tablet
Kalsium Laktat menggunakan dinatrium edetat (EDTA) 0,05M dan indikator yang
sesuai lalu dilanjutkan dengan titrasi hingga titik akhir berwarna biru (Ditjen
Titrasi kompleksometri merupakan metode yang sering digunakan untuk
menentukan kadar garam-garam logam. Titran yang sering digunakan adalah
etilen diamin tetra asetat (EDTA). Kecuali dengan natrium dan kalium, EDTA
dapat membentuk kompleks yang stabil dengan semua logam. Pada pH rendah,
EDTA dengan logam alkali tanah seperti kalsium dan magnesium akan
membentuk kompleks yang tidak stabil (Rohman, 2007).
Berdasarkan hal yang disebutkan diatas, penulis tertarik untuk memilih judul
tentang “Uji Disolusi Tablet Kalsium Laktat Produksi PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk. Plant Medan” dengan menggunakan metode titrasi kompleksometri yang
dilakukan terhadap tablet Kalsium Laktat pada pH 10 dengan menggunakan
larutan buffer Ammonia dan indikator EBT.
1.2. Tujuan Dan Manfaat 1.2.1. Tujuan
Melakukan uji disolusi tablet Kalsium Laktat PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk. Plant Medan dan membandingkannya dengan persyaratan yang tertera pada
Farmakope Indonesia edisi IV.
1.2.2. Manfaat
Uji disolusi bermanfaat untuk mengetahui apakah tablet Kalsium Laktat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tablet
2.1.1. Tablet Secara Umum
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa cetak berbentuk rata atau
cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan
atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai
zat pengisi, zat pengembang, zat pembasah (Anief, 1994).
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat
berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya,
dan dalam aspek lainnya tergantung padacara pemakaian tablet dan metode
pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat-obat secara
oral dan kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna, zat
pemberi rasa dan lapisan-lapisan dalam berbagai jenis. Tablet lain yang
penggunaannya dengan cara sublingual, bukal, atau melalui vagina, tidak boleh
mengandung bahan tambahan seperti pada tablet yang digunakan secara oral.
Banyak keuntungan tablet yang digunakan secara oral yang telah banyak
diterangkan (Ansel, 2005).
Tablet dibuat terutama dengan cara kompresi. Sejumlah tertentu dari tablet
dibuat dengan mencetak secara kompresi menggunakan mesin yang mampu
menekan bahan bentuk serbuk atau granul dengan menggunakan berbagai bentuk
punch atau ukuran dan die. Alat kompresi tablet merupakan alat berat
dibuat serta produksi rata-rata yang diinginkan. Tablet yang dicetak dibuat dengan
tangan atau dengan alat mesin tangan, dengan cara menekan bahan tablet ke
dalam cetakan, kemudian bahan tablet yang telah terbentuk dikeluarkan dari
cetakan dan dibiarkan kering (Ansel, 2005).
Jenis-jenis tablet adalah:
− Tablet kompresi, yaitu tablet kompresi yang dibuat dengan sekali tekanan
menjadi berbagai bentuk tablet dan ukuran, biasanya ke dalam bahan
obatnya diberi tambahan sejumlah bahan pembantu seperti: pengisi,
pengikat dan bahan tambahan lainnya.
− Tablet kompresi ganda, yaitu tablet kompresi berlapis, dalam
pembuatannya memerlukan lebih dari satu kali tekanan. Hasilnya menjadi
tablet dengan beberapa lapisan atau tablet didalam tablet, lapisan
dalamnya menjadi inti dan lapisan luarnya menjadi kulit.
− Tablet salut selaput, yaitu tablet yang disalut dengan selaput tipis dari
polimer yang larut atau tidak larut dalam air maupun membentuk lapisan
yang meliputi tablet.
− Tablet sublingual, yaitu tablet yang disisipkan di pipi dan dibawah lidah
yang biasanya berbentuk datar, tablet oral yang direncanakan larut dalam
kantung pipi atau dibawah lidah untuk diabsorpsi melalui mukosa oral.
− Tablet kunyah, yaitu tablet kunyah lembut segera hancur ketika dikunyah
atau dibiarkan melarut dalam mulut, menghasilkan dasar seperti krim dari
mannitol yang berasa dan berwarna khusus (Ansel, 2005).
