• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Disolusi Tablet Kalsium Laktat Produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Disolusi Tablet Kalsium Laktat Produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DISOLUSI TABLET KALSIUM LAKTAT PRODUKSI PT.

KIMIA FARMA (Persero) Tbk. PLANT MEDAN

TUGAS AKHIR

OLEH:

TRY IGA SEPTIAWANDARI NIM 122410104

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan,

kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

Tugas Akhir ini yang berjudul “Uji Disolusi Tablet Kalsium Laktat Produksi PT.

Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan”. Tugas akhir ini disusun untuk

memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Diploma III

Analis Farmasi Dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak

akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Untuk itu penulis juga mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., sebagai wakil Dekan I Dekan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Koordinator

Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si,. Apt., sebagai Dosen Pembimbing Tugas

Akhir yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta

meluangkan waktu untuk penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

5. Bapak Yogi Sugianto, S.Farm., Apt., sebagai Koordinator Pembimbing

(4)

Medan beserta staf yang telah membimbing dan memberikan banyak ilmu

dan arahan pada saat Praktek Kerja Lapangan.

6. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara atas semua ilmu, didikan dan bimbingan kepada penulis selama di

perguruan tinggi ini.

7. Sahabat-sahabat penulis Hilvina Anugrahwati, Anggi Nulvi Siregar,

Vanesia A.O. Manurung, Sherina Elvira Nst yang selalu memberikan

semangat dan bantuannya.

Dan Untuk kedua orang tua penulis H. Wagiran, SH dan Hj.

Yusminarni dan saudara kandung penulis Randy Pahlevi, SH dan Dytha

Oktari, SE terimakasih yang sebesar-besarnya untuk perhatian, dukungan dan

nasehat yang diberikan hingga penulis dapa tmenyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa isi dari Tugas Akhir ini masih terdapat

kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala

kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi peningkatan mutu penulisan Tugas Akhir.

Akhir kata, penulis sangat berharap semoga Tugas Akhir ini dapat

memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukan.Amin.

Medan, Maret 2015

Penulis

(5)

UJI DISOLUSI TABLET KALSIUM LAKTAT PRODUKSI PT.

KIMIA FARMA (Persero) Tbk. PLANT MEDAN

ABSTRAK

Pengujian disolusi secara in vitro pada sediaan tablet Kalsium Laktat adalah untuk memastikan bahwa zat aktif yang terdapat di dalam obat dapat melarut setelah obat hancur agar efek terapi tercapai. Pengujian disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu dalam pembuatan obat yang sesuai dengan persyaratan resmi dari Farmakope Indonesia edisi IV.

Pengujiandisolusi tablet KalsiumLaktatdilakukan di laboratorium Quality Control (QC) di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. Enam tablet KalsiumLaktat diuji dengan menggunakan alat disolusi yang menggunakan metode keranjang. Media disolusi yang digunakan adalah Aquadest. Pengukuran kadar tablet Kalsium Laktat yang terlepas diukur dengan metode titrasi kompleksometri.

Hasil pengujian disolusi menunjukkan toleransi (Q) dalam waktu 45 menit dari 6 tablet Kalsium Laktat yaitu: 102.67, 99.47, 101.23, 105.03, 103.32 dan 106.84% dengan hasil rata-rata 103,09%. Keseluruhan tablet Kalsium Laktat memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu toleransi dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 75% (Q) dari jumlah yang tertera pada etiket.

(6)
(7)

3.2.1 Sampel ... 16

3.2.2 Pereaksi... 16

3.2.3 Alat-alat ... 16

3.3Pembuatan Pereaksi ... 16

3.3.1 Pembuatan Buffer Ammonia ... 16

3.3.2 Pembuatan Indikator EBT ... 16

3.3.3 Pembuatan Larutan EDTA 0,05 N ... 17

3.4Prosedur Kerja ... 17

3.4.1 Uji Disolusi Metode Keranjang ... 17

3.4.2 Penetapan Kadar Dengan Titrasi Komplesometri Dalam Uji Disolusi ... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1Hasil ... 18

4.1.1 Uji Disolusi ... 18

4.1.2 Penetapan Kadar Dengan Titrasi Kompleksometri Dalam Uji Disolusi ... 18

4.2Pembahasan ... 18

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

5.1Kesimpulan ... 22

5.2Saran ... 22

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1. Hasil Uji Disolusi ... 18

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I ... 24

Lampiran II ... 25

(10)

UJI DISOLUSI TABLET KALSIUM LAKTAT PRODUKSI PT.