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain kecuali pelicin dibuat
dengan baik maka dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta
menjaga agar tablet tidak retak (Anief, 1994).
Cara membuat granul ada 2 macam:
1. Cara basah
Zat berkhasiat, zat pengisi dan zat penghancur dicampur baik-baik, lalu
dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu ditambah bahan
pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul, dan dikeringkan dalam almari
pengering pada suhu 40º-50ºC. Setelah kering diayak lagi untuk
memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan
bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet.
2. Cara Kering
Zat berkhasiat, zat pengisi, zat penghancur, bila perlu zat pengikat dan
zat pelicin dicampur dan dibuat dengan cara kempa cetak menjadi tablet
yang besar (slugging), setelah itu tablet yang terjadi dipecah menjadi
granul lalu diayak, akhirnya dikempa cetak tablet yang dikehendaki
dengan mesin tablet (Anief, 1994).
Untuk pembuatan tablet diperlukan zat tambahan berupa:
1. Zat pengisi dimasukkan untuk memperbesar volume tablet. Biasanya
digunakan Saccharum Lactis, Amylum Manihot, Calcii Phoshas, Calcii
Carbonas dan zat lain yang cocok.
2. Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat
merekat. Biasanya yang digunakan adalah Mucilago, Gummi Arabici
3. Zat penghancur, dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut.
Biasanya yang digunakan adalah Amylum Manihot kering, Gelatinum,
Agar-agar, Natrium Alginat.
4. Zat pelicin, dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan.
Biasanya digunakan Talcum 5%, Magnesii Stearas, Acidum
Stearinicum (Anief, 1994).
2.1.2. Tablet Kalsium Laktat
Rumus bangun : C6H10CaO6.5H2O
Persyaratan Kadar : Tidak kurang dari 94,0 % dan tidak lebih dari
106,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen
POM, 1995).
Untuk uji disolusi menggunakan:
− Media disolusi : 500 ml air ( Aquadest )
− Alat tipe : I (Keranjang)
− Kecepatan : 100 rpm
− Waktu : 45 menit (Ditjen POM, 1995).
Melakukan penetapan jumlah tablet Kalsium laktat yang terlarut seperti yang
tertera pada etiket. Toleransi dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari
75% (Q) C6H10CaO6.5H2O dari jumlah yang tertera pada etiket(Ditjen POM,
1995).
2.2. Kalsium
Kalsium terdapat sebanyak 99% dalam tulang kerangka dan sisanya dalam
cairan antarsel dan plasma. Dalam bahan makanan terutama dalam susu dan telur,
memerlukan adanya vitamin D dalam bentuk aktifnya, yaitu kalsitriol (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Fungsinya selain sebagai bahan bangun bagi kerangka, juga sebagai
pameran penting pada regulasi daya rangsang dan kontraksi otot serta penerusan
impuls saraf. Lagi pula Ca mengatur permeabilitas membran sel bagi K dan Na
dan mengaktivasi banyak reaksi enzim, seperti pada pembekuan darah (Tjay dan
Rahardja, 2007).
Defisiensi kalsium menimbulkan antara lain melunaknya tulang
(osteomalasia) serta mudah terangsangnya saraf dan otot, dengan akibatserangan
kejang (tetania). Dalam kebanyakan kasus kekurangannya disebabkan oleh
defisiensi vitamin D dan terhambatnya reabsorbsi (Ca) kalsium (Tjay dan
Raharjda, 2007).
Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain.
Diperkirakan 2% berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0-1,4kg terdiri dari
kalsium. Sebagian besar kalsium terkonsentrasi dalam tulang rawan dan gigi,
sisanya terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak. Kalsium yang berada
dalam sirkulasi darah dan jaringan tubuh berperanan dalam berbagai kegiatan,
diantaranya untuk transmisi impuls saraf, kontaksi otot, penggumpalan darah,
pengaturan permeabilitas membran sel, serta keaktifan enzim. Orang dewasa
memerlukan 700 mg (0,7 gr) kalsium perhari, untuk anak-anak dibawah 10 tahun
sebanyak 0,5 gr perhari (Winarno, 1995).