KIMIA FARMA (Persero) Tbk. PLANT MEDAN

ABSTRAK

Pengujian disolusi secara in vitro pada sediaan tablet Kalsium Laktat adalah untuk memastikan bahwa zat aktif yang terdapat di dalam obat dapat melarut setelah obat hancur agar efek terapi tercapai. Pengujian disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu dalam pembuatan obat yang sesuai dengan persyaratan resmi dari Farmakope Indonesia edisi IV.

Pengujiandisolusi tablet KalsiumLaktatdilakukan di laboratorium Quality Control (QC) di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. Enam tablet KalsiumLaktat diuji dengan menggunakan alat disolusi yang menggunakan metode keranjang. Media disolusi yang digunakan adalah Aquadest. Pengukuran kadar tablet Kalsium Laktat yang terlepas diukur dengan metode titrasi kompleksometri.

Hasil pengujian disolusi menunjukkan toleransi (Q) dalam waktu 45 menit dari 6 tablet Kalsium Laktat yaitu: 102.67, 99.47, 101.23, 105.03, 103.32 dan 106.84% dengan hasil rata-rata 103,09%. Keseluruhan tablet Kalsium Laktat memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu toleransi dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 75% (Q) dari jumlah yang tertera pada etiket.

(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai

dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada

manusia dan hewan. Salah satu kualitas obat yang paling mengherankan adalah

mempunyai beraneka ragam kerja dan efek pada tubuh (Ansel, 2005).

Bentuk sediaan obat yang banyak dipakai adalah tablet. Syarat-syarat tablet

adalah memenuhi keseragaman ukuran, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan

tidak kurang dari 11

3tebal tablet, memenuhi keseragaman bobot, memenuhi waktu

hancur, memenuhi keseragaman isi zat berkhasiat, memenuhi waktu larut atau

Dissolution Test (Anief, 1994).

Uji disolusi harus memberikan hasil yang reprodusibel (memberikan hasil

yang sama pada setiap pengukuran), sekalipun dilakukan di laboratorium berbeda

oleh personel yang berbeda pula. Perlu diperhatikan bahwa spesifikasi peralatan

uji disolusi di Farmakope sudah dibakukan secara rinci sehingga meskipun

peralatan di laboratorium berbeda sebetulnya tetap identik (Agoes, 2008).

Penetapan jumlah tablet Kalsium laktat yang terlarut seperti yang tertera pada

etiket. Toleransi dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 75% (Q)

C6H10CaO6.5H2O dari jumlah yang tertera pada etiket. Penetapan kadar tablet

Kalsium Laktat menggunakan dinatrium edetat (EDTA) 0,05M dan indikator yang

sesuai lalu dilanjutkan dengan titrasi hingga titik akhir berwarna biru (Ditjen

(12)

Titrasi kompleksometri merupakan metode yang sering digunakan untuk

menentukan kadar garam-garam logam. Titran yang sering digunakan adalah

etilen diamin tetra asetat (EDTA). Kecuali dengan natrium dan kalium, EDTA

dapat membentuk kompleks yang stabil dengan semua logam. Pada pH rendah,

EDTA dengan logam alkali tanah seperti kalsium dan magnesium akan

membentuk kompleks yang tidak stabil (Rohman, 2007).

Berdasarkan hal yang disebutkan diatas, penulis tertarik untuk memilih judul

tentang “Uji Disolusi Tablet Kalsium Laktat Produksi PT. Kimia Farma (Persero)

Tbk. Plant Medan” dengan menggunakan metode titrasi kompleksometri yang

dilakukan terhadap tablet Kalsium Laktat pada pH 10 dengan menggunakan

larutan buffer Ammonia dan indikator EBT.

1.2. Tujuan Dan Manfaat 1.2.1. Tujuan

Melakukan uji disolusi tablet Kalsium Laktat PT. Kimia Farma (Persero)

Tbk. Plant Medan dan membandingkannya dengan persyaratan yang tertera pada

Farmakope Indonesia edisi IV.

1.2.2. Manfaat

Uji disolusi bermanfaat untuk mengetahui apakah tablet Kalsium Laktat

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tablet

2.1.1. Tablet Secara Umum

Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa cetak berbentuk rata atau

cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan

atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai

zat pengisi, zat pengembang, zat pembasah (Anief, 1994).

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat

berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya,

dan dalam aspek lainnya tergantung padacara pemakaian tablet dan metode

pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat-obat secara

oral dan kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna, zat

pemberi rasa dan lapisan-lapisan dalam berbagai jenis. Tablet lain yang

penggunaannya dengan cara sublingual, bukal, atau melalui vagina, tidak boleh

mengandung bahan tambahan seperti pada tablet yang digunakan secara oral.

Banyak keuntungan tablet yang digunakan secara oral yang telah banyak

diterangkan (Ansel, 2005).

Tablet dibuat terutama dengan cara kompresi. Sejumlah tertentu dari tablet

dibuat dengan mencetak secara kompresi menggunakan mesin yang mampu

menekan bahan bentuk serbuk atau granul dengan menggunakan berbagai bentuk

punch atau ukuran dan die. Alat kompresi tablet merupakan alat berat

(14)

dibuat serta produksi rata-rata yang diinginkan. Tablet yang dicetak dibuat dengan

tangan atau dengan alat mesin tangan, dengan cara menekan bahan tablet ke

dalam cetakan, kemudian bahan tablet yang telah terbentuk dikeluarkan dari

cetakan dan dibiarkan kering (Ansel, 2005).

Jenis-jenis tablet adalah:

− Tablet kompresi, yaitu tablet kompresi yang dibuat dengan sekali tekanan

menjadi berbagai bentuk tablet dan ukuran, biasanya ke dalam bahan

obatnya diberi tambahan sejumlah bahan pembantu seperti: pengisi,

pengikat dan bahan tambahan lainnya.

− Tablet kompresi ganda, yaitu tablet kompresi berlapis, dalam

pembuatannya memerlukan lebih dari satu kali tekanan. Hasilnya menjadi

tablet dengan beberapa lapisan atau tablet didalam tablet, lapisan

dalamnya menjadi inti dan lapisan luarnya menjadi kulit.

− Tablet salut selaput, yaitu tablet yang disalut dengan selaput tipis dari

polimer yang larut atau tidak larut dalam air maupun membentuk lapisan

yang meliputi tablet.

− Tablet sublingual, yaitu tablet yang disisipkan di pipi dan dibawah lidah

yang biasanya berbentuk datar, tablet oral yang direncanakan larut dalam

kantung pipi atau dibawah lidah untuk diabsorpsi melalui mukosa oral.

− Tablet kunyah, yaitu tablet kunyah lembut segera hancur ketika dikunyah

atau dibiarkan melarut dalam mulut, menghasilkan dasar seperti krim dari

mannitol yang berasa dan berwarna khusus (Ansel, 2005).

Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain kecuali pelicin dibuat

(15)

dengan baik maka dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta

menjaga agar tablet tidak retak (Anief, 1994).

Cara membuat granul ada 2 macam:

1. Cara basah

Zat berkhasiat, zat pengisi dan zat penghancur dicampur baik-baik, lalu

dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu ditambah bahan

pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul, dan dikeringkan dalam almari

pengering pada suhu 40º-50ºC. Setelah kering diayak lagi untuk

memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan

bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet.

2. Cara Kering

Zat berkhasiat, zat pengisi, zat penghancur, bila perlu zat pengikat dan

zat pelicin dicampur dan dibuat dengan cara kempa cetak menjadi tablet

yang besar (slugging), setelah itu tablet yang terjadi dipecah menjadi

granul lalu diayak, akhirnya dikempa cetak tablet yang dikehendaki

dengan mesin tablet (Anief, 1994).

Untuk pembuatan tablet diperlukan zat tambahan berupa:

1. Zat pengisi dimasukkan untuk memperbesar volume tablet. Biasanya

digunakan Saccharum Lactis, Amylum Manihot, Calcii Phoshas, Calcii

Carbonas dan zat lain yang cocok.

2. Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat

merekat. Biasanya yang digunakan adalah Mucilago, Gummi Arabici

(16)

3. Zat penghancur, dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut.

Biasanya yang digunakan adalah Amylum Manihot kering, Gelatinum,

Agar-agar, Natrium Alginat.

4. Zat pelicin, dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan.

Biasanya digunakan Talcum 5%, Magnesii Stearas, Acidum

Stearinicum (Anief, 1994).

2.1.2. Tablet Kalsium Laktat

Rumus bangun : C6H10CaO6.5H2O

Persyaratan Kadar : Tidak kurang dari 94,0 % dan tidak lebih dari

106,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket (Ditjen

POM, 1995).

Untuk uji disolusi menggunakan:

− Media disolusi : 500 ml air ( Aquadest )

− Alat tipe : I (Keranjang)

− Kecepatan : 100 rpm

− Waktu : 45 menit (Ditjen POM, 1995).

Melakukan penetapan jumlah tablet Kalsium laktat yang terlarut seperti yang

tertera pada etiket. Toleransi dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari

75% (Q) C6H10CaO6.5H2O dari jumlah yang tertera pada etiket(Ditjen POM,

1995).

2.2. Kalsium

Kalsium terdapat sebanyak 99% dalam tulang kerangka dan sisanya dalam

cairan antarsel dan plasma. Dalam bahan makanan terutama dalam susu dan telur,

(17)

memerlukan adanya vitamin D dalam bentuk aktifnya, yaitu kalsitriol (Tjay dan

Rahardja, 2007).