Dalam keadaan normal sebanyak 30-50 % kalsium yang dikonsumsi
diabsorbsi tubuh. Kemampuan absorbs lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan
daripada perempuan pada semua golongan usia. Kalsium membutuhkan pH 6 agar
dapat berada dalam keadaan terlarut. Absorbsi kalsium terutama dilakukan secara
aktif dengan menggunakan alat angkut protein pengikat kalsium. Kalsium hanya
bisa diabsorbsi bila terdapat dalam bentuk larut air dan tidak mengendap karena
unsur makanan lain seperti oksalat. Kalsium yang tidak diabsorbsi dikeluarkan
melalui feses. Jumlah kalsium yang diekskresikan melalui urin mencerminkan
jumlah kalsium yang diabsorbsi (Yuniastuti, 2008).
Beberapa faktor yang dapat menghalangi penyerapan kalsium adalah
adanya zat organik yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam
yang tidak larut. Contoh dari senyawa tersebut adalah asam oksalat dan asam fitat
(Winarno,1995).
Bila konsumsi kalsium menurun, dapat terjadi kekurangan kalsium yang
dapat menyebabkan osteomalasia. Pada osteomalasia, tulang menjadi lunak
karena matriksnya kekurangan kalsium. Sebab utama osteomalasia yang
sesungguhnya adalah kekurangan vitamin D. Disamping itu, bila keseimbangan
kalsium negatif, osteoporosis atau masa tulang menurun dapat terjadi. Hal ini
disebabkan konsumsi kalsium rendah, absorbsi yang rendah, atau terlalu banyak
kalsium yang terbuang bersama urin (Winarno, 1995).
2.3. Uji Disolusi
Uji disolusi adalah uji yang digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan
persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan
tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tabletharus dikunyah
Uji disolusi pada dasarnya merupakan sarana fisik yang digunakan dalam
pengembangan produk obat dan pengendalian mutu, tetapi kegunaannya tidak
terbatas pada bidang tersebut saja. Pengujian tersebut telah diterapkan pada
investigasi kesetaraan hayati sediaan obat dan kemungkinan diperluas
penggunaannya dibidang lain di industri farmasi. Kegunaan uji disolusi adalah:
1. Uji disolusi digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan nyata, guna
memenuhi persyaratan resmi untuk sediaan yang tertera dalam farmakope.
2. Uji disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu tetap dalam
praktik manufaktur obat yang baik atau CPOB (Cara Pembuatan Obat
yang Baik).
3. Data disolusi juga berguna dalam tahap awal pengembangan zat aktif dan
formulasi. Dalam tahap awal pengembangan, peneliti dapat mengambil
langkah untuk mengoptimasi karakteristik zat aktif dan bentuk sediaan
yang akan mempengaruhi data disolusi.
4. Uji disolusi berdasarkan bukti ilimah memberikan sarana untuk
mengevaluasi parameter penting seperti memberikan informasi
yangpenting untuk formulator dalam pengembangan bentuk sediaan yang
mempunyai daya terapi yang lebih optimal.
5. Untuk menyimpulkan bahwa kecepatan suatu zat aktif terlarut dari bentuk
sediannya yang utuh atau pecahannya dalam saluran cerna sering sebagian
atau seluruhnya mengendalikan kecepatan zat aktif berada dalam sirkulasi
sistemik (Siregar, 2010).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, suatu sediaan tablet diuji disolusinya
disolusi hanya berlaku untuk sediaan tablet yang tertera dalam monografi tersebut.
Sediaan tablet yang tidak tertera dalam Farmakope Indonesia Edisi IV tentu saja
dapat diuji disolusinya dengan prosedur dan persyaratan yang ditetapkan sendiri
oleh pabriknya atau laboratorium pengendalian mutu pabrik tersebut. Tablet
kunyah tidak diuji disolusinya sebab harus dikunyah terlebih dahulu sebelum
ditelan. Untuk tablet salut enterik, digunakan cara pengujian untuk sediaan
lepas-lambat, kecuali dinyatakan lain (Siregar, 2010).