Fungsinya selain sebagai bahan bangun bagi kerangka, juga sebagai

pameran penting pada regulasi daya rangsang dan kontraksi otot serta penerusan

impuls saraf. Lagi pula Ca mengatur permeabilitas membran sel bagi K dan Na

dan mengaktivasi banyak reaksi enzim, seperti pada pembekuan darah (Tjay dan

Rahardja, 2007).

Defisiensi kalsium menimbulkan antara lain melunaknya tulang

(osteomalasia) serta mudah terangsangnya saraf dan otot, dengan akibatserangan

kejang (tetania). Dalam kebanyakan kasus kekurangannya disebabkan oleh

defisiensi vitamin D dan terhambatnya reabsorbsi (Ca) kalsium (Tjay dan

Raharjda, 2007).

Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain.

Diperkirakan 2% berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0-1,4kg terdiri dari

kalsium. Sebagian besar kalsium terkonsentrasi dalam tulang rawan dan gigi,

sisanya terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak. Kalsium yang berada

dalam sirkulasi darah dan jaringan tubuh berperanan dalam berbagai kegiatan,

diantaranya untuk transmisi impuls saraf, kontaksi otot, penggumpalan darah,

pengaturan permeabilitas membran sel, serta keaktifan enzim. Orang dewasa

memerlukan 700 mg (0,7 gr) kalsium perhari, untuk anak-anak dibawah 10 tahun

sebanyak 0,5 gr perhari (Winarno, 1995).

Dalam keadaan normal sebanyak 30-50 % kalsium yang dikonsumsi

diabsorbsi tubuh. Kemampuan absorbs lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan

(18)

daripada perempuan pada semua golongan usia. Kalsium membutuhkan pH 6 agar

dapat berada dalam keadaan terlarut. Absorbsi kalsium terutama dilakukan secara

aktif dengan menggunakan alat angkut protein pengikat kalsium. Kalsium hanya

bisa diabsorbsi bila terdapat dalam bentuk larut air dan tidak mengendap karena

unsur makanan lain seperti oksalat. Kalsium yang tidak diabsorbsi dikeluarkan

melalui feses. Jumlah kalsium yang diekskresikan melalui urin mencerminkan

jumlah kalsium yang diabsorbsi (Yuniastuti, 2008).

Beberapa faktor yang dapat menghalangi penyerapan kalsium adalah

adanya zat organik yang dapat bergabung dengan kalsium dan membentuk garam

yang tidak larut. Contoh dari senyawa tersebut adalah asam oksalat dan asam fitat

(Winarno,1995).

Bila konsumsi kalsium menurun, dapat terjadi kekurangan kalsium yang

dapat menyebabkan osteomalasia. Pada osteomalasia, tulang menjadi lunak

karena matriksnya kekurangan kalsium. Sebab utama osteomalasia yang

sesungguhnya adalah kekurangan vitamin D. Disamping itu, bila keseimbangan

kalsium negatif, osteoporosis atau masa tulang menurun dapat terjadi. Hal ini

disebabkan konsumsi kalsium rendah, absorbsi yang rendah, atau terlalu banyak

kalsium yang terbuang bersama urin (Winarno, 1995).

2.3. Uji Disolusi

Uji disolusi adalah uji yang digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan

persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan

tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tabletharus dikunyah

(19)

Uji disolusi pada dasarnya merupakan sarana fisik yang digunakan dalam

pengembangan produk obat dan pengendalian mutu, tetapi kegunaannya tidak

terbatas pada bidang tersebut saja. Pengujian tersebut telah diterapkan pada

investigasi kesetaraan hayati sediaan obat dan kemungkinan diperluas

penggunaannya dibidang lain di industri farmasi. Kegunaan uji disolusi adalah:

1. Uji disolusi digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan nyata, guna

memenuhi persyaratan resmi untuk sediaan yang tertera dalam farmakope.

2. Uji disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu tetap dalam

praktik manufaktur obat yang baik atau CPOB (Cara Pembuatan Obat

yang Baik).

3. Data disolusi juga berguna dalam tahap awal pengembangan zat aktif dan

formulasi. Dalam tahap awal pengembangan, peneliti dapat mengambil

langkah untuk mengoptimasi karakteristik zat aktif dan bentuk sediaan

yang akan mempengaruhi data disolusi.

4. Uji disolusi berdasarkan bukti ilimah memberikan sarana untuk

mengevaluasi parameter penting seperti memberikan informasi

yangpenting untuk formulator dalam pengembangan bentuk sediaan yang

mempunyai daya terapi yang lebih optimal.

5. Untuk menyimpulkan bahwa kecepatan suatu zat aktif terlarut dari bentuk

sediannya yang utuh atau pecahannya dalam saluran cerna sering sebagian

atau seluruhnya mengendalikan kecepatan zat aktif berada dalam sirkulasi

sistemik (Siregar, 2010).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, suatu sediaan tablet diuji disolusinya

(20)

disolusi hanya berlaku untuk sediaan tablet yang tertera dalam monografi tersebut.

Sediaan tablet yang tidak tertera dalam Farmakope Indonesia Edisi IV tentu saja

dapat diuji disolusinya dengan prosedur dan persyaratan yang ditetapkan sendiri

oleh pabriknya atau laboratorium pengendalian mutu pabrik tersebut. Tablet

kunyah tidak diuji disolusinya sebab harus dikunyah terlebih dahulu sebelum

ditelan. Untuk tablet salut enterik, digunakan cara pengujian untuk sediaan

lepas-lambat, kecuali dinyatakan lain (Siregar, 2010).

Pada setiap pengujian, volume dari media disolusi ditempatkan dalam bejana

dan dibiarkan mencapai temperatur 37ºC ±0,5ºC. Kemudian satu tablet yang diuji

dicelupkan kedalam bejana atau ditempatkan kedalam keranjang dan pengaduk

diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Tablet harus

memenuhi persyaratan seperti yang terdapat dalam monografi untuk kecepatan

disolusi. Dengan bertambahnya perhatian pada pengujian disolusi dan penentuan

bioavailabilitas dari obat dengan bentuk sediaan padat menuju pada pendahuluan

dari sistem yang sempurna bagi analisis dan pengujian disolusi tablet (Ansel,

2005).

Disolusi dari suatu zat bisa digambarkan oleh persamaan Noyes-Whitney:

(21)

Pada tahun 1940, diyakini bahwa obat akan diabsorbsi secara efisien oleh

tubuh bila sediaan hancur (terdisintegrasi) menjadi agregat kecil ketika diekspose

terhadap cairan. Asumsi ini mendorong pengembangan pengujian kehancuran.

Akan tetapi, dalam kenyataannya data yang berasal dari pengujian jarang terkait

dengan ketersediaan hayati. Pada akhir tahun 1960-an, diketahui bahwa data

disolusi harus ditentukan dengan meneliti kecepatan melarut dari sediaan obat

(Agoes, 2008).

Uji disolusi memiliki 2 metode yaitu:

1. Metode keranjang (Basket)

Metode ini menggunakan alat yang terdiri dari sebuah wadah bertutup

yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lainnya yang inert, suatu motor,

suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder.

Dianjurkan wadah berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160-175

mm, diameter dalam 96-106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Komponen

batang logam dan keranjang merupakan bagian dari pengaduk yang terbuat dari

baja tahan karat tipe 316 dan menggunakan kasa 40 mesh. Jarak antar dasar

bagian dalam wadah dan keranjang adalah 25 mm ±2 mm selama pengujian

berlangsung (Ditjen POM, 1995).

2. Metode dayung

Metode ini menggunakan alat yang hampir sama dengan metode

keranjang, bedanya metode ini menggunakan dayung yang terdiri dari daun dan

batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga

sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan

(22)

pada jarak 25 mm ±2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah

dipertahankan selama pengujian berlangsung. Batang dan daun terbuat dari baja

tahan karat tipe 303. Sediaan dibiarkan tenggelam kedasar wadah sebelum dayung

mulai berputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti gulungan kawat

berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan (Ditjen

POM, 1995).

Media disolusi menggunakan pelarut yang tertera pada monografi, bila media

disolusi adalah suatu larutan dapar, atur pH larutan hingga berada dalam batas

0,05 satuan pH yang tertera pada monografi (Ditjen POM, 1995).

Idealnya, medium disolusi diformulasikan sedekat mungkin dengan pH in

vivo yang diantisipasi. Sebagai contoh, medium disolusi yang didasarkan pada 0,1

N HCl digunakan untuk menurunkan pH yang mendekati pH lambung. Hal ini

disebabkan pH lambung manusia berada disekitar nilai 1-3. Cairan disolusi

lambung dapat pula digunakan. Makanan dapat meningkatkan pH lambung

sampai 3-5 (Agoes, 2008).

Beberapa cairan disolusi Farmakope berada pada pH netral, walaupun dalam

kenyatannya apabila tablet ditelan akan berada atau mencapai pH rendah

lambung. Penggunaan surfaktan dan enzim dapat dipakai sebagai perkiraan kasar

cairan intestinal walaupun surfaktan ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan

obat secara solubilisasi miselar (Agoes, 2008).

Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larut dalam cairan

pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral

dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-partikel

(23)

Dalam hal ini dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam

atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan

dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 2005).