Pada setiap pengujian, volume dari media disolusi ditempatkan dalam bejana
dan dibiarkan mencapai temperatur 37ºC ±0,5ºC. Kemudian satu tablet yang diuji
dicelupkan kedalam bejana atau ditempatkan kedalam keranjang dan pengaduk
diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Tablet harus
memenuhi persyaratan seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan
disolusi. Dengan bertambahnya perhatian pada pengujian disolusi dan penentuan
bioavailabilitas dari obat dengan bentuk sediaan padat menuju pada pendahuluan
dari sistem yang sempurna bagi analisis dan pengujian disolusi tablet (Ansel,
2005).
Disolusi dari suatu zat bisa digambarkan oleh persamaan Noyes-Whitney:
Pada tahun 1940, diyakini bahwa obat akan diabsorbsi secara efisien oleh
tubuh bila sediaan hancur (terdisintegrasi) menjadi agregat kecil ketika diekspose
terhadap cairan. Asumsi ini mendorong pengembangan pengujian kehancuran.
Akan tetapi, dalam kenyataannya data yang berasal dari pengujian jarang terkait
dengan ketersediaan hayati. Pada akhir tahun 1960-an, diketahui bahwa data
disolusi harus ditentukan dengan meneliti kecepatan melarut dari sediaan obat
(Agoes, 2008).
Uji disolusi memiliki 2 metode yaitu:
1. Metode keranjang (Basket)
Metode ini menggunakan alat yang terdiri dari sebuah wadah bertutup
yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lainnya yang inert, suatu motor,
suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder.
Dianjurkan wadah berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175
mm, diameter dalam 96-106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Komponen
batang logam dan keranjang merupakan bagian dari pengaduk yang terbuat dari
baja tahan karat tipe 316 dan menggunakan kasa 40 mesh. Jarak antar dasar
bagian dalam wadah dan keranjang adalah 25 mm ±2 mm selama pengujian
berlangsung (Ditjen POM, 1995).
2. Metode dayung
Metode ini menggunakan alat yang hampir sama dengan metode
keranjang, bedanya metode ini menggunakan dayung yang terdiri dari daun dan
batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga
sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan
pada jarak 25 mm ±2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah
dipertahankan selama pengujian berlangsung. Batang dan daun terbuat dari baja
tahan karat tipe 303. Sediaan dibiarkan tenggelam kedasar wadah sebelum dayung
mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat
berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan (Ditjen
POM, 1995).
Media disolusi menggunakan pelarut yang tertera pada monografi, bila media
disolusi adalah suatu larutan dapar, atur pH larutan hingga berada dalam batas
0,05 satuan pH yang tertera pada monografi (Ditjen POM, 1995).
Idealnya, medium disolusi diformulasikan sedekat mungkin dengan pH in
vivo yang diantisipasi. Sebagai contoh, medium disolusi yang didasarkan pada 0,1
N HCl digunakan untuk menurunkan pH yang mendekati pH lambung. Hal ini
disebabkan pH lambung manusia berada disekitar nilai 1-3. Cairan disolusi
lambung dapat pula digunakan. Makanan dapat meningkatkan pH lambung
sampai 3-5 (Agoes, 2008).
Beberapa cairan disolusi Farmakope berada pada pH netral, walaupun dalam
kenyatannya apabila tablet ditelan akan berada atau mencapai pH rendah
lambung. Penggunaan surfaktan dan enzim dapat dipakai sebagai perkiraan kasar
cairan intestinal walaupun surfaktan ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan
obat secara solubilisasi miselar (Agoes, 2008).
Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan
pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral
dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-partikel
Dalam hal ini dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam
atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan
dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 2005).
Laju disolusi diatur oleh laju difusi molekul-molekul zat terlarut melewati
lapisan difusi ke dalam badan dari larutan tersebut. Untuk suatu obat tertentu,
koefisien difusi dan biasanya konsentrasi dari obat tersebut dalam lapisan difusi
akan meningkat dengan meningkatnya temperature, juga dengan menaikkan laju
pengadukan medium yang melarutkan akan meningkatkan laju disolusi.
Pengurangan viskositas pelarut yang dipakai merupakan cara lain yang bisa
digunakan untuk menambah laju disolusi dari suatu obat. Perubahan pH atau sifat
pelarut yang mempengaruhi kelarutan dari obat laju disolusi. Banyak pembuat
menggunakan bentuk amorf, kristal, garam atau ester yang khusus dari suatu obat
yang akan mencapai karakteristik disolusi yang dikehendaki bila diberikan (Ansel,
2005).
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika
obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju
obat yang diabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus
pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat,
misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan,
proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam
proses absorpsi. Perlahan-lahan obat-obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi
pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi
atau dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi stelah pemberian oral,
saluran usus halus. Dengan demikian, obat-obat yang sukar larut atau produk obat
yang formulasinya buruk bisa mengakibatkan absorpsi tidak sempurna dariobat
tersebut serta lewatnya dalam bentuk tidak berubah keluar sistem melalui feses
(Ansel, 2005).
2.4.Titrasi Kompleksometri
Reaksi-reaksi kesetimbangan pembentukan kompleks banyak digunakan
dalam titrimetri. Cara titrimetri ini didasarkan pada kemampuan ion-ion logam
membentuk senyawa kompleks yang mantap dan dapat larut dalam air. Karena itu
cara ini sering disebut titrasi kompleksometri. Atas dasar ini, sejumlah cara titrasi
untuk menentukan kadar ion-ion logam dalam cuplikan telah dikembangkan oleh
para ahli (Rivai, 1995).
Dewasa ini, pereaksi yang paling sering digunakan dalam titrasi
kompleksometri adalah ligan bergigi banyak, yaitu asam etilendiamina-tetra-asetat
(EDTA). Tetapi sebelum EDTA diperkenalkan dalam pemeriksaan kimia, cara
titrasi yang didasarkan pada pembentukan kompleks sangat terbatas dalam
pemeriksaan kimia adalah ion sianida (CN-), karena sifatnya yang dapat
membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion
perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida (Ag(CN)2),
sedangkan dengan ion nikel membentuk nikel-sianida (Ni(CN)4)2-. Kendala yang
membatasi pemakaian ion sianida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini
membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini
merupakan ligan bergigi satu (Rivai, 1995).
Pada titrasi kompleksometri (terutama yang melibatkan EDTA), pH sangat
sampai 1 satuan pH bahkan sampai 0,5 satuan pH. Untuk ini suatu buffer
diperlukan, namun agar kerja buffer sesuai yang dikehendaki maka larutan yang
akan ditambahkan ke buffer harus benar-benar netral, penetralan larutan harus
tidak menyebabkan terjadinya pengendapan pada pH buffer terutama jika larutan
asam dinetralkan dengan basa (Mulyono, 2006).
Untuk mendeteksi titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna. Indikator
zat warna ditambahkan pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan
titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna dengan sejumlah kecil logam.
Pada saat titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) maka kompleks
indikator logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator
yang dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini antara lain: Eriochrom T,
mureksid, jingga pirokatekol, jingga xilenol, asam kalkon karbonat, kalmagit dan
BAB III
METODE PERCOBAAN 3.1 Tempat dan Waktu
Percobaan ini dilakukan di PT Kimia Farma Tbk Plant Medan Sumatera
Utara pada bulan Januari 2015.
3.2 Bahan-bahan 3.2.1. Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah Tablet Kalsium Laktat.
3.2.2. Pereaksi
Semua bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Aquades, larutan
Buffer Ammonia, indikator EBT, larutan EDTA.
3.2.3. Alat-alat
Alat-alat gelas misalnya beaker glass, gelas ukur, erlenmeyer, pipet
volume, pipet tetes, spatula, buret 25 ml, Dissolution Tester.
3.3. Pembuatan Pereaksi
3.3.1. Pembuatan Buffer Ammonia
Ditimbang sebanyak 17,6 gr Ammonium Klorida, lalu ditambahkan 142
ml Ammonia (p) 25% lalu cukupkan dengan aquadest hingga 250 ml.