Laju disolusi diatur oleh laju difusi molekul-molekul zat terlarut melewati

lapisan difusi ke dalam badan dari larutan tersebut. Untuk suatu obat tertentu,

koefisien difusi dan biasanya konsentrasi dari obat tersebut dalam lapisan difusi

akan meningkat dengan meningkatnya temperature, juga dengan menaikkan laju

pengadukan medium yang melarutkan akan meningkatkan laju disolusi.

Pengurangan viskositas pelarut yang dipakai merupakan cara lain yang bisa

digunakan untuk menambah laju disolusi dari suatu obat. Perubahan pH atau sifat

pelarut yang mempengaruhi kelarutan dari obat laju disolusi. Banyak pembuat

menggunakan bentuk amorf, kristal, garam atau ester yang khusus dari suatu obat

yang akan mencapai karakteristik disolusi yang dikehendaki bila diberikan (Ansel,

2005).

Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika

obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh seperti itu, laju

obat yang diabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya menembus

pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat,

misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan,

proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap yang menentukan laju dalam

proses absorpsi. Perlahan-lahan obat-obat yang larut tidak hanya bisa diabsorbsi

pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin tidak seluruhnya diabsorbsi

atau dalam beberapa hal banyak yang tidak diabsorbsi stelah pemberian oral,

(24)

saluran usus halus. Dengan demikian, obat-obat yang sukar larut atau produk obat

yang formulasinya buruk bisa mengakibatkan absorpsi tidak sempurna dariobat

tersebut serta lewatnya dalam bentuk tidak berubah keluar sistem melalui feses

(Ansel, 2005).

2.4.Titrasi Kompleksometri

Reaksi-reaksi kesetimbangan pembentukan kompleks banyak digunakan

dalam titrimetri. Cara titrimetri ini didasarkan pada kemampuan ion-ion logam

membentuk senyawa kompleks yang mantap dan dapat larut dalam air. Karena itu

cara ini sering disebut titrasi kompleksometri. Atas dasar ini, sejumlah cara titrasi

untuk menentukan kadar ion-ion logam dalam cuplikan telah dikembangkan oleh

para ahli (Rivai, 1995).

Dewasa ini, pereaksi yang paling sering digunakan dalam titrasi

kompleksometri adalah ligan bergigi banyak, yaitu asam etilendiamina-tetra-asetat

(EDTA). Tetapi sebelum EDTA diperkenalkan dalam pemeriksaan kimia, cara

titrasi yang didasarkan pada pembentukan kompleks sangat terbatas dalam

pemeriksaan kimia adalah ion sianida (CN-), karena sifatnya yang dapat

membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion

perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida (Ag(CN)2),

sedangkan dengan ion nikel membentuk nikel-sianida (Ni(CN)4)2-. Kendala yang

membatasi pemakaian ion sianida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini

membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini

merupakan ligan bergigi satu (Rivai, 1995).

Pada titrasi kompleksometri (terutama yang melibatkan EDTA), pH sangat

(25)

sampai 1 satuan pH bahkan sampai 0,5 satuan pH. Untuk ini suatu buffer

diperlukan, namun agar kerja buffer sesuai yang dikehendaki maka larutan yang

akan ditambahkan ke buffer harus benar-benar netral, penetralan larutan harus

tidak menyebabkan terjadinya pengendapan pada pH buffer terutama jika larutan

asam dinetralkan dengan basa (Mulyono, 2006).

Untuk mendeteksi titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna. Indikator

zat warna ditambahkan pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan

titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna dengan sejumlah kecil logam.

Pada saat titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) maka kompleks

indikator logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator

yang dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini antara lain: Eriochrom T,

mureksid, jingga pirokatekol, jingga xilenol, asam kalkon karbonat, kalmagit dan

(26)

BAB III

METODE PERCOBAAN 3.1 Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilakukan di PT Kimia Farma Tbk Plant Medan Sumatera

Utara pada bulan Januari 2015.

3.2 Bahan-bahan 3.2.1. Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah Tablet Kalsium Laktat.

3.2.2. Pereaksi

Semua bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Aquades, larutan

Buffer Ammonia, indikator EBT, larutan EDTA.

3.2.3. Alat-alat

Alat-alat gelas misalnya beaker glass, gelas ukur, erlenmeyer, pipet

volume, pipet tetes, spatula, buret 25 ml, Dissolution Tester.

3.3. Pembuatan Pereaksi

3.3.1. Pembuatan Buffer Ammonia

Ditimbang sebanyak 17,6 gr Ammonium Klorida, lalu ditambahkan 142

ml Ammonia (p) 25% lalu cukupkan dengan aquadest hingga 250 ml.