3.3.2. Pembuatan Indikator EBT
Ditimbang EBT sebanyak 200 mg, lalu ditambahkan 15 ml Trietanol
kemudian ditambahkan 5 ml metanol. Diaduk hingga homogen kemudian cek pH
3.3.3. Pembuatan Larutan EDTA 0.05 M
Ditimbang serbuk EDTA sebanyak 25 mg dan dilarutkan dengan aquadest
hingga 1200 ml.
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Uji Disolusi Metode Keranjang
Dihidupkan alat Dissolution Tester kemudian siapkan 6 tabung bejana.
Diatur suhu pada tabung hingga 37ºC ±5ºC dengan kecepatan 100 rpm dan waktu
45 menit. Dimasukkan media Aquades sebanyak 500 ml pada masing-masing
tabung, lalu biarkan hingga suhu stabil pada 37ºC ±5ºC. Dimasukkan tablet
Kalsium Laktat ke dalam masing-masing tabung bejana, lalu dilakukan uji
disolusi selama 45 menit.
3.4.2. Penetapan Kadar Dengan Titrasi Kompleksometri Dalam Uji Disolusi Setelah 45 menit alat dijalankan, matikan alat. Ambil cuplikan dengan
spuit sebanyak 60 ml dari masing-masing tabung bejana, lalu masukkan kedalam
beaker glass kemudian pipet sebanyak 50 ml lalu masukkan ke dalam erlenmeyer
250 ml. Kemudian tambahkan 2 ml Buffer Ammonia dan tambahkan 2 tetes
indikator EBT. Titrasi larutan tersebut dengan EDTA 0,05M sampai terjadi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil
4.1.1. Uji Disolusi
Sampel tablet Kalsium Laktat memenuhi persyaratan Farmakope
Indonesia edisi IV dimana hasil Q = 103,09%, dimana Q tidak kurang dari 75%.
Tabel 4.1.1.Hasil Uji Disolusi
NO Sampel Bobot Sampel Volume Titrasi Nilai Q
4.1.2. Penetapan Kadar dengan Titrasi Kompleksometri Dalam Uji Disolusi Sampel tablet Kalsium Laktat yang diuji dengan menggunakan titrasi
kompleksometri yang menghasilkan titik akhir titrasi (TAT) berwarna biru dengan
hasil 103,09%, dimana hasil tersebut memenuhi syarat Farmakope Indonesia edisi
IV.
4.2Pembahasan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil uji disolusi tablet
Kalsium Laktat yang diproduksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan
terlarutnya tablet dengan baik pada waktu yang telah ditentukan dan dengan
analisa kuantitatif metode titrasi kompleksometri dengan terbentuknya larutan
biru pada titik akhir titrasi (TAT). Kadar yang diperoleh sebesar 103,09%, kadar
tersebut memenuhi syaratuji disolusi dimana syarat nilai Q tidak kurang dari 75%.
Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji
sesuai dengan tabel penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap kecuali
bila hasil pengujian memenuhi tahap S1 atau S2 . Harga Q adalah jumlah zat aktif
yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi.
Tabel 4.2. Tabel Penerimaan
Tahap Jumlah yang diuji Kriteria Penerimaan
S1 6 Tiap unit sediaan tidak
kurang dari Q + 5%
S2 6
Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu uni sediaan yang lebih kecil dari Q - 15%
S3 12
Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q - 15% dan tidak satu unitpun yang lebih kecil dari Q - 25%.
(Ditjen POM, 1995).
Data kecepatan disolusi hanya akan berarti jika hasil pengujian secara
berurutan dari sediaan yang sama, konsisten dalam batas yang dapat diterima.
Oleh sebab itu, untuk mencapai reprodusibelitas yang tinggi, semua variabel yang
dapat mempengaruhi pengujian harus dipahami secara baik dengan kemungkinan
pengontrolannya (Agoes, 2008).
1. Faktor yang Berkaitan dengan Sifat Fisikokimia Zat Aktif
Sifat-sifat fisikokimia zat aktif yang memiliki peranan utama dalam
pengendalian disolusinya dari bentuk sediaan. Kelarutan zat aktif dalam air
diketahui sebagai salah satu dari berbagai faktor utama yang menentukan laju
disolusi. Beberapa penelitian telah menyimpulkan bahwa data kelarutan zat
aktif dapat digunakan sebagai suatu perkiraan kasar dari setiap kemungkinan
masalah ketersediaan hayati yang dapat timbul. Hal ini merupakan faktor yang
harus mempertimbangkan dalam desain formulasi.
2. Faktor yang Berkaitan dengan Formulasi Sediaan
Berdasarkan penelitian, laju disolusi zat aktif murni dapat diubah secara
signifikan jika dicampur dengan berbagai zat tambahan selama proses
pembuatan bentuk sediaan solid. Zat tambahan biasanya disebut eksipien dan
adjuvan. Eksipien yang dipakai dalam pembuatan tablet mencakup: zat
pengisi/pengencer, zat pengikat/larutan penggranulasi, disintegran, lubrikan,
glidan, surfaktan, dll. Adjuvan biasanya berupa zat pewarna, zat penyedap,
dll. Adjuvan adalah zat tambahan yang digunakan dalam jumlah kecil yang
secara farmasetik tidak berfungsi secara signifikan.
3. Faktor yang Berkaitan dengan Bentuk Sediaan
Banyaknya metode yang digunakan dalam pembuatan tablet sangan
mempengaruhi laju disolusi zat aktif. Metode granulasi, ukuran granul,
kepadatan, kandungan, kelembapan, umur granul dan gaya kempa yang
digunakan dalam proses pembuatantablet, semua berkontribusi pada
karakteristik laju disolusi tablet akhir.
Faktor ini dapat menyebabkan hasil disolusi berubah-ubah dari uji ke uji
pada semua teknik pengujian yang digunakan. Hal yang perlu diketahui bahwa
gangguan ini dapat diminimalkan, tetapi tidak pernah ditiadakan secara
keseluruhan. Misalnya tidak ada alat uji disolusi yang sama sekali bebas
getaran. Oleh karena itu, setiap gangguan dibuat seminimal mungkin agar
tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada proses disolusi.
5. Faktor yang Berkaitan dengan Parameter Uji Disolusi
Beberapa hal yang sering mengganggu uji disolusi adalah:
− Eksentrisitas alat pengaduk yang berlebihan (misalnya rotasi
pengaduk dayung, tangkai basket, dll)
− Suhu media yang berubah-ubah pada berbagai posisi
− Intensitas pengadukan
6. Faktor Lain-lain
Faktor seperti kelembapan, kontaminasi dinding pada wadah dan adsorbsi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Hasil uji disolusi tablet Kalsium Laktat produksi PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk. Plant Medan menunjukkan toleransi dalam waktu 45 menit larut
(Q) sebesar 103,09% dan hasil tersebut memenuhi persyaratan pada Farmakope
Indonesia edisi IV yaitu tidak lebih dari 75%.
5.2. Saran
Disarankan kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan untuk
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 92-98.
Ansel, H. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 1-3, 118-120, 244-250.
Agoes, G. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi (edisi revisi dan perluasan).
Bandung: Penerbit ITB. Hal. 376-380.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 164-165, 1083-1085.
Mulyono, H.A. (2006). Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 160-161.
Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press. Hal. 229.
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 149-150.
Siregar, C. J.P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-Dasar Praktis. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Hal. 83-85, 98-114.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting Edisi VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal. 871-872.
LAMPIRAN I DATA-DATA
Nama Sediaan : Tablet Kalsium Laktat
No batch : A50067T
Media Disolusi : 500 ml Aquadest
Tipe Alat : Tipe I Keranjang
Waktu : 45 menit
Persyaratan (Q) : Tidak kurang dari 75% dari jumlah yang tertera
pada etiket
Normalitas Na.EDTA : 0,055479 N
Ketelitian buret : 25 ml
NO Sampel Bobot Sampel Volume Titrasi
1 I 601,20 mg 3,00 ml
2 II 602,57 mg 2,90 ml
3 III 602,81 mg 2,95 ml
4 IV 604,97 mg 3,05ml
5 V 605,02 mg 3,00 ml
Keterangan:
• Faktor Pengenceran: 500
50
• N.EDTA: 0,055479 N
• Baku Pembanding Sekunder: 99,81%
• Berat Zat Aktif: 500
• Bobot Tablet Teoritis: 600
LAMPIRAN III
Dissolution Tester