3.3.2. Pembuatan Indikator EBT

Ditimbang EBT sebanyak 200 mg, lalu ditambahkan 15 ml Trietanol

kemudian ditambahkan 5 ml metanol. Diaduk hingga homogen kemudian cek pH

(27)

3.3.3. Pembuatan Larutan EDTA 0.05 M

Ditimbang serbuk EDTA sebanyak 25 mg dan dilarutkan dengan aquadest

hingga 1200 ml.

3.4. Prosedur Kerja

3.4.1. Uji Disolusi Metode Keranjang

Dihidupkan alat Dissolution Tester kemudian siapkan 6 tabung bejana.

Diatur suhu pada tabung hingga 37ºC ±5ºC dengan kecepatan 100 rpm dan waktu

45 menit. Dimasukkan media Aquades sebanyak 500 ml pada masing-masing

tabung, lalu biarkan hingga suhu stabil pada 37ºC ±5ºC. Dimasukkan tablet

Kalsium Laktat ke dalam masing-masing tabung bejana, lalu dilakukan uji

disolusi selama 45 menit.

3.4.2. Penetapan Kadar Dengan Titrasi Kompleksometri Dalam Uji Disolusi Setelah 45 menit alat dijalankan, matikan alat. Ambil cuplikan dengan

spuit sebanyak 60 ml dari masing-masing tabung bejana, lalu masukkan kedalam

beaker glass kemudian pipet sebanyak 50 ml lalu masukkan ke dalam erlenmeyer

250 ml. Kemudian tambahkan 2 ml Buffer Ammonia dan tambahkan 2 tetes

indikator EBT. Titrasi larutan tersebut dengan EDTA 0,05M sampai terjadi

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

4.1.1. Uji Disolusi

Sampel tablet Kalsium Laktat memenuhi persyaratan Farmakope

Indonesia edisi IV dimana hasil Q = 103,09%, dimana Q tidak kurang dari 75%.

Tabel 4.1.1.Hasil Uji Disolusi

NO Sampel Bobot Sampel Volume Titrasi Nilai Q

4.1.2. Penetapan Kadar dengan Titrasi Kompleksometri Dalam Uji Disolusi Sampel tablet Kalsium Laktat yang diuji dengan menggunakan titrasi

kompleksometri yang menghasilkan titik akhir titrasi (TAT) berwarna biru dengan

hasil 103,09%, dimana hasil tersebut memenuhi syarat Farmakope Indonesia edisi

IV.

4.2Pembahasan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil uji disolusi tablet

Kalsium Laktat yang diproduksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

(29)

terlarutnya tablet dengan baik pada waktu yang telah ditentukan dan dengan

analisa kuantitatif metode titrasi kompleksometri dengan terbentuknya larutan

biru pada titik akhir titrasi (TAT). Kadar yang diperoleh sebesar 103,09%, kadar

tersebut memenuhi syaratuji disolusi dimana syarat nilai Q tidak kurang dari 75%.

Persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji

sesuai dengan tabel penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap kecuali

bila hasil pengujian memenuhi tahap S1 atau S2 . Harga Q adalah jumlah zat aktif

yang terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing monografi.

Tabel 4.2. Tabel Penerimaan

Tahap Jumlah yang diuji Kriteria Penerimaan

S1 6 Tiap unit sediaan tidak

kurang dari Q + 5%

S2 6

Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu uni sediaan yang lebih kecil dari Q - 15%

S3 12

Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q - 15% dan tidak satu unitpun yang lebih kecil dari Q - 25%.

(Ditjen POM, 1995).

Data kecepatan disolusi hanya akan berarti jika hasil pengujian secara

berurutan dari sediaan yang sama, konsisten dalam batas yang dapat diterima.

Oleh sebab itu, untuk mencapai reprodusibelitas yang tinggi, semua variabel yang

dapat mempengaruhi pengujian harus dipahami secara baik dengan kemungkinan

pengontrolannya (Agoes, 2008).

(30)

1. Faktor yang Berkaitan dengan Sifat Fisikokimia Zat Aktif

Sifat-sifat fisikokimia zat aktif yang memiliki peranan utama dalam

pengendalian disolusinya dari bentuk sediaan. Kelarutan zat aktif dalam air

diketahui sebagai salah satu dari berbagai faktor utama yang menentukan laju

disolusi. Beberapa penelitian telah menyimpulkan bahwa data kelarutan zat

aktif dapat digunakan sebagai suatu perkiraan kasar dari setiap kemungkinan

masalah ketersediaan hayati yang dapat timbul. Hal ini merupakan faktor yang

harus mempertimbangkan dalam desain formulasi.

2. Faktor yang Berkaitan dengan Formulasi Sediaan

Berdasarkan penelitian, laju disolusi zat aktif murni dapat diubah secara

signifikan jika dicampur dengan berbagai zat tambahan selama proses

pembuatan bentuk sediaan solid. Zat tambahan biasanya disebut eksipien dan

adjuvan. Eksipien yang dipakai dalam pembuatan tablet mencakup: zat

pengisi/pengencer, zat pengikat/larutan penggranulasi, disintegran, lubrikan,

glidan, surfaktan, dll. Adjuvan biasanya berupa zat pewarna, zat penyedap,

dll. Adjuvan adalah zat tambahan yang digunakan dalam jumlah kecil yang

secara farmasetik tidak berfungsi secara signifikan.

3. Faktor yang Berkaitan dengan Bentuk Sediaan

Banyaknya metode yang digunakan dalam pembuatan tablet sangan

mempengaruhi laju disolusi zat aktif. Metode granulasi, ukuran granul,

kepadatan, kandungan, kelembapan, umur granul dan gaya kempa yang

digunakan dalam proses pembuatantablet, semua berkontribusi pada

karakteristik laju disolusi tablet akhir.

(31)

Faktor ini dapat menyebabkan hasil disolusi berubah-ubah dari uji ke uji

pada semua teknik pengujian yang digunakan. Hal yang perlu diketahui bahwa

gangguan ini dapat diminimalkan, tetapi tidak pernah ditiadakan secara

keseluruhan. Misalnya tidak ada alat uji disolusi yang sama sekali bebas

getaran. Oleh karena itu, setiap gangguan dibuat seminimal mungkin agar

tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada proses disolusi.

5. Faktor yang Berkaitan dengan Parameter Uji Disolusi

Beberapa hal yang sering mengganggu uji disolusi adalah:

− Eksentrisitas alat pengaduk yang berlebihan (misalnya rotasi

pengaduk dayung, tangkai basket, dll)

− Suhu media yang berubah-ubah pada berbagai posisi

− Intensitas pengadukan

6. Faktor Lain-lain

Faktor seperti kelembapan, kontaminasi dinding pada wadah dan adsorbsi

(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Hasil uji disolusi tablet Kalsium Laktat produksi PT. Kimia Farma

(Persero) Tbk. Plant Medan menunjukkan toleransi dalam waktu 45 menit larut

(Q) sebesar 103,09% dan hasil tersebut memenuhi persyaratan pada Farmakope

Indonesia edisi IV yaitu tidak lebih dari 75%.

5.2. Saran

Disarankan kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan untuk

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 92-98.

Ansel, H. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 1-3, 118-120, 244-250.

Agoes, G. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi (edisi revisi dan perluasan).

Bandung: Penerbit ITB. Hal. 376-380.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 164-165, 1083-1085.

Mulyono, H.A. (2006). Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 160-161.

Rivai, H. (1995). Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press. Hal. 229.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 149-150.

Siregar, C. J.P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-Dasar Praktis. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Hal. 83-85, 98-114.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting Edisi VI. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal. 871-872.

(34)

LAMPIRAN I DATA-DATA

Nama Sediaan : Tablet Kalsium Laktat

No batch : A50067T

Media Disolusi : 500 ml Aquadest

Tipe Alat : Tipe I Keranjang

Waktu : 45 menit

Persyaratan (Q) : Tidak kurang dari 75% dari jumlah yang tertera

pada etiket

Normalitas Na.EDTA : 0,055479 N

Ketelitian buret : 25 ml

NO Sampel Bobot Sampel Volume Titrasi

1 I 601,20 mg 3,00 ml

2 II 602,57 mg 2,90 ml

3 III 602,81 mg 2,95 ml

4 IV 604,97 mg 3,05ml

5 V 605,02 mg 3,00 ml

(35)
(36)
(37)

Keterangan:

• Faktor Pengenceran: 500

50

• N.EDTA: 0,055479 N

• Baku Pembanding Sekunder: 99,81%

• Berat Zat Aktif: 500

• Bobot Tablet Teoritis: 600

(38)

LAMPIRAN III

Dissolution Tester

Gambar

Tabel 4.1.1.Hasil Uji Disolusi
Tabel 4.2. Tabel Penerimaan

Referensi

Dokumen terkait

Penetapan kadar kalsium laktat adalah dengan cara titrasi kompleksometri, cara titrimetri ini didasarkan pada kemampuan ion-ion logam membentuk senyawa kompleks yang mantap dan

Alat terdiri dari wadah bertutup yang terbuat dari kaca, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan wadah disolusi.. Batang logam berada pada posisi

Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa - cetak berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan..

Dari jenis alat, ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang tertera dalam.

Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar – Dasar Praktis.. Jakarta: Penerbit Buku

Lampiran 2 Gambar Alat Uji Disolusi.. Pengaduk tipe 2

Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar – Dasar Praktis.Jakarta: EGC.. Prinsip-Prinsip

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan, kesehatan dan kesempatan kepada penulis